Anda di halaman 1dari 5

1.

Peter Sondakh

Karier
Peter Sondakh lahir di tahun 1953. Ayahnya memulai bisnisnya sejak 1954, memproduksi
minyak kelapa serta mengekspor kayu. Tahun 1954, ayahnya merupakan inspirasi bisnisnya,
meninggal dan akhirnya mewariskan bisnis kecilnya. Dia, Peter Sondakh, yang baru 20 tahun
harus mengambil alih bisnis mencari nafkah untuk keluarga. Dia harus membiayai ibu serta
empat orang
Ia yang berumur 22 tahun, mengambil alih bisnis minyak kelapa dan ekspor kayu,
mendirikan PT. Rajawali Corporation. Melalui Rajawali Corporation, ia memulai bisnis
properti sebagai perluasan usaha yang ditekuni ayahnya. Peter mencoba memasuki korporasi
besar, berkat keahlian kumonikasinya ia dekat dengan orde baru. Menyadari bisnis properti
tidak menguntungkan, tahun 1984, menjalin kerja sama dengan PT. Rajawali Corporation
miliknya.

Rajawali Corporation
Seperti burung Rajawali, Peter Sondakh kelihatan tak pernah lelah mengepakkan sayap
usahanya. Mata dan penciumannya setajam Rajawali, mampu mengendus peluang bisnis
yang layak ditubruk. Tak heran, gebrakannya lewat perusahaan holding yang didirikannya,
PT Rajawali Corporation (RC), belakangan kerap mengejutkan.
Berdasarkan catatan PDBI periode 1976-1996 tadi, ada 13 perusahaan yang diakuisisi dan 6
perusahaan didivestasi. Di sisi lain, grup usaha ini memiliki andil (penyertaan saham) di 13
perusahaan. Adapun total anak usaha dan perusahaan terafiliasi yang dimiliki Peter mencapai
49 perusahaan. Sebagai holding company di lingkungan Rajawali Corporation.
Krismon sempat menenggelamkan nama Peter Sondakh dan Grup Rajawali-nya. Namun,
lewat serangkaian aksi jual-beli perusahaan dan fokus pada tiga bidang (properti,
pertambangan dan perkebunan), Sang Rajawali siap terbang tinggi menjadi global player

yang disegani. Seperti burung Rajawali, Peter Sondakh kelihatan tak pernah lelah
mengepakkan sayap usahanya. Mata dan penciumannya setajam Rajawali, mampu
mengendus peluang bisnis yang layak ditubruk. Tak heran, gebrakannya lewat perusahaan
holding yang didirikannya, PT Rajawali Corporation (RC), belakangan kerap mengejutkan.
Tak seperti pebisnis lokal lain yang lebih suka membangun bisnis dari awal, Peter dikenal
sebagai sosok pebisnis yang rajin jual-beli perusahaan. Karenanya, ada orang yang lebih suka
menyebutnya sebagai investor ketimbang pebisnis.
Saat peluncuran stasiun televisi Rajawali Televisi (RTV) pada akhir pekan lalu, publik pun
tak kaget lagi. Di stasiun televisi yang semula bernama B-Channel ini, Peter menjabat
sebagai CEO Rajawali Corporation.[1]

Sejarah Rajawali Corporation


Melalui Rajawali Corporation, ia membangun kemitraan mengembangakan Hyatt Hotel dan
Novotel Sheraton menjadi jaringan hotel bintang lima. Pada tahun 2009, perusahaan
mengakuisisi jaringan hotel berbintang lima lain di luar Indonesia. Ini peluang besar dengan
Surfers Paradise Resort Hotel Pty. lmtd dari Australia. Perusahaan tersebut merupakan jaring
hotel di Australia yang baru-baru ini membangun St. Regis Resort di Bali.
Setelah kehilangan banyak uang dari transaksi properti, Sondakh menyadari bahwa sudah
waktunya untuk memulai cara yang lebih diandalkan dari pendapatan. Dia memperluas bisnis
ayahnya dan pada tahun 1984, perusahaan Rajawali Corporation adalah mitra bisnis
pertamanya. Bersama-sama, mereka membangun Grand Hyatt di Jakarta dan kemudian.

2.Jeffrie Geovanie

Jeffrie Geovanie (lahir di Jakarta, Indonesia, 5 Agustus 1967; umur 49 tahun),


merupakan salah seorang pengusaha dan politikus Indonesia. Saat ini dia duduk
sebagai Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia
periode 20142019 setelah terpilih menjadi Anggota Dewan Perwakilan Daerah
dari daerah pemilihan Provinsi Sumatera Barat pada Pemilu Legislatif 2014.

Latar Belakang
Jeffrie Geovanie menyelesaikan pendidikan di jurusan sastra Indonesia, Universitas Nasional,
Jakarta serta Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi di Universitas Prof. Dr. Moestopo
(Beragama), Jakarta.
Kedua orang tuanya berasal dari Payakumbuh, Sumatera Barat. Ayahnya merupakan seorang
profesional dengan tugas terakhir di Yayasan milik PBB yang mengurus soal pengungsi
Vietnam di Pulau Galang.

Aktivitas
Sebagai seorang profesional, Jeffrie pernah bekerja di American Express Bank Ltd Jakarta,
Direktur Trego Holdings Ltd Singapore, serta Direktur Bank Artha Prima Jakarta.
Selanjutnya dia berwiraswasta di bidang hotel dan properti.
Pada tahun 2002, Jeffrie mendirikan Syafii Maarif Foundation - Maarif Institute, sebuah LSM
yang aktif mengkaji masalah kebudayaan dan kemanusiaan.[1] Dalam lembaga tersebut ia
duduk sebagai Ketua Yayasan. Kemudian dia juga mendirikan Yayasan Indonesia Untuk
Semua The Indonesian Institute[2]. Jeffrie juga aktif sebagai salah seorang Dewan Penasehat
Center for Strategic and International Studies. JG, begitu dia dikenal, pernah menjadi Ketua
Umum PB. Percasi, dan menjadi salah seorang anggota Dewan Redaktur Penerbitan Balai
Pustaka.
Karier politiknya dimulai ketika ia menjadi anggota Muhammadiyah dan kemudian
bergabung dengan Partai Amanat Nasional. Pada tahun 2005, karier politiknya menanjak saat
dicalonkan sebagai kandidat Gubernur Sumatera Barat oleh Koalisi Sakato yang berisikan 16
partai politik, berpasangan dengan Dasman Lanin sebagai wakilnya. Dalam Pilkada tersebut,
meski belum berhasil menjadi yang pertama, namun JG berhasil menduduki peringkat ketiga
di bawah pasangan Gamawan Fauzi-Marlis Rahman serta Irwan Prayitno-Ikasuma Hamid.
Pada musim pemilihan 2009, JG berkampanye di bawah naungan Partai Golkar. Kali ini
kiprahnya bersama Golkar menuai sukses dengan terpilihnya JG sebagai anggota DPR
periode 2009 - 2014. Namun pada Maret 2012, JG mengejutkan publik melalui pernyataan
pengunduran dirinya dari Golkar. Beberapa sinyalemen media mengungkap kaitan
pengunduran diri ini dengan rencana JG berkonsentrasi di organisasi masyarakat, Nasional
Demokrat (Nasdem)[3].
Karier politik JG berlanjut pada Pemilu 2014. Dia berhasil terpilih sebagai Anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dari daerah pemilihan Provinsi Sumatera Barat
dengan raihan 195.930 suara, terbanyak ketiga setelah Irman Gusman dan Emma Yohana[4].
Selain terlibat aktif di bidang usaha, organisasi sosial dan politik, JG juga aktif menulis. Buku
yang telah diterbitkannya antara lain : Transisi Demokratisasi di Indonesia dan Membela

Akal Sehat yang merupakan kumpulan tulisan yang tersebar di Koran Kompas, Media
Indonesia, Suara Pembaruan, Rakyat Merdeka, Jawapos, Koran Tempo, Sindo, dll.

3.Ciputra

Ir. Ciputra (lahir di Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931; umur 85 tahun) adalah
seorang insinyur dan pengusaha di Indonesia. Ia terkenal sebagai pengusaha properti yang
sukses, antara lain pada Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group. Selain itu ia
juga dikenal sebagai seorang filantropis, dan berkiprah di bidang pendidikan dengan
mengembangkan sekolah dan Universitas Ciputra.

Masa muda
Ciputra, yang memiliki nama lahir Tjie Tjin Hoan, menghabiskan masa kecil hingga
remajanya di Parigi, Sulawesi Tengah. Sejak kecil Ciputra sudah merasakan kesulitan dan
kepahitan hidup. Bapaknya Tjie Siem Poe ditangkap oleh pasukan tak dikenal,[2] karena
dituduh sebagai mata-mata Belanda/Jepang dan tidak pernah kembali lagi pada tahun 1944.
Ketika remaja ia bersekolah di SMP dan SMA Frater Don Bosco di Manado. Setamatnya dari
SMA, ia meninggalkan desanya menuju Jawa. Ia kemudian kuliah di Institut Teknologi
Bandung. Pada tingkat empat, ia bersama Budi Brasali dan Ismail Sofyan mendirikan usaha
konsultan arsitektur bangunan yang berkantor di sebuah garasi. Setelah Ciputra meraih gelar
insinyur pada tahun 1960, ia pindah ke Jakarta.

Karier dan bisnis


Setelah menyelesaikan kuliahnya di ITB, Ciputra mengawali kariernya di Jaya Group,
perusahaan daerah milik Pemda DKI. Ciputra bekerja di Jaya Group sebagai direksi sampai
dengan usia 65 tahun, dan setelah itusebagai penasihat. Di perusahaan tersebut, Ciputra diberi
kebebasan untuk berinovasi, termasuk di antaranya dalam pembangunan proyek Ancol.

Kemudian bersama dengan Sudono Salim (Liem Soe Liong), Sudwikatmono, Budi Brasali
dan Ibrahim Risjad, Ciputra mendirikan Metropolitan Group, yang membangun perumahan
mewah Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai. Pada masa itu, Ciputra duduk
sebagai direktur utama di Jaya Group dan di Metropolitan Group sebagai presiden komisaris.
Akhirnya Ciputra mendirikan grup perusahaan keluarga, Ciputra Group.
Pada tahun 1997 terjadilah krisis ekonomi. Krisis tersebut menimpa tiga group yang dipimpin
Ciputra: Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group. Selain itu, Bank Ciputra yang
didirikannya ditutup oleh Pemerintah karena dianggap tidak layak,[3] dan Asuransi Jiwa
Ciputra Allstate yang baru dirintis menjelang krisis pun ikut ditutup.[4] Dengan adanya
kebijakan moneter dari pemerintah dan diskon bunga dari beberapa bank, ia mendapat
kesempatan untuk merestrukturisasi utang-utangnya. Akhirnya ketiga group tersebut dapat
bangkit kembali dan kini Group Ciputra telah mampu melakukan ekspansi usaha di dalam
dan ke luar negeri.

Bidang pendidikan
Pada usianya yang ke-75, ia memilih untuk mengembangkan bidang pendidikan. Kemudian
didirikanlah sekolah dan Universitas Ciputra. Sekolah ini menitikberatkan pada
kewirausahaan. Dengan sekolah ini, Ciputra bertujuan untuk menyiapkan para lulusannya
menjadi pengusaha.
Ciputra saat ini dikenal sebagai sosok penyebar entrepreneurship / kewirausahaan di
Indonesia. Dalam setiap kesempatan, ia selalu menanamkan pentingnya kewirausahaan untuk
membuat bangsa Indonesia maju.
Kiprah Ciputra diapresiasi oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan memberikan dua
rekor kepada Ciputra, yakni sebagai wirausahawan peraih penghargaan terbanyak di berbagai
bidang dan penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan kepada dosen terbanyak. Ciputra
melalui Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC) telah memberikan pelatihan
entrepreneurship kepada setidaknya 1.600 dosen. Ciputra juga dinobatkan sebagai
Entrepreneur of The Year 2007 versi Ernst & Young.

Anda mungkin juga menyukai