Anda di halaman 1dari 4

Social Constructivism

Konstruktivisme sosial berada pada posisi tengah antara meanstream utama realisme,
neorealisme, liberalisme di satu sisi dengan kajian critical theory. Dalam penggunaan teori,
konstruktivisme berada di tengah-tengah antara teori rational choice dengan postmodernisme.
Konstruktivisme berperan penting dalam menjembatani perbedaan sudut pandang antara kaum
rasionalis

dan

reflektivis1.

Dengan

demikian,

konstruktivisme

sebenarnya

mencoba

memposisikan dunia material tidak independen tetapi selalu berinteraksi dengan dunia sosial
dalam konteks sentral intersubyektivitas dalam memposisikan mazhabnya sebagai penengah dari
berbagai teori HI.
Konstruktivisme muncul untuk memberikan suatu pandangan bahwa realitas sosial tidak
bisa dilihat sebagai suatu yang secara alamiah ada dengan sendirinya dan independen dari
interaksi (rasionalis) dan sebaliknya tidak bisa juga dilihat sebagai sesuatu yang nihil atau tidak
ada dan semata-mata hanya dilihat sebagai refleksi ide-ide manusia.
Asumsi yang berbeda secara mendasar tersebut dalam pandangan konstruktivis pada
dasarnya bisa dipertemukan dalam satu titik temu yaitu dengan argumennya bahwa realitas sosial
tidak sepenuhnya alamiah dan tidak juga sepenuhnya nihil. Konstruktivis melihat realitas dunia
ini sebagai sesuatu yang didasarkan oleh fakta yang secara materil bisa ditangkap ataupun tidak
oleh panca indera namun fakta tersebut tidak menuntun/tidak menentukan bagaimana kita
melihat realitas sosial. Sebaliknya realitas sosial menurut konstruktivis adalah hasil konstruksi
manusia (konstruksi sosial).

1 Menurut Zehfuss : 252.

Konstruktivisme pada dasarnya mengasumsikan bahwa politik internasional adalah hasil


dari suatu konstruksi sosial, yakni proses dialektika antara struktur dan agen, di mana
lingkungan sosial-politik dan manusia saling berinteraksi untuk menghasilkan perubahanperubahan sosial-politik2. Dalam ilmu sosial, konstruktivisme diinspirasi oleh berbagai teori
lainnya seperti critical theory ala Habermas, posmodernisme, feminisme, institusionalisme,
interaksionisme simbolik ala Garfinkel, dan teori strukturasi ala Giddens. Akhir-akhir ini para
pakar HI makin memperhitungkan eksistensi teori ini. Ada sekurang-kurangnya dua pemikiran
dalam teori konstruktivis yang relevan bagi studi HI. Pertama, keyakinan bahwa struktur-struktur
yang mempersatukan umat manusia lebih ditentukan oleh shared ideas (gagasan-gagasan yang
diyakini bersama) daripada kekuatan material. Keyakinan semacam ini mewakili perspektif
idealis yang pernah mendominasi disiplin HI (terutama sebelum Perang Dunia ke-II) yang
sangat memberi perhatian pada kekuatan ide-ide manusia dalam mempengaruhi proses politik.
Kedua, keyakinan bahwa identitas dan kepentingan actor-aktor tertentu dibentuk oleh shared
ideas tersebut di atas, dan bukannya dibentuk oleh peristiwa alam semata. Artinya, tindakan actor
yang dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa politik tertentu bukan semata-mata karena
maksud, intense, dan motivasi dari individu yang bersangkutan, tetapi lebih merupakan hasil
proses interaksi antara individu tersebut dengan lingkungan di sekitarnya (struktur sosial, politik,
ekonomi, budaya dan sebagainya). Dengan demikian, perspektif ini mewakili aliran
strukturalisme di dalam teori konstruktivis.
Konstruktivisme merupakan salah satu tradisi pemikiran yang sangat berpengaruh dalam
studi hubungan internasional saat ini. Tradisi ini berkembang di Amerika sejak berakhirnya
Perang Dingin sebagai reaksi terhadap kegagalan tradisi-tradisi dominan dalam studi hubungan
2 Dikutip dari, http://www.portal-hi.net/index.php/non-grand-paradigma.

internasional realisme dan liberalisme untuk memprediksi ataupun memahami transformasi


sistemik yang mengubah tatanan dunia secara drastis.
Secara ontologis, konstruktivisme dibangun atas tiga proposisi utama 3. Pertama, struktur
sebagai pembentuk perilaku aktor sosial dan politik, baik individual maupun negara, tidak hanya
terdiri memiliki aspek material, tetapi juga normatif dan ideasional. Berbeda dengan neorealis
dan marxis, misalnya, yang menekankan pada struktur material hanya dalam bentuk kekuatan
militer dan ekonomi dunia yang kapitalis, konstruktivis berargumen bahwa sistem nilai,
keyakinan dan gagasan bersama sebenarnya juga memiliki karakteristik struktural dan
menentukan tindakan sosial maupun politik. Sumber-sumber material sebenarnya hanya
bermakna bagi tindakan atau perilaku melalui struktur nilai atau pengetahuan bersama.
Disamping itu, struktur normatif dan ideasional lah yang sebenarnya membentuk identitas sosial
aktor-aktor politik.
Kedua, kepentingan (sebagai dasar bagi tindakan atau perilaku politik) bukan
menggambarkan rangkaian preferensi yang baku, yang telah dimiliki oleh aktor-aktor politik,
melainkan sebagai produk dari identitas aktor-aktor tersebut. Berbeda para teoretisi neorealis,
neoliberal ataupun marxist, yang hanya memberi perhatian pada aspek-aspek strategis dalam arti
bagaimana akator-aktor politik bertindak mencapai kepentingan mereka, teoretisi konstruktivis
lebih menekankan pada sumber-sumber munculnya kepentingan, yakni bagaimana aktor-aktor
politik mengembangkan kepentingan-kepentingan mereka. Dalam artian ini, terkait dengan
proposisi ontologis yang pertama, Alexander Wendt secara jelas mengatakan bahwa, Identities
are the basis of interests (1992).

3 Dikutip dari, http://www.scribd.com/ziyya_elhakim/d/38930563-Rasionalitas-Dan-Moralitas-Politik

Ketiga struktur dan agen saling menentukan satu sama lain. Konstruktivis pada dasarnya
adalah strukturasionis yakni menekankan peran struktur non-material terhadap identitas dan
kepentingan serta, pada saat yang bersamaan, menekankan peran praktek dalam membentuk
struktur-struktur tersebut. Artinya, meskipun sangat menentukan identitas (dan oleh karenanya
juga kepentingan) aktor-aktor politik, struktur ideasional atau normatif tidak akan muncul tanpa
adanya tindakan-tindakan aktor-aktor politik.

Daftar Pustaka:

Hopft, Ted. 2002. Social Construction of International Politics : Identities and Foreign

Policy.
Kukla, Andre. 2002. Social Constructivism and the Philosophy of Science. Columbia:

Routledge.
www.portal-hi.net/index.php/non-grand-paradigma, diakses pada 8 April 2012.

Anda mungkin juga menyukai