Anda di halaman 1dari 13

Nama : Januar Awalin Harvan

NPM : 230110140123
Kelas : Perikanan B

SEJARAH EKONOMI PERIKANAN INDONESIA


Ekonomi sumber daya perikanan didasarkan pada konstitusi Indonesia yaitu pada
Undang-Undang Dasar 1945 agar bumi, air dan sumberdaya alam yang terkandung di
dalamnya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Pada awal
kemerdekaan, bahkan jauh sebelumnya, sumberdaya perikanan sudah dieksplotitasi. Kegiatan
eksploitasi ini berlangsung lama tetapi tidak mampu mensejahterakan kaum nelayan yang
menjadi bagian dari system perekonomian perikanan.
1.1. Zaman Kolonial Belanda
Perikanan mulai menjadi sector bisnis pada saat zaman Kolonial belanda dmulai pada
akhir 1800an. Pada saat itu perikanan telah berorientasi pada pasar yang ditandai dengan
pertumbuhan usaha pengolahan dan pemasaran ikan. Pada awal abad ke 20 Hindia
Belanda(Indonesia) telah memiliki pelabuhan penting di dunia yang memiliki kegiatan ekspor
perikanan, pelabuhan tersebut terletak di kota bagan si api-api. Pada tahun 1850, namun pada
tahun 1912 pelabuhan ini telah mengalami kemunduran diakibatkan kebijakan dan monopoli
yang diterapkan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Pulau Jawa telah menjadi pasar
terpenting produk perikanan khususnya ikan kering (asin) dan terasi. Merujuk pada data van
der Eng, kontribusi perikanan terhadap total PDB pada tahun 1880 dan 1890 mencapai di atas
2% atau tertinggi yang pernah dicapai perikanan dari seluruh periode antara 1880-2002.
Prestasi Indonesia pada zaman tersebut di bidang perikanan tersebut tidak berlangsung
lama dikarenakan system tanam paksa yang diterapkan oleh pemerintah Kolonial belanda
mengeksploitasi penduduk pribumi sehingga pelabuhan yang beraktivitas di bidang perikanan
menjadi pelabuhan yang hanya mengekspor hasil dari system tanam paksa tersebut. Selain itu
kebijakan monopoli garam yang diterapkan oleh pemerintah Kolonial belandamembuat
aktifitas produksi pengolahan ikan asin terhenti. Karena pemerintah Kolonial Belanda
meningkatkan biaya sewa dari f6.000 pada tahun 1904 menjadi f32,000 di tahun 1910
menghasilkan stagnasi dan penurunan peran industri perikanan yang ditunjukkan oleh
penurunan ekspor dari 25.900 ton ikan kering di tahun 1904 menjadi 20.000 ton di tahun
1910. Terjadinya pengerusakan secara ekologis seperti ekstraksi bakau dan pendangkalan
perairan, menyebabkan serta menurunnya sumberdaya ikan muncul dan mendorong
perikanan bergerak lebih jauh dari pantai. Pertumbuhan industri perikanan periode 1870an
sampai 1930an oleh Butcher disebut sebagai menangkap ikan lebih banyak dengan teknologi
yang sama. Periode ini diikuti oleh perubahan teknologi dan perluasan daerah penangkapan
sebagai akibat modernisasi perikanan dan semakin langkanya ikan di daerah pinggir (1890an1930an)

1.2. Masa Pendudukan Jepang


Sama halnya dengan akhir dari pemerintahan belanda, penurunan kegiatan ekonomi
perikanan juga terjadi pada masa pendudukan jepang. Hai ini dikarenakan nelayan-nelayan
ini datang dengan dukungan subsidi pemerintahan Meiji yang sedang giat menggalakan
industrialisasi. Teknologi perikanan yang lebih maju membuat nelayan Jepang mendapat
keuntungan yang lebih besar dari exploitasi sumberdaya ikan.
1.3. Orde Lama
Pada awal kemerdekaan Indonesia banyak sekali kebijakan ekonomi dan perikanan tidak
dilaksanakan karena banyak terjadi pergolakan politik. Pada tahun 1961, sektor perikanan
mulai dilirik pemerintah menjadi pengerak ekonomi nasional seperti tertuang dalam
Perencanaan Pembangunan Delapan Tahunan yang disusun Dewan Perantjang Nasional
(Depernas, sekarang Bappenas). Target pendapatan dari ekstraksi sumberdaya perikanan
menurut Pauker mencapai US$ 500 juta, namun karena ekspektasi yang sangat berlebihan,
target tersebut akhirnya direvisi menjadi US$ 12,5 juta dalam sidang kabinet.
Pada orde lama setelah kemerdekaan, produksi perikanan terus meningkat dari 320 ribu
ton pada tahun 1940 menjadi 324 ribu ton pada tahun 1951, dan kemudian menjadi 661 ribu
ton pada tahun 1965. Pertumbuhan produksi tertinggi 7,4% per tahun dicapai pada periode
1959-1965, namun produktivitas per kapal menurun dari 4 ton di tahun 1951 menjadi 2,8 ton
pada tahun 1965. Produktivitas nelayan juga turun dari 1 ton menjadi 0,7 ton dalam periode
yang sama. Basis perikanan pada era ini sepenuhnya di daerah pantai dan hanya sedikit
industri perikanan modern yang berkembang.
1.4. Zaman Orde Baru
Kemajuan kegiatan ekonomi perikanan pada zaman orde dimulai pada saat produksi
perikanan meningkat dari 721 ribu ton pada tahun 1966 menjadi 1,923 ribu ton pada 1986.
Produksi ikan meningkat menjadi 3.724 ribu ton tahun 1998. Setelah mengalami
pertumbuhan negatif dalam periode peralihan (1966-1967), laju pertumbuhan produksi
perikanan meningkat dari 3,5% (1968-1973) menjadi 5,3% per tahun (1974-1978). Periode
berikutnya pertumbuhan produksi perikanan cenderung menurun (Tabel 2). Produktivitas
perikanan dalam era ini walaupun tumbuh dengan laju yang berfluktuasi (khususnya kapal),
secara nomimal meningkat dari rata-rata 4,3 ton/kapal periode 1974-1978 menjadi 8,4 ton per
kapal periode 1994-1998.
Motorisasi perikanan merupakan salah satu penyebab peningkatan produksi sektor ini.
Tahun 1966 motorisasi hanya meliputi 1.4% dari total armada perikanan sebanyak 239.900
unit, menjadi 5,8% pada tahun 1975, dan mencapai 16% dari total armada pada tahun 1980.
Pada tahun 1998 armada perikanan bermotor telah mencapai 45,8% dari total sebanyak
412.702 unit, namun data tahun ini menunjukkan hanya 21% berupa kapal motor (inboard
motor), dan bagian terbesar adalah perahu motor tempel dan perahu tanpa motor. Dengan
demikian, basis perikanan masih dominan di wilayah pantai.

Pada saat orde baru sector ekomi perikanan dipegang oleh nelayan skala besar yang
menggunakan trawl dan purse seine. Pada saat tersebut terjadi kesenjangan ekonomi yang
terjadi diantera nelayan kecil dan nelayan skala besar. Nelayan kecil yang mempunyai
produktivitas rendah (1,4-6,7 ton/unit alat) semakin tersingkirkan oleh nelayan skala besar
(trawl dan purse seine) dengan produktivitas masing-masing mencapai 70,4 ton/unit dan 38
ton/unit. Kondisi ini yang mendorong pemerintah melarang penggunaan trawl secara
bertahap melalui Keppres 39/1980 yang diikuti Inpress 11/1982 dan SK Menteri Pertanian
No. 545/Kpts/Um/8/1982 tentang penghapusan jaring trawl di seluruh perairan Indonesia
terhitung mulai 1 Januari 1983.
1.5. Reformasi
Pada zaman reformasi perikanan dijadikan salah satu motor penggerak ekonomi nasianal.
Berdasarkan Nota Keuangan dan APBN tahun 2000-2005, Pendapatan Negara Bukan Pajak
PNBP) perikanan meningkat sangat pesat dari Rp 52 miliar pada tahun 2000 menjadi Rp 450
miliar pada tahun 2003. Dibanding tahun sebelumnya, PNBP 2004 turun menjadi Rp 282,8
miliar (di bawah target Rp 450 miliar) dan diperkirakan target PNBP sebesar Rp 700 miliar
pada tahun 2005 juga tidak tercapai karena belum optimalnya perjanjian bilateral dengan
Cina, Filipina dan, Thailand.

A. Pengertian Eksternalitas
Berbagai pendapat mengemukakan teorinya tentang pengertian eksternalitas.
Pendapat oleh Rosen (1988) menyatakan bahwa eksternalitas terjadi ketika aktivitas suatu
satu kesatuan mempengaruhi kesejahteraan kesatuan yang lain yang terjadi diluar mekanisme
pasar (non market mechanism). Tidak seperti pengaruh yang ditransmisikan melalui
mekanisme harga pasar, eksternalitas dapat mempengaruhi efisiensi ekonomi.
Fisher (1996) mengatakan bahwa eksternalitas terjadi bila satu aktivitas pelaku
ekonomi (baik produksi maupun konsumsi) mempengaruhi kesejahteraan pelaku ekonomi
lain dan peristiwa yang ada terjadi di luar mekanisme pasar. Sehingga ketika terjadi
eksternalitas, maka private choices oleh konsumen dan produsen dalam private markets
umumnya tidak menghasilkan sesuatu yang secara ekonomi efisien.
Berdasarkan pada pemahaman di atas dapat dijelaskan bahwa dalam perspektif
teoritis, eksternalitas terjadi karena adanya perbedaan antara marginal social dan private cost
suatu barang. Dalam kasus kerusakan lingkungan menimbulkan negative externality karena
tidak adanya unsur biaya tambahan dalam bentuk social cost yang masuk dalam komponen
harga barang akhir. Oleh karena itu diperlukan governemnt intervention dalam bentuk
penetapan pajak atau subsidi guna mengkoreksi dampak-dampak dari eksternalitas (Verhoef,
1999;Verhoef dan Nijkamp,2000).

B. Bentuk Bentuk Eksternalitas


Eksternalitas dalam kenyataannya memiliki dua macam bentuk, yakni :
1. Eksternalitas Negatif
Eksternalitas negatif (biaya eksternal) adalah biaya terhadap pihak ketiga selain
pembeli dan penjual pada suatu macam barang yang tidak direfleksikan dalam harga pasar.
Ketika terjadi eksternalitas yang negatif, harga barang atau jasa tidak menggambarkan biaya
sosial tambahan (marginal social cost) secara sempurna pada sumber daya yang dialokasikan
dalam produksi. Baik pembeli maupun penjual barang tidak memperhatikan biaya- biaya ini
pada pihak ketiga.
2. Eksternalitas Positif
Eksternalitas positif adalah keuntungan terhadap pihak ketiga selain penjual atau
pembeli barang atau jasa yang tidak direfleksikan dalam harga. Ketika terjadi eksternalitas
positif, maka harga tidak sama dengan keuntungan sosial tambahan (marginal social benefit)
dari barang dan jasa yang ada.
Contoh Contoh Eksternalitas Dalam Perikanan Secara Umum.
1

Misalkan ada dua kegiatan, yang satu adalah perusahaan penambangan emas
tradisional yang berbasis di hulu dan yang lain adalah perikanan ( misalnya karamba )
yang berbasis di hilir. Keduanya menggunakan satu sumber daya alam ( sungai )
sebagai faktor yang menghubungkan kedua kegiatan ekonomi tersebut. Perusahaan
penambang emas tradisional, kita sebut saja G membroduksi emas ( g ) dan bahan
pencemar mercuri ( x ) yang dibuang ke sungai. Usaha perikanan F menghasilkan
ikan ( f ), namun dalam produksinya tergantung dari adanya polutan yang dibuang
oleh industri G. Dengan demikian dapat kita asumsikan bahwa fungsi biaya dari usaha
perikanan sebagai CF ( f, x ), artinya biaya produksi dari usaha perikanan akan
tergantung dari banyaknya ikan dan banyaknya bahan pencemar.

Rusaknya sumber daya ikan dan laut sekarang ini akibatnya tidak adanya rencana
pengelolaan yang jelas di era sebelumnya, baik ditingkat nasional maupun di tingkat
lokal. Selain itu, kuatnya hegemoni negara ( pemerintah pusat ) dalam sistem
pemerintahan Indonesia di era orde baru telah mempunyai andil yang sangat besar
dalam menciptakan kerusakan kawasan pesisir dan laut, khususnya sumber daya ikan.
Hegemoni negara tersebut tercermin dalam konfigurasi kebijakan perikanan pada
tahun tahun sebelumnya yang ditandai dengan tiga ciri utama, yaitu: didasarkan
pada doktrin milik bersama ( common property ), sentralistik ( proses produksi dan
substansinya ), mengabaikan atau anti pluralisme hukum. Kebijakan perikanan yang
didasarkan pada doktrin milik bersama, seperti tidak adanya batasan siapa, kapan,
dimana, dan bagaimana kegiatan penangkapan ikan seharusnya dilakukan, telah
menyebabkan wilayah perairan laut nasional menjadi arena pertarungan bagi pelaku
pelaku perikanan ( stakeholder ) di bawah kekuasaan hukum rimba atau hukum
samudera . Akibatnya, kebijakan pengelolaan perikanan seperti itu telah terbukti

gagal dalam memberikan perlindungan hukum, baik kepada pelaku pelaku


perikanan, khususnya nelayan kecil maupun bagi sumber daya ikan dan laut itu
sendiri. Sentralisme kebijakan dan anti pluralisme hukum tidak kalah destruktifnya,
karena keduanya secara sinergis telah menciptakan konflik antar pelaku perikanan dan
tumpang tindihnya wilayah penangkapan ikan ( fishing ground ). Dimata nelayan
kecil, kebijakan perikanan di era sentralistis dipahami sebagai legalisasi
persengkongkolan kaum komprador, yaitu pemerintah, pengusaha dan aparat penegak
hukum dalam rangka pengurasan ( eksploitasi ) sumber daya ikan, tanpa
memperdulikan kepentingan nelayan kecil. Dengan demikian, masalah besar yang
ditimbulkan dari praktek rezim pengelolaan terpusat adalahnya munculnya
eksternalitas negatif di bidang perikanan, yaitu: gejala tangkap lebih ( over fishing ),
rusaknya terumbu karang akibat aktivitas pengeboman dan penggunaan potasium
sianida, rusaknya hutan mangrove, dan lain sebagainya.
3

Degdradasi sungai Citarum, di Jawa Barat, Sungai Siak dan Kampar di Riau,
menurunnya kualitas air Danau Toba di Sumatera Utara, diakibatkan oleh
eksternalitas yang dihasilkan oleh kegiatan produksi berbagai macam barang. Jika
limbah ini dibuang ke sungai tentu saja akan merugikan pengusaha perikanan yang
ada dihilirnya. Usaha pertambangan emas tidak memasukan kerugian yang diderita
pengusaha perikanan sebagai biaya yang harus ia tanggung. Sebaliknya, hal tersebut
dianggapnya sebagai biaya sosial.

Penggunaan air tanah oleh pihak industri di Kabupaten Bandung, Jawa Barat
merupakan contoh lain kasus eksternalitas. Kegiatan ini menghasilkan eksternalitas
negatif berupa menurunnya permukaan air tanah, semakin dalamnya sumur-sumur
penduduk dan mengeringnya sumur-sumur tersebut di musim kemarau. Industri
pengguna air tanah hanya memperhitungkan biaya pengambilan air tanah sementara ia
lepas terhadap kerugian masyarakat akibat dari kegiatan pengambilan air tanah oleh
industri tersebut.

Sebuah contoh eksternalitas negatif ialah penggunaan pestisida pada usaha tani padi
di lahan ber irigrasi. Pestisida digunakan pada tanaman padi, yang pada masa
tertentu harus digenangi air. Sisa sisa bahan kimia dari pestisida tersebut tetap
berada dalam air ketika air tersebut dibuang. Orang lain, yang berlokasi di bagian
hilir, kemudian menggunakan air tersebut untuk minum, irigasi, usaha peternakan,
atau beternak ikan di kolam. Para pengguna air yang telah tercemar tersebut akan
menanggung biaya bila air tersebut berakibat buruk bagi kesehatan, baik bagi manusia
maupun bagi produksi hewan peliharaan. Namun, orang orang yang terkena dampak
negatif dari eksternalitas ini tidak mungkin menagih beban biaya kepada pengguna
pestisida di bagian hulu yang telah mencemari air. Dalam kasus ini, pasar telah gagal
memasukkan biaya eksternalitas negatif dari pestisida pada biaya produksi padi para
petani di bagian hulu. Sehubungan dengan itu diperlukan peranan pemerintah untuk
melakukan intervensi guna memperbaiki eksternalitas negatif tersebut.

Jenis Jenis Eksternalitas Dalam Perikanan Tangkap Secara Khusus.


1

Resource Stock Externalities.


Terjadi jika biaya untuk menangkap ikan dengan menggunakan kapal nelayan
menurun, yang mana populasi ikan meningkat.

Eksternalitas Mesh.
Terjadi jika ukuran mesh (atau jenis lain dari variabel selektivitas gigi) mempengaruhi
tidak hanya biaya swasta dan pendapatan nelayan tetapi juga perilaku pertumbuhan
populasi ikan.

Crowding Externalities.
Jika populasi ikan cukup terkonsentrasi untuk menyebabkan kemacetan jalur kapal
dan dengan demikian, biaya operasi kapal meningkat untuk menangkap populasi ikan
tersebut.

Brief Discussion On Externalities.

Kegiatan seorang nelayan dapat mengenakan eksternalitas pada nelayan lain yang baik
beroperasi dalam perikanan yang sama atau beroperasi dalam perikanan yang saling terkait.
Keterkaitan menyiratkan bahwa tindakan yang diambil dalam satu perikanan mempengaruhi
kesejahteraan nelayan di bidang perikanan yang lain. Sebagai contoh, spesies target dua di
fishing ground yang sama dapat berinteraksi dalam beberapa cara biologis. Sebuah
eksternalitas negatif terjadi ketika seorang agen menimbulkan biaya pada agen lain tanpa
kompensasi agen lain untuk itu. Sebuah eksternalitas positif terjadi ketika agen melimpahkan
manfaat pada agen lain tanpa dibayar untuk itu. Ketika stok ikan atau kelompok saham
biologis terkait secara komersial dimanfaatkan oleh lebih dari seorang nelayan.
5

Eksternalitas Waktu.

Akibat ketiadaan hak pemilikan maka setiap nelayan berusaha untuk mengambil ikan
sebanyak banyaknya dan ini bisa dilakukan jika mereka melakukan penangkapan ikan lebih
awal dari pihak lain. Intersepsi waktu juga bisa terjadi terhadap stok ikan itu sendiri, sebagai
contohnya pada kasus perikanan udang dengan siklus hidup yang relatif pendek maka
sebenarnya tidak menguntungkan untuk menangkap udang dengan ukuran yang kecil, namun
jika mereka menunggu sampai mencapai ukuran besar, pihak lain akan melakukan
penangkapan udang lebih dahulu, sehingga untuk menghindari hal tersebut, nelayan
melakukan intersepsi waktu terhadap siklus hidup udang.
6

Eksternalitas Teknologi.

Eksternalitas teknologi terjadi manakala teknologi penangkapan suatu alat mengubah


struktur dinamika populasi dari spesies target dan by catch yang kemudian menimbulkan
dampak negatif bagi alat lain. Eksternalitas teknologi ini dapat dogolongkan ke dalam dua
tiper yakni eksternalitas sekuensial dan eksternalitas eccdental. Eksternalitas sekuensial

terjadi ketika nelayan skala kecil dan nelayan skala besar mengeksploitasi stok ikan pada
siklus hidup yang berbeda. Jadi ketika nelayan skala kecil menangkap ikan pada umur yang
masih juvenil, hal ini akan menimbulkan dampak eksternalitas pada nelayan industri yang
mengkap ikan pada siklus hidup ikan dewasa. Eksternalitas accidental terjadi ketika secara
teknologi ada ketergantungan antara dua alat tangkap dalam menangkap ikan. Misalnya
dalam perikanan udang, by catch ikan demersal yang dihasilkan dari perikanan demersal.
7

Eksternalitas Dinamik.

Eksternalitas dinamis terjadi ketika peningkatan usaha penangkapan atau panen oleh
seorang nelayan yang mengurangi jumlah ikan yang tersedia untuk nelayan lainnya.
Eksternalitas dinamis terjadi penurunan jumlah ikan yang tersedia untuk nelayan lain pada
titik waktu dan karena penurunan ukuran sekarang saham negatif dapat mempengaruhi
ukuran masa depan saham. Clark (1980), analisis model dengan eksternalitas dinamis ketika
masuk ke perikanan terbatas pada jumlah tetap nelayan. Dia menunjukkan nelayan yang akan
panen lebih daripada yang optimal secara sosial karena mereka tidak memperhitungkan
cangkul panen mereka mengurangi kemampuan nelayan lain untuk panen dari bidang
perikanan. Kehadiran dan tingkat eksternalitas dinamis bergantung pada perilaku "spesies dan
teknologi memancing yang digunakan oleh nelayan. Spesies yang diberi label sebagai wisata
perikanan biasanya dipanen menggunakan modal - teknologi intensif seperti purse seine,
yang jaring besar yang digunakan untuk mengelilingi sekolah atau jaring pukat, yang diseret
di belakang kapal.
8

Eksternalitas Pasar.

Kehadiran eksternalitas pasar mempengaruhi perilaku nelayan dengan mengubah kondisi


keuangan mereka (permintaan yang mereka hadapi). Eksternalitas pasar terjadi ketika
kuantitas panen oleh seorang nelayan mempengaruhi kompensasi (harga) nelayan lain yang
menerima. Kekuatan pasar nelayan masing-masing tergantung pada ukuran panen nelayan
relatif terhadap penawaran pasar dan bagaimana mengintegrasikan pasar untuk spesies ini
( komoditas ikan yang didagangkan ). Oleh karena itu, seorang nelayan kelompok kecil yang
beroperasi dalam perikanan yang menghasilkan bagian besar dari pasokan pasar dunia bisa
memiliki kekuatan pasar yang cukup besar. Hal ini mungkin dapat terjadi misalnya,
Samudera Pasifik Barat Tengah, yang dieksploitasi oleh beberapa DFWNs dan menurut
Lodge (1998), nelayan menyediakan lebih dari 40% ikan tuna di dunia. Karena jumlah
nelayan meningkatkan kompetisi antara mereka, maka kekuatan pasar masing-masing
nelayan menurun. Dalam akses terbuka jumlah nelayan bisa menjadi begitu besar sehingga
tidak ada nelayan punya kekuatan pasar. Nelayan juga dapat memiliki kekuatan pasar yang
cukup besar jika pasar untuk spesies ini ( komoditas ikan yang didagangkan ) tidak
terintegrasi dengan baik bahkan jika mereka tidak memberikan porsi yang besar dari total
pasar. Jika pasar untuk komoditas yang ia perdagangkan menjadi lebih terintegrasi, maka
kekuatan pasar nelayan masing-masing akan jatuh. Demikian pula, jika agen yang membeli
ikan dari nelayan memiliki kekuatan pasar signifikan mereka mungkin bisa menurunkan
harga tawaran dari spesies dan karena itu melemahkan kekuatan pasar nelayan. Campbell
(1996) menunjukkan bahwa prosesor mungkin memiliki kekuatan pasar yang cukup besar

dalam industri tuna. Ketika nelayan memiliki kekuatan untuk panen, maka nelayan tersebut
menciptakan eksternalitas pasar untuk nelayan lainnya. Nelayan memainkan Cournot - Nash
permainan yang mirip dengan permainan dibayangkan oleh Cournot (1838) untuk
menganalisis interaksi strategis antara dua duopolies. Ketika seorang nelayan meningkatkan
panen, ia meningkatkan pasokan pasar komoditas yang ia dagangkan dan dengan demikian
menurunkan harga pasar. Penurunan harga pasar menurun apabila, pendapatan marjinal
nelayan lainnya mengurangi hasil panen mereka.
9

Eksternalitas Informasi.

Memiliki informasi mengenai keberadaan ikan sangatlah bermanfaat bagi nelayan, dan
salah satu cara hidup seorang nelayan adalah bagaimana memperoleh pengetahuan ini beik
lewat pengalaman maupun lewat intuisinya sebagi seorang nelayan. Namun jika informasi ini
diberikan pula kepada pihak lain maka setiap nelayan akan berada di lokasi yang diketahui
tersebut. Dan jika ini terjadi maka keuntungan nelayan akan berkurang. Konsekuensi dari
eksternalitas ini akan menimbulkan insentif bagi para pelaku perikanan (nelayan untuk
menyembunyikan informasi tersebut ).
10 Eksternalitas Biologi.
Nelayan dapat menimbulkan eksternalitas pada satu sama lain bahkan jika mereka panen
spesies yang berbeda. Eksternalitas Biologi, pertama kali dibahas dalam literatur ekonomi
oleh Fischer dan Mirman (1992), terjadi ketika spesies yang satu yang akan dipanen nelayan
berinteraksi dalam beberapa cara dengan spesies yang lain yang dipanen oleh nelayan lain.
Fischer dan Mirman mengidentifikasi tiga jenis interaksi antarspesies. Dua spesies mungkin
memiliki hubungan simbiotik, dalam hal peningkatan stok satu spesies possitively
mempengaruhi tingkat reproduksi spesies lain. Dua spesies dapat bersaing untuk sumber daya
yang sama (sebagai makanan dan ruang), dalam hal pengurangan stok satu spesies
meningkatkan tingkat reproduksi spesies lain. Akhirnya, dua spesies dapat memiliki predator
- hubungan mangsa. Berbeda eksploitasi dengan eksternalitas dinamis, yang ditandai dengan
strategi ekuilibrium stabil, adanya eksternalitas biologis dapat menyebabkan kesetimbangan
tidak stabil. Sebagai contoh, ketika dua spesies panen nelayan yang memiliki hubungan
kompetitif peningkatan panen oleh seorang nelayan di atas panen ekuilibrium akan
mendorong nelayan lain untuk meningkatkan hasil panennya juga, dengan demikian,
bergerak menjauh dari titik ekuilibrium. Ketidakstabilan membuat eksploitasi di hadapan
eksternalitas biologis sulit untuk di prediksi.
11 Eksternalitas Ruang.
Untuk meminimumkan biaya penangkapan, pelaku perikanan kebanyakan ingin
menangkap ikan di sekitar wilayah yang dekat dengan pelabuhan (wilayah pantai) namun jika
ini dilakukan oleh hampir sebagian besar nelayan maka akan menimbulkan crowding effect
di sekitar pantai yang kemudian akan menghabiskan stok di sekitar wilayah pantai.
Konsekuensi dari crowding effect ini kemudian akan membuat nelayan untuk semakin pergi
menangkap jauh dari pelabuhan dan pantai untuk mengintersepsi stok ikan sebelum
ditangkap oleh nelayan lainya.

12 Eksternalitas Spillover Dan Produksi.


Eksternalitas spillover terjadi ketika aktivitas yang terjadi dalam satu bidang perikanan
mempengaruhi kapasitas nelayan untuk memanen ikan di bidang perikanan lainnya.
Eksternalitas spillover dapat berupa negatif, seperti halnya dengan polusi, atau possitive,
seperti dalam kasus dengan peningkatan (perbaikan kondisi lingkungan yang ada). Polusi
atau peningkatan dalam satu perikanan dapat mempengaruhi kesehatan dan tingkat
pertumbuhan spesies dalam perikanan lainnya. Kapal penangkap ikan dapat mencemari
daerah tangkapan ikan oleh minyak membuang dan limbah ke dalam air dan merusak
terumbu karang dengan jaring dan jangkar. Jadi, panen untuk satu spesies dapat merusak
lingkungan air dan membahayakan spesies lain di fishing ground yang sama. Sebagai contoh,
beberapa ikan (ikan sturgeon) menetas telur mereka di air pantai, sementara ikan lainnya
(ikan salmon) melakukan perjalanan hingga aliran perairan untuk menetaskan telur mereka.
Polusi penetasan dapat mengganggu kesehatan spesies dan mengurangi jumlah spesies yang
matang gonad dan spesies yang telah bertelur tersebut kembali ke laut terbuka di mana
mereka dipanen oleh nelayan lainnya.
13 Intersespsi Mobilitas.
Intersepsi ini sering juga disubut sebagai intersepsi alat (gear interseption) dimana
mobilitas suatu alat tangkap harus bersaing dengan mobilitas alat tangkap lain. Jika yang
dihadapi adalah jenis ikan bergerombol dengan pergerakan yang relatif lebih mudah dideteksi
(misalnya sardin), maka alat tangkap yang memiliki kekuatan dan kecepatan lebih justru
tidak diuntungkan oleh alat yang mobilitasnya dirancang untuk menangkap ikan
bergerombol. Konsekuensi dari ekternalitas ini menimbulkan terbuangknya sumberdaya
ekonomi.
14 Multiple Externalities.
Interaksi strategis antara nelayan bisa sangat kompleks. Tindakan yang diambil oleh
seorang nelayan dapat mengenakan aneka eksternalitas tidak hanya pada nelayan lain dalam
bidang perikanan yang sama tetapi juga pada nelayan di bidang perikanan saling terkait.
Fischer dan Mirman (1996) menguji model dengan baik eksternalitas eksternalitas dinamis
dan biologi dengan mempertimbangkan kasus di mana dua nelayan panen. Mereka
menemukan bahwa eksternalitas dinamis mendominasi eksternalitas biologis. Fischer dan
Mirman berpendapat bahwa kehadiran eksternalitas positif biologis (seperti konsumsi saling
mangsa yang sama oleh dua spesies sasaran) mengurangi tetapi tidak pernah menghilangkan
atas - memancing disebabkan oleh eksternalitas dinamis. Sebaliknya, kehadiran eksternalitas
biologis negatif (contoh: simbiosis antara dua spesies sasaran) memperburuk di atas - ikan
yang disebabkan oleh eksternalitas dinamis.
Contoh Contoh Eksternalitas Dalam Perikanan Tangkap Secara Khusus.
1

Perikanan tangkap merupakan aktivitas ekonomi yang unik bila dibandingkan dengan
aktivitas lain. Hal ini berkaitan dengan kondisi sumber daya ikan dan laut itu sendiri
yang sering dianggap sebagai common pool resources. Karakteristik ini sering

menimbulkan masalah eksternalitas diantara nelayan sebagai akibat proses produksi yang
interindependent dari setiap individu nelayan, dimana hasil tangkapan dari satu nelayan
akan sangat tergantung pada tangkapan nelayan lain. Selain itu, hasil tangkapan dari
nelayan juga akan sangat tergantung dari kondisi sumber daya ikan yang merupakan
fungsi dari eksternalitas berbagai aktivitas non produksi lain, seperti kondisi kualitas
perairan itu sendiri.
2

Terumbu karang dari segi ekologi, berperan sebagai tempat pemijahan, pembesaran dan
mencari makan dari sebagian ikan ekonomis penting, sehingga kerusakan akibat aktivitas
pembangunan yang dilakukan telah memberikan dampak negatif yang cukup nyata
terhadap keberadaan dan kualitas sumber daya. Meskipun kerusakan terumbu karang
dapat disebabkan oleh faktor faktor fisika, kimia, dan biologi, namun secara umum,
kerusakan terumbu karang dapat dibedakan menjadi: kerusakan karena kejadian alam
dan kerusakan karena aktivitas manusia atau antropogenik. Lebih lanjut Cesar ( 1998 )
mengemukakan bahwa terdapat lima aktivitas manusia yang merupakan ancaman utama
terhadap kerusakan terumbu karang di Indonesia, yaitu: penggunaan racun ( cyanide
fishing ), penggunaan bom ( blast fishing ), penambangan koral ( coral mining ),
sedimentasi dan polusi, serta kelebihan eksploitas.
3

Konflik kelas, yaitu konflik yang terjadi antar kelas sosial nelayan dalam
memperebutkan wilayah penangkapan (fishing ground), seperti konflik nelayan trawl
di perairan pesisir yang sebenarnya wilayah tangkapan nelayan tradisional.

Konflik orientasi, yaitu konflik yang terjadi antar nelayan yang memiliki perbedaan
orientasi (jangka pendek dan jangka panjang) dalam pemanfaatan sumberdaya, seperti
konflik horizontal antara nelayan yang menggunakan born atau potassium cyanide
dengan nelayan lain yang alat tangkapnya ramah lingkungan.

Konflik agraria, yaitu konflik yang terjadi akibat perebutan fishing ground. Konflik
ini dapat terjadi pada nelayan antar kelas maupun nelayan dalam kelas sosial yang
sama.

Konflik primordial, seperti yang telah disebutkan di atas. Namun jika ditelusuri lebih
jauh, konflik identitas tersebut tidak bersifat murni, melainkan tercampur dengan
konflik kelas maupun konflik orientasi yang sebenarnya kerap terjadi sebelum
diterapkannya otonomi daerah.

Doktrin milik bersama (commont property) yang mengakibatkan laut bersifat open
acces, dimana tidak adanya batasan alat tangkap yang boleh digunakan, kapan dan
dimana boleh melakukan penangkapan ikan, berapa jumlah tangkapan yang
diperbolehkan serta siapa saja yang mempunyai hak itu. Akibat kebijakan seperti ini,
laut menjadi ajang pergulatan keserakahan para pemodal besar (kapitalis), dimana
nelayan yang selalu menjadi korban ketidakbijakan pembangunan selama ini disertai
dengan terjadinya degradasi lingkungan, over fishing, dan masalah-masalah lain yang
kerap memicu terjadinya konflik.

Antipluralisme hukum, padahal di beberapa wilayah pesisir Indonesia terdapat aturanaturan lokal atau lebih dikenal Hak Ulayat Laut (HUL) yang dapat menjamin
terciptanya kelestarian SDKP yang sudah berlaku secara turun-temurun dari generasi
ke generasi dan mempunyai kekuatan hukum yang sangat mengikat.

Jenis Jenis Eksternalitas Dalam Perikanan Secara Umum.


1

Efek Atau Dampak Satu Produsen Terhadap Produsen Lain ( Effects Of Producers On
Other Producers ).

Suatu kegiatan produksi dikatakan mempunyai dampak eksternal terhadap produsen lain
jika kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau penggeseran fungsi produksi
dari produsen lain. Dampak atau efek yang termasuk dalam kategori ini meliputi biaya
pemurnian atau pembersihan air yang dipakai (eater intake clen-up costs) oleh produsen hilir
(downstream producers) yang menghadapi pencemaran air (water polution) yang diakibatkan
oleh produsen hulu (upstream producers). Hal ini terjadi ketika produsen hilir membutuhkan
air bersih untuk proses produksinya. Dampak kategori ini bisa dipahami lebih jauh dengan
contoh lain berikut ini. Suatu proses produksi (misalnya perusahaan pulp) menghasilkan
limbah-residu-produk sisa yang beracun dan masuk ke aliran sungai, danau, atau
semacamnya, sehingga produksi ikan terganggu dan akhirnya merugikan produsen lain yakni
para penangkap ikan (nelayan). Dalam hal ini, kegiatan produksi pulp tersebut mempunyai
dampak negatif terhadap produksi lain (ikan) atau nelayan, dan inilah yang dimaksud dengan
efek suatu kegiatan produksi terhadap produksi komoditi lain.
2

Efek Atau Dampak Samping Kegiatan Produksi Terhadap Konsumen ( Effects Of


Producers On Consumers ).

Suatu produsen dikatakan mempunyai ekternal efek terhadap konsumen, jika aktivitasnya
merubah atau menggeser fungsi utilitas rumahtangga (konsumen). Dampak atau efek
samping yang sangat populer dari kategori kedua yang populer adalah pencemaran atau
polusi. Kategori ini meliputi polusi suara (noise), berkurangnya fasilitas daya tarik alam
(amenity) karena pertambangan, bahaya radiasi dari stasiun pembangkit (polusi udara) serta
polusi air, yang semuanya mempengaruhi kenyamanan konsumen atau masyarakat luas.
Dalam hal ini, suatu agen ekonomi (perusahaan-produsen) yang menghasilkan limbah
(wasteproducts) ke udara atau ke aliran sungai mempengaruhi pihak dan agen lain yang
memanfaatkan sumber daya alam tersebut dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, kepuasan
konsumen terhadap pemanfaatan daerah-daerah rekreasi akan berkurang dengan adanya
polusi udara.
3

Efek Atau Dampak Dari Suatu Konsumen Terhadap Konsumen Lain ( Effects Of
Consumers On Consumers ).

Dampak konsumen terhadap konsumen yang lain terjadi jika aktivitas seseorang atau
kelompok tertentu mempengaruhi atau menggangu fungsi utilitas konsumen yang lain.

Konsumen seorang individu bisa dipengaruhi tidak hanya oleh efek samping dari kegiatan
produksi tetapi juga oleh konsumsi oleh individu yang lain. Dampak atau efek dari kegiatan
suatu seorang konsumen yang lain dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya, bisingnya
suara alat pemotong rumput tetangga, kebisingan bunyi radio atau musik dari tetangga, asap
rokok seseorang terhadap orang sekitarnya dan sebagainya.
4

Efek Akan Dampak Dari Suatu Konsumen Terhadap Produsen ( Effects Of Consumers
On Producers ).
Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu
fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu. Dampak jenis ini
misalnya terjadi ketika limbah rumahtangga terbuang ke aliran sungai dan
mencemarinya sehingga menganggu perusahaan tertentu yang memanfaatkan air baik
oleh ikan (nelayan) atau perusahaan yang memanfaatkan air bersih. Lebih jauh
Baumol dan Oates (1975) menjelaskan tentang konsep eksternalitas dalam dua
pengertian yang berbeda :
I

Eksternalitas Yang Bisa Habis (a deplatable externality) yaitu suatu dampak


eksternal yang mempunyai ciri barang individu (private good or bad) yang
mana jika barang itu dikonsumsi oleh seseorang individu, barang itu tidak bisa
dikonsumsi oleh orang lain.

II

Eksternalitas Yang Tidak Habis (an udeplatable externality) adalah suatu efek
eksternal yang mempunyai ciri barang publik (public goods) yang mana
barang tersebut bisa dikonsumsi oleh seseorang, dan juga bagi orang lain.
Dengan kata lain, besarnya konsumsi seseorang akan barang tersebut tidak
akan mengurangi konsumsi bagi yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.aw-bc.com/info/bruce/ch04_bruce.pdf
http://www.jstor.org/pss/1829764
http://www.soest.hawaii.edu/PFRP/soest_jimar_rpts/wachsman03.pdf
http://books.google.co.id/books?id=-e7BdKgC40C&pg=PT37&lpg=PT37&dq=eksternalitas+publik+perikanan&source=bl&o
ts=bbxmloI0NO&sig=rEgsvpnSYCOvJtO0XQAJYIYgwM&hl=id#v=onepage&q=eksternalitas%20publik%20perikanan&f=false
http://www.google.co.id/search?
hl=id&biw=1366&bih=641&gs_sm=e&gs_upl=14643l37301l0l37402l57l57l6l34l
3l3l392l2947l0.3.7.2l13l0&q=jenis%20eksternalitas%20dalam
%20fisheries&spell=1&sa=X
http://jessicaekapratiwi.blogspot.com/2011/06/eksternalitas-penangkapanikan.html
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/eksternalitas/
http://books.google.co.id/books?
id=46vKFj3pFZ0C&pg=PA24&lpg=PA24&dq=eksternalitas+dalam+perikanan&s
ource=bl&ots=jESkxu8A7O&sig=KDoEq6RDDaFqIkk6xeuCRT4Tu78&hl=id&sa=X
&ei=DJxxULLSH4unrAfLsoC4CQ&ved=0CB4Q6AEwAQ#v=onepage&q&f=false
http://books.google.co.id/books?
id=oct7YB1DNC4C&pg=PA21&lpg=PA21&dq=eksternalitas+dalam+perikanan&
source=bl&ots=FFLN0iKFag&sig=8WgJtSBIO2L3dJaDEqqP62EzzY&hl=id&sa=X&ei=DJxxULLSH4unrAfLsoC4CQ&ved=0CBsQ6AEwA
A#v=onepage&q=eksternalitas%20dalam%20perikanan&f=false
http://ml.scribd.com/doc/39631230/ESP-Eksternalitas-perikanan
http://lucianaindah.blogspot.com/2011/09/sejarah-perikanan-indonesia.html
http://pobersonaibaho.wordpress.com/2011/09/27/sejarah-perikanan-indonesia/
http://esl.fem.ipb.ac.id/tentang-kami/sejarah/

Anda mungkin juga menyukai