Anda di halaman 1dari 18

Case Report Session

Toxic Epidermal Necrolysis

Elsa Prima Putri


1010313087

Preseptor :
dr. Qaira Anum, Sp, KK, FINSDV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi
Nekrolisis epidermal toksik atau Lyell's syndrome adalah kelainan kulit yang
memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan.
Meskipun begitu, etiologi lainnya, termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa
menyebabkan penyakit ini.
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) merupakan reaksi mukokutaneous khas onset
akut dan berpotensi mematikan, yang biasanya terjadi setelah dimulainya pengobatan
baru.
Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit
bulosa seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut
memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan wajah
yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa.
Pada Stevens-Johnson Syndrome (SJS) epidermal detachment meliputi kurang
dari 10% luas permukaan kulit tubuh ; transitional SJS-TEN ditentukan dengan
epidermal detachment antara 10 sampai 30% ; dan TEN detachment lebih dari 30%.
B. Epidemiologi
Kejadian keseluruhan SJS dan TEN diperkirakan masing-masing 1-6 kasus per
juta orang per tahun dan 0,4 sampai 1,2 kasus per juta penduduk per tahun. Berdasarkan
jenis kelamin didapatkan frekuensi yang sama pada pria dan wanita. TEN dapat mengenai
semua kelompok usia tetapi lebih umum pada orang tua, kemungkinan karena
meningkatnya jumlah obat yang dikonsumsi oleh orang tua. Kejadian mortalitas pda EN
adalah 20%- 25%, 5%-12% SJS, dan 30% pada TEN. Bertambahnya usia dan terlibatnya
kulit yang lebih besar berkolerasi dengan diagnosis yang buruk. Dibawah ini terdapat
scor untuk menentukan prognosis EN: 1
C. Etiologi
Etiologi TEN sama dengan Syndrome Steven Johnson. TEN juga dapat terjadi
akibat reaksi graft versus host, infeksi (virus,jamur,bakteri,parasit), dan sepertiga kasus
Toxic Epidermal Necrolysis disebabkan oleh suatu reaksi terhadap suatu obat. Hubungan
antara intake obat dan onset penyakit ini merupakan faktor yang sangat penting. SJS dan

TEN umumnya dimulai kurang dari 8 minggu tapi lebih dari 4 hari sejak intake obat
pertama kali. Obat yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah:

Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2012.

D. Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas. Ada yang menganggap bahwa N.E.T. merupakan
bentuk berat Sindrome Stevens-Johnson karena pada sebagian para penderita SJS
penyakitnya berkembang menjadi NET. Keduanya dapat disebabkan oleh alergi obat
dengan spectrum yang hampir sama. Anggapan lain N.E.T. berbeda dengan SJS karena
pada N.E.T tidak didapati kompleks imun yang beredar seperti pada Sindrome StevensJohnson dan eritema multiformis. Gambaran histologiknya juga berlainan.
NET

dipercaya

merupakan

immune-related

cytotoxic

reactionyang

menghancurkan keratinosit yang mengekspresikan sebagai antigen asing. TEN


menyerupai reaksi hipersensitivitas dengan karakteristik reaksi lambat pada pajanan
pertama dan reaksinya meningkat cepat pada pajanan ulang.
Adanya bukti yang mendukung beberapa jalur immunopatologik yang mengacu pada
apoptosis keratinosit, sebagai berikut :

Aktivasi Fas-ligand pada membran keratinosit death receptormediated


apoptosis

Pelepasan protein dekstruktif (perforin and granzyme B) dari sitotoksik T


limfosit akibat interaksi dengan sel yang mengekspresikan major
histocompatability complex (MHC) class I.
3

Produksi berlebih dari T cell dan/atau macrophage-derived cytokines


(interferon-, tumor necrosis factor- [TNF-], and various interleukins).

Drug-induced secretion of granulysin dari CTLs, natural killer cells, dan natural
killer T cells.

E. Manifestasi Klinis
N.E.T. umumnya terdapat pada orang dewasa. Pada umumnya N.E.T. merupakan
penyakit yang berat dan sering menyebabkan kematian karena gangguan keseimbangan
cairan/elektrolit atau karena sepsis. Gejalanya mirip Sindrome Steven Johnson.
Penyakit mulai secara akut dengan gejala prodromal. Penderita tampak sakit berat
dengan demam tinggi, mialgia, cephalgia, dan kesadaran menurun. Kelainan kulit mulai
dengan eritema generalisata kemudian banyak timbul vesikel dan bula, dapat pula disertai
purpura. Kelainan pada kulit dapat disertai kelainan pada bibir dan selaput lendir mulut
berupa erosi, ekskoriasi, dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah
hitam. Kelainan semacam itu dapat pula terjadi di orifisium genitalia eksterna. Juga dapat
disertai kelainan pada mata seperti pada syndrome Steven Johnson.
Pada N.E.T. yang terpenting ialah terjadinya epidermolisis, yaitu epidermis
terlepas dari dasarnya yang kemudian menyeluruh. Gambaran klinisnya menyerupai
kombustio. Adanya epidermolisis menyebabkan tanda Nikolski positif pada kulit yang
eritematosa, yaitu jika kulit ditekan dan digeser, maka kulit akan terkelupas.
Epidermolisis mudah dilihat pada tempat yang sering terkena tekanan, yakni pada
punggung dan bokong karena biasanya penderita berbaring. Pada sebagian para penderita
kelaina kulit hanya berupa epidermolisis dan purpura, tanpa disertai erosi, vesikel, dan
bula. Kuku dapat terlepas (onikolisis).
Pada organ tubuh dapat terjadi perdarahan traktus gastrointestinal, trakeitis,
bronkopneumonia, udem paru, emboli paru, gangguan keseimbangan cairan & elektrolit,
syok hemodinamik & kegagalan ginjal.
Pada penyakit ini terlihat adanya trias kelainan berupa :
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian
memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Dapat juga disertai purpura.
2. Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut, kemudian genital,
sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan.Kelainan berupa vesikal dan bula
yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Juga
dapat terbentuk pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna
hitam yang tebal.Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius
bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan penderita sukar/tidak
dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar
bernafas.
3. Kelainan mata
Kelainan mata yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan, simblefarop, ulkus kornea,
iritis dan iridosiklitis. Lebih dari 80% pasien memperlihatkan adanya kelainan yang
melibatkan konjungtiva, ulserasi kornea, uveitis anterior dan synechiae.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.Hal
yang terpenting yaitu adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Semua kasus
yang dicurigai NET harus dilakukan biopsi kulit dan hapusan immunofluoresensi harus
dipertimbangkan jika diduga pemphigus / pemphigoid. Laboratorium didapatkan adanya
leukositosis, peningkatan enzim transaminase serum, albuminuria, gangguan fungsi
ginjal, dan ketidakseimbangan elektrolit.Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk
menyingkirkan

kemungkinan

infeksi

TBC

dan

bronkopneumonia.Pemeriksaan

histopatologi, lesi awal menunjukkan apoptosis keratinosit lapisan suprabasal dan pada
lesi lanjut didapatkan adanya nekrosis di seluruh lapisan epidermis, kecuali stratum
korneum, dan terpisahnya lapisan epidermis dan dermis.

Sumber :Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2008.


G. DIAGNOSIS BANDING

Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2008.

Sumber : Hongkong medical diary, 2008.


H. PENATALAKSANAAN
Hanya pasien dengan keterlibatan kulit yang terbatas dan SCORTEN 0-1 yang
tidak perlu penanganan spesial. Sedangkan yang lain harus ditanganin di unit intensive
atau burn centers. Supportive cares terdiri dari : mempertahankan kestabilan
hemodinamik dan mencegah komplikasi yang mengancam nyawa.

Sumber : Hongkong medical diary, 2008.

Pengobatan Simptomatik :
-

Fluid

replacement

secepatnya

:Tujuan

Mengatur+mempertahankan

keseimbangan cairan & elektrolit.


7

Suhu ruangan dipertahankan 28 30 oC cegah hipotermi.

Early nutritional support pasang nasogastric tube (NGT), diet tinggi protein&
rendah garam

Debridement ekstensif dan agresif tidak dianjurkan.

Konsultasi disiplin ilmu lain : THT, mata, penyakit dlm, gigi dan mulut, dll. Mata
diperiksa oleh ophthalmologist setiap hari, beri artificial tears, tetes mata
antibiotik, dan vitamin A setiap 2 jam sekali selama fase akut dan cegah
synechiae. Mulut berkumur dengan larutan antiseptik atau antifungal beberapa
kali sehari.

Pengobatan Spesifik :
-

Kortikosteroid

masih

kontroversial,

beberapa

penelitian

menyatakan

penggunaan pada fase akut dapat mencegah perluasan penyakit, dan penelitian
lain menyatakan steroid tidak menghentikan progresivitas penyakit dan bahkan
berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan efek samping, terutama sepsis.
-

Intravenous Immunoglobulin gunakan high-dose dikarenakan adanya fasmediated cells death.

Cyclosporin A agent immunosupresif kuat; mekanismenya dengan


mengaktivasi Th2 sitokine, inhibisi CD8+ sitotoksik, dan anti-apoptosis dengan
inhibisi Fas-L, nuclear factor dan TNF-.

Plasmapheresis/Hemodialysis tujuannya untuk mengeluarkan medikasi


penyebab,

metabolitnya,

atau

mediator

inflamasi

(sitokin),

tapi

tidak

direkomendasikan karena kurangnya bukti dan risiko yang berhubungan dengan


kateter intravaskular.
-

Anti-TNF agents anti-TNF monoclonal antibodi telah berhasil dipakai untuk


mengobati beberapa pasien, tapi pada penggunaan thalidomide dihentikan karena
dilaporkan banyaknya kematian.

I. KOMPLIKASI

Infeksi sistemik dan septisemia

Syok dan gagal multi-organ (MODs)

Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya


ketidakseimbangan cairan bersama-sama dengan glomerolunefritis.

Pengelupasan membran mukus dalam

mulut, tenggorokan, dan saluran

pencernaan; ini menimbulkan kesulitan dalam makan dan minum sehingga


mengarah pada dehidrasi dan kekurangan gizi.

Pengelupasan

konjungtiva

dan

gangguan-gangguan

mata

lainnya

bisa

menyebabkan kebutaan.

Infeksi kulit oleh bakteri, scars and nail dystrophy, hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi

Adhesi genital dyspareunia, nyeridan perdarahan

Pneumonia atau respiratory failure

J. PROGNOSIS
Jika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik dari pada jika
disebabkan alergi obat. Kalau kelainan kulit luas, meliputi 50-70% permukaan kulit,
prognosisnya buruk. Luas kulit yang terkena mempengaruhi prognosisnya. Juga bila
terdapat purpura yang luas dan leukopenia. Angka kematian NET 30-35%, jadi lebih
tinggi daripada Sindrome Steven Johnson yang hanya 5 % atau 10-15% pada bentuk
transisional, karena N.E.T. lebih berat. SCORTEN merupakan sistem skoring prognostik
yang dikembangkan untuk menghubungkan mortalitas dengan parameter yang terpilih.

Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2008.

BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Nn. R
Umur
: 13 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Pasaman Barat
Status Perkawinan
: Belum Menikah
Negeri Asal
: Simpang III Puduang Jorong Bawan Ampek Nagari Agam,
Pasaman Barat
Agama
No Hp
Tanggal Pemeriksaan

: Islam
: 081378019985
: 1 Agustus 2016

II. ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan umur 13 tahun dirawat di bangsal RSUP Dr M.Djamil
Padang pada tanggal 30 Juli 2016 dengan:
Keluhan Utama:
Kulit mengelupas yang disertai gelembung gelembung berisi cairan jernih pada
hampir seluruh tubuh, mata merah berair dengan kotoran mata, keropeng kehitaman
pada bibir sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:

Awalnya pasien mengeluhkan demam, flu dan sakit kepala sejak 4 hari yang
lalu. Kemudian pasien membeli obat sendiri yaitu Paramex

(Paracetamol)

tanpa resep dokter di apotek. Pasien meminum obat tablet 2 x sehari.


Sebelumnya pasien mengatakan sudah sering mengkonsumsi Paramex

jika

demam.
Lalu pasien dibawa ke Puskesmas di Pasaman Barat dan mendapat 4 macam
obat (Paracetamol, Guanil Gikolat, Amoxiciin, dan Curcuma) diminum 3x

sehari.
4 Jam setelah mengkonsumsi obat dari Puskesmas pasien mengeluhkan

muncul bercak merah pada wajah, dada, dan kaki.


1 hari kemudian muncul gelembung-gelembung pada bercak merah, pasien
kembali berobat ke Puskesmas. Di Puskesmas obat tablet dihentikan dan
dirujuk ke RSUD Lubuk Basung. Di Lubuk Basung pasien dipasang infus

10

dan diberikan obat suntik, tetapi pasien tidak tahu obat apa yang diberikan.
Setelah itu dari RSUD Lubuk Basung di rujuk ke RSUP Dr M. Djamil

Padang.
Nyeri buang air kecil (+) sejak 2 hari yang lalu
Nyeri ketika buang air besar.
Nyeri menelan sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat alergi obat sebelumnya disangkal.
Riwayat mengoleskan ramuan tradisional pada tubuh disangkal.
Riwayat memakai obat tetes mata disangkal.
Riwayat mendapatkan vaksin dalam 6 minggu terakhir disangkal.
Riwayat mendapatkan radiasi sebelum muncul bercak merah disangkal.

Riwayat Atopi/Alergi
-

Riwayat bersin pagi hari tidak ada


Riwayat alergi makanan tidak ada
Riwayat alergi obat tidak ada
Riwayat biring susu ketika masih bayi tidak ada
Riwayat asma tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti diatas sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti yang dialami pasien

III. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis

Keadaan umum

: tampak sakit berat

Kesadaran

: komposmentis

Berat badan

: 45 kg

Tinggi badan

: 160 cm

IMT

: 17,57

Status gizi

: cukup

Kepala

: normocephal, bentuk simetris

Mata

: konjungtiva hiperemis, secret (+)

Leher

: pembesaran KGB axilla, inguinal (-)

11

Thoraks

: diharapkan tidak ditemukan kelainan

Abdomen

: diharapkan tidak ditemukan kelainan

KGB

: tidak ditemukan pembesaran KGB di supraklavikula,

axilla, inguinal.

Anogenital

: erosi (+), OUE hiperemis (+)

Status Dermatologikus
Lokasi

: di seluruh tubuh

Distribusi

: generalisata

Bentuk

: tidak khas

Susunan

: tidak khas

Batas

: tidak tegas

Ukuran

: lentikular - plakat

Efloresensi

: vesikel dan bula yang bervariasi pada kedua lengan, perut,


kedua tungkai, bula kendur, erosi pada kedua kelopak mata atas,
bibir, punggung, leher, dada, perut, genital, krusta berwarna
hitam pada hidung dan bibir, udem eritema pada bibir

Nikolsky sign : (+)


Epidermolisis : 9% + 18% + 18% + 9% +9% + 1% = 64%

12

13

14

IV. STATUS VENEREOLOGIKUS


Pubis

: edema eritema (+), vesikel (-), vegetasi (-), ulkus (-)

Vulva

: edema eritema (+), vesikel (-), vegetasi (-), ulkus (-)

OUE

: edema eritema (+), vesikel (-), vegetasi (-), ulkus (-)

Perianal : vegetasi (-), erosi (-), vesikel (-), ulkus (-)


Perineum : vegetasi (-), erosi (-), vesikel (-), ulkus (-)
KGB

: tidak ada pembesaran KGB inguinal

Perineal : vegetasi (-), erosi (-), vesikel (-), ulkus (-)

15

V. RESUME
Seorang pasien perempuan umur 13 tahun dirawat di bangsal RSUP Dr M.Djamil
Padang pada tanggal 30 Juli 2016 dengan keluhan bercak merah yang disertai gelembung
gelembung berisi cairan jernih pada hampir di seluruh tubuh sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Awalnya pasien mengeluhkan demam, flu dan sakit kepala sejak 4 hari yang
lalu. Kemudian pasien membeli obat sendiri yaitu Paramex tanpa resep dokter di apotek.
Pasien meminum obat tablet 2 x sehari. Sebelumnya pasien mengatakan sudah sering
mengkonsumsi Paramex jika demam. Pasien mengeluhkan kulit memerah pada bagian
perut sebesar telapak tangan, tidak gatal, tidak nyeri 3 hari yang lalu. Lalu pasien dibawa
ke Puskesmas di Pasaman Barat dan mendapat 4 macam obat (Paracetamol, Guanil
Gikolat, Amoxiciin, dan Curcuma) diminum 3x sehari. 4 Jam setelah mengkonsumsi obat
dari Puskesmas pasien mengeluhkan muncul bercak merah pada daerah wajah, dada, dan
kaki. Muncul gelembung-gelembung pada bercak merah sejak 2 hari yang lalu, pasien
kembali berobat ke Puskesmas. Di Puskesmas obat tablet dihentikan dan dirujuk ke
RSUD Lubuk Basung. Di Lubuk Basung pasien dipasang infus dan diberikan obat suntik,
tetapi pasien tidak tahu obat apa yang diberikan. Setelah itu dari RSUD Lubuk Basung di
rujuk ke RSUP Dr M. Djamil Padang. Riwayat alergi obat sebelumnya disangkal.
Riwayat mengoleskan ramuan tradisional pada tubuh disangkal. Riwayat imunisasi dalam
6 minggu terakhir tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan sakit berat, kesadaran komposmentis kooperatif.
mata ; konjungtiva hiperemis, sekret kekuningan , genetalia eksterna ; erosi , OUE
hiperemis. Status dermatologikus, hampir seluruh tubuh , generalisata, bentuk tidak khas,
batas tidak tegas, ukuran lentikular hingga plakat, efloresensi : vesikel dan bula yang
bervariasi pada kedua lengan, perut, kedua tungkai, bula kendur, erosi pada kedua
kelopak mata atas, bibir, punggung, leher, dada, perut, genital, krusta berwarna hitam
pada hidung dan bibir, udem eritema pada bibir. Mukosa mulut ; oedem eritem, krusta
kehitaman, anogenital ; hiperemis. Nikolsky sign (+) dan epidermolisis 64%.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, semua keluhan diatas memenuhi trias
kelainan SSJ berupa kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium dan kelainan
mata, dan ditambah dengan epidermolisis hingga memasukkan kepada klasifikasi Toxic
Epidermal Necrolysis (TEN), namun pada pasien ini tidak disertai onikolosis dan belum
dapat disingkirkan kemungkinan nefritisnya, hingga pada pasien ini dapat ditegakkan
diagnosis kerja Nekrolisis Epidermal Toksin ec susp. Amoxicillin, Paracetamol, dan

16

direncanakan untuk konsultasi ilmu kesehatan Mata, konsultasi THT, konsultasi Ilmu
Kesehatan Anak.
Untuk menyingkirkan diagnosis banding dan mengetahui komplikasi yang sedang
berlangsung, dapat dilakukan pemeriksaan darah rutin, darah lengkap, faal hepar, faal
ginjal yang bisa menunjukkan kondisi leukosistosis atau eosinofilia, serta melihat apakah
ada gangguan lanjut di hati dan ginjal secara akut.
Dan untuk penatalaksanaan pasien ini terapi umum dan khusus. Obat-obatan yang
diberikan antara lain IVFD D5% : NaCl = 3 : 1, Dexamethason 6 x 5 mg IV (tappering
off), Ranitidin 2 x 50 mg IV, Gentamisin 2 x 80 mg IV, Kompres NaCl 0,9% , 3 x 15
menit pada keropeng dan daerah erosi (mata, bibir, vagina), Hidrokortison cream 2,5%, 2
x sehari pada bercak-bercak merah di badan dan wajah.

a. Diagnosis Kerja
Toxic Epidermal Necrolisis ec Suspec Obat ec Paracetamol, Amoxicillin
b. Diagnosis Banding
TEN ec infeksi virus
VII.

Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan darah rutin (Hb, Leuko, LED, di)
Pemeriksaan darah lengkap
Faal hepar, faal ginjal
Pemeriksaan urin
Rencana:
i. Konsul Mata
ii. Konsul THT
iii. Konsul Anak

VIII.

Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan histopatologi

IX.

Diagnosis
Toxic Epidermal Necrolysis

X.

TERAPI
Terapi Umum
- Hentikan obat yang diduga obat tersangka
- Rawat inap pasien
- Menerangkan kepada pasien dan keluarga

mengenai

penyakitnya,

kemungkinan penyebab, perjalanan penyakit, dan cara penggunaan obat


Terapi Khusus
Sistemik:
- IVFD NaCl 0,9% : Dekstrose 5% 3:1
- Dexametason 6x 5mg/hr IV (tapering off)

17

Gentamisin 2x 80mg/hr IV
Ranitidin 2x50mg/hr IV

Topikal
-

Kompres terbuka NaCl 0,9% pada lesi yang erosi 3x sehari selama 15 menit

pada daerah erosi


Salep hidrokortison 2,5%, 2x sehari pada bercak-bercak merah di badan dan
wajah.

XI.

PROGNOSIS
Bikin scorten
Quo ad vitam
Quo ad sanaionam
Quo ad fungsionam
Quo ad cosmeticum

: dubia ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Nekrolisis Epidermal Toksik dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2013. 166-68.

2.

18

Anda mungkin juga menyukai