REFRENSI
REFRENSI
a. Perencanaan Konstruksi
Usaha Perencanaan Konstruksi adalah pemberian layanan jasa perencanaan
dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagianbagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan
penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi, yang dapat terdiri dari :
1. Survei.
2. Studi kelayakan proyek, industri dan produksi.
3. Perencanaan teknik, operasi dan pemeliharaan.
4. Penelitian.
b. Pelaksanaan Konstruksi
Usaha Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian layanan jasa pelaksanaan
dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagianbagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan
penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi. Usaha ini dilaksanakan oleh
pelaksana konstruksi (kontraktor) yang wajib memiliki sertifikat keterampilan
dan keahlian kerja.
c. Pengawasan Konstruksi
Usaha Pengawasan Konstruksi adalah pemberian layanan jasa pengawasan
baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai
dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi,
yang dapat terdiri dari Pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan
Pengawasan keyakinan mutu dan ketepatan waktu dalam proses pekerjaan dan
hasil pekerjaan konstruksi.
Ketiga jenis usaha konstruksi di atas dapat berbentuk orang perseorangan atau
badan usaha, akan tetapi jika pekerjaan konstruksi yang akan dikerjakan berisiko
10
Pengadaan barang dan jasa melibatkan dua belah pihak, yaitu pihak pembeli atau
pengguna dan pihak penjual atau penyedia barang dan jasa. Pembeli atau
pengguna barang dan jasa adalah pihak yang membutuhkan barang dan jasa.
Dalam pelaksanaan pengadaan, pihak pengguna adalah pihak yang meminta atau
memberi tugas kepada pihak penyedia untuk memasok atau untuk membuat
barang atau melaksanakan pekerjaan tertentu. Pengguna barang dan jasa dapat
merupakan suatu lembaga/organisasi dan dapat pula orang perorangan.1
Budihardjo Hardjowidoyo dan Hayie Muhammad, Prinsip-prinsip Dasar Pengadaan Barang dan
Jasa. Indonesia Procumrement Watch, Jakarta, 2006, Hlm. 12.
11
Penyedia barang dan jasa adalah pihak yang melaksanakan pemasokan atau
mewujudkan barang atau melaksanakan pekerjaan atau melaksanakan layanan
jasa berdasarkan permintaan atau perintah resmi atau kontrak pekerjaan dari pihak
pengguna. Penyedia barang dan usaha dapat merupakan badan usaha, atau orang
perorangan. Penyedia yang bergerak dibidang pemasokan disebut pemasok atau
leveransir, bidang jasa pemborongan disebut pemborong atau kontraktor, dan
bidang jasa konsultasi disebut konsultan.2
Jika pengguna barang dan jasa telah memilih penyedia jasa pemborongan, maka
antara penyedia jasa pemborongan dan penguna jasa pemborongan akan
melakukan suatu perjanjian yang disebut perjanjian pemborongan. Menurut Pasal
1601 b KUHPdt perjanjian pemborongan adalah perjanjian dengan mana pihak
satu, (pemborong) mengikatkan diri utuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi
pihak yang lain, (yang memborongkan), dengan menerima suatu harga dan
ditentukan.
Terdapat dua pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan, yaitu pihak yang
memborongkan atau prisipal dan pihak pemborong atau
kontraktor. Bentuk
perjanjian pemborongan dapat dibuat dalam bentuk lisan, namun pada azasnya
perjanjian pemborongan dibuat dalam bentuk tertulis, karena selain berguna bagi
kepentingan pembuktian juga dengan pengertian bahwa perjanjian pemborongan
bangunan tergolong dalam perjanjian yang mengandung resiko bahaya
menyangkut keselamatan umum dan tertib pembangunan. Sehingga lazimnya
perjanjian pemborongan dibuat dalam bentuk perjanjian standar, yaitu
12
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum bangunan Perjanjian Pemborongan Gedung, Liberty,
Yogyakarta, 1982, Hlm. 55.
13
R, Soeroso., Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, Hlm. 269
14
hukum itu atas barang tersebut, baik barang berwujud dan barang bergerak atau
tidak bergerak.5
Hubungan hukum dalam industri jasa konstruksi pada umumnya timbul akibat
adanya perjanjian pemborongan antara pengguna dan penyedia jasa konstruksi.
Jika dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan salah satu pihak melakukan
wanprestasi
terhadap
isi
perjanjian,
maka
pihak
yang
melanggar
5
6
Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media, Yogyakarta, 2008, Hlm. 254
Op.Cit., Hlm. 271
15
sebagian, jika itu terjadi karena kelalaian dalam pemeliharaan atau karena
kekurangan dalam pembangunan ataupun dalam penataannya.
KUHPdt Pasal 1365 yang dimaksud perbuatan melawan hukum adalah perbuatan
yang melawan hukum yang dilakukam oleh seseorang yang karena salahnya
merugikan orang lain.
Rosa Agustina dkk, Hukum Perikatan (Law of Obligations), Team PL, Denpasar, 2012, Hlm. 6.
16
Indonesia, perbuatan melawan hukum telah diartikan secara luas, yang mencakup
salah satu dari perbuatan-perbuatan berikut:
a. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain.
b. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.
c. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.
d. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam
pergaulan masyarakat yang baik.8
a.
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, PT. Citra Aditiya Bakti,
Bandung, 2010, Hlm. 6.
9
Ibid., Hlm. 10.
10
Ibid.,Hlm. 11.
17
Perbuatan
yang
bertentangan
dengan
sikap
yang
baik
dalam
18
19
timbul. Tanggung jawab perbuatan melawan hukum hadir untuk melindungi hakhak seseorang. Hukum dalam perbuatan melawan hukum menggariskan hak dan
kewajiban seseorang yang karena kesalahannya telah merugikan orang lain.
Pasal 1365 hingga 1380 KUHPdt mengatur tidak hanya perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh pelaku, tetapi juga yang dilakukan oleh orang-orang
yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di
bawah pengawasannya. Pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum yang
diakibatkan oleh orang lain yang berada di bawah tanggungannya atau barangbarang yang menjadi tanggungjawabnya dikenal dengan tanggung gugat atau
vicarious liability.
11
melawan hukum yang terjadi dalam bidang jasa konstruksi, materialisasi di luar
KUHPdt yang digunakan adalah Undang-undang No.18 tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi dan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Jasa Konstruksi.
11
Rosa Agustina dkk, Hukum Perikatan (Law of Obligations), Team PL, Denpasar, 2012, Hlm. 6.
20
Hoge
Raad
dalam
putusannya
tanggal
24
Mei
1918
telah
Mengenai bentuk ganti kerugian, yang dapat dibebankan kepada pelaku dan atau
orang-orang yang ada di bawah pengawasannya, antara lain sebagai berikut;
12
13
Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, Hlm. 102.
Ibid., Hlm. 102.
21
Khusus bagi perbuatan melawan hukum yang terjadi akibat kegagalan konstruksi
bangunan, umumnya putusan pengadilan yang ada mewajibkan pihak yang
14
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, PT. Citra Aditia Bakti,
Bandung, 2010, Hlm.142.
22
menimbulkan kerugian bagi pihak lain, mengganti kerugian yang timbul dalam
bentuk pemulihan bangunan gedung yang rusak atau ganti kerugian berupa uang.
5. Kerangka Pikir
Guna memperjelas dari pembahasan ini, maka penulis membuat kerangka pikir
sebagai berikut:
PENGGUNA JASA
KONSTRUKSI
PENYEDIA JASA
KONSTRUKSI
KEGAGALAN
KONSTRUKSI
BANGUNAN
PERBUATAN
MELAWAN
HUKUM
PIHAK-PIHAK YANG
YANG TERLIBAT
BAGAIMANA MA
MENENTUKAN
SUATU PERKARA
ADALAH
PERBUATAN
MELAWAN
HUKUM
AKIBAT HUKUM
23
Keterangan:
Untuk mempermudah dan memperjelas pembahasan dari permasalahan mengenai
pertanggungjawaban perbuatan melawan mukum akibat kegagalan konstruksi
bangunan, maka diuraikan secara singkat sebagai berikut :
Pengguna jasa konstruksi melakukan perjanjian pemborongan dengan penyedia
jasa konstruksi untuk pembangunan suatu gedung. Namun dalam pelaksanaan
pembangunan, gedung tersebut dibangun melebihi kapasitas yang telah diizinkan
Dinas Trantib dan Linmas, sehingga mengakibatkan gedung mengalami
kemiringan dan mengakibatkan gedung yang berada di sebelahnya turut rusak.
Kerugian yang ditimbulkan akibat rusaknya gedung, menimbulkan kerugian yang
cukup besar bagi pemiliknya. Hal tersebut mengakibatkan pemilik gedung
menggugat pengguna jasa konstruksi ke pengadilan. Setelah pengadilan
memeriksa perkara yang ada, kemudian dengan putusan MA No. 962 K/Pdt
/2009 pengadilan menetapkan bahwa perkara yang ada adalah perkara perbuatan
melawan hukum akibat kegagalan konstruksi bangunan.