Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis Diabetik
pH darah kurang dari 7,30 sedangkan HHS lebih dari 7,30. Penurunan pH pad DKA ini
disebabkan oleh kada bikarbonat yang menurun ( < 15 mEq/L) dan ketonemia.
Tabel 1.
Terapi cairan awal diberikan untuk mengisi cairan intravaskular, interstisial, dan
intraseluler yang hilang sehingga mengurangi krisis hiperglikemia dan memperbaiki
perfusi renal. Pemberian infus NaCl 0,9 % 15-20 ml/KgBB/jam atau 1-1,5 L dalam satu
jam pertama merupakan pilihan yang tepat dalam penggantian cairan. Pada umumnya
NaCL 0,45 % 250-500 cc/jam diberikan pada keadaan konsentrasi natrium yang normal
atau hipernatremia, sedangkan NaCl 0,9 % diberikan jika didapatkan hiponatremia.
Keberhasilan rehidrasi dapat dinilai dari perbaikan tekanan darah serta pengukuran
input dan otput cairan. Jika kadar glukosa darah kurang dari 200 mg/dL, maka perlu
diberikan larutan yang mengandung glukosa (dextrose 5%) untuk menghindari
hipoglikemia pada pemberian insulin lanjutan.
Terapi Insulin
Terapi insulin pada krisis hiperglikemia dilakukan dengan pemberian insulin
reguler melalui infus intravena, subkutan maupun intramuskular. Pemberian secara
infus intravena memiliki keunggulan yaitu memiliki waktu paruh pendek serta mudah
dititrasi. Hingga saat ini, pemberian insulin yang direkomendasikan adalah dengan
loading dose intravena 0,1 unit/kgBB dilanjutkan maintenance 0,1 unit/kgBB/jam. Dosis
insulin inisial ini dimaksudkan untuk menekan produksi badan keton di hepar.
Pada keadaan normal, infus insulin intravena tersebut dapat menurunkan kadar
glukosa darah 50-75 mg/dL setiap jamnya. Jika kadar glukosa darah telah mencapai
200 mg/dL pada DKA dan 300 mg/dL pada HHS maka dilakukan pengurangan dosis
insulin menjadi 0,02-0,05 unit/kgBB/jam. Pada keadaan ini, dextrose 5% dapat
diberikan bersamaan dengan infus insulin untuk mencegah hipoglikemia. Kadar glukosa
darah dipertahankan 150-200 mg/dL pada DKA dan 250-300 mg/dL pada HHS.
Koreksi elektrolit
Hiperkalemia adalah keadaan yang sering ditemui pada pasien krisis
hiperglikemia sebelum dilakukannya terapi. Terapi insulin, koreksi asidosis, dan
rehidrasi dapat menurunkan konsentrasi kalium tersebut. Untuk mencegah terjadinya
hipokalemia akibat pemberian terapi insulin, dapat diberikan 20-30 mEq kalium jika
kadar di dalam serum kurang dari normal (normal 5,0-5,2 mEq/L). Pada keadaan
tertentu, terapi kalium diberikan bersamaan dengan pemberian cairan rehidrasi dan
terapi insulin ditunda hingga konsentrasi kalium > 3,3 mEq/L untuk mencegah aritmia
dan kelemahan otot-otot pernafasan.
Penggunaan bikarbonat pada pasien DKA masih kontroversi. Hal ini dikarenakan
oleh teori beberapa ahli yang mengatakan bahwa seiring dengan penurunan benda
keton saat terapi berlangsung terdapat cukup bikarbonat di dalam tubuh, kecuali pada
asidosis metabolik yang berat. Berdasarkan penelitian, tidak didapatkan manfaat dalam
perbaikan fungsi kardiak dan neurologis pada pemberian bicarbonat pasien DKA.
Bicarbonat diberikan jika terjadi asidosis yang berat (pH < 6,9) dengan 100 mmol
natrium bikarbonat dalam 400 ml cairan isotonik hingga pH mencapai 7.
KOMPLIKASI
Hipoglikemia dan hipokalemia adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada
pengobatan insulin krisis hiperglikemia. Akan tetapi komplikasi ini dapat dicegah bila
digunakan terapi insulin dosis rendah dengan cara titrasi dan monitoring gula darah
yang ketat (tiap 1-2 jam). Edema serebral juga bisa terjadi pada 0,1-3 % kasus DKA
pada anak-anak tetapi jarang pada dewasa. Gejalanya berupa nyeri kepala, penurunan
kesadaran bertahap, kejang, dan tanda-tanda peningkatan TIK. Pencegahan dapat
dilakukan dengan menghindari rehidrasi yang berlebihan, menurunkan osmolaritas
plasma secara perlahan-lahan dan menjaga kadar glukosa antara 250-300 mg/dL..