studi yang dilaksanakan oleh Kaplan dan Norton (1992) terhadap 12 korporasi, didapat
sebenarnya bahwa korporasi tersebut telah mengadopsi scorecard. Kapalan dan Norton melihat
ada kelemahan kepada pengukuran kinerja yang dapat menonjolkan pencapaian tujuan secara
terpisah, bahkan cenderung kompetitif yang pada akhirnya mengakibatkan konflik korporasi.
Lalu Bagaimana
balanced
scorecard
ditinjau
dari
sistem
manajemen
strategik
penting,
yaitu
tahapan
perencanaan
dan
implementasi.
Posisi balanced
scorecard awalnya berada pada tahap implementasi. Fungsi balanced scorecard di sini hanya
sebagai alat ukur kinerja secara komprehensif kepada para eksekutif dan memberikan feedback
tentang kinerja manajemen. Dampak dari keberhasilan penerapan balanced scorecard memicu
para eksekutif untuk menggunakan balanced scorecard pada tahapan perencanaan strategik.
Mulai saat itu, balanced scorecard tidak lagi digunakan sebagai alat pengukur kinerja namun
berkembang menjadi strategik management sistem. Strategi korporasi diturunkan dan Visi dan
Misi. Demikian penting peran strategi, sehingga kalau tujuankorporasi tidak tercapai, maka yang
salah adalah strategi. Whelen (2006) menjelaskan berbagai hal penyebab kegagalan penerapan
strategi yaitu:
Dalam penerapan BSC, ada premis yang secara implisit didapat yaitu bahwa BSC adalah
strategi. Memperhatikan BSC sebagai pengukuran kinerja mungkin itu adalah hal yang paling
mudah diketahui, karena masing-masing perspektif yang kemudian diturunkan mnejadi sasaran
fungsinya adalah pengukuran kinerja. Akan tetapi, bila diperhatikan bagaimana hubungan antara
visi, misi dan strategi sebagai awal daripada penetapan perspektif, dapat terlihat bahwa kaitan
masing-masing perspektif dengan strategi sangat kuat . Hal ini dapat di gambarkan sebagai
berikut :
Pada gambar di atas di jelaskan bagaimana hubungan dari ke-empat prespektif Balance
Scorecard tersebut dalam penerapannya untuk perusahaan. Balance Scorecard merupakan alat
bantu yang diperkenalkan oleh Kaplan & Norton (1996) yang dapat digunakan untuk
menterjemahkan visi dan strategi perusahaan kedalam 4 perspektif yaitu financial, customer,
internal business process, dan learn and growth perspective.
1. perspektif keuangan, sumber atau asset/harta
2. perspektif kemampuan dan kerapihan operasional
3. perspektif pembelajaran/kualitas pengetahuan bersama
4. perspektif kualitas hubungan dengan pihak-pihak terkait di luar organisasinya.
Maknanya adalah bahwa esensi penerapan BSC bukanlah adanya pengendalian terhadap
devisi, akan tetapi setiap devisi satu korporasi sedemikian rupa akan berinisiasi, menentukan
ukuran kinerja dan mengkaitkannya dengan visi, misi dan strategi korporasi. Dalam hal ini
keunggulan BSC adalah teridentifikasinya. struktur ataupun kerangka yang ada di korporasi
guna mencapai, merealisasikan visi dan misi korporasi. Penjelasan demikian menegaskan
bahwa sebelum BSC dikenalkan telah banyak dikenal berbagai program pengukuran yang
mengarah kepada perbaikan: integrasi antar fungsi, skala global, perbaikan terus-menerus,
tanggung jawab team yang menggantikan peran individu. Kaplan sendiri menuliskan bahwa
penerapan BSC sejalan dengan prinsip semua itu. Akan tetapi yang membedakan BSC dengan
berbagai konsep tersebut adalah bahwa pada BSC manajer memahami, setidaknya secara
implisit kaitan antar fungsi. Lebih dari penjelasan itu, BSC juga mengarahkan manajer ke depan
daripada melihat ke belakang. Hal ini mudah dipahami karena 4 perspektif: keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran danpertumbuhan yang oleh Kaplan
digambarkan sebagai perspektif yang berkaitan satu dengan lainnya. Bahkan dirangkum dalam
satu hubungan cause and effect relationship. Adapun kaitan masing-masing perspektif dapat
dijelaskan sebagai berikut
1. Perspektif pelanggan. Perspektif ini menunjukkan seperti apa perusahaan di mata
pelanggan. Pelanggan mempunyai kemampuan teknis melihat korporasi dari berbagai
sisi: waktu, kualitas, kinerja dan jasa, dan biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan untuk
memperoleh pelayanan. Dimensi kebutuhan pelanggan demikian pada akhirnya akan
menentukan bagaimana perusahaan dilihat oleh pelanggan. Semakin baik persepsi
pelanggan, semakin baik pula nilai korporasi dimata pelanggan.
2. Perspektif keuangan. Pertanyaan yang harus dijawab korporasi di sini adalah bagaimana
kita dilihat oleh pemegang saham baik pada jangka pendek maupun jangka panjang.
Korporasi bisa rugi pada waktu tertentu, akan tetapi pemegang saham menyadari bahwa
setelah itu korporasi akan mendapat keuntungan, sehingga dividen akan diperoleh.
Semakin baik korporasi dimata pemegang saham, semakin aman korporasi
memperoleh sumber modal.
3. Perspektif proses bisnis internal. Ukuran ini menunjukkan dalam proses produksi
seperti apa korporasi lebih baik. Orientasi kepada pelanggan memang mutlak, akan
tetapi permasalahan bagi manajemen adalah bagaimana caranya menyiapkan
kompetensi yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan
4. Perspektif pembelajar dan pertumbuhan. Perspektif ini menunjukkan bagaimana
korporasi dapat bertahan dan kmampu berubah sesuai dengan tuntutan eksternal.
Perhatikan bahwa scorecard (papan nilai) diturunkan dari visi dan strategi. Hal ini menjadi kunci
yang secara implisit mengingatkan bahwa perusahaan sesungguhnya digerakkan oleh visi dan
misi. Bilamana visi dan misi dinyatakan dengan baik maka ini akan menjadi mesin
penggerak semua kegiatan. Visi dan misi yang terformulasi oleh Kaplan dinyatakan dengan 4
perspektif seperti di atas. Menurut Kaplan, terjemahan visi untuk masing-masing perspektif di
atas haruslah diuji dengan masing-masing kriteria yaitu: 1) sasaran, 2) ukuran, 3) sasaran,
dan 4) inisiatif. Keempat perspektif ini mempunyai ciri sebagai berikut. Penterjemahan visi dan
misi ke dalam 4 perspektif di atas menunjukkan adanya satu siklus: keuntungan perusahaan
hanya dapat tumbuh bilamana perusahaan mempunyai posisi di benak pelanggan (share
value), sementara posisi di benak pelanggan hanya mungkin bila perusahaan mempunyai
proses belajar. Satu hal yang sangat nyata dari hubungan yang ditunjukkan oleh Kaplan adalah
bahwa satu dengan lainnya saling berhubungan. Dalam bukunya yang terakhir (Strategy Map)
Kaplan menunjukkan berbagai cara empiris. Selanjutnya Kaplan secara jitu menjelaskan
bagaimana pentingnya intangible asset sebagai rangkaian pencapaian tujuan. Dari ke empat
perspektif sebagaimana dikemukakan di atas, Kaplan (1996) juga menjelaskan bahwa posisi
persfektif seperti diatas berorientasi ke depan, bukan ke belakang. Hal ini terlihat dalam
penentuan sasaran yang diimplementasikan melalui perumusan inisiasi yang akan digunakan.
Ambil contoh penerapan Balance Scorecard pada sebuah Rumah Sakit, dan pada gambar
dibawah ini merupakan penggambaran visi pada tiap-tiap bidang yang tertuang dalam Konsep
Business sebuah Rumah Sakit dengan menggunakan Balances Scorecard, dimana masingmasing visi ini mendukung tercapainya visi utama :
Keunggulan BSC dalam hal ini diakui oleh para peneliti bahwa BSC menyajikan satu kerangka
logis yang terstruktur yang mengakibatkan setiap devisi perusahaan dapat berinisiasi aktif untuk
menentukan kinerja. Akan tetapi penentuan kinerja ini bagaimanapun harus diikuti dengan
menentukan strategi yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Berkaitan dengan hal ini, Kaplan dalam wawancaranya dengan Lagace (2008) menjelaskan
tantangan penerapan strategi menjadi operasional: 1) banyak perusahaan menerapkan berbagai
program seperti TQM, Six Sigma, dan lain-lain, tetapi gagal mencatat bagaimana perbaikan
organisasi terjadi bersamaan dengan program demikian; 2) perencanaan anggaran dan
pembiayaan lepas dari strategi, maka apa yang diperoleh senantiasa tidak menjadi ukuran yang
dapat diterima.
Yang paling sulit adalah untuk menyepakati ukuran apa yang dijadikan keberhasilan satu
perusahaan, karena didalamnya selalu ada unsur konflik antar bagian. Adapun 4 perspektif yang
dikemukakan oleh Kaplan sesungguhnya haruslah diikuti pemahaman mendalam saat
perencanaan strategis dimulai. Pemahaman ini harus dimulai dari identifikasi yang sesuai
sehingga dapat ditentukan apa yang menjadi tujuan dan kegiatan serta ukuran yang akan
diterapkan. Dalam hal ini adapun konsep pengukuran kinerja menjadi bermanfaat, karena
penyusun strategi akan dapat menentukan. Hendrick (2004) menunjukkan kendala
penerapan BSC (1) sedikit pemeriksaan tentang faktor yang berkaitan dengan
pengadopsian BSC, dan (2) masih dibutuhkan keyakinan bahwa dengan pengadopsian
BSC akan berdampak kepada kinerja keuangan. Selanjutnya melaporkan bahwa kunci daripada
penerapan BSC adalah :