Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
Pada anak, kelainan penglihatan akan memengaruhi kegiatan belajar
mengajar, pencapaian prestasi akademik dan non-akademik di sekolah. Melalui
mata yang sehat anak dapat melaksanakan aktivitas dengan baik. Salah satu
kelainan penglihatan yang sering terjadi pada anak adalah miopia yang biasa
dikenal sebagai rabun jauh (Fachrian dkk, 2009).
Prevalensi miopia pada usia sekolah dan dewasa mengalami peningkatan,
baik di United States maupun di negara-negara berkembang (David et al, 2010).
Di Afrika angka miopia 0,12% - 3,8%; di Eropa 24% - 27,8%; di Jepang 30%; di
Mesir 40%; di USA dan Cina 33% menurut Kempen et al (2004), Wang (1996)
dan Sperduto et al (1983) (dalam George dan Joseph, 2014). Prevalensi tertinggi
terdapat di Asia Timur seperti Cina (78,4% pada usia 5-15 tahun); Hongkong
(70% pada usia 17 tahun); Taiwan (84% pada usia 16-18 tahun); dan Jepang
(65,6% pada usia 17 tahun) (George dan Joseph, 2014). Dari seluruh kelompok
umur (berdasarkan sensus penduduk tahun 1990) kelainan refraksi (12,9%)
merupakan penyebab penurunan penglihatan terbanyak kedua setelah katarak
(61,3%) di Indonesia (Saw et al, 2003).
Miopia dapat diatasi dengan kaca mata, lensa kontak, atau pembedahan.
Tujuan penanganan pasien dengan miopia adalah penglihatan binokular yang
jelas, nyaman, efisien, dan kesehatan mata yang baik. Pada kelainan miopia
penderita akan mengalami keluhan utama jika melihat jauh kabur, tetapi melihat
dekat lebih jelas. Hal tersebut dapat diperbaiki dengan koreksi optik (David et al,
2010).
Salah satu cara yang dipilih penulis untuk mengatasi miopia adalah
penggunaan kacamata yang relatif lebih murah dan aman (Fachrian dkk, 2009).
Diharapkan melalui koreksi optik sejak dini, anak dapat melakukan aktivitas
sehari-hari dengan baik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Definisi
Miopia adalah bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di depan

retina pada mata yang tidak berakomodasi (Vaoughan et al, 2000).


Miopia adalah anomali refraksi pada mata di mana bayangan difokuskan
di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat
dijelaskan pada kondisi refraktif di mana cahaya yang sejajar dari suatu objek
yang masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia
berasal dari bahasa yunani muopia yang memiliki arti menutup mata. Miopia
merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya adalah
"nearsightedness (David et al, 2010).
Miopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis
kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang
atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung (Sidarta, 2010).
II.

Fisiologi Penglihatan Normal


Berkas cahaya akan berbelok/berbias (mengalami refraksi) apabila

berjalan dari satu medium ke medium lain dengan kepadatan yang berbeda kecuali
berkas cahaya tersebut jatuh tegak lurus permukaan. Cahaya bergerak lebih cepat
melalui udara daripada melalui media transparan lain misalnya air dan kaca.
Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium yang densitas yang lebih tinggi,
cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku) (Sherwood, 2001).
Dengan masuknya sinar ke dalam mata, terjadilan proses penglihatan yang
terdiri dari empat tahap, yaitu tahap pembiasan, tahap sintesa fotokimia, tahap
pengiriman sinyal sensoris dan tahap persepsi di pusat penglihatan. Tahap
pembiasan terjadi di kornea, lensa, badan kaca, di mana titik hasil pembiasan
tergantung pada panjang sumbu bola mata. Sedangkan proses fotokimia terjadi
pada fovea di makula. Proses kimia yang terjadi akan merangsang dan
menimbulkan impuls listrik potensial. Selanjutnya impuls listrik ini akan diantar
oleh serabut saraf ke pusat penglihatan di otak untuk diproses sehingga terjadi
persepsi penglihatan (Spraul dan Lang, 2000).

Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian


difokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor pada
retina mengumpulkan informasi yang ditangkap mata, kemudian mengirimkan
sinyal informasi tersebut ke otak melalui saraf optic. Semua bagian tersebut harus
bekerja simultan untuk dapat melihat suatu objek (Vaughan et al, 2000; Sherwood,
2001).
III.

Penglihatan pada Miopia


Miopia adalah kondisi di mana sinar-sinar sejajar yang masuk ke bola

mata titik fokusnya jatuh di depan retina. Kelainan refraksi dimana sinar sejajar
yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias
membentuk bayangan di depan retina (David et al, 2010).

IV.

Patofisiologi
Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu

kuat untuk panjangnya bola mata akibat (Sidarta, 2010):


1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter anteroposterior yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang) disebut
sebagai miopia aksial.
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu
cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut
miopia kurvatura/refraktif.
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes
mellitus. Kondisi ini disebut miopia indeks .
4. Miopia karena perubahan posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca
V.

operasi glaukoma.
Klasifikasi Miopia

Miopia dapat diklasifikasikan berdasarkan pertumbuhan bola mata,


etiologi, onset terjadinya dan derajat beratnya miopia (Gilmartin, 2004).
Klasifikasi berdasarkan pertumbuhan bola mata (Gilmartin, 2004):
1. Miopia fisiologis: terjadi akibat peningkatan diameter aksial yang
dihasilkan oleh pertumbuhan normal.
2. Miopia patologis: pemanjangan abnormal bola mata yang sering
dihubungkan dengan penipisan sklera.
Klasifikasi berdasarkan onset terjadinya (Gilmartin, 2004):
1. Miopia congenital: terjadi saat lahir.
2. Miopia juvenile atau usia sekolah: pada usia < 20 tahun.
3. Miopia dewasa: pada usia 20 tahun atau lebih.
Klasifikasi berdasarkan etiologi (Gilmartin, 2004):
1. Miopia aksial: akibat perubahan panjang bola mata > 24 mm.
2. Miopia refraktif: akibat kelainan kondisi elemen bola mata.
Klasifikasi berdasarkan derajat beratnya miopia terbagi ke dalam (Sidarta,
2010; Perdami, 2010):
1. Miopia ringan: 0-3 D.
2. Miopia sedang: 3-6 D.
3. Miopia berat: > 6 D.
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk (Sidarta, 2010):
1. Miopia stasioner: miopia yang menetap setelah dewasa.
2. Miopia progresif: miopia yang bertambah terus pada usia dewasa
akibat bertambah panjangnya bola mata.
3. Miopia maligna: miopia yang berjalan progresif yang dapat
mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan atau sama dengan miopia
VI.

pernisiosa atau miopia maligna atau miopia degeneratif.


Manifestasi Klinis
Pada penderita miopia, keluhan utama adalah penglihatan yang kabur saat

melihat jauh, tetapi jelas untuk melihat dekat. Selain itu, pasien akan memberikan
keluhan sakit kepala atau mata terasa lelah, sering disertai dengan juling dan celah
kelopak mata sempit. Seorang miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan mata
untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole. Pasien
miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam
konvergensi yang akan menimbulkan astenopia konvergensi dan bila menetap
akan terlihat juling ke dalam atau esotropia. Apabila terdapat miopia pada satu

mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain, dapat terjadi ambliopia pada mata yang
miopianya lebih tinggi dan menyebabkan eksotropia (Sidarta, 2010; Perdami,
2010).
VII.

Diagnosa
Untuk

mendiagnosis

miopia

dapat

dilakukan

dengan

beberapa

pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut (Saleh dan
Prillia, 2006):

Refraksi Subyektif
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan refraksi
subyektif, metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and
error Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu
Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita. Mata diperiksa satu
persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus/tajam
penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi
dengan lensa sferis negatif, bila dengan lensa sferis negatif tajam
penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien

dikatakan menderita miopia.


Refraksi Obyektif
Retinoskopi: dengan lensa kerja +2.00D pemeriksa mengamati refleks
fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop
(against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif
sampai tercapai netralisasi.
Autorefraktometer (komputer): menentukan miopia atau besarnya

kelainan refraksi dengan menggunakan komputer.


VIII. Komplikasi (Saleh dan Prillia, 2006)
- Ablasio retina terutama pada miopia yang tinggi.
- Strabismus.
- Ambliopia.
IX.
Penatalaksanaan
1. Pemberian Lensa Spheris Konkaf (-)
Penderita myopia dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa
spheris konkaf (-) yang terkecil/terlemah agar dapat menghasilkan tajam
penglihatan terbaik. Karena dengan koreksi lensa spheris konkaf (-) terkecil orang
dengan miopia akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat di retina tanpa
akomodasi (Guyton dan Hall, 2008).

Koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif,


perlu diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena
itu, bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada
miopia, kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis
konkaf di depan mata (Guyton dan Hall, 2008)

Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia


ditentukan dengan cara

trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan

sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih
lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik (Guyton dan Hall,
2008).
Pasien miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien
dikoreksi dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga
bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri
agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi (Sidarta,
2010).
Beberapa keuntungan kacamata untuk pasien miopia adalah (David et al,
2010) :

Kacamata mungkin lebih ekonomis dalam beberapa kasus.


Kacamata memberikan keamanan untuk mata, terutama bila lensanya

terbuat dari bahan polycarbonate.


Kacamata dapat dikombinasikan dengan terapi optic lain (prisma,
bifocal, atau lensa adisi progresif) yang dapat digunakan untuk
manajemen esoforia atau kelainan akomodasi lain yang menyertai
miopia.

Kacamata membutuhkan akomodasi yang lebih sedikit daripada lensa


kontak

pada

miopia,

jadi

kemungkinan

terjadinya

astenopia

akomodatif atau nearpoint blur pada pasien presbiopia lebih sedikit.


Kacamata memberikan koreksi yang lebih baik pada beberapa tipe

astigmatisma.
2. Pemakaian Lensa Kontak
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak,
lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan
menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan
standar. Tergantung dari respon individu dalam orthokeratology yang sesekali
beruba-ubah, penurunan miopia sampai dengan 3.00 dioptri pada beberapa pasien,
dan rata-rata penurunan yang dilaporkan dalam penelitian adalah 0.75-1.00
dioptri. Beberapa dari penurunan ini terjadi antara 4-6 bulan pertama dari program
orthokeratology, kornea dengan kelengkungan terbesar memiliki beberapa
pemikiran dalam keberhasilan dalam membuat pemerataan kornea secara
menyeluruh. Dengan follow up yang cermat, orthokeratology akan aman dengan
prosedur yang efektif. Meskipun miopia tidak selalu kembali pada level dasar,
pemakaian lensa tambahan pada beberapa orang dalam beberapa jam sehari
adalah umum, untuk keseimbangan dalam memperbaiki refraksi (David et al,
2010).
Beberapa keuntungan lensa kontak pada pasien dengan miopia (David et
al, 2010) :

Lensa kontak memberikan kosmetik yang lebih baik.


Lensa kontak memberikan gambaran retina yang lebih besar dan

perbaikan visus yang sedikit lebih baik pada miopia yang parah.
Lensa kontak mengurangi masalah berat dari kacamata, keterbatasan
lapang pandang, dan kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan

prisma akibat bergesernya bingkai kacamata.


Lensa kontak (rigid gas-permeable lenses) dapat mengurangi

progresivitas miopia akibat terjadinya pendataran kornea.


3. Bedah Refraktif (Saleh dan Prillia, 2006):
a) Bedah Refraktif Kornea
Tindakan untuk merubah kurvatura permukaan anterior kornea (RK,
PRK, Excimer laser, LASIK, LASEK, SMILE).
b) Bedah Refraktif Lensa
7

Tindakan ekstraksi lensa jernih, biasanya diikuti dengan implantasi


lensa intraokuler.
Metode bedah refraktif yaitu:
RK (Radial Keratotomy)
Melakukan insisi dalam (90 persen dari ketebalan) pada bagian perifer
dari kornea dengan meninggalkan 4 mm di sentral pada zona optik.
Insisi ini pada penyembuhannya: mendatarkan kornea sentral sehingga
mengurangi kemampuan refraktif. Prosedur ini memberikan koreksi
yang sangat baik pada miopia ringan hingga sedang (Khurana, 2007;
David et al, 2010).
Kerugian: 1) Kornea menjadi lemah, sehingga memberikan peluang
terjadinya rupture bola mata setelah trauma akibat RK ataupun RPK.
2) Jarang terjadi, penyembuhan yang tidak rata dapat menyebabkan
astigmat. 3) Pasien mungkin merasa silau pada malam hari (Khurana,

2007; David et al, 2010).


PRK (Photorefractive Keratectomy)
Pada teknik ini, untuk melakukan koreksi miopia, zona optik sentral
dari stroma kornea anterior difotoablasikan menggunakan excimer
laser (193-nm UV flash) untuk mendatarkan kornea sentral. Seperti
pada RK, RPK juga memberikan koreksi yang sangat bagus untuk
miopia dengan -2 sampai -6 D (Khurana, 2007; David et al, 2010).
Kerugian: 1) Penyembuhan setelah operasi lambat. Penyembuhan
defek epitel mungkin tertunda dan pasien merasakan sakit dan tidak
nyaman untuk beberapa minggu. 2) Mungkin terdapat sisa luka
(kekaburan) kornea bagian tengah yang mempengaruhi penglihatan. 3)

PRK jauh lebih mahal dari RK (Khurana, 2007; David et al, 2010).
LASIK (Laser In Situ Keratomileusis)
LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang
menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan
cara merubah atau mengoreksi kelengkungan kornea. Setelah
dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas
dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara permanen
menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia),
serta mata silinder (astigmatism) (Scuta et al, 2008).
Keuntungan LASIK (Scuta et al, 2008) :
Anestesi topical (tetes mata).
8

Teknik LASIK membutuhkan waktu kurang dari 30 menit dan

sangat efektif.
Pemulihan yang cepat (magic surgery).
Tanpa rasa nyeri (painless).
Tanpa jahitan (Sutureless dan Bloodless).
Tingkat ketepatan yang tinggi (accuracy).
Komplikasi yang rendah.
Prosedur dapat diulang (enhancement).
Kerugian LASIK (Scuta et al, 2008) :
Bedah LASIK dilakukan pada bagian mata yang paling sensitif dan

tidak reversible.
Meskipun setelah menjalani bedah LASIK, seseorang mungkin

masih memerlukan kacamata selama sisa hidupnya.


Biasanya bedah LASIK tidak ditanggung oleh asuransi.
Operasi tambahan atau perbaikan mungkin diperlukan untuk hasil
yang lebih baik lagi.

Resiko LASIK (Scuta et al, 2008) :


Kelebihan/kekurangan koreksi (Over/under-correction). Diketahui
setelah pasca tindakan LASIK akibat dari kurang atau berlebihan
tindakan koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan
LASIK ulang/Re-LASIK (enhancement) setelah kondisi mata

stabil dalam kurun waktu lebih kurang 3 bulan setelah tindakan.


Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap
kornea bisa bergeser (Free flap, button hole, decentration flap).
Flap ini akan melekat cukup kuat kira-kira seminggu setelah

tindakan.
Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi
selama seminggu setelah tindakan dan akan hilang dengan
sendirinya. Pada sebagian kasus mungkin diperlukan semacam

lubrikan tetes mata.


Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien
dengan pupil mata yang besar dan pasien dengan miopia yang
tinggi. Gangguan ini akan berkurang seiring dengan berjalannya
waktu. Komplikasi sangat jarang terjadi, dan keluhan sering

membaik setelah 1-3 bulan.


LASEK (Laser Assisted Sub Epithelial Keratomileusis)
LASEK merupakan pilihan bedah laser mata untuk menangani
astigmatism, miopia atau hipermiopia. Kornea akan dibentuk ulang
9

menggunakan laser dengan memotong flap dari jaringan. Epitel atau


lapisan terluar kornea akan dipotong menggunakan fine blade yang
disebut trephine (WebMD, http://www.webmd.com/eye-health/eyehealth-lasek-laser-eye-surgery).

Keuntungan

LASEK

(WebMD,

http://www.webmd.com/eye-

health/eye-health-lasek-laser-eye-surgery):
Komplikasi yang berhubungan dengan pemotongan dan memasang

kembali flap kornea dihindari.


LASEK jarang menyebabkan mata kering.

Kerugian LASEK (WebMD, http://www.webmd.com/eye-health/eyehealth-lasek-laser-eye-surgery):

Waktu pemulihan yang lebih lama, di mana pemulihan penglihatan


secara penuh belum terjadi dalam 1 atau 2 minggu, sementara mata

telah sembuh.
Lebih nyeri dan lebih tidak nyaman dibandingkan teknik yang lain.
Kebanyakan pasien LASEK mengatakan rasa tidak nyaman

dirasakan sekitar 2 hari atau lebih.


Pasein perlu mamakai "bandage contact lens" sekitar 3 atau 4 hari
setelah operasi LASEK untuk memberikan perlindungan lapisan

antara kelopak mata dengan permukaan mata.


Setelah operasi LASEK, pasien harus menggunakan tetes steroid
topical untuk beberapa minggu.

Efek

samping

LASEK

(WebMD,

http://www.webmd.com/eye-

health/eye-health-lasek-laser-eye-surgery):

Merasa ada benda asing di mata (selama sekitar 1 sampai 4 hari).

10

Penurunan penglihatan sementara (sampai dengan 12 bulan).


Jika terjadi mata kering, butuh lubrikasi tetes (sampai dengan 6

bulan).
Kabur atau penglihatan suram (seharusnya menghilang dalam 6

sampai 9 bulan).
SMILE (Small Incision Lencticule Extraction)
ReLEx SMILE dikembangkan oleh Carl Zeiss di Jerman, di mana
teknik ini memberikan penanganan invasif yang minimal untuk miopia
dan astigmatism. Teknik ini mengombinasikan keamanan koreksi
penglihatan dengan kenyamanan dan berpotensi lebih teliti (Harvey et
al, 2015).
SMILE merupakan langkah tunggal, satu laser, tindakan invasive yang
minimal yang menggunakan pemisahan jaringan dengan cahaya.
Dipandu komputer, sinar laser yang sangat fokus digunakan untuk
membuat lenticule (bentuk lensa yang tepatbentuk disc di dalam
kornea), yang kemudian dikeluarkan melalui insisi lubang kunci yang
kecil (Harvey et al, 2015).
Kornea terdiri dari 5 lapisan, hanya lapisan stroma yang akan dibentuk
ulang. SMILE menggunakan rangkaian gelembung kecil untuk
membuat dasar lenticule (pada bagian bawah stroma) lalu bagian atas
lenticule (bagian atas stroma). Akhirnya, laser membuat lubang kunci
untuk dapat diakses oleh ahli bedah yang kemudian target jaringan
dikeluarkan. Melalui satu langkah tersebut kornea telah dibentuk ulang
untuk memberikan hasil penglihatan yang optimal (Harvey et al,
2015).

SMILE hanya menggunakan satu laser (femtosecond) di mana proses


lasernya sendiri hanya memerlukan waktu rata-rata 25 detik untuk
masing-masing mata. SMILE didesain senyaman mungkin dan

11

memberikan hasil pemulihan yang relatif lebih cepat (Harvey et al,


2015).

Keuntungan SMILE (Ang et al, 2012; Harvey et al, 2015) :


SMILE menggunakan satu mesin laser di mana berpotensi

mengurangi waktu dan biaya operasi.


SMILE berpotensi mengurangi efek samping seperti mata kering

karena tidak melibatkan flap creation.


SMILE menggunakan tindakan invasif yang minimal (no flap dan

bebas pisau).
SMILE dapat digunakan untuk menangani miopia yang tinggi.
SMILE membuat penglihatan yang sama atau lebih baik dan hasil
refraksi yang lebih baik dibandingkan dengan LASIK pada

penganganan miopia.
Ketidaknyamanan yang minimal.
Waktu pemulihan yang cepat
BAB 3
KESIMPULAN

Pada anak, kelainan penglihatan akan memengaruhi kegiatan belajar


mengajar, pencapaian prestasi akademik dan non-akademik di sekolah. Melalui
mata yang sehat anak dapat melaksanakan aktivitas dengan baik. Salah satu
12

kelainan penglihatan yang sering terjadi pada anak adalah miopia atau biasa
disebut dengan rabun jauh (Fachrian dkk, 2009).
Prevalensi miopia pada usia sekolah dan dewasa mengalami peningkatan,
baik di United States maupun di negara-negara berkembang (David et al, 2010).
Dari seluruh kelompok umur (berdasarkan sensus penduduk tahun 1990) kelainan
refraksi (12,9%) merupakan penyebab penurunan penglihatan terbanyak kedua
setelah katarak (61,3%) di Indonesia (Saw et al, 2003).
Miopia atau rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata yang disebabkan
pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang
terlalu cekung (Sidarta, 2010). Miopia adalah kondisi di mana sinar-sinar sejajar
yang masuk ke bola mata titik fokusnya jatuh di depan retina. Kelainan refraksi
dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa
akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina (David et al, 2010).
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan refraksi subyektif melalui
metoda

trial

and

error;

refraksi

obyektif

melalui

retinoskopi

dan

autorefraktometer. Miopia dapat diatasi dengan penggunaan kacamata, lensa


kontak, atau pembedahan (Saleh dan Prillia, 2006). Tujuan penanganan miopia
adalah penglihatan binokular yang jelas, nyaman, efisien, dan kesehatan mata
yang baik. Pada kelainan miopia penderita akan mengalami keluhan utama jika
melihat jauh kabur, tetapi melihat dekat lebih jelas. Hal tersebut dapat diperbaiki
dengan koreksi optik (David et al, 2010).
Salah satu cara yang dipilih penulis untuk mengatasi miopia adalah
penggunaan kacamata yang relatif lebih murah dan aman (Fachrian dkk, 2009).
Diharapkan melalui koreksi optik sejak dini, anak dapat melakukan aktivitas
sehari-hari dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaoughan et al. 2000. Opthalmology Umum (Edisi 14).Widya Medika.
2. Guyton AC, dan Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi 11).
Jakarta: EGC.

13

3. Saleh, T., dan Prillia Tri S. 2006. Miopia. Pedoman Diagnosis dan Terapi:
Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata (Edisi 3). Surabaya: Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo.
4. David A., et al. 2010. Optometric Clinical Practice Guideline: Care of The Patient
with Myopia. USA: American Optometric Association.

5. Fachrian, dkk. 2009. Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan Pada Pelajar


SDX. Majalah Kedokteran Indonesia; 59; 6.
6. George dan Joseph. 2014. Study on The Prevalence and Underlying Factors of
Myopia Among The Students of A Medical College in Kerala. International
Journal of Medical Research and Health Sciences; 3; 330-337.
7. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (Edisi 11). Jakarta:
EGC.
8. Sidarta, Ilyas. 2010. Ilmu Penyakit Mata (Edisi 3). Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
9. Spraul CW, Lang GK. 2000. Optics and Refractive Errors. Opthalmology: A
Short Textbook. New York: Thieme.
10. Gilmartin, B. 2004. Myopia: Precedents For Research In The Twenty-First
Century. Clinical and Experimental Opthalmology; 32; 305-324.
11. Saw et al. 2003. Causes of Low Vision and Blindness in Rural Indonesia.
British Journal of Opthalmology; 43; 3633-3640.
12. Khurana AK. 2007. Optics and Refraction In: Comprehensive Ophtalmology.
4th Ed. New Delhi: New Age Publishers.
13. Scuta GL, Cantor LB, Weiss JS. 2008. Optics of the Human Eye In: Clinical
Optics. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 3; 115-20.
14. Web
MD.
LASEK
Eye
Surgery.
Diunduh
dari
http://www.webmd.boots.com/eye-health/guide/eye-health-lasek-laser-eyesurgery pada 12 Juni 2016.
15. Ang, Marcus, Donald Tan, and Jodhbir S Mehta. 2012. Small incision
lenticule extraction (SMILE) versus laser in-situ keratomileusis (LASIK):
study protocol for a randomized, non-inferiority trial. Trials; 13; 75. Diunduh
dari http://www.trialsjournal.com/content/13/1/75 pada 12 Juni 2016.
16. Sheffield Teaching Hospital NHS. 2016. ReLEX SMILE Eye Surgery.
Diunduh dari http://www.sheffieldvisioncentre.co.uk/laser-eye-surgery/relexflexsmile-eye-surgery pada 12 Juni 2016.
17. Harvey, Joshua, Hideki Fukuoka, and Natalie Afshari. 2015. Small Incision
Lenticule Extraction (SMILE). American Academy of Ophtalmology. Diunduh

14

dari http://eyewiki.aao.org/Small_Incision_Lenticule_Extraction _%28SMILE


%29 pada 12 Juni 2016.
18. Hagele, Glenn. 2015. LASEK - Laser Assisted Sub-Epithelial Keratomileusis:

Comparison of LASEK to Lasik, Bladeless Lasik, Epi-Lasik, and PRK. USA


Eyes. Diunduh dari http://www.usaeyes.org/lasik/faq/lasek.htm pada 12 Juni
2016.

15

Anda mungkin juga menyukai