Anda di halaman 1dari 120

PEMANFAATAN MANGROVE

BERBASIS KEARIFAN LOKAL


DI PANTAI TIMUR SURABAYA

IQBAL GHAZALI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Mangrove
Berbasis Kearifan Lokal di Pantai Timur Surabaya adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Iqbal Ghazali
NIM C252120181

RINGKASAN

IQBAL GHAZALI. Pemanfaatan Mangrove Berbasis Kearifan Lokal di Pantai


Timur Surabaya. Dibimbing oleh ISDRADJAD SETYOBUDIANDI dan RILUS
A. KINSENG.
Mangrove Pamurbaya merupakan salah satu ekosistem yang memiliki peran
penting bagi Kota Surabaya, baik secara ekologi maupun ekonomi. Manfaat
ekonomi dari mangrove menyebabkan masyarakat mengeksploitasinya secara
besar-besaran, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan. Hal tersebut dapat
diatasi diantaranya dengan melakukan pengelolaan berbasis masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terkait mangrove
Pamurbaya, dan bentuk pengelolaan mangrove di Pantai Timur Surabaya,
khususnya yang dilakukan oleh masyarakat (kearifan lokal) dan pemerintah, serta
mengetahui hubungan keduanya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan MaretMei 2014 di Kawasan Lindung Pamurbaya. Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode survey dengan purposive sample. Pengumpulan data
primer (mangrove, stakeholder, kearifan lokal) dilakukan melalui observasi
terhadap objek penelitian dan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder
(jumlah penduduk, peta, mangrove) diperoleh melalui studi literatur. Analisis data
yang digunakan meliputi analisis kuantitatif sederhana (Skala Likert), analisis
stakeholder, AWOT, dan analisis kualitatif (deskriptif).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 50 stakeholder yang terlibat dalam
pengelolaan mangrove Pamurbaya yang terdiri dari pemerintah, swasta, dan
masyarakat. Kearifan lokal yang menjadi prioritas bagi masyarakat setempat
adalah ekowisata mangrove. Strategi yang diperoleh untuk pengembangan
ekowisata mangrove adalah dengan meningkatkan sistem kelembagaan,
kreatifitas, dan inovasi pekerja ekowisata, serta memperbanyak kerja sama dengan
berbagai pihak terkait. Hal tersebut bertujuan untuk merespon tingginya animo
masyarakat dengan kegiatan ini. Hal lain yang tidak kalah penting yaitu
mendukung upaya konservasi yang telah dilakukan pemerintah dengan turut
melindungi serta menjaga kelestarian mangrove Pamurbaya. Pengelolaan
mangrove Pamurbaya yang dilakukan oleh beberapa pihak dapat dikatakan sudah
cukup baik, hal yang perlu dibenahi adalah terkait koordinasi antar stakeholder.
Terintegrasinya stakeholder merupakan kunci sukses dalam pengelolaan, untuk
mewujudkan kelestarian lingkungan seiring dengan meningkatnya kesejahteraan
masyarakat.
Kata kunci: Mangrove, masyarakat, Pamurbaya, stakeholder

SUMMARY
IQBAL GHAZALI. Mangrove Utilization Based Local Wisdom In The East
Coast Surabaya. Supervised by ISDRADJAD SETYOBUDIANDI and RILUS A.
KINSENG.
Mangrove Pamurbaya ecosytem is one of the ecosystem which has
important role in Surabaya, both ecologycally and economycally.The economic
benefits caused people to exploit on large scale, resulted environmental damage.
These could be handled by doing community-based management. This study
aimed to determine community perception associated Pamurbaya Mangrove, and
Mangrove management in East Coast Surabaya, which particularly undertaken by
the community (local wisdom) and the government, and to know the relationship
between the two. This study held on March to May 2014 located in Protected
Areas Pamurbaya. The method used in this study was survey with purposive
sample. Primary data (mangrove, stakeholder, local wisdom) was done through
observation the studys object and in-depth interview, secondary data (population,
maps, mangrove) obtained through the literature study. Analysis of the data using
simple quantitative analyses (Likert Scale), stakeholder analyses, AWOT, and
qualitative analysis (descriptive).
The results showed there were 50 stakeholders involved in this Pamurbaya
mangrove management including goverment, private, and community. Local
wisdom that has been the local community priority is mangrove ecotourism. The
strategy for the development of ecotourism mangrove obtained by increase the
institutional system, creativity, innovation of eco-tourism workers, and increase
cooperation with various related parties. It aimed to respond to the high public
interest in this activity. Other thing which also important is to support this
conservation effort undertaken by goverment by help to protect and preserve
Pamurbaya mangrove. Pamurbaya mangrove management undertaken by several
parties was already good enough, thing that needs to be repaired was the
coordination among stakeholders. Integration of stakeholders is the key to succeed
the management, to achieve environmental sustainability along with the increase
of social welfare.
Keywords: Mangrove, community, Pamurbaya, stakeholder

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PEMANFAATAN MANGROVE
BERBASIS KEARIFAN LOKAL
DI PANTAI TIMUR SURABAYA

IQBAL GHAZALI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar komisi pada ujian tesis : Dr. Ir. Fredinan Yulianda MSc

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pemanfaatan
Mangrove Berbasis Kearifan Lokal di Pantai Timur Surabaya, sebagai salah satu
syarat guna memperoleh gelar Magister Sains di Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi M.Sc dan Dr. Ir. Rilus A.Kinseng MA
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, bimbingan, dan
masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
2. Dr. Ir. Muslimin Abdulrahim MSIE, Dra. Fatmawati, Maulida Rosa
Umainana SPi, dan Nadya Aisyah selaku keluarga yang selalu mendukung
dan membantu dalam segala hal selama penulis menjalani studi.
3. Anggi Savitri ST. yang selalu mendukung dan menemani sejak awal studi.
4. Teman-teman SPL 2012 atas segala suka dan duka serta bentuk bantuan
dan kerjasama yang telah diberikan.
5. Segenap dosen serta staf atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan.
6. Teman-teman Universitas Airlangga yang berjuang bersama melanjutkan
studi di IPB atas suka dan duka sejak awal studi.
7. Pihak lain yang banyak membantu selama di Bogor, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.

Bogor, Januari 2015

Iqbal Ghazali

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi
Social Ecology Services
Mangrove
Kearifan Lokal

5
5
6
7
10

3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Jenis dan Sumber Data Penelitian
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data

12
12
12
13
14
15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Mangrove Pamurbaya
Stakeholder Pengelolaan Mangrove Pamurbaya
Sikap dan Persepsi Masyarakat
Sistem Pengelolaan Mangrove Masyarakat Pamurbaya
Hubungan Implementasi Kebijakan Pemerintah dengan Kearifan
Lokal

25
25
27
37
46

4 KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Saran

61
61
61

DAFTAR PUSTAKA

63

LAMPIRAN

67

RIWAYAT HIDUP

105

58

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove.


Jenis dan Sumber Data
Penilaian Tingkat Kepentingan
Penilaian Tingkat Pengaruh
Ukuran Kuantitatif Terhadap Identifikasi Pemetaan Stakeholder
Bentuk Perbandingan Berpasangan Matriks
Skala Banding Berpasangan
Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal
Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal
Skala Penilaian Peringkat Untuk Matrik IFAS
Skala Penilaian Peringkat Untuk Matrik EFAS
Matriks SWOT
Kondisi mangrove Pamurbaya
Hasil Perhitungan AHP Untuk Aspek Prioritas
Gabungan Nilai Kearifan Lokal Prioritas Aspek Ekologi
Gabungan Nilai Kearifan Lokal Prioritas Aspek Sosial
Gabungan Nilai Kearifan Lokal Prioritas Aspek Ekonomi
Gabungan Nilai Kearifan Lokal Prioritas Keseluruhan Aspek
Tingkat Kepentingan Faktor dalam Kegiatan Ekowisata Mangrove
Penentuan Nilai (bobot dan skor) IFAS
Penentuan Nilai (bobot dan skor) EFAS
Matriks Strategi Pengembangan Kegiatan Ekowisata Mangrove
Nilai dan Rangking Strategi Alternatif Berdasarkan Matriks SWOT

9
13
17
17
19
20
20
21
22
22
22
23
26
48
49
49
50
50
54
54
55
55
56

DAFTAR GAMBAR
Bagan Kerangka Penelitian
Peta Pamurbaya
Diagram Alir Penelitian
Kerangka Sampling Penelitian.
Matriks Hasil Analisis Stakeholder
Sebaran Mangrove Pamurbaya
Matriks Stakeholder Pemerintah
Matriks Stakeholder Kecamatan Mulyorejo
Matriks Stakeholder Kecamatan Sukolilo
Matriks Stakeholder Kecamatan Rungkut
Matriks Stakeholder Kecamatan Gunung Anyar
Sikap masyarakat Masyarakat mengerti mangrove
Sikap masyarakat Masyarakat menganggap mangrove penting
Sikap masyarakat Masyarakat setempat mau untuk mengenal dan
mengelola mangrove
15. Sikap masyarakat Mangrove Pamurbaya memiliki banyak manfaat
16. Sikap masyarakat Masyarakat memperoleh manfaat dari mangrove
Pamurbaya
17. Sikap masyarakat Masyarakat peduli dengan mangrove

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

4
12
14
15
18
25
28
30
31
33
36
38
38
39
40
40
41

18. Sikap masyarakat Kondisi mangrove Pamurbaya rusak


19. Sikap masyarakat Kerusakan mangrove dapat memberikan efek
negatif pada masyarakat
20. Sikap masyarakat Mangrove berperan besar dalam peningkatan
Kesejahteraan masyarakat.
21. Sikap masyarakat Pengelolaan mangrove pemerintah sudah baik
22. Sikap masyarakat Pengelolaan mangrove oleh pihak lain yang
berkepentingan sudah baik
23. Sikap masyarakat Masyarakat mengelola mangrove dengan baik

41
42
43
43
44
45

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Kuesioner Untuk Mengetahui Sikap Masyarakat Terhadap Mangrove


Pamurbaya
2. Panduan Scoring untuk Mengetahui Tingkat Kepentingan Stakeholder
3. Panduan Scoring untuk Mengetahui Tingkat Pengaruh Stakeholder
4. Kuesioner untuk Orang-orang yang terlibat dalam Sampel Pada AHP
5. Kuesioner untuk Masyarakat yang Terlibat dalam Pengelolaan
Mangrove Berbasis Kearifan Lokal Prioritas
6. Kuesioner untuk Mengetahui Sikap, Persepsi, dan Kebijakan
Pemerintah Terhadap Pengelolaan Mangrove Pamurbaya
(Hubungannya dengan Masyarakat)
7. Kuesioner untuk Masyarakat yang Terlibat dalam Pengelolaan
Mangrove Berbasis Kearifan Lokal
8. Data Jenis Mangrove Kawasan Lindung Pamurbaya dan Lokasi
Sampling Mangrove
9. Data Keanekaragaman Hayati Kawasan Lindung Pamurbaya
10. Nilai Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder Pamurbaya
11. Hasil Analisis Pada Expert Choice 9.0

67
68
69
71
74

76
77
78
79
89
91

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara maritim yang 3/4 wilayahnya adalah lautan


(5,9 juta km2) dengan garis pantai yang mencapai kurang lebih 95.161 km
(Lasabuda 2013). Garis pantai yang terdapat di Indonesia sebagian besar
ditumbuhi oleh mangrove. Menurut Direktorat Kawasan Konservasi dan Jenisjenis Ikan Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (2012),
luas ekosistem mangrove yang terdapat di Indonesia adalah 3.452.688 Ha, dari
luas tersebut yang telah dikonservasi adalah 758.472 Ha.
Mangrove memiliki peran penting sebagai nursery area dan habitat
berbagai macam ikan, udang, kerang-kerangan dan lain-lain. Mangrove juga
memiliki sumber nutrien yang dapat mempengaruhi struktur, fungsi, dan
keseimbangan ekosistem (Andersen et. al. 2006). Mangrove juga berfungsi
menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan organisme akuatik,
selain itu keseimbangan ekologi lingkungan perairan akan terjaga apabila
keberadaan mangrove dipertahankan, karena mangrove berfungsi sebagai
biofilter, agen pengikat, dan perangkap polusi (Mulyadi et al. 2009).
Mangrove merupakan salah satu lokasi yang menjadi sumber mata
pencarian masyarakat yang wajib dikembangkan dan dilestarikan. Hasil studi di
beberapa daerah menunjukkan bahwa keberadaan hutan mangrove sangat
memberikan manfaat pada masyarakat pesisir berupa barang yang didapat melalui
peningkatan hasil tangkapan dan perolehan kayu mangrove (Krausset et. al.
2008), selain itu kawasan tersebut menyediakan jasa lingkungan yang sangat
besar, yaitu perlindungan pantai dari badai dan erosi (Martinuzzi et. al. 2009).
Wilayah Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya), sebagian besar merupakan
kawasan mangrove. Pamurbaya saat ini termasuk dalam kawasan konservasi dan
merupakan percontohan proyek konservasi ekosistem mangrove dan pemanfaatan
berkelanjutan. Kawasan konservasi merupakan suatu konsep pengelolaan
kawasan, yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan
keanekaragaman hayati yang terdapat didalamnya, serta dapat memberikan
jaminan kepada masyarakat untuk dapat memanfaatkan sumberdaya yang
terkandung didalamnya secara berkelanjutan.
Konservasi mangrove sering terkendala dengan kepentingan-kepentingan
dari beberapa pihak yang kurang peduli terhadap lingkungan. Kawasan mangrove
menjadi sasaran atas kegiatan eksploitasi sumberdaya alam dan alih fungsi lahan
menjadi kawasan pertambakan, pemukiman, dan industri. Hal tersebut
menimbulkan kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dengan adanya
degradasi pantai, erosi pantai/abrasi, intrusi air laut, hilangnya sempadan pantai
serta menurunnya keanekaragaman hayati dan musnahnya habitat dan satwa
tertentu (Waryono 2000). Degradasi mangrove juga mengakibatkan masyarakat
yang hidup di sekitarnya mengalami kemunduran tingkat kesejahteraan, karena
menurunkan hasil tangkapan ikan.
Pamurbaya memiliki potensi mangrove yang cukup menjanjikan, sehingga
banyak penduduk khususnya yang tinggal di daerah Pamurbaya memanfaatkan
area tersebut sebagai lahan mata pencarian. Kurangnya kesadaran masyarakat

2
dalam hal pengelolaan mangrove, merupakan ganjalan dalam perwujudan
kawasan konservasi Pamurbaya. Kondisi ini terjadi karena kurangnya supremasi
hukum (termasuk hukum adat) dan semakin memudarnya nilai-nilai kearifan
lokal/tradisional yang merupakan suatu gagasan konseptual masyarakat, yang
tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat,
untuk mengatur kehidupan masyarakat (Sartini 2004).
Kearifan lokal yang diterapkan di beberapa daerah, terbukti mampu
menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya. Salah satunya seperti yang
diungkapkan oleh Kusumastanto et al. (2004), misalnya Hak Ulayat Laut yang
terdapat di Pulau Para, Sulawesi Utara. Masyarakat setempat meyakini bahwa
ikan layang adalah ikan peliharaan arwah leluhur mereka, yang hanya boleh
ditangkap menggunakan alat tangkap Seke dan pukat lingkar. Alat tangkap ini
merupakan simbol persatuan masyarakat setempat. Pengoperasiannya diatur oleh
ketua adat dan tokoh masyarakat. Hasil tangkapan yang diperoleh, akan
dikenakan potongan yang digunakan untuk kepentingan umum. Sangsi akan
dikenakan bagi mereka yang melanggar.
Kearifan lokal ini jika dipraktekan dengan benar dan bersungguh-sungguh,
akan menjadi norma, etika, dan moral yang dapat menuntun masyarakat untuk
lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Hal ini dapat dijadikan
sebagai salah satu komponen dalam pengelolalan mangrove Pamurbaya, untuk
mengurangi ancaman yang timbul dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat
Pamurbaya memiliki beberapa peraturan yang dibuat untuk mengelola mangrove,
salah satunya adalah dengan menerapkan aturan untuk melakukan penanaman 5
bibit mangrove setiap memetik buah mangrove untuk diolah. Hal tersebut dapat
dijadikan sebagai dasar untuk terus melestarikan mangrove di daerah Pamurbaya,
yang dapat dikolaborasikan dengan pengelolaan yang telah dilakukan oleh
pemerintah Kota Surabaya, sehingga diperlukan suatu penelitian serta pengkajian
lebih dalam terkait kearifan lokal setempat serta peraturan Pemkot Surabaya untuk
menjaga kelestarian mangrove itu sendiri.
Perumusan Masalah
Mangrove adalah ekosistem yang unik dan rawan, hal ini disebabkan karena
letaknya sebagai ekosistem peralihan antara ekosistem darat dan laut, sehingga
sangat rapuh dan mudah rusak (Tambunan et al. 2005). Mangrove merupakan
daerah yang mendapat tekanan tinggi akibat perkembangan infrastuktur,
pemukiman, pertanian, perikanan, dan industri, karena 60% dari penduduk
Indonesia bermukim di daerah pantai. Berdasarkan hal tersebut diperkirakan
sekitar 200.000 ha mangrove di Indonesia mengalami kerusakan setiap tahun
(Inoue et al. 1999). Lemahnya penegakan hukum dan kurangnya kesadaran
masyarakat serta peran hukum (termasuk hukum adat), menjadikan kondisi ini
makin parah dari tahun ke tahun.
Hukum (termasuk hukum adat/tradisi lokal) yang berlaku bagi masyarakat
pesisir ternyata cukup efektif dalam pengelolaan sumberdaya alam. Hal ini dapat
dilihat dari keberhasilan pengelolaan sumberdaya oleh masyarakat Sulawesi Utara
dengan menerapkan aturan adat yang berlaku seperti tersebut diatas. Kuatnya
nilai-nilai adat yang hidup dan terpelihara secara utuh serta keteguhan atas
keyakinan adanya penghormatan tentang arti pentingnya pemberian modal oleh

3
sang pencipta, merupakan hal penting untuk peningkatan kesadaran masyarakat
(Stanis 2005). Prinsip yang terdapat di dalam kearifan lokal, akan sangat
membantu dalam keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi Pamurbaya
Pemanfaatan mangrove di Pamurbaya, beberapa lebih sebagai kegiatan
wujud ekonomi kreatif di kawasan tersebut. Jenis mengrove yang biasa dipanen
dan dimanfaatkan oleh penduduk antara lain jenis Bruguiera Gymnorhiza dan
Sonneratia Caseolaris (bogem). Jenis mangrove digunakan untuk pembuatan
jenang, sirup, hingga dijadikan tepung. Ekonomi kreatif melalui pemanfaatan
mangrove di Pamurbaya saat ini mulai berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa
keberadaan mangrove setempat mampu mendukung perekonomian masyarakat.
Kondisi tersebut menyebabkan kita harus mewaspadai pemanfaatan sumberdaya
yang dilakukan masyarakat agar tidak mengancam mangrove sekitar, sehingga
diperlukan suatu pengkajian terkait pengelolaan mangrove di Pamurbaya,
khususnya yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi mangrove Pamurbaya saat ini?
2. Siapa saja stakeholder dalam pengelolaan mangrove Pamurbaya serta
bagaimana peran dan kepentingannya?
3. Bagaimana bentuk kearifan lokal masyarakat Pamurbaya, dan apa yang
menjadi prioritas?
4. Bagaimana peran pemerintah dalam pengelolaan mangrove Pamurbaya?
5. Bagaimana hubungan antara peraturan pemerintah dengan kearifan lokal?
Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini untuk mengetahui sistem pengelolaan
mangrove di Pamurbaya dan bentuk pengelolaan mangrove Pamurbaya yang
dilakukan oleh masyarakat, serta mengetahui peran pemerintah dalam pengelolaan
mangrove. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat diketahui hubungan antara
peraturan pemerintah kota Surabaya dengan kearifan lokal setempat, serta
diperoleh suatu strategi pengelolaan mangrove Pamurbaya berbasis kearifan lokal.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bahan masukan untuk para pengambil keputusan/kebijakan dalam
kaitannya dengan pengelolaan mangrove Pamurbaya.
2. Memberi informasi tambahan terkait strategi pengelolaan mangrove..
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan mengkaji potensi dan kondisi mangrove di Pamurbaya,
serta pengelolaan mangrove yang ada di daerah tersebut, khususnya yang
dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah. Hal tersebut meliputi apa saja
kegiatan yang dilakukan dan bagaimana persepsi mereka tentang mangrove di
Pamurbaya, dari keduanya akan dicari hubungan antara pengelolaan mangrove
yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, apakah kebijakan pemerintah

4
mendukung atau justru memperlemah pengelolaan mangrove oleh masyarakat.
Hasil akhir diharapkan dapat diperoleh strategi pengelolaan mangrove Pamurbaya
berbasis pada masyarakat, untuk selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Kondisi mangrove Pamurbaya

Masalah

Pengelolaan Mangrove

Swasta

Pemerintah

Kegiatan

Hubungan

Persepsi

Analisis

Kondisi
mangrove

Kesimpulan/saran

Masyarakat

Bentuk
Pengelolaan
Persepsi

Memperkuat/
memperlemah

Strategi Pengelolaan Mangrove Pamurbaya


Berbasis Kearifan Lokal
Gambar 1. Bagan Kerangka Penelitian.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi
Pesisir adalah wilayah pertemuan daratan dan laut, ke arah darat meliputi
bagian daratan yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut,
angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi proses yang terjadi di darat, seperti sedimentasi, aliran air
tawar, maupun kegiatan manusia (Supriharyono 2007). Sumberdaya yang terdapat
di wilayah pesisir merupakan common property dan open access. Konsekuensi
dari hal tersebut adalah meningkatnya pemanfaatan sumberdaya di hampir
semua wilayah. Aktivitas manusia tersebut memberi tekanan besar terhadap
ekologi wilayah pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu
karang. Peranan berbagai elemen dalam hal ini menjadi bagian penting yang tidak
terpisahkan dalam upaya mengelola sumberdaya pesisir. Konsep pengelolaan
wilayah pesisir secara berkelanjutan berfokus pada karakteristik ekosistem pesisir
yang bersangkutan, yang dikelola dengan memperhatikan aspek parameter
lingkungan, konservasi, dan kualitas hidup masyarakat, untuk selanjutnya
diidentifikasi secara komprehensif dan terpadu melalui kerjasama berbagai sektor
untuk menemukan strategi-strategi pengelolaan pesisir yang tepat (Dahuri 1998).
Pengelolaan wilayah pesisir berbasis konservasi dianggap merupakan
langkah tepat guna mencapai kelestarian sumberdaya dan keberlanjutan
pemanfaatannya. Menurut UU 27/2007, konservasi merupakan suatu upaya
perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan
kesinambungan sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman. Konservasi ini
bertujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem pesisir, melindungi alur migrasi
ikan dan biota laut lain, melindungi habitat biota laut, dan melindungi situs
budaya tradisional. Kegiatan konservasi ini didasari oleh tiga prinsip, yaitu
perlindungan, pengawetan, pemanfaatan. Yulianda (2006) dalam Wijaya (2011)
menyebutkan, prinsip dasar dalam pengelolaan kawasan konservasi terdiri dari :
a. Proses ekologis seharusnya dapat dikontrol.
b. Tujuan dan sasaran hendaknya dibuat dari sistem pemahaman ekologi.
c. Ancaman luar hendaknya dapat diminimalkan dan manfaat dari luar dapat
dimaksimalkan.
d. Proses evolusi hendaknya dapat dipertahankan.
e. Pengelolaan hendaknya bersifat adaptif dan meminimalkan kerusakan
SDA dan lingkungan.
Menurut PERMEN KP 17/2008, kategori kawasan konservasi pesisir dan
pulau-pulau kecil, terdiri dari kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Kawasan Konservasi Maritim, Kawasan Konservasi Perairan, dan Sempadan
Pantai. Zona pada kawasan konservasi ini terdiri dari tiga zona, yaitu :
a. Zona inti. Zona yang diperuntukkan sebagai perlindungan mutlak habitat
dan populasi ikan, serta alur migrasi biota laut, perlindungan ekosistem
pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan, perlindungan situs
budaya/adat tradisional, penelitian/ pendidikan.

6
b. Zona Pemanfaatan terbatas. Zona yang diperuntukkan sebagai
perlindungan habitat dan populasi ikan, pariwisata dan rekreasi,
pengembangan penelitian/pendidikan.
c. Zona lain merupakan zona karena fungsi dan kondisinya ditetapkan
sebagai zona tertentu antara lain zona rehabilitasi.
Pengelolaan Wilayah Pesisir wajib dilakukan dengan cara mengintegrasikan
seluruh aspek guna mencapai keterpaduan dari berbagai sektor. Keselarasan
antara kegiatan manusia dengan lingkungan merupakan suatu kewajiban guna
mencapai kelestarian lingkungan, karena manusia seharusnya hidup seimbang
dengan alam, bukan sebagai pemilik alam (Mungmachon 2012).
Social Ecology Services
Masalah yang timbul pada dimensi lingkungan dan sosial, pada dasarnya
tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukan manusia dalam memenuhi
kebutuhannya melalui sistem ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa.
Memperhatikan masalah-masalah lingkungan, sosial dan ekonomi yang
bermunculan, maka komunikasi pembangunan berkelanjutan antara pemerintah
dan warga negaranya atau antara perusahaan dengan stakeholdernya, dapat
menjadi solusi yang patut ditawarkan. Secara teoritis, instrumen ini dapat
digunakan sebagai media dialog untuk menyadarkan semua pihak akan bahaya
laten akibat populasi manusia dari tahun ke tahun yang terus bertambah. Hal ini
berarti bahwa produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia juga
akan terus bertambah yang pada akhirnya akan mendorong konflik dengan
ketersediaan sumberdaya alam. Keadaan ini mau tidak mau menuntut manusia
untuk dapat mengubah/memperbaiki pola produksi dan konsumsinya ke arah yang
mendorong terjalinnya hubungan yang harmonis antara manusia dan alam, juga
antara manusia satu dengan lainnya (Cahyandito 2005).
Berdasarkan hal tersebut diatas, dibutuhkan suatu pengkajian mengenai
hubungan antara ekologi, sosial, dan ekonomi berupa hubungan organisme atau
kelompok organisme terhadap lingkungannya dan ilmu hubungan timbal balik
antara organisme-organisme hidup dan lingkungannya. Odum (1993) menyatakan
bahwa ekologi adalah suatu studi tentang struktur dan fungsi ekosistem atau alam
dan manusia sebagai bagiannya. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan
ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan
biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi,
sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan,
tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan
organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling
mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Guna memahami bagaimana manusia beradaptasi dengan berbagai
lingkungan, maka perlu memperhatikan ekologi sosial. Ekologi sosial merupakan
perubahan sosial yang disebabkan oleh adaptasi terhadap lingkungan, yaitu
adaptasi manusia tertentu yang diwariskan secara historis dan melibatkan
teknologi, praktek, dan pengetahuan yang memungkinkan orang untuk hidup
dalam suatu lingkungan. Ini berarti bahwa lingkungan mempengaruhi karakter
adaptasi manusia. Ekologi sosial menganggap lingkup kebudayaan manusia
sebagai proses ekologi dan siklus energi alami. Ekologi sosial ini terfokus pada

7
aliran energi dan bahan, serta memeriksa bagaimana keyakinan lembaga dalam
suatu budaya diatur dengan ekologi alam yang mengelilinginya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa manusia adalah bagian dari ekologi seperti organisme lain.
Ostrom (2009) mengemukakan, pengelolaan sumberdaya alam perlu di
analisis dengan menggunakan kerangka pendekatan Social Ecology System,
karena kerusakan sumberdaya sangat dipengaruhi sistem lainnya, salah satunya
sistem sosial. Tipe pengelolaan dengan pendekatan sosial ekologi adalah
pengelolaan yang dilakukan secara menyeluruh serta bersifat adaptif (perubahan
alam dan sosial digabungkan dalam pengelolaan) dan bersifat kooperatif, karena
menggunakan pendekatan multifungsi lahan (Paloma et. al. 2014). Pendekatan ini
perlu mempertimbangkan keterpaduan sistem sosial ekologi dan ilmu sosial
ekologi, peningkatan dukungan sosial, proses partisipasi dan co-management
untuk mengurangi konflik sosial, pelibatan beragam institusi pada tata kelola,
pelibatan penerima manfaat jasa ekosistem dalam proses perencanaan,
pemahaman kesenjangan kawasan terhadap jasa ekosistem, dan menghindari
kesalahan penentuan lokasi dan perbedaan peran dalam kawasan yang multi
fungsi. Hal tersebut tentunya dilakukan dengan memperhatikan karakteristik
sosial ekologi wilayah pesisir dan laut.
Peran sosial dalam ekologi adalah sebagai tata kelola pengatur hubungan
manusia dengan manusia lain, serta pengaturan regulasi tata cara pemanfaatan
sumberdaya. Tata kelola yang baik perlu memperhatikan keberlanjutan
sumberdaya dan ekosistemnya, serta pelibatan pemerintah dan masyarakat, dan
memberikan manfaat kepada masyarakat. Jones et al. (2011) dalam Imran dan
Yamao (2014), menyebutkan bahwa terdapat tiga perspektif yang perlu
diperhatikan dalam tata kelola tersebut yaitu, pendekatan dari atas ke bawah (top
down), pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) dan pendekatan insentif pasar
(market-incentive). Ketiga hal tersebut akan bermuara pada pengelolaan
sumberdaya kollaboratif (co-management), tentunya dengan menempatkan
pendekatan ekosistem sebagai basis pengelolaan dan menempatkan aspek sosial
dan ekonomi sebagai komponen penunjang.
Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang mencerminkan
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan di wilayah
pesisir dan antara makhluk hidup itu sendiri, yang terpengaruh pasang surut air
laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang mampu tumbuh dalam
perairan asin/payau. Indonesia mempunyai luas hutan mangrove 25% dari luas
hutan mangrove yang ada di dunia (Quarto 2005 dalam Sanudin dan Harianja
2009). Hutan mangrove di Indonesia setidaknya ada 202 jenis tumbuhan, yang
meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44
jenis epifit, dan 1 jenis paku.
Mangrove memiliki banyak manfaat dan fungsi, menurut Bayu (2009)
beberapa fungsi dari mangrove adalah sebagai fungsi ekologis (penahan lumpur
dan penangkap sedimen), fungsi fisik (menjaga kondisi pantai agar tetap stabil,
melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan
intrusi air laut, dan sebagai penangkap zat pencemar), dan fungsi ekonomi
(sebagai penghasil keperluan rumah tangga dan industri, serta sebagai sumber

8
bibit, bahan baku obat-obatan, bahan bangunan, bahan tekstil, penghasil
kayu/arang, dll.). Mangrove memberikan kontribusi signifikan pada produktifitas
estuari dan pesisir melalui aliran energi dari proses dekomposisi serasah
(Sulistiyowati 2009). Produksi serasah merupakan faktor penting dalam aliran
energi di daerah mangrove. Kusmana et. al (2000) mengatakan, salah satu faktor
yang mempengaruhi produksi serasah adalah besar diameter atau ukuran
mangrove. Fungsi lain dari ekosistem mangrove yaitu, membantu kesuburan
tanah, membantu perluasan daratan ke laut dan pengolahan limbah organik,
dimanfaatkan bagi tujuan budidaya ikan, udang, kepiting, dan tiram, serta
berpotensi untuk fungsi pendidikan dan rekreasi.
Interaksi vegetasi mangrove dengan lingkungannya mampu menciptakan
kondisi iklim yang sesuai untuk kelangsungan hidup beberapa organisme akuatik,
sehingga dimana terdapat mangrove berarti di situ juga merupakan daerah
perikanan yang subur (Ghufran dan Khordi 2012). Hal ini didukung dengan hasil
penelitian Wei-dong et al. (2003), yang melaporkan bahwa jumlah spesies ikan di
daerah mangrove dapat mencapai lebih dari 100 spesies.
Tumbuhan mangrove memiliki daya adaptasi yang khas untuk dapat hidup,
Menurut Dahuri (2003), daya adaptasi tersebut meliputi :
1. Perakaran pendek dan melebar luas, dengan akar penyangga atau tudung
akar yang tumbuh dari batang dan dahan sehingga mengokohkan batang.
2. Berdaun kuat dan mengandung banyak air.
3. Mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garam yang
tinggi. Beberapa tumbuhan mangrove seperti Avicennia mengatur
keseimbangan osmotik dengan mengeluarkan garam.
Zonasi Mangrove
Mangrove mempunyai komposisi vegetasi tertentu yang dibentuk dari
berbagai spesies tanaman mangrove yang dapat beradaptasi secara fisiologis
terhadap lingkungan yang khas, sehingga terbentuk zonasi. Menurut Supriharyono
(2007), faktor yang menentukan penyebaran mangrove :
1. Gelombang pasang surut, yang menentukan waktu dan tinggi
penggenangan suatu lokasi.
2. Salinitas, berkaitan dengan penyebaran tumbuhan mangrove, karena ada
beberapa spesies yang tidak tahan pada salinitas tinggi.
3. Substrat, tipe substrat yang sesuai untuk pertumbuhan mangrove adalah
lumpur lunak, yang mengandung debu, liat, dan bahan organik lembut.
4. Suhu, suhu yang baik untuk kehidupan mangrove tidak kurang dari 200C.
Bengen (2000) mengatakan, umumnya mangrove di Indonesia jika dirunut
dari arah laut ke darat, dapat dibedakan menjadi 4 zonasi yaitu :
1. Zona Api-api (Avicennia Sonneratia)
Terletak paling dekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur agak lunak
(dangkal) dengan substrat agak berpasir, sedikit bahan organik dan kadar
garam agak tinggi. Zona ini biasanya didominasi oleh jenis api-api
(Avicennia spp) dan prepat (Sonneratia spp), dan biasanya berasosiasi
dengan jenis bakau (Rhizophora spp).

9
2.

3.

4.

Zona Bakau (Rhizophora)


Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah berlumpur
lunak (dalam). Umumnya didominasi bakau dan di beberapa tempat
dijumpai berasosiasi dengan jenis lain seperti tanjang (Bruguiera spp)
Zona Tanjang (Bruguiera)
Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat dengan daratan.
Keadaan berlumpur agak keras, agak jauh dari garis pantai. Pada
umumnya ditumbuhi jenis tanjang dan di beberapa tempat berasosiasi
dengan jenis lain.
Zona Nipah (N fruticans)
Terletak paling jauh dari laut atau paling dekat ke arah darat, dan
mengandung air dengan salinitas sangat rendah dibandingkan zona
lainnya, tanahnya keras, kurang dipengaruhi pasang surut, dan kebanyakan
berada di tepi-tepi sungai dekat laut. Zona ini umumnya ditumbuhi jenis
nipah dan beberapa spesies palem lainnya.

Pengelolaan Mangrove
Fungsi mangrove yang memiliki arti penting dalam menunjang kehidupan
manusia, menyebabkan manusia ingin mengeksploitasi dan memanfaatkannya.
Kegiatan manusia tersebut dapat merusak ekosistem mangrove itu sendiri.
Dampak kerusakan yang ditimbulkan menuntut kita untuk melakukan suatu
pengelolaan yang menjamin kelestarian mangrove tersebut. Berikut adalah
beberapa alternatif pengelolaan ekosistem mangrove menurut Adrianto (2004),
yang disajikan di Tabel 1.
Tabel 1. Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Pilihan Pengelolaan
Deskripsi
Kawasan lindung
Pengelolaan kawasan dan pemanfaatan
hutan mangrove oleh masyarakat
Kawasan kehutanan subsisten
Pemanfaatan komersial hutan mangrove
Kawasan hutan komersial
Konversi sebagian kawasan hutan
mangrove
Akua-silvikultur
Konversi sebagian hutan mangrove
untuk kolam ikan
Budidaya perairan Semi-intensif
Konversi hutan mangrove untuk
budidaya perairan semi-intensif
Budidaya perairan intensif
Konversi hutan mangrove untuk
budidaya perairan intensif
Pemanfaatan hutan komersial dan Pemanfaatan ganda yang bertujuan
budidaya perairan semi intensif
untuk memaksimalkan manfaat hutan
mangrove dan perikanan
Pemanfaatan ekosistem mangrove Pemanfaatan ganda yang bertujuan
subsisten dan Budidaya perairan semi- untuk memberikan manfaat mangrove
intensif
kepada masyarakat lokal dan perikanan
Konversi ekosistem mangrove
Konversi kawasan mangrove untuk
peruntukan lain
Sumber : Adrianto (2004)

10
Jenis-jenis alternatif pengelolaan ekosistem mangrove diatas dapat dijadikan
sebagai dasar dalam melakukan pengelolaan mangrove. Keterpaduan dari
berbagai stakeholder sangat dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan dalam
pengelolaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kustanti et. al. (2012), yang
menunjukkan bahwa keterpaduan pengelolaan mangrove antara masyarakat,
Pemda, dan Universitas dapat mewujudkan keberadaan sumberdaya yang lestari
di wilayah mangrove Lampung Timur.
Kearifan Lokal
Kearifan lokal merupakan salah satu produk kebudayaan, yang lahir karena
kebutuhan akan nilai, norma, dan aturan yang menjadi model untuk melakukan
suatu tindakan (Mufid 2010). Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom
dapat dipahami sebagai gagasan dan usaha manusia dengan menggunakan akal
budinya untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang
terjadi dalam ruang tertentu yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,
yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya sendiri. Kearifan lokal
tidak sekedar sebagai acuan tingkah laku seseorang, tetapi lebih jauh yaitu mampu
mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh keadaban.
Kearifan lokal menggambarkan cara bersikap dan bertindak untuk merespon
perubahan yang khas dalam lingkup lingkungan fisik maupun kultural. Menurut
teori human ecology terdapat hubungan timbal-balik antara lingkungan dengan
tingkah laku manusia, dimana keduanya dapat saling mempengaruhi (Ridwan,
2007). Wagiran (2010) mengungkapkan bahwa kearifan lokal identik dengan
perilaku manusia yang berhubungan dengan beberapa hal, yaitu Tuhan, bencana
serta tanda-tanda alam, lingkungan hidup, rumah, pendidikan, upacara perkawinan
dan kelahiran, makanan dan kesehatan, siklus kehidupan manusia dan watak.
Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku di
kelompok masyarakat, yang akan menjadi pegangan mereka sehari-hari.
Masyarakat memiliki adat istiadat, nilai-nilai sosial, dan kebiasaan yang
berbeda pada tiap-tiap daerah, termasuk dalam praktek pemanfaatan sumberdaya,
sehingga dalam proses pengelolaan sumberdaya perlu memperhatikan masyarakat
dan kebudayaan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya (Wahyudin, 2004).
Pengetahuan adat memiliki peran besar dalam pengelolaan perikanan. Ruddle
(2000) menyatakan, pengelolaan perikanan berbasis pengetahuan lokal memiliki 4
ciri umum yaitu:
1. Praktek sudah berlangsung lama, empiris, dan dilakukan di suatu tempat,
yang mengadopsi perubahan-perubahan lokal.
2. Praktek bersifat praktis, berorientasi pada perilaku masyarakat, dan
terkadang spesifik untuk tipe sumberdaya tertentu.
3. Praktek bersifat struktural, memiliki perhatian kuat terhadap sumberdaya
dan lingkungan, sehingga sesuai dengan konsep ilmiah, misalnya dalam
konteks konektivitas ekologis dan konservasi sumberdaya perairan.
4. Praktek adaptif terhadap perubahan dan tekanan ekologis.

11
Ruang Lingkup Kearifan Lokal
Kearifan lokal merupakan fenomena yang luas dan komprehensif. Cakupan
kearifan lokal cukup banyak dan beragam sehingga sulit dibatasi oleh ruang.
Wagiran (2012) mengatakan, kearifan lokal lebih menekankan pada tempat dan
lokalitas dari kearifan tersebut, sehingga tidak harus merupakan sebuah kearifan
yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal bisa merupakan
kearifan yang belum lama muncul dalam suatu komunitas sebagai hasil dari
interaksinya dengan lingkungan alam dan interaksinya dengan masyarakat serta
budaya lain, sehingga kearifan lokal tidak selalu bersifat tradisional karena dia
dapat mencakup kearifan masa kini. Membedakan kearifan lokal yang baru saja
muncul dengan kearifan lokal yang sudah lama dapat digunakan istilah "kearifan
kini", "kearifan baru", atau "kearifan kontemporer", sedangkan kearifan
tradisional dapat disebut "kearifan dulu" atau "kearifan lama".
Lingkup kearifan lokal menurut Wagiran (2010) dapat dibagi menjadi
delapan, yaitu :
1. Norma-norma lokal yang dikembangkan, pantangan, dan kewajiban.
2. Ritual dan tradisi masyarakat serta makna disebaliknya.
3. Lagu-lagu rakyat, legenda, mitos, dan cerita.
4. Informasi data dan pengetahuan yang terhimpun pada diri sesepuh
masyarakat, tetua adat, pemimpin spiritual.
5. Manuskrip atau kitab-kitab suci yang diyakini oleh masyarakat.
6. Cara-cara komunitas lokal dalam memenuhi kehidupannya sehari-hari.
7. Alat dan bahan yang dipergunakan untuk kebutuhan tertentu.
8. Kondisi sumberdaya alam/lingkungan yang biasa dimanfaatkan dalam
penghidupan masyarakat sehari-hari.
Contoh Kearifan Lokal
Indonesia telah banyak memiliki kearifan lokal dan menerapkan hukum adat
dalam kaitannya dengan pengelolaan mangrove. Hal ini terbukti ampuh, sehingga
perlu dikembangkan. Berikut adalah beberapa contoh kearifan lokal dalam
kaitannya dengan mangrove :
1. Tradisi awig-awig masyarakat Nusa Penida, Bali. Masyarakat tidak
diperbolehkan untuk menebang dan mengeksploitasi mangrove dalam
bentuk apapun.
2. Pengelolaan mangrove masyarakat Langkat, Sumatera Utara. Masyarakat
setempat diperbolehkan untuk memanfaatkan kayu mangrove yang sudah
mati. Masyarakat tidak diperbolehkan mengambil mangrove untuk
kepentingan komersial. Pengambilan kayu mangrove diperbolehkan, jika
untuk kepentingan umum, dan pelaksanaannya harus seijin pemerintah
desa.
3. Pengelolaan mangrove masyarakat Gending, Probolinggo. Masyarakat
adalah perencana, pembuat keputusan, pelaksana, dan mitra pemerintah
dalam pengelolaa mangrove setempat.

12

3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2014 di Pamurbaya.
Pemilihan lokasi penelitian terutama didasarkan pada pertimbangan bahwa Kota
Surabaya merupakan kota besar dan ibukota Jawa Timur yang sebagian
wilayahnya merupakan wilayah pesisir, sehingga dapat dikatakan cukup rawan
akan konflik yang dapat merusak mangrove di area tersebut, selain itu potensi
yang dimiliki cukup banyak, sehingga dapat mendukung untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat sekitar. Peta Pamurbaya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Pamurbaya.


Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain perlengkapan tulis,
perlengkapan untuk kegiatan wawancara, kamera, recorder, komputer, sedangkan
bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peta sebaran mangrove
Pamurbaya, peta lokasi wilayah Surabaya khususnya Pamurbaya, kuisioner, serta
data data yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan penelitian.

13
Jenis dan Sumber Data Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian bersumber dari data primer maupun
data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden melalui hasil
wawancara, diskusi atau pengamatan, sedangkan data sekunder diperoleh secara
tidak langsung atau melalui pihak kedua (instansi terkait) dengan melakukan studi
dokumentasi atau literatur. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 2, serta alir penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data.
No.
Parameter
Komponen Data
1
Mangrove
- Luas mangrove
- Jenis mangrove
- Jenis-jenis
pemanfaatan
mangrove
- Keanekaragaman
hayati
sekitar
mangrove
2
Kearifan Lokal
- Jenis-jenis
kearifan lokal
- Aturan

Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk
Pekerjaan

Kebijakan

Kebijakan
pemerintah
Peraturan
pemerintah
Jenis
kegiatan
yang dilakukan
Identifikasi aktor
Peran aktor
Kepentingan
aktor

Stakeholder

Sumber Data
- BLH,
Dinas
Pertanian,
Bappeko
- Responden

Metode
Studi literatur dan
observasi.

Studi
literatur,
kuesioner,
wawancara, dan
FGD.

Dinas
Pariwisata,
Pemerintah
setempat
Responden
Dinas
Kependudu
kan
Responden
Dinas
Pertanian,
Pemerintah
setempat,
BLH
Responden
Responden

Studi
literatur,
kuesioner,
dan
wawancara
Studi
literatur,
kuesioner,
dan
wawancara

Studi
literatur,
kuesioner
dan
wawancara.

14

Identifikasi potensi dan kondisi


mangrove Pamurbaya
Masukan
Identifikasi kegiatan pengelolaan
mangrove Pamurbaya
(Pemerintah, masyarakat, dan

Analisis sikap dan persepsi masyarakat


terkait keberadaan mangrove

Analisis
Kuantitatif

Identifikasi kepentingan dan pengaruh stakeholder


dalam pengelolaan mangrove Pamurbaya
(Pemerintah, masyarakat, dan stakeholder)

Analisis
Stakeholder

Analisis pengelolaan mangrove


berbasis kearifan lokal

Analisis
AWOT

Hubungan kebijakan Pemkot Surabaya


dengan kearifan lokal masyarakat

Analisis
Kualitatif

Proses

Luaran

Pengelolaan mangrove Pamurbaya


berbasis kearifan lokal
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian.
Pengumpulan Data

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei dengan
menggunakan kuesioner. Sampel yang digunakan diantaranya adalah beberapa
key informant yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan mangrove di
wilayah Pamurbaya, yaitu orang-orang yang dianggap mengerti tentang informasi
yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Kerangka sampling selengkapnya dapat
dilihat pada Gambar 4.

15

Pantai Timur
Surabaya

n=7

N=80
Kel. Kedung
Baruk

Kec. Rungkut

n=1

n=1

Pengembang

n=7

Swasta

n=2

Akademisi

Swasta
Pengelola
n=2

Wisata

Kel. Wonorejo
n=1

n=1
n=1

Kec. Sukolilo

Kel. Keputih

n=5
n=2

Pengelola

n=4

Nelayan

Pengembang
Swasta
Petambak

n=1

n=1

Akademisi
n=3

n=3

n=5

Kel. Kejawen
Putih Tambak
Kec. Mulyorejo

Kel. Kalisari

n=1

Kel. Dukuh
Sutorejo

n=5
Swasta

n=1

Kec. Gn. Anyar

Purposive
Sampling

n=1

Akademisi

Pengembang

n=7

Swasta

n=2

Pengelola

n=4

Nelayan

n=5

Petambak

n=3

Wisata

n=2

Kel. Gn. Anyar


Tambak

- Purposive Sampling
- Snowball Sampling

n=2

Cluster Random
Sampling

Gambar 4. Kerangka Sampling Penelitian.


.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis. Berikut
adalah analisis-analisis yang digunakan.

16
Analisis Kuantitatif
Jenis-jenis bidang pendekatan metode kuantitatif adalah eksperimen, hard
data, empirik, positivistik, fakta nyata di masyarakat dan statistik, survei,
interview terstruktur, dan seterusnya (Musianto 2002). Penelitian kuantitatif
merupakan penelitian yang arah dan fokusnya melalui uji teoritik, membangun
atau menyusun fakta dan data, deskripsi statistik, kejelasan hubungan, dan
prediksi (Musianto 2002).
Sampel yang digunakan adalah cluster random sample dengan jumlah 80
orang yang merupakan masyarakat sekitar dan beberapa stakeholder sekitar yang
terlibat dalam pengelolaan dan memiliki kepentingan dengan mangrove
Pamurbaya. Analisa data kuantitatif pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan uji statistik sederhana, yaitu memprosentasekan kuesioner (tersaji
pada Lampiran 1) hasil survei terkait sikap sampel terhadap keberadaan dan
pengelolaan mangrove Pamurbaya, yang dibuat menurut skala Likert. Persepsi
dari sampel juga akan digali untuk mendukung hasil dari analisis ini.
Analisis Stakeholder
Analisis stakeholder adalah analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi
dan memetakan tingkat kepentingan dan pengaruh aktor dalam suatu pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya serta kerjasama dan konflik antar aktor. Analisis ini
menanyakan siapa saja pihak yang berkepentingan dan memiliki kekuatan untuk
dapat mempengaruhi apa yang terjadi, serta bagaimana mereka berinteraksi,
sehingga pada tujuan akhir dapat memberikan rekomendasi strategis untuk
melanggengkan partisipasi para pemangku kepentingan (Herdiansyah 2012).
Analisis stakeholder merupakan suatu sistem untuk mengumpulkan
informasi mengenai kelompok atau individu terkait, untuk mengkategorikan
informasi, serta menjelaskan kemungkinan konflik antar kelompok. Berikut
adalah langkah-langkah dalam melakukan analisis stakeholder yang dikemukakan
oleh Suporahardjo (2005) :
1. Mengembangkan tujuan dan prosedur analisis dan pemahaman awal
tentang sistem yang terkait.
2. Identifikasi stakeholder beserta perannya.
3. Mengkategorikan stakeholder berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya.
4. Mendefinisikan hubungan antar stakeholder.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui siapa saja stakeholder
yang terlibat dalam pengelolaan mangrove Pamurbaya, serta bagaimana tingkat
kepentingan dan pengaruh dari masing-masing stakeholder tersebut, sehingga
analisis stakeholder yang akan dilakukan hanya sampai pada langkah ke-tiga.
Identifikasi stakeholder dilakukan melalui wawancara semi terstruktur dan
menggunakan snowball sampling. Langkah selanjutnya melakukan analisis
persepsi dan partisipasi stakeholder terhadap sumberdaya mangrove. Analisis
kategori dilakukan dengan melihat tingkat kepentingan dan pengaruh dari
stakeholder. Stakeholder dipetakan ke dalam matriks analisis stakeholder
berdasarkan besarnya kepentingan dan pengaruh yang diberi nilai sesuai dengan
panduan yang tersaji pada Tabel 3 untuk mengetahui tingkat kepentingan
stakeholeder dan Tabel 4 untuk mengetahui besarnya pengaruh stakeholder. Nilai
yang didapatkan oleh masing-masing stakeholder adalah 25 poin untuk
kepentingan dan 25 poin untuk pengaruh.

17
Tabel 3. Penilaian Tingkat Kepentingan.
No.
Variabel
Indikator
1 Keterlibatan
Tidak terlibat
Terlibat 1 proses
Terlibat 2 proses
Terlibat 3 proses
Terlibat seluruh proses
2 Manfaat pengelolaan
Tidak mendapat manfaat
Mendapat 1 manfaat
Mendapat 2 manfaat
Mendapat 3 manfaat
Mendapat 4 manfaat
3 Sumberdaya
yang Tidak menyediakan
disediakan
Menyediakan 1 sumberdaya
Menyediakan 2 sumberdaya
Menyediakan 3 sumberdaya
Menyediakan semua sumberdaya
4 Prioritas pengelolaan
Tidak prioritas
Kurang
Cukup
Prioritas
Sangat prioritas
5 Ketergantungan terhadap 20% bergantung
sumberdaya
21-40% bergantung
41-60% bergantung
61-80% bergantung
81-100% bergantung

Skor
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

Sumber : Modifikasi Indrayanti (2012).

Tabel 4. Penilaian Tingkat Pengaruh.


No.
Variabel
Indikator
1 Aturan/kebijakan pengelolaan
Tidak terlibat
Terlibat 1 proses
Terlibat 2 proses
Terlibat 3 proses
Terlibat seluruh proses
2 Peran dan partisipasi
Tidak berkontribusi
Berkontribusi dalam 1 point
Berkontribusi dalam 2 point
Berkontribusi dalam 3 point
Berkontribusi dalam seluruh point
3 Kemampuan
dalam Tidak ada interaksi
berinteraksi
Berinteraksi dalam 1 point
Berinteraksi dalam 2 point
Berinteraksi dalam 3 point
Berinteraksi dalam seluruh point

Skor
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

18
(Lanjutan Tabel 4)
No.
Variabel
4 Kewenangan
pengelolaan

Indikator
dalam Tidak memiliki kewenangan
Kewenangan dalam 1 proses
Kewenangan dalam 2 proses
Kewenangan dalam 3 proses
Kewenangan dalam seluruh proses
Kapasitas sumberdaya yang Tidak menyediakan sumberdaya
disediakan
1 sumberdaya
2 sumberdaya
3 sumberdaya
Seluruh sumberdaya

Skor
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

Sumber : Modifikasi Indrayanti (2012).

Penilaian mengenai tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholder,


digunakan panduan penilaian yang tersaji pada Lampiran 2 untuk mengetahui
tingkat kepentingan, dan panduan penilaian yang tersaji pada Lampiran 3 untuk
mengetahui besarnya pengaruh.
Langkah berikutnya setelah diketahui besarnya nilai kepentingan dan
pengaruh masing-masing stakeholder, yaitu dipetakan ke dalam matriks
kepentingan pengaruh seperti yang tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5. Matriks Hasil Analisis Stakeholder.


Sumber : (Reed et al. 2009).

Posisi kuadran pada Gambar 5, menggambarkan ilustrasi posisi dan peranan


yang dimainkan oleh tiap-tiap stakeholder yang terkait dengan pengelolaan
mangrove. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing kuadran tersebut :
1. Kuadran 1, yaitu memiliki kepentingan tinggi tetapi pengaruhnya rendah.
2. Kuadran 2, yaitu memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi.
3. Kuadran 3, yaitu memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah.
4. Kuadran 4, yaitu memiliki kepentingan rendah tetapi pengaruh tinggi.
Pengolahan data kualitatif dari hasil wawancara dapat dikuantitatifkan
dengan mengacu pada pengukuran data, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.

19
Tabel 5. Ukuran Kuantitatif Terhadap Identifikasi Pemetaan Stakeholder.
Skor Nilai
Kriteria
Keterangan
Pengaruh
1
1-5
Sangat rendah Tidak mempengaruhi pengelolaan sumberdaya
2
6-10
Rendah
Kurang mempengaruhi pengelolaan sumberdaya
3
11-15 Cukup
Cukup mempengaruhi pengelolaan sumberdaya
4
16-20 Tinggi
Mempengaruhi pengelolaan sumberdaya
5
21-25 Sangat tinggi
Sangat mempengaruhi pengelolaan sumberdaya
Kepentingan
1
1-5
Sangat rendah Tidak bergantung pada keberadaan sumberdaya
2
6-10
Rendah
Kurang bergantung pada sumberdaya
3
11-15 Cukup
Cukup bergantung pada sumberdaya
4
16-20 Tinggi
Bergantung pada sumberdaya
5
21-25 Sangat tinggi
Sangat bergantung pada sumberdaya
Sumber : Abbas (2005).
Analisis AWOT
Metode AWOT merupakan gabungan antara pendekatan AHP (Analisis
Hierarchy Process) dan SWOT (strength, weakness, opportunity and threat).
Integrasi AHP ke dalam SWOT menghasilkan prioritas-prioritas yang ditentukan
secara analitis berdasarkan faktor-faktor yang tercakup dalam SWOT dan
membuat semua itu sepadan. AHP memberikan kerangka dasar untuk
pembentukan suatu analisis keputusan, sementara SWOT membantu pembuatan
AHP lebih analitis, sehingga strategi pengelolaan mangrove berbasis kearifan
lokal dapat diprioritaskan. Tahapan metode AWOT sebagai berikut :
a. Analisis AHP
Metode AHP (Analysis Hierarchy Process) merupakan suatu model yang
diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1971. AHP adalah salah satu
metode dalam sistem pengambilan keputusan yang menggunakan beberapa
variabel dengan proses analisis bertingkat. Analisis dilakukan dengan memberi
nilai prioritas dari tiap-tiap variabel, kemudian melakukan perbandiangan
berpasangan dari variabel-variabel dan alternatif-alternatif yang ada. Metode ini
digunakan untuk membangun suatu model dari gagasan dan membuat asumsi
untuk mendefinisikan persoalan dan memperoleh pemecahan yang diinginkan,
serta memungkinkan menguji kepekaan hasilnya (Saaty 1993). Menurut Mulyardi
(2005) in Dewi dan Santoso (2007), teknik ini mampu memberikan penilaian
tingkat konsistensi pengambil keputusan dalam memberikan nilai evaluasi,
dengan tingkat kompromi dari penggabungan nilai antar pengambil keputusan.
Metode AHP dapat digunakan untuk menyusun strategi pengelolaan
mangrove berbasis pada kearifan lokal, karena mampu menggambarkan upaya apa
yang dibutuhkan/dilakukan untuk meningkatkan pengelolaan mangrove dan untuk
mengetahui tingkat keterkaitannya sehingga dapat membuat perkiraan untuk ke
depan dalam merumuskan suatu strategi pengelolaan mangrove yang sesuai
dengan karakteristik ekosistem dan pranata aturan serta pranata sosial. Berikut ini
adalah langkah-langkah dalam metode AHP menurut Saaty (1993) :
1. Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan
menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi dilakukan dengan cara
mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar/ahli yang

20

2.

3.

memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan


permasalahan yang dihadapi.
Penyusunan struktur hirarki diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan sub tujuan, kriteria, dan kemungkinan alternatif-alternatif pada
tingkatan kriteria paling rendah. Penentuan tujuan berdasarkan
permasalahan yang ada, sedangkan penentuan kriteria dan alternatif
diperoleh dari hasil pra-survei dan diskusi dengan keypersons.
Menyebarkan kuesioner kepada responden, sehingga dapat diketahui
pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing aspek atau kriteria
dengan membuat perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
Perbandingan berpasangan adalah setiap elemen dibandingkan
berpasangan terhadap suatu aspek atau kriteria yang ditentukan. Bentuk
perbandingan berpasangan dalam matriks dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Bentuk Perbandingan Berpasangan Matriks.
C
A1
A2
A3
1
A1
1
A2
1
A3
A4

A4

Sumber : Saaty (1993).

Pengisian matriks banding berpasang tersebut, menggunakan bilangan


yang menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen di atas yang
lainnya. Skala itu mendefinisikan dan menjelaskan nilai 1-9 yang
ditetapkan sebagai pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen
yang sejenis di setiap tingkat hierarki terhadap suatu aspek atau kriteria
yang berada setingkat di atasnya. Berikut adalah arti dari skala banding
berpasangan yang disajikan di Tabel 7.
Tabel 7. Skala Banding Berpasangan.
Nilai 1
Kedua faktor sama pentingnya
Nilai 3
Faktor yang satu sedikit lebih penting daripada faktor
yang lainnya
Nilai 5
Faktor satu esensial atau lebih penting daripada faktor
Lainnya
Nilai 7
Satu faktor jelas lebih penting daripada faktor lainya
Nilai 9
Satu faktor mutlak lebih penting daripada faktor lainnya
Nilai 2, 4, 6, 8
Nilai-nilai antara, diantara dua nilai pertimbangan yang
berdekatan.
Sumber : Saaty (1993).

4.

Hasil yang diperoleh kemudian diolah menggunakan expert choice versi


9.0 untuk mengukur nilai inkonsistensi serta vektor prioritas dari elemenelemen hirarki. Nilai konsistensi lebih dari 0,1 menandakan jawaban
responden tersebut tidak konsisten, namun jika nilai tersebut kurang dari
0,1 menandakan jawaban responden tersebut dikatakan konsisten. Nilai
konsekuensi tersebut dihasilkan dengan menggunakan rata-rata geometric.

21
Dari hasil tersebut juga dapat diketahui kriteria dan alternatif yang
diprioritaskan.
5. Selanjutnya skala prioritas dari kriteria dan alternatif tersebut digunakan
untuk mencapai variabel hirarki dengan tujuan menyusun strategi
pengelolaan mangrove berbasis kearifan lokal.
Sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu mereka yang
dianggap mengerti. Sampel tersebut nantinya akan diwawancarai sesuai dengan
panduan kuesioner yang tersaji pada Lampiran 4. Penerapan AHP pada penelitian
ini dilakukan dengan cara mencari semua kearifan lokal yang ada di lokasi
penelitian terkait pengelolaan mangrove, kemudian mengurutkannya untuk
mengetahui kearifan lokal mana yang paling prioritas untuk masyarakat, dengan
harapan nantinya didapat suatu strategi pengelolaan mangrove yang berbasis pada
kearifan lokal. Penentuan strategi tersebut tentunya juga akan didasarkan pada
ekosistem yang terdapat di lokasi penelitian, sehingga strategi yang dikeluarkan
bersifat ramah terhadap keanekaragaman hayati di lokasi penelitian.
b. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis untuk mengevaluasi
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang berkenaan dengan suatu
kegiatan atau usaha (Rangkuty 2002). Analisis SWOT akan menspesifikasikan
tujuan kegiatan atau usaha yang dimaksud dan diidentifikasi faktor-faktor internal
dan eksternal dalam mencapai tujuan. Analisis ini merupakan alat pengambilan
keputusan serta menentukan strategi berdasarkan logika untuk memaksimalkan
kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Kekuatan
dan kelemahan merupakan faktor internal dari kearifan lokal yang dirangkum
dalam IFAS (Internal Strategic Factor Analysis Summary), sedangkan peluang
dan ancaman merupakan faktor eksternal dari kearifan lokal yang dirangkum
dalam EFAS (External Strategic Factor Analysis Summary). Menurut Rangkuty
(1997), langkah dalam pembuatan IFAS dan EFAS adalah sebagai berikut:
1. Menentukan variabel yang terdapat pada IFAS dan EFAS
2. Menentukan bobot dari masing-masing variabel yang terdapat pada IFAS
dan EFAS. Penentuan bobot dilakukan dengan mengajukan identifikasi
faktor strategis internal dan eksternal. Menurut David (2002) penentuan
bobot setiap variabel menggunakan skala 1 4, yaitu:
1 : Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal.
2 : Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal.
3 : Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal.
4 : Jika indikator horizontal sangat penting daripada indikator vertikal.
Pembobotan dapat dilihat pada Tabel 8 (IFAS) dan Tabel 9 (EFAS).
Tabel 8. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal.
Faktor Strategis Internal
A
B
C
A
B
C
...
N
Total
Sumber : David (2002).

...

Total

22
Tabel 9. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal.
Faktor Strategis Eksternal
A
B
C
A
B
C
...
N
Total

...

Total

Sumber : David (2002).

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel


terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :
n

i = xi / xi
i=1

3.

Keterangan :
i : Bobot variabel ke-i
xi : Nilai variabel ke-i
i : 1, 2, 3, ..., 14 (Faktor strategis internal/eksternal)
n : Jumlah variabel
Menentukan peringkat (rating) dari masing-masing variabel.
Penentuan peringkat merupakan pengukuran pengaruh masing-masing
variabel yang menggunakan nilai peringkat dengan skala 1-4 terhadap
masing-masing faktor strategis yang dimiliki. Skala penilaian peringkat
untuk matriks IFAS tersaji pada Tabel 10, dan skala penilaian peringkat
untuk matriks EFAS tersaji pada Tabel 11.

Tabel 10. Skala penilaian peringkat untuk matriks IFAS.


Rating
Kekuatan
Kelemahan
1
Kekuatan kecil
Kelemahan yang sangat berarti
2
Kekuatan sedang
Kelemahan yang cukup berarti
3
Kekuatan besar
Kelemahan yang tidak berarti
4
Kekuatan sangat besar
Kelemahan yang sangat tidak berarti
Sumber: Rangkuti (1997).

Tabel 11. Skala penilaian peringkat untuk matriks EFAS.


Rating
Peluang
Ancaman
1
Peluang rendah, respon kurang
Ancaman sangat besar
2
Peluang sedang, respon rata-rata
Ancaman besar
3
Peluang tinggi, respon diatas rata-rata Ancaman sedang
4
Peluang tinggi, respon superior
Ancaman kecil
Sumber: Rangkuti (1997).

4.

Kalikan bobot dan rating masing-masing variabel untuk mendapatkan nilai


masing-masing variabel. Nilai yang diperoleh merupakan rata-rata
penilaian yang diberikan oleh responden, jika total skor pembobotan IFAS
dibawah 2,5 berarti kondisi internal lemah, sedangkan jika berada diatas
2,5 berarti kondisi internal adalah kuat. EFAS jika total skor pembobotan

23
dibawah 2,5 berarti kondisi eksternal lemah, sebaliknya jika skor berada
diatas 2,5 berarti kondisi eksternal kuat. Total skor pembobotan berkisar
antara 1 sampai 4.
Penentuan IFAS dan EFAS dalam penelitian ini dilaksanakan melalui
wawancara dengan orang yang terlibat dalam kearifan lokal yang dimaksud,
menggunakan panduan kuesioner yang tersaji pada Lampiran 5. Langkah
selanjutnya membuat matriks SWOT (tersaji pada Tabel 12) yang
menggambarkan peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi, disesuaikan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
Tabel 12. Matriks SWOT.
IFAS Kekuatan (S) S1, dst.
EFAS
Peluang (O) O1, Strategi S-O (menggunakan
kekuatan
untuk
dst.
memanfaatkan peluang)
Ancaman
(T) Strategi S-T (menggunakan
kekuatan untuk mengatasi
T1, dst.
ancaman)

Kelemahan (W) W1, dst.


Strategi W-O (meminimalkan
kelemahan
untuk
memanfaatkan peluang)
Strategi W-T (meminimalkan
kelemahan untuk menghindari
ancaman)

Sumber: Rangkuti (1997).

Rangkuti (1997) mengatakan terdapat empat alternatif strategi berdasarkan


matriks SWOT, yaitu :
1. Strategi SO (strengths-opportunities)
Strategi ini dibuat berdasarkan kekuatan internal yang dimiliki untuk
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2. Strategi ST (strengths-threats)
Strategi ini dibuat dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman.
3. Strategi WO (weaknesses-opportunities)
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi WT (weaknesses-threats)
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif, yaitu berusaha
bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari
ancaman.
Sampel yang digunakan adalah mereka (masyarakat) yang terlibat dalam
pengelolaan mangrove yang didasarkan pada kearifan lokal terpilih pada AHP.
Penerapan analisis SWOT dalam penelitian ini merupakan lanjutan dari AHP,
yaitu setelah didapatkan kearifan lokal yang menjadi prioritas bagi masyarakat,
selanjutnya dilakukan penentuan strateginya, dengan memaksimalkan kekuatan
dan peluang yang ada, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
dan ancaman dari kearifan lokal tersebut.
Analisis Kualitatif
Metode kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya. Penelitian

24
kualitatif merupakan suatu metode berganda dalam fokus yang melibatkan
pendekatan interpretatif dan wajar pada setiap pokok permasalahan, sehingga
penelitian kualitatif bekerja dalam setting alami yang berupaya untuk memahami
dan memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat (Rahmat 2009). Menurut
Bogdan dan Biklen (1982), analisa data kualitatif dapat membentuk teori dan nilai
yang dianggap berlaku di suatu tempat, sehingga penulisan laporan menurut
logika penulis dalam urutan laporannya, isi juga tidak menurut formalitas yang
tetap, namun berupa rangkaian stories yang dapat dipertanggungjawabkan oleh
peneliti yang terdiri dari story dengan penulisan yang dapat saling tumpang tindih
namun bermakna. Menurut Andriani (2002), analisis difokuskan pada jawaban
responden terhadap pertanyaan yang diajukan. Data yang terkumpul berupa
kata-kata hasil observasi dan wawancara yang kemudian dibuat transkripnya.
Analisis ini diharapkan mampu memberikan jawaban mengenai bentuk
hubungan antara kebijakan pemerintah Kota Surabaya dengan kearifan lokal
masyarakat Pamurbaya, sehingga dalam analisis ini juga akan digali persepsi dari
masyarakat dan pemerintah terkait bentuk pengelolaan satu sama lain. Kegiatankegiatan yang terdapat di Pamurbaya juga akan digali untuk dapat diketahui
kegiatan mana yang menunjang kelestarian mangrove dan kearifan lokal sekitar,
serta kegiatan yang dapat menekan keberadaan mangrove dan kearifan lokal itu
sendiri. Panduan kuesioner yang akan digunakan untuk pemerintah tersaji pada
Lampiran 6, sedangkan kuesioner untuk masyarakat tersaji pada Lampiran 7.

25

4 HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Mangrove Pamurbaya
Kawasan lindung Pamurbaya terletak pada koordinat 12047'52,52" BT 12050'47,34" BT dan 715'30" LS - 720'45" LS dengan luas lahan 264,87 Ha
(Badan Lingkungan Hidup 2012). Pamurbaya meliputi empat kelurahan di tiga
Kecamatan, yakni Kelurahan Keputih di Kecamatan Sukolilo, Kelurahan
Wonorejo dan Medokan Ayu di Kecamatan Rungkut, serta Kelurahan Gunung
Anyar Tambak di dalam Kecamatan Gunung Anyar. Kawasan ini wilayah
daratannya didominasi kegiatan wisata, permukiman nelayan, perikanan, dan
ekosistem mangrove, sedangkan wilayah perairannya untuk kegiatan perikanan
tangkap dan kegiatan wisata bahari, serta zona latihan penembakan dan ranjau
laut.
Pamurbaya ini termasuk jenis pantai berlumpur yang dicirikan oleh ukuran
butiran sedimen sangat halus dan memiliki tingkat bahan organik tinggi (Bappeko
2005). Keanekaragaman yang terdapat di Pamurbaya dapat dikatakan cukup
tinggi, karena keberadaan mangrove mampu menarik kedatangan beranekaragam
hewan Berdasarkan hasil survei bersama tim keanekaragaman hayati BLH,
diperoleh sebaran mangrove Pamurbaya, yang disajikan pada Gambar 6.
Zona Api-api

- Avicennia
alba
- Avicennia
marina
- Avicennia
officinallis
- Sonneratia
caseolaris
- Sonneratia
ovata
- Sonneratia
alba

Zona Bakau

- Rhizopora
apiculata
- Rhizophora
mucronata
- Acanthus
ebracteatu
- Acanthus ilicifolius
- Hibiscus tiliaceus
- Wedelia biflora
- Sesuvium
portulacastrum
- Derris trifolia
- Finlaysonia
maritima
- Acrostichum
aureum Linn
- Aegiceras floridum
- Excoecaria
agalocha

Zona Tanjang

- Barringtonia
asiatica
(L.)
Kurs
- Bruguiera
cylindrical
- Bruguiera
gymnorrhiza
- Bruguiera
parviflora
- Calophyllum
inophyllum L
- Ipomoea
pescaprae
(L.)
Sweet
- Terminalia
catappa L

Zona Nipah

- Xylocarpus
granatum
- Scyphiphora
hydrophyllac
ea
- Calotropis
gigantea L.
Dryander
- Cerbera
manghas L
- Morinda
citrifolia
- Ricinus
communis
Linn
- Passiflora
foetida (L.)

Gambar 6. Sebaran Mangrove Pamurbaya.


Berdasarkan Gambar 6 mangrove Pamurbaya memiliki 19 jenis mangrove
sejati dan 14 jenis mangrove ikutan. Zona dengan jenis mangrove paling banyak
adalah zona bakau, yaitu ditemukan terdapat 12 jenis mangrove. Wilayah dengan

26
jenis mangrove terbanyak terdapat di Wonorejo, yaitu 20 spesies mangrove. Data
selengkapnya mengenai jenis mangrove dan lokasi sampling dapat dilihat pada
lampiran 8, sedangkan data keanekaragaman hayati dapat dilihat pada lampiran 9.
Mangrove pada masing-masing daerah di Pamurbaya memiliki kondisi yang
berbeda. Berikut kondisi mangrove Pamurbaya tersaji pada Tabel 13.
Tabel 13. Kondisi mangrove Pamurbaya.
Kerapatan Ketebalan
Kelurahan
(Ind/ha)
(m)
6275
73
Keputih
Wonorejo

6066

68

Mangrove
Dominasi
Avicennia marina
Avicennia marina,
Avicennia officinalis

Gunung Anyar
Tambak

5000

102

Avicennia marina

Luas Mangrove
(ha)
96.91

73.86

153.54

Sumber : Survei bersama tim keanekaragaman hayati (2012).

Pengelolaan Mangrove Pamurbaya


Pamurbaya saat ini termasuk dalam kawasan perlindungan bawahan
(kawasan yang memiliki potensi untuk memperkecil atau melindungi kawasan
lain dari bahaya banjir melalui peresapan air ke dalam tanah, sehingga dapat
meningkatkan volume air tanah untuk melindungi ekosistem pada kawasan
tersebut (Bappeko 2012). Berdasarkan Bappeko (2012), Pemkot Surabaya
membagi kawasan lindung menjadi tiga zona, yaitu :
1. Zona Utama. Zona perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, serta
alur migrasi biota laut, perlindungan ekosistem pesisir yang unik dan/atau
rentan terhadap perubahan, perlindungan situs budaya/adat tradisional,
penelitian; dan/atau pendidikan. Zona ini terdapat di sepanjang sempadan
pantai dan sempadan sungai di kawasan lindung Pamurbaya
2. Zona Pemanfaatan Terbatas. Zona yang diperuntukkan bagi perlindungan
habitat dan populasi ikan, pariwisata, pengembangan, dan pendidikan.
Zona ini terdapat di kawasan pertambakan di kawasan lindung Pamurbaya.
3. Zona Pendukung / Penyangga. Zona diluar zona lindung utama dan zona
pemanfaatan terbatas yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan
sebagai zona tertentu antara lain zona rehabilitasi. Zona ini terdapat di
daerah transisi pemukiman ke kawasan lindung.
Berdasarkan Perda Surabaya No. 3 tahun 2007 tentang RTRW Surabaya,
Kawasan Pamurbaya merupakan kawasan lindung laut yang bertujuan untuk
melindungi lingkungan, potensi, dan sumberdaya di wilayah pesisir dan perairan
laut, dari kegiatan yang mengakibatkan terjadinya kerusakan dan pencemaran
laut. Pada kawasan tersebut dilarang melaksanakan kegiatan pembangunan dan
pemanfaatan lahan yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan wilayah laut.
Kawasan lindung laut ini terdiri dari dua kawasan, yaitu :
a. Kawasan lindung/konservasi laut
Kawasan ini adalah kawasan yang berfungsi untuk melindungi lingkungan,
ekosistem, potensi, dan sumberdaya laut serta menjamin kelestarian dan
ketersediaan sumberdaya hayati wilayah pesisir dan laut. Pemanfaatan
lahan di kawasan lindung ini dilakukan untuk konservasi sumberdaya air,
wisata air, penelitian, dan pencegahan abrasi pantai.

27
b. Kawasan lindung mangrove
Kawasan lindung mangrove adalah kawasan yang berfungsi untuk
melindungi habitat, ekosistem, dan aneka biota, serta melindungi pantai
dari sedimentasi, abrasi, akresi, dan mencegah pencemaran pantai.
Kawasan ini ditetapkan untuk upaya pelestarian mangrove yang sudah ada,
mengganti tanaman mangrove yang rusak, dan penanaman mangrove baru.
Perangkat pemerintah yang turut dalam pengelolaan mangrove Pamurbaya,
memiliki tupoksi masing-masing, dengan Bappeko sebagai leader. Berdasarkan
hasil wawancara serta studi literatur, upaya perlindungan dan pelestarian yang
dilakukan oleh Pemkot Surabaya adalah sebagai berikut :
1. Penetapan kawasan Pamurbaya sebagai kawasan lindung / konservasi.
2. Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir (RZWP) dan Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Kota Surabaya.
3. Pembentukan tim monitoring dan pengendalian yang melibatkan
masyarakat pihak Kecamatan dan Kelurahan.
4. Inventarisasi kawasan mangrove Pamurbaya
5. Pengembangan kawasan lindung sebagai kawasan wisata riset melalui
Mangrove Information Center dan ekowisata di Pamurbaya.
6. Pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian kawasan lindung, antara lain
melalui penanaman mangrove bersama, sosialisasi, kerja bakti hingga
pembentukan UKM yang berbahan dasar mangrove.
7. Pembentukan Koperasi Mina Mangrove Sejahtera untuk para nelayan dan
petani mangrove.
8. Pengawasan terhadap terjadinya pembalakan liar di daerah mangrove.
9. Pembentukan ekowisata oleh kelompok kelompok tani & Forum
Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM).
10. Penerapan silvofishery untuk kegiatan tambak di kawasan Pamurbaya.
11. Menetapkan aturan untuk mengelola air limbah bagi industri di Surabaya.
12. Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak terkait, dalam hal
pengelolaan mangrove Pamurbaya.
13. Melakukan perhitungan daya dukung kawasan dalam setiap kegiatan yang
dilakukan di daerah mangrove. Misal kegiatan ekowisata mangrove.
14. Memperketat pengeluaran IMB untuk kawasan lindung Pamurbaya.
15. Melakukan penindakan tegas bagi bangunan yang berada di kawasan
konservasi melalui 3 cara (peringati, hentikan, dan robohkan).
16. Menindak tegas para pelanggar sesuai UU.
17. Mencabut akses PLN dan PDAM bagi perumahan yang melanggar aturan.
18. Memberikan pembinaan, pelatihan, dan pemfasilitasan terkait kegiatan
yang berhubungan dengan pelestarian mangrove.
19. Melakukan pembatasan eksploitasi sumber daya. Misalnya melarang
pengambilan buah mangrove >15% dari total buah dalam 1 pohon.
20. Mendorong CSR untuk terlibat dalam pengelolaan mangrove Pamurbaya.
Stakeholder Pengelolaan Mangrove Pamurbaya
Stakeholder dalam pengelolaan mangrove Pamurbaya terdiri dari
pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat setempat. Swasta dalam hal
ini dibagi menjadi pengembang dan Corporate Social Responsibility (CSR) dari

28
beberapa perusahaan. Pengembang merupakan perusahaan yang melakukan
pengadaan dan pengolahan tanah serta bangunan atau sarana prasarana untuk
dijual atau disewakan. Beberapa pengembang di Surabaya merupakan stakeholder
di Pamurbaya. Perusahaan pengembang ini paling bertanggung jawab terhadap
pengalihan fungsi lahan mangrove, karena beberapa bangunan yang mereka
dirikan dulunya adalah lahan mangrove. Pihak swasta lain yaitu CSR, dapat
dikatakan memiliki peran penting dalam pengelolaan mangrove Pamurbaya.
Mereka banyak membantu dana, SDM, fasilitas, sarana prasarana. Tujuan
pengelolaan mereka adalah kelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.
Perguruan tinggi juga memiliki peran penting dalam pengelolaan mangrove
Pamurbaya, karena terdapat SDM yang kompeten di bidang mangrove, sehingga
wawasannya sangat dibutuhkan dalam proses pengelolaan. Tujuan perguruan
tinggi mengelola mangrove adalah dalam hal edukasi. Masyarakat setempat juga
turut serta dalam pengelolaan mangrove. Mereka adalah stakeholder utama dalam
pengelolaan Pamiurbaya. Masyarakat setempat beberapa diantaranya membentuk
kelompok berkaitan dengan mangrove. Tujuannya adalah untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Kegiatan yang dilakukan adalah mengolah mangrove,
menangkap ikan/kegiatan tambak, kegiatan wisata, dan terlibat dalam proyek
rehabilitasi.
Stakeholder tersebut memiliki kategori dari pemetaan matriks kepentingan
pengaruh, berdasarkan nilai kepentingan dan pengaruh yang didapat pada saat
wawancara. Nilai kepentingan dan pengaruh tersebut tersaji pada lampiran 10.
Stakeholder Pemerintah
Dinas pemerintahan di Surabaya baik tingkat Kota atau Provinsi, beberapa
diantaranya merupakan stakeholder dalam pengelolaan mangrove Pamurbaya.
Tujuan mereka melakukan pengelolaan Pamurbaya adalah untuk melindungi Kota
Surabaya, pemenuhan RTH sebesar 30%, meningkatkan kualitas dan kelestarian
lingkungan, mengetahui kondisi lingkungan, serta peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat. Berikut adalah pengkategorian
jenis stakeholder dari dinas-dinas tersebut, yang disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Matriks Stakeholder Pemerintah.

29
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya (Bappeko)


Bappeko merupakan stakeholder kategori player. Bappeko memegang
peranan penting dalam perencanaan dan teknis pengelolaan mangrove
Pamurbaya sebagai kawasan konservasi, karena Bappeko bertanggung
jawab dalam hal penataan wilayah serta pengadaan dana pengelolaan
Pamurbaya. Bappeko juga menetapkan beberapa kebijakan terkait
pengelolaan Pamurbaya. Kegiatan Bappeko diantaranya yaitu menyusun
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pamurbaya,
perencanaan kawasan konservasi, serta mengawal penganggaran.
Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya (BLH)
BLH termasuk stakeholder dengan kategori bystander. Kepentingan BLH
terhadap mangrove Pamurbaya adalah sebatas untuk mengetahui kondisi
lingkungan di daerah tersebut, yaitu membuat profil keanekaragaman
hayati dan profil pencemaran wilayah pesisir dan lautan Surabaya.
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya (DCKTR)
DCKTR adalah stakeholder kategori player. Penetapan status konservasi
daerah Pamurbaya sangat ditentukan oleh DCKTR, yang dalam prosesnya
bekerja sama dengan Bappeko. Kegiatan yang dilakukan DCKTR
diantaranya adalah pengukuran dan penetapan batas konservasi,
pengawasan penggunaan lahan, serta penyusunan tata ruang dan perizinan.
Beberapa kebijakan terkait Pamurbaya juga ditetapkan oleh DCKTR.
Dinas Pertanian Kota Surabaya (Distan)
Distan merupakan stakeholder yang berkategori player. Distan
menyediakan sumberdaya berupa SDM, dana, fasilitas, dan sarana
prasarana. Kegiatan Distan di Pamurbaya terdiri dari kegiatan budidaya
perikanan dan tumbuhan, serta rehabilitasi, perawatan, dan pembibitan
mangrove. Kebijakan yang dikeluarkan terkait pengelolaan mangrove
berhubungan dengan kegiatan eksploitasi sumberdaya dan tata guna lahan,
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya (Dinbudpar)
Dinbudpar merupakan stakeholder berkategori bystander. Kegiatannya
berupa promosi dan penyediaan info serta sarana prasarana terkait
ekowisata mangrove Pamurbaya, untuk meningkatkan minat wisatawan
berkunjung ke mangrove Pamurbaya, terutama dari luar daerah.
Balai Daerah Aliran Sungai Brantas Provinsi Jawa Timur (DAS Brantas)
Balai DAS Brantas adalah stakeholder kategori subject. Kegiatannya
terdiri dari rehabilitasi dan kegiatan wisata. Balai DAS Brantas juga
membentuk kelompok kerja mangrove daerah yang bekerja sama dengan
Mangrove Information Centre (MIC) Bali, sehingga Balai DAS Brantas
turut menyediakan informasi terkait mangrove Pamurbaya. Balai DAS
Brantas juga mendorong beberapa Common Social Responsibility (CSR)
untuk turut serta dalam pelestarian lingkungan di Pamurbaya.
Balai Konservasi Sumberdaya Alam Provinsi Jawa Timur (BKSDA)
BKSDA berada dalam posisi stakeholder bystander. Kegiatan yang
dilakukan adalah rehabilitasi dan wisata. Kegiatan rehabilitasi selalu
dilakukan dengan berkoordinasi kepada Pemkot Surabaya.
PT. Yekape
Bangunan yang didirikan oleh PT. Yekape terfokus pada perumahan di
wilayah Rungkut. Perumahan yang mereka dirikan adalah Taman Rivera

30
Regency Cluster Barat, Taman Rivera Regency Cluster Timur, Griya
Pesona Asri, Penjaringan Asri, dan Griya Kencana Asri.
Stakeholder Kecamatan Mulyorejo
Kegiatan pengelolaan mangrove di Kecamatan Mulyorejo cenderung pasif.
Hal tersebut dikarenakan di wilayah ini kondisi mangrove sudah rusak, sehingga
ketertarikan akan mangrove masih sangat kurang. Berikut adalah kategori
stakeholder di Kecamatan Mulyorejo, yang disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Matriks Stakeholder Kecamatan Mulyorejo.


1.

2.

3.

4.

5.

Kecamatan Mulyorejo
Memiliki luas 14,21 km2 dengan jumlah penduduk 90.563 jiwa
(Dispenduk Capil 2014). Kecamatan Mulyorejo merupakan stakeholder
kategori subject. Kondisi mangrove di kawasan ini umumnya telah rusak,
sehingga kegiatan yang dilakukan pihak Kecamatan dan Kelurahan
sebatas pengawasan dan sosialisasi kepada masyarakat terkait mangrove.
Kegiatan rehabilitasi di daerah ini belum terlihat, karena pihak lain lebih
tertarik melakukan kegiatan tersebut di Rungkut dan Gunung Anyar.
Kelurahan Dukuh Sutorejo
Kelurahan Dukuh Sutorejo adalah stakeholder kategori bystander.
Kegiatan yang dilakukan adalah pengawasan dan sosialisasi terkait
mangrove. Sumber daya yang disediakan sebatas informasi mangrove.
Kelurahan Kalisari
Kegiatan pengelolaan mangrove yang dilakukan oleh Kelurahan Kalisari
sama dengan Kelurahan Dukuh Sutorejo, sehingga Kelurahan Kalisari
juga berada dalam kategori bystander untuk stakeholder.
Kelurahan Kejawen Putih Tambak
Kelurahan ini juga sama dengan Kelurahan Kalisari dan Kelurahan
Dukuh Sutorejo, yaitu stakeholder kategori bystander.
Universitas Airlangga (UNAIR)
UNAIR merupakan stakeholder kategori player. Pihak yang banyak
melakukan kegiatan pengelolaan adalah Fakultas Perikanan dan Kelautan

31

6.

serta Fakultas Sains dan Teknologi. Kegiatan yang dilakukan meliputi


rehabilitasi, pembibitan, pendidikan, dan penelitian. Sama dengan ITS,
hasil penelitian UNAIR banyak dijadikan acuan informasi mangrove.
PEKSIA
PEKSIA adalah kelompok pengamat burung Kampus Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Airlangga yang merupakan stakeholder
dengan kategori actor. Kegiatan yang dilakukan oleh PEKSIA sama
dengan PECUK. Kelompok ini pernah diundang oleh Pemkot Surabaya
untuk terlibat dalam penentuan garis pantai tahun 2012.

Stakeholder Kecamatan Sukolilo


Pengelolaan mangrove di Kecamatan Sukolilo saat ini mulai berkembang,
khususnya di wilayah Keputih. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan
kegiatan rehabilitasi mangrove dalam 3 tahun terakhir. Berikut adalah kategori
stakeholder di Kecamatan Mulyorejo, yang disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Matriks Stakeholder Kecamatan Sukolilo.


1.

2.

Kelurahan Keputih
Kelurahan Keputih termasuk dalam wilayah Kecamatan Sukolilo. Pihak
Kecamatan sepenuhnya menyerahkan kegiatan pengelolaan mangrove
Pamurbaya kepada Kelurahan ini. Kelurahan Keputih merupakan
stakeholder kategori bystander. Kegiatan yang dilakukan adalah
rehabilitasi, dan dalam prosesnya pihak kelurahan bekerjasama dengan
pihak lain. Sumberdaya yang disediakan hanyalah sebatas informasi
mengenai mangrove setempat. Kegiatan pengelolaan mangrove yang
dilakukan Kelurahan Keputih cenderung pasif, karena pengelolaan
mangrove lebih banyak dilakukan masyarakat dan pihak berkepentingan.
Institut Teknologi Sepuluh November (ITS)
ITS merupakan stakeholder yang berkategori subject. Kegiatan yang
dilakukan adalah rehabilitasi, pembibitan, pendidikan, dan penelitian.
Pihak ITS yang melakukan pengelolaan mangrove sebagian besar berada
di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Hasil penelitian
dari ITS banyak dijadikan acuan untuk informasi mangrove Pamurbaya.

32
3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Universitas Hang Tuah (UHT)


UHT adalah stakeholder dengan kategori bystander. Kegiatan yang
dilakukan sebatas rehabilitasi. Kegiatan studi UHT lebih kearah laut,
sehingga studi-studi terkait mangrove masih minim. Pihak yang
melakukan pengelolaan mangrove adalah Fakultas Teknologi Kelautan.
Pecinta Manuk (PECUK)
PECUK adalah kelompok pengamat burung Kampus Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITS yang merupakan
stakeholder dengan kategori actor. Kegiatan utama yang dilakukan
adalah pengamatan burung yang berasosiasi di daerah mangrove
Pamurbaya. Kelompok ini juga sering turut serta dalam kegiatan
rehabilitasi, serta membantu melakukan penyuluhan dan pengawasan
mangrove dari kerusakan.
PT. Astra International Tbk
Perusahaan ini didirikan pada tahun 1957 yang bergerak dalam bidang
otomotif. Astra Surabaya adalah stakeholder kategori bystander.
Kegiatan yang mereka lakukan hanya sebatas rehabilitasi saja dan
dipusatkan untuk mangrove wilayah Kelurahan Keputih.
PT. Kreativitas Putra Mandiri
Merupakan pengembang yang mendirikan Apartemen Cosmopolis di
wilayah Kelurahan Keputih.
PT Metropolis
Merupakan pengembang yang mendirikan Apartemen Metropolis di
wilayah Kelurahan Keputih
PT. Kertajaya
Merupakan pengembang yang mendirikan Apartemen Kertajaya di
wilayah Kelurahan.
PT. Pakuwon
PT. Pakuwon adalah pengembang terbesar yang berada di wilayah
Pamurbaya. Pengembang ini mendirikan bangunan berupa apartemen,
perumahan, ruko, dan mall. Bangunan-bangunan yang didirikan berada
dalam satu cluster yang disebut Pakuwon City di daerah Sukolilo.

Stakeholder Kecamatan Rungkut


Pengelolaan mangrove di wilayah Pamurbaya, dapat dikatakan terpusat di
wilayah Rungkut, khususnya Wonorejo. Hal tersebut dikarenakan kondisi
mangrove yang masih baik terdapat di wilayah Wonorejo. Berikut adalah kategori
stakeholder di Kecamatan Rungkut yang disajikan pada Gambar 10.

33

Gambar 10. Matriks Stakeholder Kecamatan Rungkut.


1.

2.

3.

4.

5.

Kecamatan Rungkut
Memiliki luas 21,08 km2 dengan jumlah penduduk 112.192 jiwa
(Dispenduk Capil 2014). Kecamatan Rungkut merupakan stakeholder
berkategori player. Kegiatan yang dilakukan sebagian besar terpusat di
daerah Kelurahan Wonorejo. Kegiatan tersebut diantaranya berkaitan
dengan rehabilitasi, wisata, perikanan tambak, serta pembibitan.
Kecamatan Rungkut kerap melakukan kerja sama dengan berbagai pihak,
baik pemerintah, swasta, masyarakat, serta Lembaga Swadaya Masyarkat
(LSM) untuk melakukan kegiatan terkait pengelolaan mangrove.
Kelurahan Wonorejo
Kelurahan Wonorejo merupakan stakeholder dengan kategori bystander.
Kegiatan yang dilakukan adalah rehabilitasi dan wisata. Pengelolaan
lebih lengkap berada pada pihak Kecamatan, sehingga meskipun banyak
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan mangrove di wilayah ini,
tingkat kepentingan dan pengaruh dari Kelurahan ini tetap rendah.
Universitas Pembangunan Negara (UPN)
UPN merupakan stakeholder kategori subject. Kegiatan yang dilakukan
meliputi rehabilitasi, pembibitan, pendidikan, dan penelitian. Kegiatan
UPN terfokus pada rehabilitasi dan pembibitan, sehingga riset terkait
mangrove masih sedikit. Pihak yang melakukan pengelolaan mangrove
adalah Fakultas Teknologi Pangan dan Fakultas Teknologi Industri.
Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG)
UNTAG adalah stakeholder kategori bystander. Kegiatan yang dilakukan
sebatas rehabilitasi, karena disiplin ilmu di UNTAG tidak berhubungan
dengan mangrove. Pihak yang melakukan pengelolaan adalah Lembaga
Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNTAG.
PT. Coca Cola
Merupakan perusahaan dari The Coca-Cola Company Atlanta, Georgia,
yang memproduksi minuman ringan berkarbonasi. Coca Cola Surabaya
adalah stakeholder kategori bystander. Kegiatan yang dilakukan adalah

34

6.

7.

8.

9.

10.

11.

rehabilitasi di wilayah mangrove Wonorejo dalam rangka memperingati


Hari Bumi. Coca Cola bekerja sama dengan UNAIR, Nol Sampah, dan
beberapa SMA di wilayah Rungkut dalam melakukan kegiatan tersebut.
Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina)
Pertamina adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
mengelola aktivitas penambangan minyak dan gas bumi. Pertamina
termasuk stakeholder kategori bystander. Kegiatan yang mereka lakukan
adalah mendukung aktivitas ekowisata di Wonorejo, seperti rehabilitasi,
pembekalan dan pelatihan masyarakat terkait mangrove, serta pembuatan
sarana prasana seperti papan peraturan, jogging track, dan gazebo.
Pertamina bekerja sama dengan Kelompok Ekowisata dan FKPM.
PT. Pos
Pos Indonesia merupakan BUMN di bidang layanan pos. PT. Pos
Surabaya termasuk stakeholder kategori bystander. Kegiatan yang
dilakukan sebatas rehabilitasi di wilayah mangrove Wonorejo, dalam
rangka memperingati HUT Surabaya, dan bekerja sama dengan Pemkot.
PT. Hanjaya Mandala Sampoerna
PT. Hanjaya Mandala Sampoerna adalah perusahaan produsen rokok.
Sampoerna Surabaya merupakan stakeholder kategori bystander.
Kegiatan yang dilakukan, yaitu rehabilitasi, pelatihan, dan pembakalan
masyarakat terkait mangrove. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka
memperingati Hari Bumi tiap tahunnya. Sampoerna juga bekerja sama
dengan ITS dan Pemkot untuk membuat mangrove master plan. Kegiatan
yang dilakukan Sampoerna tersebar mulai dari mangrove wilayah
Wonorejo sampai wilayah GA, dan dalam prosesnya melibatkan pihak
Kecamatan, Kelurahan, serta kelompok masyarakat setempat.
Kelompok Tani Mangrove
Kelompok ini beranggotakan petambak dan nelayan, yang diketuai oleh
Pak Soni. Beliau merupakan sosok yang memegang peran penting dalam
pengelolaan mangrove Pamurbaya oleh masyarakat, karena beliau adalah
pelopor dari gerakan untuk peduli terhadap mangrove. Kelompok ini
berlokasi di wilayah Wonorejo, dan merupakan stakeholder berkategori
player. Kegiatan yang dilakukan adalah mengolah buah mangrove untuk
dijadikan sirup, dodol, selai, beras, brownies, dan cendol. Kelompok ini
juga aktif dalam kegiatan rehabilitasi, pembibitan, dan pelatihan
mangrove, selain itu juga aktif diundang oleh Pemkot untuk berdiskusi
terkait pengelolaan kawasan mangrove Pamurbaya.
Kelompok Ekowisata Mangrove
Kelompok ini berlokasi di wilayah Wonorejo dan diketuai oleh Pak
Djoko Suwondo. Beliau adalah pelopor gerakan ekowisata yang banyak
melibatkan masyarakat dalam kegiatannya. Kelompok ini termasuk
stakeholder kategori player. Kegiatan yang dilakukan adalah rehabilitasi
mangrove, untuk mendukung kegiatan ekowisatanya. Kegiatan ini
mendapat dukungan Pertamina, sehingga Pertamina banyak menyediakan
sarana prasarana serta fasilitas untuk membantu kegiatan ekowisata.
Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM)
FKPM adalah kelompok bentukan Polda Surabaya yang berfungsi untuk
menjaga keamanan, yang dilakukan oleh pihak masyarakat. FKPM ini

35

12.

13.

14.

15.

16.

17.

juga diketuai oleh Pak Djoko Suwondo, sehingga FKPM juga terlibat
dalam membantu pengamanan dan pengawasan wilayah mangrove.
FKPM ini merupakan stakeholder kategori bystander.
Kelompok Griya Karya Tiara Kusuma
Kelompok ini diketuai oleh seorang tokoh masyarakat bernama Lulut Sri
Yuliani yang berlokasi di daerah Kelurahan Kedung Baruk. Kelompok
ini termasuk stakeholder kategori player. Kegiatan yang mereka lakukan
adalah mengolah mangrove menjadi berbagai produk, diantaranya
pewarna batik, krupuk, mie, permen, dodol, sabun, dan kompos.
Kegiatan lain yang dilakukan adalah pembibitan dan memberikan
pelatihan tanam mangrove, serta sering diundang oleh Pemkot untuk
berdiskusi terkait pengelolaan kawasan mangrove Pamurbaya
Kelompok Bintang Timur
Kelompok ini diketuai oleh Fatoni, terdiri dari petambak, nelayan, dan
pekerja wisata mangrove. Kelompok ini adalah stakeholder kategori
actor. Kelompok Bintang Timur bekerja sama dengan Distan dalam
kegiatan wisata mangrove di wilayah Wonorejo. Kegiatan yang
dilakukan adalah rehabilitasi, pembibitan, dan pengawasan mangrove.
Kelompok Nelayan Wonorejo
Kelompok ini merupakan stakeholder kategori bystander. Kegiatan yang
mereka lakukan utamanya adalah menangkap ikan, tetapi sesekali
mereka turut serta dalam proyek rehabilitasi oleh pemerintah, selain itu
kelompok ini juga turut serta menjaga mangrove dari hewan (kambing)
agar tidak sampai memasuki area mangrove. Nelayan di kelompok ini
menyadari bahwa keberadaan mangrove meningkatkan hasil tangkapan,
sehingga mereka mau turut serta dalam menjaga kelestarian mangrove.
Kelompok Trunojoyo
Kelompok Trunojoyo terdiri dari petambak dan nelayan yang bertempat
di Wonorejo. Mereka adalah stakeholder dengan kategori actor. Kegiatan
yang dilakukan adalah rehabilitasi, pembibitan, serta perawatan
mangrove. Kepedulian tersebut disebabkan karena mereka beranggapan
bahwa lahan yang ada di daerah tersebut adalah milik mereka.
Nol Sampah
Nol Sampah merupakan LSM yang peduli terhadap sampah dan
berlokasi di wilayah Rungkut. Nol sampah termasuk stakeholder kategori
subject. Wujud kegiatan LSM ini timbul sebagai bentuk kepedulian
terhadap kegiatan yang tidak ramah lingkungan, salah satunya di
mangrove Pamurbaya. Kepedulian yang ditujukkan terhadap Pamurbaya
disebabkan oleh tingginya keanekaragaman hayati di kawasan tersebut.
Kegiatan yang dilakukan Nol Sampah terfokus pada kegiatan konservasi,
diantaranya adalah rehabilitasi, pengawasan serta pelatihan terkait
mangrove. Nol Sampah juga menjadi salah satu narasumber pada saat
pembuatan kebijakan terkait kawasan konservasi Pamurbaya.
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)
Pokdarwis adalah kelompok bentukan Dinbudpar yang ditugaskan
membantu masyarakat dalam kegiatan ekowisata mangrove. Fokus utama
nya adalah pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan kegiatan
ekowisata. Pokdarwis adalah stakeholder berkategori bystander.

36

18.

19.

Pengelolaan yang dilakukan bersifat menunjang kegiatan ekowisata serta


ekonomi kreatif masyarakat setempat, seperti penyediaan sarana
prasarana berupa warung dan sentra seni budaya. Kegiatan Pokdarwis
yang berkaitan langsung dengan mangrove adalah rehabilitasi.
PT. Gunung Anyar Sentosa
Merupakan pengembang yang mendirikan Perumahan Medokan
Gardenia di wilayah Kelurahan Medokan Ayu.
PT. Apertis
Merupakan pengembang yang mendirikan Perumahan Green Semanggi
di wilayah Kelurahan Wonorejo. Perumahan ini adalah perumahan baru,
dan saat ini masih dalam proses penyelesaian.

Stakeholder Kecamatan Gunung Anyar


Kegiatan pengelolaan mangrove di wilayah ini dapat dikatakan cukup
tinggi. Hal tersebut dikarenakan kondisi mangrove masih baik, bahkan lebih baik
dari mangrove di wilayah Wonorejo. Berikut adalah kategori stakeholder di
wilayah Gunung Anyar, yang disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Matriks Stakeholder Kecamatan Gunung Anyar.


1.

2.

3.

Kecamatan Gunung Anyar (GA)


Kecamatan GA memiliki luas 9,71 km2 dengan jumlah penduduk 55.780
jiwa (Dispenduk Capil 2014). Kecamatan GA merupakan stakeholder
berkategori player. Kegiatan yang dilakukan adalah rehabilitasi,
pelatihan dan pengamanan mangrove, serta mendukung kegiatan wisata
mangrove masyarakat. Kecamatan GA juga menyediakan berbagai
sumberdaya, fasilitas, informasi, serta sarana prasarana.
Kelurahan Gunung Anyar Tambak (GAT)
Kelurahan GAT termasuk stakeholder kategori bystander. Kegiatan yang
dilakukan adalah pemantauan dan penjagaan mangrove.
Perusahaan Listrik Negara (PLN)
PLN adalah sebuah BUMN yang mengurusi seluruh aspek kelistrikan di
Indonesia. PLN Surabaya merupakan stakeholder berkategori actor.
Kegiatan yang dilakukan adalah rehabilitasi, pendidikan, serta pelatihan

37

4.

5.

6.

7.

8.

9.

terkait mangrove. Kegiatan PLN berada di wilayah Kelurahan GAT, dan


dalam melakukan kegiatannya bekerja sama dengan Kelompok Nyirih.
Kelompok Nyirih
Kelompok berlokasi di GAT dan diketuai oleh Bu Chusniyati. Kelompok
Nyirih termasuk stakeholder kategori actor. Kegiatan yang dilakukan
adalah mengolah mangrove untuk dijadikan sirup, jenang, dodol, dan
mie. Kegiatan lain yang dilakukan adalah rehabilitasi, pembibitan, dan
membersihkan sampah mangrove. Kelompok ini bekerja sama dengan
PLN Surabaya dalam menjaga kebersihan mangrove lewat program
Bank Sampah. Program ini menggantikan sampah dengan uang bagi
yang mau mengumpulkan sampah mangrove, sehingga membantu
meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari nelayan
setempat yang menjadi aktif mengumpulkan sampah mangrove sebagai
pekerjaan sampingan.
Kelompok Roh Kelem
Kelompok ini beranggotakan petambak di wilayah GAT, dan merupakan
stakeholder kategori bystander. Kegiatan mereka adalah pembibitan dan
rehabilitasi, khususnya mangrove di sekitar tambak. Hal tersebut
dilakukan karena mereka sadar manfaat mangrove sebagai filter air untuk
tambak, dan daunnya dapat menjadi pupuk tambak, selain itu mangrove
juga meningkatkan kepiting dan udang untuk penghasilan tambahan.
Kelompok Bintang Pamungkas
Kelompok ini termasuk stakeholder kategori actor yang berlokasi di
GAT, dan beranggotakan para nelayan. Kegiatan yang dilakukan adalah
rehabilitasi dan membantu menjaga mangrove setempat. Kelompok ini
juga aktif dalam kegiatan wisata mangrove untuk daerah GAT. Hal
tersebut merupakan pekerjaan sampingan mereka selain sebagai nelayan.
PT. Gosyen Jaya
PT. Gosyen Jaya mendirikan perumahan di daerah Gunung Anyar, yaitu
New Green Hill 1, New Green Hill 2, Philadelphia, dan Manhattan
PT. Guna Nusa
PT. Guna Nusa mendirikan perumahan di kawasan GA. Perumahan yang
dirikan adalah Alam Gunung Anyar dan Pesona Alam Gunung Anyar.
PT. Joyo Bekti Indah
Pengembang ini mendirikan bangunan berupa cluster yang terdiri dari
ruko-ruko. Lokasinya berada di daerah Gunung Anyar.
Sikap dan Persepsi Masyarakat

Penilaian sikap dan persepsi masyarakat Pamurbaya tentang keberadaan


mangrove dibagi berdasarkan lapangan pekerjaan masyarakat. Hal ini karena
peneliti menganggap tidak semua orang memandang mangrove merupakan hal
yang perlu, kecuali yang mengandalkan mangrove sebagai lahan pekerjaannya.
Wawancara dilakukan dengan 80 responden, yang terdiri dari 8 PNS, 8
nelayan, 8 petambak, 8 pelaku wisata, 6 pengelola ekonomi kreatif, 4
pengembang, 7 akademisi, dan 31 swasta (orang yang tidak berhubungan
langsung dengan mangrove). Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh hasil
mengenai sikap masyarakat yang tersaji pada Gambar 12 sampai Gambar 22.

38

Gambar 12. Sikap masyarakat Masyarakat mengerti mangrove.


Gambar 12 menunjukkan, 8,75% responden mengatakan tidak setuju.
Responden tersebut berasal dari anggota kelompok petambak Roh Kelem,
anggota kelompok ekowisata Wonorejo, serta pihak pengembang dan swasta.
Mereka menganggap masyarakat hanya sekedar tahu mangrove, tetapi tidak
mengetahui fungsi dan manfaatnya. Menurut mereka masyarakat yang mengerti
mangrove hanyalah yang memiliki kepentingan dengan mangrove saja. Hasil lain
menunjukkan bahwa ada 3,75% responden yang tidak tahu/ragu-ragu, dan sisanya
sebanyak 87,5% mengatakan bahwa masyarakat setempat mengerti mangrove.
Berdasarkan pengamatan peneliti, alasan yang dikemukakan oleh responden
yang tidak setuju tidak sepenuhnya benar, karena sebagian besar responden
mengetahui peran dan fungsi mangrove meskipun tidak secara detail. Hal tersebut
menunjukkan bahwa masih kurangnya kegiatan penyuluhan terkait mangrove.

Gambar 13. Sikap masyarakat Masyarakat menganggap mangrove penting.

39
Gambar 13 menunjukkan sebesar 85% responden membenarkan statement
diatas, sedangkan hasil lain menunjukkan 8,75% responden tidak setuju, dan
6,25% responden tidak tahu/ragu-ragu. Responden yang tidak setuju adalah
beberapa petambak Roh Kelem, pihak pengembang, dan swasta. Mereka
menganggap masyarakat cenderung acuh dengan mangrove
Menurut pandangan peneliti, masyarakat sudah merasakan manfaat
keberadaan mangrove, sehingga mereka mau menjaganya. Hal ini sangat baik
untuk mendukung kawasan konservasi Pamurbaya, karena mindset masyarakat
sudah menganggap mangrove sebagai sesuatu yang penting

Gambar 14. Sikap masyarakat Masyarakat setempat mau untuk mengenal dan
mengelola mangrove.
Berdasarkan Gambar 14, 93,75% responden setuju, 2,5% tidak tahu/raguragu, dan 3,75% tidak setuju. Responden yang tidak setuju adalah dari pihak
swasta dan UNAIR. Mereka beranggapan bahwa masyarakat mau mengelola
mangrove karena proyek rehabilitasi, dan sebagian besar masyarakat cenderung
tidak membantu menjaga mangrove. Hal tersebut dapat dibenarkan, karena hanya
sebagian kecil masyarakat yang benar-benar sadar akan pentingnya mangrove.
Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan penyuluhan lebih intensif terkait mangrove.

40

Gambar 15. Sikap masyarakat Mangrove Pamurbaya memiliki banyak manfaat.


Berdasarkan Gambar 15, 96,25% responden berpendapat mangrove
Pamurbaya memiliki manfaat, 2,5% tidak tahu/ragu-ragu, dan 1,25% tidak setuju.
Pihak tidak setuju adalah petambak Roh Kelem. Mereka menganggap mangrove
lebih bermanfaat jika dialih fungsikan sebagai tambak. Hal tersebut menunjukkan
bahwa responden tidak mengetahui peran dan fungsi mangrove.

Gambar 16. Sikap masyarakat Masyarakat memperoleh manfaat dari mangrove


Pamurbaya.
Hasil dari Gambar 16 adalah, sebesar 88,75% responden setuju dengan
statement diatas, 7,5% tidak tahu/ragu-ragu, dan 3,75% tidak setuju. Petambak
Roh Kelem adalah pihak yang tidak setuju. Mereka beranggapan tidak semua
masyarakat memperoleh manfaat dari mangrove. Peneliti menganggap alasan
yang dikemukakan tidak benar, karena seluruh masyarakat Surabaya khususnya

41
Pamurbaya, memperoleh manfaat dari mangrove Pamurbaya, baik manfaat secara
langsung (fungsi ekonomi) atau tidak langsung (fungsi fisik dan fungsi ekologi).

Gambar 17. Sikap masyarakat Masyarakat peduli dengan mangrove.


Berdasarkan Gambar 17, sebanyak 76,25% responden setuju dengan
statement yang ada, 16,25% tidak tahu/ragu-ragu, dan 7,5% tidak setuju.
Responden yang tidak setuju adalah pihak swasta dan pihak akademisi perwakilan
UPN. Mereka beranggapan hanya sekelompok kecil yang peduli, yaitu mereka
yang memperoleh manfaat langsung dari mangrove.
Berdasarkan pengamatan kondisi lapang, masyarakat setempat ada yang
peduli dan ada yang tidak peduli, tetapi masyarakat setempat saat ini telah
menunjukkan kepedulian terhadap mangrove yang lebih besar seiring makin
meningkatnya trend mangrove Pamurbaya setelah menjadi kawasan konservasi.
Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya antusias masyarakat serta stakeholder
setempat untuk mengadakan dan turut serta dalam kegiatan rehabilitasi.

Gambar 18. Sikap masyarakat Kondisi mangrove Pamurbaya rusak.

42
Berdasarkan Gambar 18, responden yang mengatakan kondisi mangrove
Pamurbaya rusak sebesar 21,25%, sedangkan yang tidak tahu/ragu-ragu sebesar
22,5%, dan yang tidak sependapat 56,25%. Responden yang sependapat
beranggapan bahwa mangrove Pamurbaya yang memiliki kondisi bagus adalah
wilayah Rungkut dan GA. Mereka mengatakan bahwa dulu kondisi mangrove
Pamurbaya bagus, sedangkan sekarang tidak. Alasan yang dikemukakan oleh
responden tersebut benar, menurut pengamatan lapang kondisi mangrove yang
masih bagus adalah wilayah Rungkut dan GA. Hal tersebut terjadi karena selama
ini pihak-pihak yang mengadakan rehabilitasi lebih sering berpusat dikedua
daerah ini, sehingga untuk wilayah Mulyorejo dan Sukolilo cenderung terabaikan.

Gambar 19.

Sikap masyarakat Kerusakan mangrove dapat memberikan efek


negatif pada masyarakat.

Gambar 19 menunjukkan, 92,5% responden sependapat dengan statement


diatas, dan 7,5% tidak sependapat. Responden yang tidak sependapat berasal dari
nelayan Bintang Pamungkas, petambak Roh Kelem, pihak swasta, dan Kecamatan
GA dan Kelurahan Keputih. Mereka beranggapan masyarakat yang memperoleh
efek negatif adalah yang bergantung kepada mangrove. Peneliti beranggapan
alasan tersebut tidak benar, karena jika melihat peran dan fungsi mangrove, maka
seluruh masyarakat akan mendapat efek negatif dari kerusakan mangrove.

43

Gambar 20.

Sikap masyarakat Mangrove berperan besar dalam peningkatan


kesejahteraan masyarakat.

Gambar 20 menunjukkan, sebesar 84% responden sependapat dengan


statement diatas, 13,75% tidak tahu/ragu-ragu, dan 6,25% tidak setuju. Responden
yang tidak setuju adalah dari pihak pengembang dan akademisi UPN. Menurut
mereka hanya orang-orang yang berhubungan langsung dengan mangrove yang
dapat meningkat kesejahteraannya.
Persepsi pada Gambar 20 ini dapat dikatakan bertolak belakang dengan
kaidah konservasi, karena pada prinsipnya tujuan pengelolaan konservasi bukan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Gambar 20 menunjukkan
sebagian besar responden setuju, sehingga diperlukan suatu penyuluhan terkait
kawasan konservasi mangrove, untuk mengubah mindset masyarakat.

Gambar 21. Sikap masyarakat Pengelolaan mangrove pemerintah sudah baik.

44
Berdasarkan Gambar 21, 67,5% responden setuju, 7,5% tidak tahu/raguragu, dan 25% tidak setuju. Responden tidak setuju berasal dari berbagai elemen,
baik dari swasta, nelayan, petambak, dan sebagainya. Mereka berpendapat bahwa
pengelolaan yang dilakukan pemerintah masih banyak campur tangan pihak lain,
selain itu menurut mereka masyarakat lebih berperan dalam pengelolaan
mangrove. Kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh pemerintah cenderung tidak
ada kelanjutannya, sehingga hanya menanam tanpa ada perawatan.
Peneliti beranggapan bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya benar, karena
langkah pemerintah dalam menetapkan kawasan mangrove Pamurbaya sebagai
kawasan konservasi, dianggap sebagai langkah kunci dalam meningkatkan
kelestarian mangrove Pamurbaya. Pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah
memang belum sepenuhnya baik, tetapi mereka terus berusaha untuk lebih baik.

Gambar 22. Sikap masyarakat Pengelolaan mangrove oleh pihak lain yang
berkepentingan sudah baik.
Gambar 22 menunjukkan, sebesar 66,25% responden mengatakan bahwa
stakeholder lain sudah mengelola mangrove dengan baik, 27,5% tidak tahu/raguragu, dan 6,25% tidak setuju. Responden yang tidak setuju berasal dari pihak
swasta, pengelola, petambak Trunojoyo, dan ITS. Mereka beranggapan bahwa
kegiatan yang dilakukan oleh stakeholder lain hanyalah untuk pencitraan saja,
selain itu dalam kegiatan rehabilitasi yang dilakukan juga tidak ada kelanjutannya.
Menurut pengamatan peneliti hal tersebut tidak sepenuhnya benar, karena
beberapa stakeholder dinilai telah melakukan pengelolaan cukup baik, meskipun
beberapa diantaranya dapat dikatakan sebagai pencitraan. Kegiatan rehabilitasi
yang mereka lakukan beberapa juga telah disertai perawatan dan pengawasan
yang rutin dilakukan.

45

Gambar 23. Sikap masyarakat Masyarakat mengelola mangrove dengan baik.


Berdasarkan Gambar 23, 93,75% responden sependapat dengan statement
diatas, 17,5% tidak tahu/ragu-ragu, dan 2,5% tidak setuju. Responden yang tidak
setuju berasal dari pihak swasta, petambak Roh Kelem, dan akademisi UNTAG.
Mereka berpendapat bahwa hanya beberapa masyarakat yang sudah baik dalam
pengelolaan. Menurut mereka sebagian besar masyarakat mau mengelola
mangrove berdasarkan pada proyek rehabilitasi. Masyarakat juga cenderung tidak
mengetahui teknik dan cara menanam mangrove.
Hal tersebut dapat dikatakan benar, karena berdasarkan kondisi lapang ada
banyak proyek rehabilitasi yang gagal. Penanaman yang dilakukan cenderung
hancur kembali oleh air pasang, karena tidak ada pengawasan dan perawatan.
Sampel yang digunakan untuk mengetahui persepsi masyarakat, sebagian
besar didominasi oleh pihak swasta yang berasal dari berbagai latar belakang
pekerjaan dan pendidikan. Persepsi mereka terkait mangrove, cenderung lebih
mengarah ke positif meskipun mereka tidak mengerti mangrove secara detail. Hal
tersebut dikarenakan, hal positif telah ditunjukkan setelah banyak kegiatan
rehabilitasi mangrove, misalnya di beberapa daerah Pamurbaya sudah tidak banjir.
Mereka juga menganggap apa yang disajikan dalam penyuluhan terkait mangrove
benar-benar terealisasi, sehingga meskipun pengetahuan mereka terhadap
mangrove minim, mereka sudah menyadari pentingnya mangrove.
Persepsi masyarakat diatas, menunjukkan bahwa masih kurangnya
pemahaman masyarakat terkait mangrove dan kawasan konservasi, selain itu
mindset masyarakat terkait mangrove, beberapa masih mengarah kedalam
persepsi bahwa mangrove dapat dieksploitasi guna meningkatkan kesejahteraan
hidup mereka. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan penyuluhan terkait mangrove
dan kawasan konservasi secara intensif kepada masyarakat.

46
Sistem Pengelolaan Mangrove Masyarakat Pamurbaya
Pengelolaan mangrove Pamurbaya yang dilakukan oleh masyarakat,
merupakan wujud kepedulian masyarakat yang muncul dari adanya pemanfaatan
mangrove. Menurut Sartini (2004), hal tersebut merupakan wujud kearifan lokal
masyarakat, karena bentuk kearifan lokal salah satunya dapat berupa konservasi
dan preservasi sumberdaya alam. Pengelolaan mangrove Pamurbaya dilakukan
oleh kelompok masyarakat seperti tersebut di atas. Mereka umumnya turut serta
dalam kegiatan rehabilitasi yang diadakan oleh pihak pemerintah atau swasta.
Pihak-pihak tersebut apabila ingin melakukan kegiatan rehabilitasi, mereka akan
menghubungi kelompok masyarakat yang ada. Mereka juga akan menggunakan
event organizer masyarakat setempat. Hal lain yang disediakan oleh kelompok
masyarakat tersebut adalah berupa benih mangrove serta perlengkapan yang
dibutuhkan dalam kegiatan penanaman, selain itu akan diberikan juga pelatihan
menanam mangrove. Mereka juga merekomendasikan lokasi untuk penanaman.
Sistem penanaman yang dilakukan masyarakat adalah berdasarkan pada
lokasi masing-masing kelompok tersebut berada, sehingga dapat dikatakan tiap
kelompok memiliki wilayah sendiri untuk rehabilitasi. Hal tersebut cukup baik
dalam pembagian kegiatan rehabilitasi, akan tetapi sering terjadi konflik antar
sesama kelompok yang mendiami wilayah sama. Mereka akan saling berebut
lahan garapan apabila ada pihak yang melakukan kegiatan di wilayah mereka.
Beberapa kelompok masyarakat memiliki peraturan tersendiri dalam hal
pengelolaan mangrove (kearifan lokal). Mereka adalah kelompok yang melakukan
kegiatan ekonomi kreatif mangrove. Umumnya dalam melakukan kegiatannya,
kelompok yang ada bekerja sama dengan pihak swasta, baik dalam hal pendanaan
atau dalam hal penyediaan sarana prasarana. Kegiatan lain yang dilakukan
masyarakat adalah melakukan pengawasan terhadap mangrove. Mereka akan
menangkap dan melaporkan kepada pihak berwajib apabila mendapati pelanggar
aturan yang berkaitan dengan mangrove.
Kearifan Lokal Masyarakat Pamurbaya
Fungsi kearifan lokal adalah membuat keseimbangan antara pemanfaatan
sumberdaya, budaya, dan alam (Affandy dan Wulandari 2012). Kearifan lokal
masyarakat Pamurbaya merupakan wujud bentuk pemanfaatan dan pengelolaan
mangrove yang ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Chaiphar et. al. (2013),
bahwa masyarakat yang berpartisipasi dalam kearifan lokal, berhubungan dengan
obat-obatan herbal, konservasi hutan, dan makanan yang diperoleh dari hutan.
Kearifan lokal lebih menekankan pada tempat dan lokalitas dari kearifan
tersebut, sehingga tidak selalu bersifat tradisional atau telah diwariskan dari
generasi ke generasi, karena dapat mencakup kearifan masa kini. Kearifan lokal
masyarakat Pamurbaya termasuk dalam jenis kearifan kini. Bentuk kearifan lokal
masyarakat Pamurbaya dibagi berdasarkan beberapa kelompok besar pengolah
mangrove. Kelompok tersebut telah menaungi beberapa kelompok kecil yang juga
mengolah mangrove. Pengelolaan yang mereka lakukan juga diterapkan oleh
kelompok dibawahnya. Berikut adalah kelompok besar tersebut :
a. Kelompok Tani Mangrove Wonorejo
Kelompok ini mengolah mangrove menjadi sirup, permen, dodol, jenang,
selai dan tepung. Kelompok ini mewajibkan anggotanya untuk menanam

47
5 bibit mangrove tiap sekali memetik buah mangrove. Setiap kali
memetik buah, aturan dari kelompok ini adalah tidak boleh mengambil
buah melebihi 30% dari total buah yang sudah masak dalam 1 pohon.
Hal tersebut bertujuan untuk menjaga kelestarian bibit mangrove yang
berasal dari alam. Kelompok ini juga mewajibkan untuk menanam 10
bibit mangrove bagi mereka yang tertarik untuk belajar membuat olahan
mangrove. Sangsi bagi anggota yang melanggar akan dikucilkan dari
kelompok dan tidak dipercaya lagi. Kelompok ini juga mendonasikan
2,5% keuntungan dari kegiatan ekonomi kreatif, yang digunakan untuk
pembibitan, penanaman, serta perawatan mangrove.
b. Kelompok Griya Karya Tiara Kusuma
Kelompok ini mengolah mangrove menjadi pewarna batik, sirup,
permen, dodol, jenang, tempe, sabun, dan kompos. Bahan dasar yang
digunakan tidak diambil dari mangrove Pamurbaya, bahan tersebut
diperoleh dari mangrove di kawasan Madura. Pengambilan bahan dasar
tersebut dilakukan dengan batasan tertentu, yaitu diambil sesuai
kebutuhan saja. Mereka beranggapan bahwa kondisi mangrove
Pamurbaya sudah rusak, sehingga mereka tidak mau memperparah
kerusakan dengan mengeksploitasinya. Keuntungan yang diperoleh dari
pengolahan mangrove yang dilakukan, didonasikan sebesar 2,5% untuk
pembibitan, penanaman, serta perawatan mangrove Pamurbaya. Sangsi
yang diberikan bagi anggota yang melanggar aturan adalah dikeluarkan
dari kelompok.
c. Kelompok Ekowisata
Kelompok ini menggunakan mangrove sebagai obyek utama dalam
kegatan wisata alam. Kegiatan wisata yang dilakukan, memasukkan
konsep edukasi mangrove kepada wisatawan yang datang. Kelompok ini
juga menjaga, mengawasi, dan mengontrol mangrove dari kegiatan yang
dapat merusak, selain itu kelompok ini juga memberikan pelatihan
penanaman mangrove bagi siapa saja yang mau belajar. Sangsi yang
diberikan bagi anggota yang melanggar aturan adalah ditegur dan dibina
kembali. Sangsi yang diberikan tergolong ringan, karena tujuan dari
pengelola adalah untuk mengubah mindset anggota terkait mangrove,
sehingga jika ada pelanggaran aturan, maka cukup dibina kembali.
Kegiatan pengelolaan yang tersebut diatas sangat mendukung untuk
kelestarian mangrove, sehingga dapat dikatakan mendukung kegiatan konservasi,
karena mereka juga turut serta menyelamatkan lingkungan dari kerusakan. Hal
tersebut selain dapat melestarikan lingkungan, juga memberi keuntungan sendiri
bagi mereka untuk keberlanjutan usahanya, karena secara tidak langsung
ketersediaan sumberdaya untuk keperluan kegiatan mereka akan selalu ada.
Kearifan lokal ini tidak sekedar sebagai acuan tingkah laku seseorang, tetapi
mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh keadaban, karena
kearifan lokal ini adalah suatu pengetahuan yang eksplisit dari periode panjang
yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal
yang sudah dialami bersama-sama dengan proses yang begitu panjang dan
melekat dalam masyarakat (Ridwan 2007).

48
Kearifan Lokal Prioritas
Kearifan lokal prioritas ditentukan berdasarkan ekonomi kreatif olahan
mangrove yang dilakukan masyarakat serta pengelolaannya. Kearifan lokal
tersebut akan dicari yang paling prioritas dengan pertimbangan tiga aspek, yaitu :
a. Aspek ekologi. Berhubungan dengan limbah yang dihasilkan serta efek
terhadap lingkungan dengan pemanfaatan sumberdaya tersebut apabila
dilakukan secara terus-menerus.
b. Aspek ekonomi. Berhubungan dengan besarnya nilai pendapatan yang
diterima oleh masyarakat yang melakukan kearifan lokal yang dimaksud,
serta cakupan pangsa pasarnya.
c. Aspek sosial. Berhubungan dengan besarnya jumlah tenaga kerja yang
mampu diserap dari melakukan kearifan lokal yang dimaksud, serta
prospek keberlanjutan dari usaha tersebut.
Kuesioner perbandingan disebarkan kepada orang yang dianggap ahli dan
mengerti tentang hal yang dibandingkan. Hasil yang diperoleh akan dilihat tingkat
Inconsistency Ratio (IR) dari jawaban masing-masing responden, agar dapat
diketahui apakah jawaban tersebut layak atau tidak untuk dijadikan sebagai acuan.
Hasil yang layak akan ditotal untuk menggabungkan nilai masing-masing
responden, dan kemudian dilihat mana yang menjadi prioritas. Responden
berjumlah 11 orang yang berasal dari dosen, masyarakat pengelola, dan dinas
terkait. Berdasarkan hasil analisis, jawaban yang layak dijadikan acuan ada 5, dan
dari 5 jawaban tersebut dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu pengelola (Pengelola
GAT dan ekowisata), dinas (Distan), dan perguruan tinggi (ITS dan UHT). Hasil
yang ditunjukkan merupakan rata-rata jumlah dari jawaban responden pada
masing-masing kategori. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil Perhitungan AHP Untuk Aspek Prioritas.
Faktor Penting
No
Responden Ahli
IR
Ekologi Sosial Ekonomi
1 Pengelola
0.137
0.396
0.06
0.467
2 Dinas
0.079
0.143
0.01
0.779
3 Perguruan Tinggi
0.146
0.104
0.04
0.749
Berdasarkan Tabel 14. aspek ekologi menjadi prioritas. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam kegiatan pengolahan mangrove, faktor ekologi
merupakan faktor yang harus diperhitungkan pertama kali. Hal tersebut
merupakan suatu pandangan yang mendukung tercapainya tujuan konservasi,
karena pengelolaan terhadap pemanfaatan mangrove sangat perlu dilakukan untuk
menjamin keberlanjutannya. Pengelolaan limbah hasil pemanfaatan mangrove
juga sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan, selain itu pengelolaan
terhadap pemanfaatan sumber daya juga berperan untuk mencegah pemanfaatan
berlebih. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Maedar (2008), potensi ekonomi
dari mangrove adalah hasil mangrove (kayu, buah, daun), perikanan muara
sepanjang pantai, dan ekoturisme. Kegiatan manusia yang sedemikian rupa akan
dapat merusak bahkan menghancurkan ekosistem mangrove. Aspek ekonomi
menjadi perhatian penting selanjutnya. Hal tersebut disebabkan karena
ketergantungan masyarakat pengelola untuk memenuhi kebutuhan hidup. Aspek

49
yang terakhir adalah aspek sosial. Aspek ini memiliki peran penting terkait
kelangsungan usaha ekonomi kreatif masyarakat untuk kedepan. Masing-masing
aspek saling berpengaruh, tetapi aspek ekologi adalah aspek kunci, apabila aspek
ini dilaksanakan dengan baik maka aspek ekonomi dan sosial akan terpenuhi juga.
Aspek diatas masing-masing memiliki nilai kearifan lokal prioritas yang
berbeda. Berdasarkan hasil analisis, kearifan lokal ekowisata, sirup, dan batik
adalah 3 kearifan lokal yang memiliki nilai tertinggi sebagai kearifan lokal
prioritas pada tiap responden, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15, Tabel 16,
Tabel 17, dan Tabel 18.
Tabel 15. Gabungan Nilai Kearifan Lokal Prioritas Aspek Ekologi.
Wisata Batik
Sirup
No
Responden Ahli
Nilai
Nilai
Nilai
1 Pengelola
0.092
0.167
0.316
2 Dinas
0.201
0.030
0.419
3 Perguruan Tinggi
0.098
0.120
0.232
Total
0.220
0.706
0.749

IR
0.08
0.07
0.06

Tabel 15 menunjukan penilaian berdasarkan analisis perhitungan aspek


ekologi. Kearifan lokal yang menjadi prioritas adalah ekowisata mangrove, yaitu
dengan nilai bobot total 74,9%. Ekowisata mangrove lebih disukai dalam aspek
ekologi jika dibandingkan dengan kearifan lokal yang lain, karena kegiatan yang
dilakukan dianggap telah berdasar pada azas konservasi. Kegiatan tersebut
meliputi rehabilitasi, penjagaan dan pengawasan mangrove, pelatihan penanaman
mangrove, serta pemberian wawasan mangrove kepada para wisatawan. Hal
tersebut dinilai dapat mengubah mindset masyarakat terkait mangrove, sehingga
mereka mau untuk turut serta dalam menjaga kelestarian mangrove.
Tabel 16. Gabungan Nilai Kearifan Lokal Prioritas Aspek Sosial.
Wisata Batik
Sirup
No
Responden Ahli
Nilai
Nilai
Nilai
1 Pengelola
0.12
0.199
0.325
2 Dinas
0.189
0.091
0.40
3 Perguruan Tinggi
0.08
0.060
0.371
Total
0.60
0.350
0.885

IR
0.10
0.13
0.04

Tabel 16 menunjukan penilaian berdasarkan analisis perhitungan aspek


sosial. Kearifan lokal yang menjadi prioritas masih tetap ekowisata mangrove,
dengan nilai bobot 88,5%. Kegiatan ekowisata mangrove disukai dalam aspek
sosial, karena dianggap mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja dibanding
kearifan lokal lain, selain itu kegiatan ini juga memiliki prospek keberlanjutan
usaha kedepan yang baik, karena didukung dengan status Pamurbaya sebagai
kawasan konservasi.

50
Tabel 17. Gabungan Nilai Kearifan Lokal Prioritas Aspek Ekonomi.
Wisata Batik
Sirup
No
Responden Ahli
Nilai
Nilai
Nilai
1 Pengelola
0.244
0.229
0.265
2 Dinas
0.181
0.162
0.384
3 Perguruan Tinggi
0.121
0.086
0.436
Total
0.734
0.513
0.861

IR
0.12
0.1
0.07

Tabel 17 menunjukan penilaian berdasarkan analisis perhitungan aspek


ekonomi. Kearifan lokal yang menjadi prioritas adalah ekowisata mangrove,
dengan nilai bobot total 86,1%. Ekowisata mangrove juga disukai dalam aspek
ekonomi, karena kegiatan ini dianggap dapat memberikan penghasilan yang lebih
besar jika dibandingkan dengan kearifan lokal lain. Hal ini dapat dilihat dari
kondisi lapang yang menunjukkan bahwa saat ini kegiatan ekowisata sedang
menjadi destinasi utama dalam kegiatan wisata oleh masyarakat Surabaya.
Tabel 18. Gabungan Nilai Kearifan Lokal Prioritas Keseluruhan Aspek.
Wisata Batik
Sirup
No
Responden Ahli
Nilai
Nilai
Nilai
1 Pengelola
0.145
0.202
0.292
2 Dinas
0.197
0.114
0.353
3 Perguruan Tinggi
0.097
0.117
0.246
Total
0.356
0.672
0.735

IR
0.09
0.06
0.05

Tabel 18 menunjukan penilaian berdasarkan analisis perhitungan dari


keseluruhan aspek, kearifan lokal yang menjadi prioritas yaitu ekowisata
mangrove, dengan nilai bobot total 73,5%. Hasil tersebut dinilai sesuai dengan
hasil yang didapat pada penilaian sebelumnya, karena kearifan lokal prioritas
yang didapat jika dinilai per aspek adalah ekowisata mangrove. Hasil analisis
selengkapnya untuk tiap-tiap responden dapat dilihat pada lampiran 11, yang
menyajikan hasil analisis yang diperoleh dengan menggunakan expert choice 9.0.
Hasil analisis diatas telah menunjukkan, bahwa ekowisata adalah kearifan
lokal prioritas dari semua aspek. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa
kegiatan ekowisata adalah yang paling mendukung status konservasi Pamurbaya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan (Yulianda 2007), bahwa kegiatan ekowisata
adalah suatu bentuk kegiatan wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi,
sehingga hasil ini dirasa cukup pantas.
Strategi Pengelolaan Ekowisata Mangrove Sebagai Kearifan Lokal Prioritas
di Wilayah Pamurbaya Dengan Analisis SWOT
Hasil AHP yang dilakukan sebelumnya, menunjukkan bahwa kegiatan
ekowisata mangrove adalah kearifan lokal berbasis ekonomi kreatif yang paling
prioritas di mata masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ekowisata
memberikan dampak yang besar bagi masyarakat sekitar, sehingga diperlukan
suatu analisis lanjutan terkait strategi pengelolaan untuk kegiatan ekowisata ini.
Menurut Dahuri et al. (2004), implementasi pembangunan ekowisata adalah

51
pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam serta mempertimbangkan segenap
aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspirasi masyarakat pengguna kawasan
pesisir. Banyaknya peran, fungsi, serta potensi dari kawasan pesisir, menuntut kita
untuk dapat mengolah dan memanfaatkannya dengan benar, agar dapat terus
berkelanjutan serta dapat dimanfaatkan oleh generasi penerus kita.
Strategi yang akan digunakan merupakan identifikasi dari kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman dari kegiatan ini. Berdasarkan hasil wawancara
dengan ketua ekowisata mangrove, didapatkan beberapa faktor internal (IFAS)
dan eksternal (EFAS) terkait kegiatan ekowisata. Berikut faktor-faktor tersebut.
1. Kekuatan (Strenght)
Terdapat 4 faktor yang menjadi kekuatan dalam berlangsungnya kegiatan
ekowisata mangrove, yaitu :
a. Status kawasan Pamurbaya sebagai wilayah konservasi
Wilayah Wonorejo merupakan lokasi berjalannya kegiatan ekowisata
mangrove. Wilayah tersebut merupakan daerah yang termasuk dalam
kawasan konservasi. Keputusan pemerintah terkait kawasan konservasi
tersebut sangat mendukung kegiatan ekowisata, karena kegiatan ekowisata
sangat bergantung pada kondisi alam, sehingga dengan status konservasi
akan meningkatkan kelestarian lingkungan sekitar, dan tentunya hal
tersebut akan menjadi nilai tambah bagi kegiatan ekowisata.
b. Kelembagaan yang solid serta kegiatan yang kreatif dan inovatif
Struktur organisasi yang terdapat dalam kegiatan ekowisata diatur dengan
baik dan selalu berusaha untuk menjaga kesatuan organisasi. Hal tersebut
menyebabkan terbentuknya suatu kelembagaan yang solid antar pekerja.
Para pekerja yang terlibat dalam kegiatan ekowisata juga dituntut untuk
selalu dapat meningkatkan kreatifitas dan inovasi yang mereka miliki
untuk dapat mengembangkan kegiatan yang sudah ada. Contoh kegiatan
yang telah berkembang adalah pembuatan sentra Pedagang Kaki Lima
(PKL) dan Mangrove Information Centre (MIC)
c. Kepercayaan dan dukungan masyarakat yang tinggi
Tujuan utama dalam kegiatan ekowisata ini adalah memberdayakan
masyarakat. Hal tersebut diharapkan dapat membuat masyarakat setempat
mau turut serta menjaga kelestarian mangrove. Pelibatan masyarakat
secara tidak langsung telah memberikan mata pencarian bagi mereka,
sehingga masyarakat menyambut dengan baik dan sangat mendukung
adanya kegiatan ini. Hal ini menjadi keuntungan bagi kegiatan ekowisata,
karena masyarakat akan menjaga agar kegiatan ini terus berjalan
d. Kerjasama dengan pihak pemerintah dan masyarakat.
Manfaat sosial yang diberikan oleh kegiatan ekowisata, didukung oleh
Pemkot Surabaya. Pemerintah menganggap kegiatan ekowisata sangat
perlu dipertahankan dan dikembangkan guna menekan angka
pengangguran dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar,
selain itu kegiatan ini menjadi nilai tambah Surabaya di mata wisatawan
lokal maupun asing sebagai destinasi wisata yang berbeda.
2. Kelemahan (Weakness)
Faktor yang menjadi kelemahan dalam kegiatan ekowisata ada 2 hal, yaitu :
a. SDM dengan intelektual rendah

52
Pemberdayaan masyarakat yang terdapat dalam kegiatan ekowisata,
utamanya adalah membidik masyarakat usia produktif yang menganggur.
Pekerja yang ada saat ini sebagian besar memiliki pendidikan yang rendah,
mulai yang tidak sekolah sampai paling tinggi adalah lulusan SMA. Hal
tersebut menyebabkan minimnya intelektual yang dimiliki, sehingga sulit
untuk memajukan kegiatan ekowisata ini sendiri, meskipun mereka
dituntut untuk terus mengembangkan ide yang kreatif dan inovatif.
b. Financial terkait berjalannya kegiatan ekowisata
Dana yang didapat oleh pihak ekowisata selama ini sepenuhnya berasal
dari pemasukan wisatawan yang datang dan pemasukan dari sentra PKL
disekitar lokasi. Hal tersebut menyebabkan timbulnya kendala terkait
operasional kegiatan, seperti gaji pegawai, biaya operasional perahu, dll.
Bantuan terkadang datang dari sponsor seperti Pertamina dalam
pembuatan sarana prasarana yang mendukung kegiatan ekowisata,
misalnya joging trek, papan peringatan, gazebo, dan menara pantau.
Bantuan tersebut sangat penting bagi pihak ekowisata, karena sangat
mendukung proses berjalannya kegiatan ekowisata
3. Peluang (Opportunities)
Beberapa faktor yang menjadi peluang untuk kegiatan ekowisata yaitu :
a. Lokasi wisata alam yang jumlahnya sedikit di Surabaya.
Lokasi wisata di Surabaya ada beraneka macam, akan tetapi wisata yang
menawarkan konsep alam sangat sedikit, selain ekowisata mangrove
sampai saat ini hanya Pantai Ria Kenjeran yang menawarkan hal tersebut.
Pantai Ria Kenjeran saat ini kurang mendapat perhatian, sehingga terkesan
kotor dan tidak terawat. Hal tersebut menyebabkan warga Surabaya
membutuhkan konsep wisata yang menawarkan keindahan alam yang
lebih baik, dan ekowisata mangrove adalah satu-satunya jawaban untuk
itu. Kondisi lokasi ekowisata yang jauh lebih baik dibandingkan Pantai
Ria Kenjeran, serta konsep wisata yang terbilang cukup baru,
menyebabkan wisatawan lokal beralih untuk mencobanya.
b. Animo dan antusias masyarakat terkait ekowisata.
Masyarakat yang sudah mencoba mengikuti kegiatan ekowisata mangrove,
memberikan respon yang cukup baik, selain itu mereka juga
merekomendasikan kepada kerabat untuk ikut mencoba kegiatan ini.
Masyarakat yang datang tidak hanya berasal dari Surabaya saja, bahkan
kegiatan ini sudah terdengar sampai ke luar negeri, hal ini dapat
dibuktikan dengan datangnya wisatawan asing yang berasal dari Jepang,
Thailand, Malaysia, dan Filiphina. Konsep pengenalan mangrove kepada
wisatawan yang datang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat
awam yang ingin mengerti mangrove. Besarnya animo dan antusias
masyarakat terhadap kegiatan ekowisata menjadikan ekowisata mangrove
sebagai ikon wisata baru Surabaya.
c. Lomba Surabaya tourism oleh Pemkot dan Ciputra.
Surabaya tourism merupakan even tahunan tentang lomba bertemakan
lingkungan yang diadakan oleh Pemkot dan Ciputra. Lomba ini akan
memberikan hadiah bagi lokasi wisata yang memiliki kondisi lingkungan
terbaik. Adanya even ini secara tidak langsung akan membuat masyarakat
mau untuk berbenah lingkungan, terutama di lokasi tempat tinggal mereka.

53
Kegiatan ini dirasa cukup positif bagi berjalannya kegiatan ekowisata,
karena lingkungan akan menjadi lebih lestari.
4. Ancaman (Threat)
Faktor yang menjadi ancaman kegiatan ekowisata, sebagian besar berasal
dari pihak swasta. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Mindset masyarakat dan pihak swasta terkait kelestarian mangrove
Penetapan status kawasan konservasi wilayah Pamurbaya tidak serta merta
merubah mindset masyarakat terkait mangrove. Masih ada masyarakat
yang menebang mangrove luput dari pengawasan. Beberapa pihak juga
masih beranggapan bahwa keberadaan mangrove itu tidak perlu, salah
satunya adalah pihak pengembang. Mereka beranggapan bahwa lahan
mangrove yang demikian luas akan lebih bernilai jika dilakukan kegiatan
properti. Beberapa petambak dan nelayan juga masih beranggapan bahwa
mangrove akan lebih bermanfaat jika dialih fungsikan sebagai tambak.
b. Kegiatan swasta yang tidak peduli dengan mangrove
Kegiatan yang dilakukan oleh swasta khususnya pengembang, dianggap
merupakan penyebab utama kerusakan mangrove. Kegiatan yang mereka
lakukan utamanya adalah mengkonversi lahan mangrove ke dalam
kegiatan properti. Menurut Bengen (2000), konversi lahan mangrove akan
dapat menyebabkan regenerasi stok ikan dan udang diperairan lepas pantai
yang memerlukan mangrove untuk nursery ground terancam, pencemaran
laut dan mangrove, pendangkalan perairan pantai, serta erosi pantai dan
intrusi garam. Kegiatan lain yang dianggap mengancam kelestarian
mangrove adalah limbah yang berasal dari industri dan pemukiman di
daerah hulu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Paharudin (2011), yang
mengatakan bahwa perubahan dan kerusakan lingkungan di wilayah hulu
turut memperburuk kondisi kawasan pantai, berbagai bentuk masukan
bahan padatan sedimen (erosi) dan bahan cemaran yang bersumber dari
industri maupun rumah tangga merupakan faktor penyebab pendangkalan
pantai dan kerusakan ekosistem mangrove. Kerusakan mangrove ini akan
memberikan dampak merugikan bagi kegiatan ekowisata mangrove.
c. Kegiatan serupa dari pemerintah tetapi lebih bersifat saingan bisnis
Kurangnya koordinasi antar stakeholder menyebabkan tumpang tindih
kegiatan. Salah satunya adalah kegiatan wisata mangrove oleh Distan yang
menyerupai kegiatan ekowisata masyarakat. Letaknya yang bersebelahan
dianggap sebagai saingan bisnis bagi pengelola ekowisata. Berdasarkan
pengamatan kondisi lapang, dalam prosesnya seolah tidak ada bentuk
koordinasi antara kedua belah pihak terkait kegiatan tersebut. Hal ini
sangat disayangkan, karena seharusnya jika terdapat koordinasi yang baik,
akan didapatkan suatu konsep wisata alam yang baik.
Analisis Tingkat Kepentingan, Bobot, dan Skor Faktor IFAS/EFAS Kegiatan
Ekowisata Mangrove
Langkah selanjutnya adalah menentukan tingkat kepentingan faktor diatas.
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh tingkat kepentingan masing-masing
faktor yang tersaji pada Tabel 19. Tingkat kepentingan tersebut merupakan rating
dari tiap-tiap faktor. Konversi tingkat kepentingan menjadi nilai rating dapat
dilihat pada Tabel 10 dan 11.

54
Tabel 19. Tingkat Kepentingan Faktor dalam Kegiatan Ekowisata Mangrove.
Simbol IFAS/EFAS
Faktor
Tingkat
Kepentingan
S1
Kekuatan
Kepercayaan dan dukungan Kekuatan yang besar
masyarakat yang tinggi
S2
Kekuatan
Kelembagaan yang solid serta Kekuatan yang besar
kegiatan yang kreatif dan
inovatif
S3
Kekuatan
Kerjasama
dengan
pihak Kekuatan sedang
pemerintah dan masyarakat
S4
Kekuatan
Status kawasan Pamurbaya Kekuatan yang sangat
sebagai wilayah konservasi
besar
W1
Kelemahan SDM dengan intelektual rendah Kelemahan
yang
sangat berarti
W2
Kelemahan Financial terkait berjalannya Kelemahan
yang
kegiatan ekowisata
sangat berarti
O1
Peluang
Lokasi wisata alam yang Peluang
tinggi,
jumlahnya sedikit di Surabaya
respon superior
O2
Peluang
Animo dan antusias masyarakat Peluang
tinggi,
terkait ekowisata
respon diatas rata-rata
O3
Peluang
Lomba Surabaya tourism oleh Peluang
tinggi,
Pemkot dan Ciputra
respon diatas rata-rata
T1
Ancaman
Mindset masyarakat dan pihak Ancaman besar
swasta
terkait
kelestarian
mangrove
T2
Ancaman
Kegiatan swasta yang tidak Ancaman sedang
peduli dengan mangrove
T3
Ancaman
Kegiatan serupa dari pemerintah Ancaman sedang
tetapi lebih bersifat saingan
bisnis
Langkah berikutnya adalah melakukan pembobotan masing-masing faktor.
Pembobotan dilakukan dengan membandingkan antar faktor dalam IFAS dan
EFAS. Bobot yang diperoleh dikalikan dengan rating untuk mendapatkan nilai
skor dari faktor-faktor tersebut. Berikut adalah nilai bobot, rating, dan skor dari
masing-masing faktor, yang tersaji pada Tabel 20. (IFAS) dan Tabel 21. (EFAS).
Tabel 20. Penentuan Nilai (bobot dan skor) IFAS.
Faktor S1 S2 S3 S4 W1 W2 Total
4
3
1
3
3
14
S1
1
3
1
3
3
11
S2
1
2
3
3
3
12
S3
1
1
2
3
1
8
S4
1
1
1
1
1
5
W1
4
1
1
1
3
10
W2
Total
60

Bobot Rating Skor


0,23
3
0,69
0,18
3
0,54
0,2
2
0,4
0,14
4
0,56
0,08
1
0,08
0,17
1
0,17
2,44
1

55
Tabel 21. Penentuan Nilai (bobot dan skor) EFAS.
Faktor O1 O2 O3 T1 T2 T3 Total Bobot Rating Skor
1
4
3
3
3
14
0,21
4
0,84
O1
4
3
3
3
1
14
0,21
3
0,63
O2
2
1
1
3
3
10
0,15
3
0,45
O3
1
3
3
4
3
14
0,21
2
0,42
T1
1
3
1
1
1
7
0,11
3
0,33
T2
1
1
1
1
3
7
0,11
3
0,33
T3
3
Total
66
1
Tabel 19 menunjukkan, faktor yang menjadi kekuatan terbesar kegiatan
ekowisata adalah status Pamurbaya sebagai kawasan konservasi (S4), sedangkan
faktor kekuatan paling rendah yang dianggap cukup berpengaruh adalah adanya
kerja sama dengan pemerintah dan masyarakat (S3). Faktor internal lain yang
memberikan pengaruh adalah faktor kelemahan. Faktor kelemahan yang ada
merupakan kelemahan yang sangat berarti, faktor tersebut adalah SDM dengan
intelektual rendah (W1) serta financial terkait berjalannya kegiatan ekowisata
(W2). Faktor eksternal menunjukkan, faktor yang merupakan peluang terbesar
bagi berjalannya kegiatan ekowisata mangrove adalah sedikitnya lokasi wisata
berbasis alam di Surabaya (O1), sedangkan faktor yang menjadi ancaman terbesar
adalah mindset masyarakat dan pihak swasta terkait kelestarian mangrove (T1).
Hasil analisis IFAS pada Tabel 20, diperoleh total skor IFAS sebesar 2,44.
Nilai tersebut berada dibawah rata-rata (2,50), sehingga berarti bahwa kekuatan
yang dimiliki untuk pengembangan ekowisata mangrove belum cukup kuat untuk
menanggulangi kelemahan yang dimiliki. Hasil lain yang disajikan pada Tabel 21,
menunjukkan total skor EFAS sebesar 3. Nilai tersebut berada diatas rata-rata
(2,50), sehingga berarti bahwa pengelola ekowisata mangrove mampu untuk
memanfaatkan peluang dan meminimalkan ancaman yang ada.
Alternatif Strategi
Perumusan strategi pengelolaan dilakukan menggunakan matriks SWOT.
Pada matriks tersebut akan dilakukan pencocokan dan kombinasi antara
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam kegiatan ekowisata mangrove
guna memaksimalkan IFAS dan EFAS yang ada. Berikut adalah matriks yang
diperoleh, disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Matriks Strategi Pengembangan Kegiatan Ekowisata Mangrove.
Internal Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
Eksternal
S1, S2, S3, S4
W1, W2
S1, S2, S3, O2
W2, O2, O3
Peluang (O)
S2, O1, O2
W1, O3
O1, O2, O3
S3, S4, O3
S1, S4, T1, T2
W1, T1
Ancaman (T)
S2, S3, T3
W2, T3
T1, T2, T3
Berdasarkan hasil analisis dalam matriks SWOT pada Tabel 22, terdapat
beberapa strategi yang diperoleh. Berikut adalah strategi-strategi tersebut :
1. Strategi S-O

56
a. S1, S2, S3, O1, O2 : Mengembangkan kegiatan seiring apresiasi
masyarakat yang tinggi melalui peningkatan kelembagaan dan kerja sama
dengan berbagai pihak.
b. S3, S4, O3 : Mendukung upaya konservasi oleh pemerintah dengan
melibatkan masyarakat untuk turut serta, dan melakukan kerja sama
dengan pemerintah.
2. Strategi W-O
a. W2, O2, O3 : Meningkatkan pemasukan dengan perbaikan lingkungan
untuk mengapresiasi tingginya minat masyarakat terhadap ekowisata.
b. W1, O3 : Pembekalan ilmu pengetahuan terhadap SDM melalui kerja
sama dengan pihak lain.
3. Strategi S-T
a. S1, S4, T1, T2 : Membantu menjaga kawasan konservasi mangrove dari
kegiatan yang merusak, dengan melibatkan masyarakat setempat.
b. S2, S3, T3 : Melakukan komunikasi dan kerja sama dengan pihak
pemerintah terkait kegiatan wisata mangrove.
4. Strategi W-T
a. WI, T1 : Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya mangrove.
b. W2, T3 : Melakukan kerja sama dengan pihak pemerintah, agar dapat
memperoleh keuntungan lebih maksimal.
Strategi tersebut selanjutnya dicari besar nilainya, dengan cara
menjumlahkan skor pada masing-masing faktor yang termasuk dalam strategi
tersebut, untuk kemudian dilakukan perangkingan guna mengetahui strategi mana
yang paling prioritas. Berikut pada Tabel 23 disajikan hasil nilai dan rangking
yang diperoleh pada masing-masing strategi.
Tabel 23. Nilai dan Rangking Strategi Alternatif Berdasarkan Matriks SWOT.
No
Strategi Alternatif
Unsur Faktor
Nilai Rangking
1 Mengembangkan
kegiatan S1 + S2 + S3 + O1 3,1
I
ekowisata
seiring
tingginya + O2
apresiasi masyarakat melalui
peningkatan kelembagaan dan
kerja sama dengan berbagai pihak
2 Mendukung upaya konservasi S3 + S4 + O3
1,41
III
pemerintah dengan melibatkan
masyarakat untuk turut serta, dan
melakukan kerja sama dengan
pemerintah
3 Meningkatkan pemasukan dengan W2 + O2 + O3
1,25
V
perbaikan
lingkungan
untuk
mengapresiasi tingginya minat
masyarakat terhadap kegiatan
ekowisata
4 Pembekalan ilmu pengetahuan W1 + O3
0,53
VI
terhadap SDM melalui kerja sama
dengan pihak lain

57
(Lanjutan Tabel 23)
No
Strategi Alternatif
5 Membantu menjaga kawasan
konservasi
mangrove
dari
kegiatan yang merusak, dengan
melibatkan masyarakat setempat
6 Melakukan komunikasi dan kerja
sama dengan pihak pemerintah
terkait kegiatan wisata mangrove
7 Meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat tentang
pentingnya mangrove
8 Melakukan kerja sama dengan
pihak pemerintah, agar dapat
memperoleh keuntungan lebih
maksimal

Unsur Faktor
S1 + S4 + T1 + T2

Nilai Rangking
2
II

S2 + S3 + T3

1,27

IV

WI + T1

0,5

VII

W2 + T3

0,5

VII

Berdasarkan Tabel 23, mengembangkan kegiatan ekowisata mangrove


melalui peningkatan kerja sama dengan berbagai pihak adalah alternatif strategi
yang memiliki nilai tertinggi (3,1). Hal ini menunjukkan bahwa strategi tersebut
adalah yang paling utama untuk dilakukan guna menjawab persoalan-persoalan
yang ada. Strategi lain yang tidak kalah penting yaitu mendukung kawasan
konservasi dengan turut serta menjaga kelestarian mangrove bersama masyarakat.
Strategi alternatif yang diperoleh, beberapa diantaranya memiliki pengertian
yang sama, sehingga jika diringkas diperoleh 2 strategi besar, yaitu :
1. Mengembangkan kegiatan ekowisata mangrove dengan meningkatkan
sistem kelembagaan serta kreatifitas dan inovasi pekerja ekowisata, selain
itu juga memperbanyak kerja sama dengan berbagai pihak terkait
berjalannya kegiatan ekowisata mangrove. Hal ini bertujuan untuk
merespon tingginya animo masyarakat, sehingga diperlukan suatu
kebaruan dan upaya-upaya yang dapat tetap menarik minat wisatawan,
selain itu dengan adanya kerja sama akan dapat menekan anggapan
tentang persaingan bisnis serta lebih memudahkan persoalan yang
dihadapi sekaligus mendukung kegiatan konservasi oleh pemerintah.
2. Mendukung upaya konservasi yang telah dilakukan pemerintah dengan
turut melindungi dan menjaga kelestarian mangrove Pamurbaya. Pelibatan
masyarakat dalam hal ini diperlukan, tentunya dengan memberikan
penyuluhan pada mereka terkait pentingnya mangrove, sehingga dapat
merubah mindset masyarakat tentang mangrove itu sendiri.
Kegiatan yang dilakukan oleh pengelola ekowisata mangrove sejauh ini
adalah melakukan rehabilitasi melalui kerja sama dengan berbagai pihak,
melakukan pengawasan mangrove, memberikan penyuluhan dan pelatihan
penanaman mangrove kepada pengunjung, serta terus berkreasi dan berinovasi
dengan didukung pihak sponsor. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa ada
beberapa hal yang harus dilakukan oleh pihak pengelola dalam pengembangan
kegiatan ekowisata, yaitu melakukan kerja sama dengan pihak pemerintah terkait
pelaksanaan kegiatan ekowisata, serta kerja sama dengan pihak sponsor guna
mengatasi persoalan financial. Kerja sama dengan stakeholder lain juga

58
diperlukan untuk mengubah mindset masyarakat tentang mangrove melalui
kegiatan penyuluhan, serta untuk meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan
dan pembekalan agar dapat memiliki ilmu dan intelektual yang lebih tinggi.
Konsep Pengelolaan Mangrove Berbasis Kearifan Lokal di Pamurbaya
Hasil menunjukkan, ekowisata merupakan kearifan lokal prioritas bagi
masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, memperluas kegiatan ekowisata merupakan
langkah yang tepat, mengingat saat ini kegiatan ekowisata hanya beroperasi
disekitar wilayah Wonorejo saja. Hal tersebut tentunya dapat memberikan
keuntungan tersendiri bagi masyarakat, karena akan ada lebih banyak tenaga kerja
yang terserap. Perluasan kegiatan ekowisata ini dirasa sangat tepat, karena
kegiatan-kegiatan yang dilakukan sangat mendukung status konservasi. Perluasan
ini tentunya harus didasarkan pada pertimbangan kesesuaian lahan untuk kegiatan
ekowisata, agar kegiatan dapat berjalan optimal.
Kegiatan ekowisata ini lebih mengandalkan faktor keindahan alam,
sehingga tidak ada jenis mangrove spesifik yang sangat dibutuhkan. Berbeda
dengan kegiatan ekonomi kreatif lain yang lebih menekankan mangrove tertentu
untuk menjalankan usahanya, misalnya sirup mangrove yang membutuhkan
mangrove jenis Sonneratia caseolaris, dan tepung mangrove yang membutuhkan
mangrove jenis Bruguiera gymnorrhiza. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai
acuan untuk melakukan rehabilitasi mangrove, dengan jenis mangrove yang
dibutuhkan untuk kegiatan ekonomi kreatif yang lain, mengingat pada saat ini di
wilayah Pamurbaya sedang gencar melakukan rehabilitasi mangrove. Hal ini
bertujuan untuk membantu ketersediaan bahan baku bagi pelaku usaha ekonomi
kreatif mangrove lainnya, sehingga dapat meningkatkan produksi mereka, selain
tentunya akan meningkatkan pamor kegiatan ekowisata itu sendiri. Peningkatan
bahan baku ini secara tidak langsung akan mendorong masyarakat lain untuk
melakukan kegiatan ekonomi kreatif juga, sehingga akan membuka lapangan
pekerjaan baru. Kegiatan rehabilitasi ini dilakukan dengan dasar pertimbangan
kesesuaian lahan dengan jenis mangrove yang akan ditanam, sehingga kegiatan
rehabilitasi dapat optimal. Penyesuaian dengan biota yang ada di Pamurbaya juga
harus dipertimbangkan dalam melakukan rehabilitasi, agar tidak merusak
keanakaragaman hayati di Pamurbaya.
Konsep pengelolaan mangrove ini hendaknya dikolaborasikan dengan
strategi pengelolaan ekowisata mangrove seperti yang telah disebutkan diatas.
Kerja sama dengan berbagai pihak serta perbaikan sistem pengelolaan sangat
dibutuhkan untuk mencapai kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Perhitungan daya dukung juga harus dilakukan untuk mendukung kelangsungan
kegiatan ekowisata itu sendiri.
Hubungan Implementasi Kebijakan Pemerintah dengan Kearifan Lokal
Penetapan kawasan konservasi merupakan langkah utama pemerintah dalam
pengelolaan mangrove Pamurbaya. Hal tersebut dapat dikatakan sangat
mendukung kegiatan serta pengelolaan mangrove oleh masyarakat. Hal lain yang
dilakukan pemerintah seperti pengawasan wilayah mangrove, pengelolaan limbah
oleh industri, pelatihan mangrove, pembatasan eksploitasi, pembentukan koperasi,

59
serta penindakan tegas bagi pelanggar adalah hal positif dari kebijakan pemerintah
yang diapresiasi oleh masyarakat.
Kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan mangrove Pamurbaya,
beberapa diantaranya melibatkan kelompok pengelola. Kegiatan tersebut yaitu
rehabilitasi serta menjadikan pengelola sebagai narasumber dalam kegiatan
pelatihan, pembinaan, dan seminar. Kegiatan rehabilitasi oleh pemerintah secara
tidak langsung meningkatkan nilai lingkungan, sehingga meningkatkan minat
masyarakat terkait mangrove, dan mereka akan datang menemui pengelola dari
pihak masyarakat untuk mengetahui informasi mangrove Pamurbaya. Hal lain
yang dilakukan pemerintah untuk masyarakat adalah sebagai fasilitator kegiatan
pengolahan mangrove oleh masyarakat, dan pelibatan masyarakat dalam beberapa
kegiatan pengelolaan mangrove yang mereka lakukan. Kegiatan tersebut adalah :
1. Mengajak masyarakat untuk memberikan masukan dalam penyusunan tata
ruang dan zonasi kawasan konservasi.
2. Melibatkan masyarakat dalam menjaga keamanan dan pengawasan
kegiatan-kegiatan yang ada di kawasan konservasi.
3. PNPM pariwisata.
4. Melibatkan masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi dan pembibitan.
5. Melibatkan masyarakat dalam kegiatan ekowisata mangrove pemerintah.
6. Menggunakan event organizer dari masyarakat setempat dalam berbagai
acara/kegiatan yang dilakukan pemerintah di daerah Pamurbaya.
Pemerintah berpendapat bahwa setiap kegiatan pemerintah dan kebijakan
yang dikeluarkan harus dikonsultasikan dan didiskusikan kepada masyarakat,
karena masyarakat adalah stakeholder utama dan lebih mengetahui kondisi
lapang, selain itu pemerintah juga membutuhkan dukungan masyarakat untuk
setiap kegiatan dan kebijakan yang dibuat. Menurut mereka hal tersebut perlu
untuk dilakukan agar kebijakan yang dibuat tidak malah merugikan masyarakat
sekaligus untuk mendengar keluh kesah mereka.
Berbicara tentang pengelolaan mangrove oleh masyarakat, hasil wawancara
menunjukkan bahwa sebagian besar pihak pemerintah terkait tidak mengetahui
bentuk pengelolaan oleh masyarakat. Mereka hanya mengetahui bentuk
pengolahannya. Pihak pemerintah yang mengetahui kegiatan pengelolaan yang
dilakukan masyarakat adalah Distan serta beberapa pihak Kecamatan dan
Kelurahan setempat. Menurut mereka pengelolaan mangrove oleh masyarakat
hanyalah sebatas turut serta dalam penanaman dan penjagaan mangrove, untuk
pengelolaan lebih spesifik mereka tidak tahu.
Pengelola dari pihak masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi kreatif
di wilayah Pamurbaya ada 3 kelompok besar, yaitu Tani Mangrove, Griya Karya
Tiara Kusuma, dan Ekowisata Mangrove. Berdasarkan hasil wawancara dengan
ke-empat kelompok tersebut, perhatian dan dukungan yang diberikan pemerintah
adalah berupa pemberian bantuan fasilitas dan sarana prasarana dalam kegiatan
operasional, pendampingan dan pembinaan dalam hal pemasaran, pemberian izin
usaha, pemberian penghargaan, serta pelibatan kelompok dalam acara Pemkot.
Dukungan tersebut menurut beberapa pengelola hanya bersifat sementara, makin
ke depan dukungan tersebut seolah-olah makin pudar, selain itu Pemkot juga
cenderung menutup mata jika terjadi konflik.
Kegiatan oleh pemerintah tidak sepenuhnya menguntungkan masyarakat.
Pemerintah oleh beberapa pengelola dianggap cenderung berpihak pada pengelola

60
lain, sehingga kerja sama yang dilakukan cenderung memihak kepada pengelola
yang dekat dengan pemerintah. Hal tersebut menimbulkan konflik baru baik antar
pengelola dengan pemerintah, maupun antar pengelola itu sendiri. Sama hal nya
dengan dukungan yang diberikan pemerintah, beberapa pengelola menganggap
pelibatan kelompok dalam kegiatan pemerintah juga bersifat sementara, bahkan
beberapa mengatakan belum dilibatkan dalam kegiatan pemerintah.
Persoalan lain timbul dari adanya kebijakan pemerintah terkait RTRW
Pamurbaya. Kebijakan tersebut menimbulkan konflik terkait kepemilikan lahan
dengan beberapa pihak termasuk masyarakat dan pengembang. Pemerintah
mengklaim bahwa tanah konservasi adalah milik Negara, semntara masyarakat
menganggap tanah milik mereka diambil oleh pemerintah tanpa adanya ganti rugi,
sedangkan pengembang menganggap bahwa mereka adalah pemilik tanah tersebut
karena telah membelinya. Nugroho (2012) mengatakan, hak kepemilikan Negara
sangat rentan menjadi akses terbuka yang tidak jelas kepemilikannya, sehingga
sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berhak. Masalah lain adalah
berkaitan dengan kegiatan ekowisata oleh pemerintah. Pengelola ekowisata dari
pihak masyarakat menganggap ini sebagai bentuk saingan bisnis yang dilakukan
oleh pemerintah, sehingga menurunkan nilai pendapatan yang diterima oleh
pelaku ekowisata tersebut. Hal demikian sangat disayangkan oleh masyarakat
karena tidak seharusnya terjadi.
Berdasarkan hal diatas, dapat dikatakan pemerintah kurang mendukung
kegiatan pengelolaan oleh masyarakat, karena sebagian besar dinas yang terlibat
dalam pengelolaan mangrove Pamurbaya tidak mengetahui pengelolaan mangrove
yang dilakukan masyarakat, padahal seharusnya sebagai pengelola dari pihak
pemerintah setidaknya mengetahui bentuk pengelolaan yang dilakukan oleh
masyarakat meskipun secara umum, bahkan pihak kecamatan dan kelurahan yang
berhubungan langsung dengan masyarakat setempat tidak mengetahui
pengelolaan yang dilakukan, selain itu pihak pemerintah juga tidak mengetahui
pengolahan mangrove masyarakat secara lengkap, mereka hanya mengenal sirup,
batik, dodol, tepung, dan ekowisata, padahal masih ada beberapa kegiatan
pengolahan lain.

61

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Kawasan lindung Pamurbaya memiliki luas lahan 264,87 Ha yang


didominasi oleh mangrove jenis Avicennia marina. Kegiatan di wilayah ini terdiri
dari wisata, perikanan, dan kegiatan ekonomi kreatif masyarakat. Upaya
pemerintah dalam mendukung kegiatan masyarakat tersebut adalah dengan
penetapan kawasan mangrove Pamurbaya sebagai wilayah konservasi. Tujuan
pemerintah adalah sebagai pemenuhan RTH Kota Surabaya sebesar 30%, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, dan
perlindungan Kota Surabaya.
Pengelolaan mangrove Pamurbaya dilakukan oleh beberapa pihak, yang
terdiri dari pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, dan swasta, dengan total 50
stakeholder Stakeholder utama dalam pengelolaan tersebut adalah masyarakat.
Pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai wujud kegiatan
ekonomi kreatif mereka dari mengolah mangrove. Kegiatan tersebut terdiri dari
pembuatan sirup, batik, olahan permen, selai, tepung, tempe, sabun, kompos, dan
ekowisata mangrove. Masing-masing kegiatan tersebut memiliki cara pengelolaan
sendiri atau yang disebut dengan kearifan lokal. Kearifan lokal masyarakat
Pamurbaya ini termasuk dalam kategori kearifan lokal masa kini. Kearifan lokal
yang menjadi prioritas bagi masyarakat adalah ekowisata mangrove. Kegiatan ini
dianggap paling ramah lingkungan serta menyerap banyak tenaga kerja, selain itu
prospek keberlanjutan usahanya cukup baik.
Pengelolaan yang dilakukan masyarakat disambut baik oleh pemerintah. Hal
tersebut dapat dilihat dari bentuk dukungan dan pelibatan masyarakat dalam
beberapa kegiatannya, akan tetapi masih ada beberapa hal yang dianggap kurang
oleh masyarakat, baik dalam pengelolaan maupun kegiatan.
Saran
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemkot Surabaya dinilai ampuh
dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang terdapat di Pamurbaya,
sehingga dapat dikatakan usaha dan kebijakan yang telah dilakukan dan
ditetapkan oleh pemerintah kota Surabaya sudah sangat baik dalam pengelolaan
Pamurbaya. Namun terdapat beberapa hal yang dinilai luput dari pandangan
pemerintah, sehingga terdapat beberapa saran berupa rekomendasi terkait
pengelolaan Pamurbaya yang dapat dilakukan. Rekomendasi yang dianjurkan
adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan kondisi serta tujuan pengelolaan di Pamurbaya, menunjukkan
bahwa kawasan ini disarankan untuk menjadi Kawasan Konservasi Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil dengan jenis Suaka Pesisir yang mengaju pada
PERMEN KP 17/2008.
2. Komitmen dari seluruh stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan
mangrove Pamurbaya sangat diperlukan. Bappeko selaku leader dalam
pengelolaan mangrove dari pihak pemerintah dapat dikatakan sudah
melaksanakan tugas dengan baik, akan tetapi Bappeko hendaknya

62
berkoordinasi lebih mendalam dengan Distan terkait stakeholder yang
terlibat langsung dengan mangrove Pamurbaya. Hal ini dikarenakan Distan
dianggap paling mengerti pengelolaan oleh stakeholder-stakeholder di
Pamurbaya, selain itu hampir seluruh kegiatan pengelolaan mangrove
Pamurbaya ada dibawah pengawasan Distan.
3. Sikap dan persepsi masyarakat terkait mangrove dapat dikatakan sudah
baik, akan tetapi masih ada sebagian kecil masyarakat Pamurbaya yang
masih belum mengerti dan tidak peduli dengan mangrove. Hal tersebut
perlu diperhatikan untuk meminimalkan ancaman terhadap mangrove,
sehingga diperlukan penyuluhan dan pelatihan terkait hal tersebut guna
mengubah mindset masyarakat terkait mangrove.
4. Pengelolaan mangrove yang dilakukan pemerintah dan swasta beberapa
dianggap masih kurang baik, sehingga perlu perbaikan mengenai hal
tersebut. Misalnya kebijakan pemerintah terkait kegiatan properti yang
sudah berjalan di Pamurbaya, disarankan untuk mengubah bangunan yang
ada menjadi bangunan dengan konsep ramah lingkungan, seperti
mendirikan bangunan dengan konsep green building. Hal lain terkait
pemberian project pengadaan bibit dan rehabilitasi pada suatu kelompok.
Disarankan jangan berdasarkan pada kedekatan personal dengan
pengelola, tetapi melalui seleksi tingginya frekuensi kegiatan yang
dilakukan kelompok dan mempertimbangkan tingkat keberhasilan dalam
pengadaan bibit dan penanaman mangrove, sehingga kelompok yang
diberi project oleh pemerintah adalah kelompok yang memiliki jam
terbang tinggi, jika perlu telah tersertifikasi. Hal ini secara tidak langsung
dapat mendorong kelompok yang ada untuk lebih bersungguh-sungguh
dalam melakukan rehabilitasi, tidak hanya sekedar project.
5. Pemerintah harus lebih peduli terhadap kegiatan yang dilakukan
masyarakat, termasuk mempertimbangkan hal tersebut dalam setiap
kegiatan dan kebijakan yang dibuat. Hal ini bertujuan agar diperoleh
keterpaduan antara keduanya dan bersifat menguntungkan.
Peneliti juga menyadari kekurangan dalam penelitian ini. Berbicara tentang
pengelolaan tidak cukup dengan memandang beberapa aspek saja. Aspek penting
yang belum terbahas secara detail dalam penelitian ini adalah tentang konflik serta
penyelesaiannya di kawasan Pamurbaya, sehingga dibutuhkan penelitian lebih
lanjut mengenai hal tersebut.

63

DAFTAR PUSTAKA
Abbas R. 2005. Mekanisme perencanaan partisipasi stakeholder Taman Nasional
Gunung Rinjani [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Adrianto L. 2004. Sinopsis pengenalan/konsep dan metodologi valuasi ekonomi
sumberdaya pesisir dan laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan
IPB. Bogor.
Affandy D, Wulandari P. 2012. An exploration local wisdom priority in public
budgeting process of local government. International Journal of Economics
and Research 3(5): 61-76.
Andersen JH, Schlter L, rtebjerg G. 2006. Coastal eutrophication : recent
developments in definition and implications for monitoring strategies.
Journal of plankton research, 28(7): 621-628.
Andriani J. 2002. Studi kualitatif mengenai alasan menyitir dokumen: Kasus pada
lima mahasiswa Program Pascasarjana IPB. Jurnal Perpustakaan Pertanian
11(2): 29-40.
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya. 2012. Profil keanekaragaman
hayati dan ekosistem Kota Surabaya tahun 2012. BLH Kota Surabaya.
Surabaya.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya. 2005. RTRL
Kota Surabaya tahun 2005-2015. Bappeko Kota Surabaya. Surabaya.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya. 2012. Dokumen
rencana tata ruang kawasan strategis (RTRKS) Kota Surabaya. BAPPEKO
Kota Surabaya. Surabaya.
Bayu A. 2009. Hutan mangrove sebagai salah satu sumber produk alam laut.
Jurnal Oseana, 34(2): 15-23
Bengen DG. 2000. Pedoman teknis pengenalan dan pengelolaan ekosistem
mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan LautanIPB. Bogor.
Bogdan RC, SK Biklen. 1982. Qualitative research for education. Allyn and
Bacon, Inc. USA.
Cahyandito, M. F., 2005, Corporate sustainability reporting A new approach for
stakeholder communication. Kessel Publisher. Remagen-Oberwinter.
Chaiphar W, Sakolnakorn TPN, Naipinit A. 2013. Local wisdom in the
environmental management of a community: Analysis of local knowledge
in Tha Pong Village, Thailand. Journal of Sustainable Development 6(8):
16-25.
Dahuri R. 1998. Kebutuhan riset untuk mendukung implementasi pengelolaan
sumberdaya pesisir dan lautan secara terpadu. Indonesian Journal of Coastal
and Marine Resource 1(2): 82-99
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman hayati laut : Aset pembangunan berkelanjutan
Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Dahuri R, J Rais, SP Ginting, MJ Sitepu. 2004. Pengelolaan sumberdaya wilayah
pesisir dan lautan secara terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
David. 2002. Analisis SWOT. Edisi ke-2 cetakan ke-3. Pustaka pelajar.
Yogyakarta.

64
Dewi IA, I Santoso. 2007. Aplikasi metode AHP (Analytical Hierarchy Process)
dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi mutu bakso ikan
kemasan. Jurnal Teknologi Pertanian 8(1): 19-25.
Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 2012. Kebijakan dan
tantangan pengelolaan kawasan konservasi perairan. Direktorat Kawasan
Konservasi dan Jenis-jenis Ikan.
Ghufran MH, K Kordi. 2012. Potensi, fungsi, dan pengelolaan ekosistem
mangrove. PT Rineka Cipta. Jakarta. Hal 16.
Herdiansyah G. 2012. Analisis stakeholder dalam pembangunan KPH di
Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Tropis, 13(1): 62-72.
Imran Z, M Yamao. 2014. Bagian kedua : Kontruksi peran Panglima Laot Lhok
menuju tata kelola kawasan konservasi daerah berbasis sosial-ekologi
sistem. Annals of tropical research 4: 36-62.
Inoue Y, O Hadiyati, HMA Affendi, KR Sudarma, IN Budiana. 1999. Sustainable
management models for mangrove forest. Japan International Cooperation
Agency. Hal. 46.
Indrayanti MD. 2012. Pengelolaan ekosistem mangrove di Teluk Blanakan,
Kabupaten Subang, Jawa Barat. Proposal Penelitian. Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Krausset KW, CE Lovelock, KL McKee, LL Hoffman, SML Ewe, P Sousa. 2008.
Environmental Ddrivers in Mangrove Establishment and Early
Development: A Review. Journal Aquatic Botany 89: 105127.
Kusmana C, Pradyatmika P, Husin YA, Shea G, Martindale D. 2000.
Mangrove litter-fall studies at the Ajkwa Estuary, Irian Jaya, Indonesia.
Indonesian Journal of Tropical Agriculture, 9(3): 39-47.
Kustanti A, Nugroho B, Darusman D, Kusmana C. 2012. Integrated
management of mangrove ecosystem in Lampung Mangrove Centre, East
Lampung, Regency Indonesia. Journal of Coastal Development, 15(2):
209-216.
Kusumastanto T, KA Aziz, M Boer, A Purbayanto, R Kurnia, G Yulianto, E
Eidman, Y Wahyudin, Y Vitner, A Solihin. 2004. Kebijakan pengelolaan
sumberdaya perikanan Indonesia. Kerja sama Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan dan Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan-IPB. Bogor.
Lasabuda R. 2013. Pembangunan wilayah pesisir dan lautan dalam perspektif
Negara kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Platax, 1(2):92-101.
Maedar F. 2008. Analisis ekonomi pengelolaan mangrove di Kecamatan
Merawang Kabupaten Bangka. Bangka.
Martinuzzi S, WA Gould, A Lugo, E Medina, 2009. Conversion and Recovery of
Puerto Rican Mangroves: 200 Years of Change. Journal Forest Ecology and
Management 257: 7584.
Mufid AS. 2010. Revitalisasi kearifan lokal dalam pemberdayaan masyarakat.
Jurnal Multikultural & Multireligius, 9(34): 83-92.
Mulyadi E, O Hendriyanto, N Fitriani. 2009. Konservasi hutan mangrove sebagai
ekowisata. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 1: 51-57.
Mungmachon MR. 2012. Knowledge and local wisdom: Community treasure.
International Journal of Humanities and Socal Science 2(13): 174-181.

65
Musianto LS. 2002. Perbedaan pendekatan kuantitatif dengan pendekatan
kualitatif dalam metode penelitian. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan
4(2): 123-136.
Nugroho B. 2012. Land rights of community forest plantation policy: Analysis
from an institutional perspective. Journal of Tropical Forest Management,
17(3): 111-118.
Odum EP. 1993. Dasar-dasar ekologi. Edisi ketiga. Gajah mada University Press.
Jogjakarta. Hal. 134-162.
Ostrom E. 2009 A general framework for analyzing sustainability of social
ecological systems. Science 325: 419422.
Paharudin. 2011. Aplikasi sistem informasi geografi untuk kajian kerentanan
Pantai Utara Jakarta [tesis]. Program Studi Ilmu Teknologi Kelautan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Paloma V, MG Ramirez, C Camacho. 2014. Well being and social justice among
Moroccan migrants in Southern Spain. Journal of Community Psychol 54:
111.
Rangkuti F. 1997. Analisis SWOT: Teknik membedah kasus bisnis reorientasi
konsep perencanaan strategis untuk menghadapi abad 21. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 200 hal.
Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT: Teknik membedah kasus bisnis. Gramedia.
Jakarta
Rahmat PS. 2009. Penelitian kualitatif. Jurnal Equilibrium, 5(9): 1-8.
Reed M, A Graves, N Dandy, H Posthumus, K Hubacek, J Morris, C Prell, CH
Quinn, LC Stringer. 2009. Whos and why? A typology of stakeholder
analysis methods for natural resource management. Journal of
Environmental Management, 90(2009): 1933-1949.
Republik Indonesia. 2007. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 tentang
rencana tata ruang wilayah Kota Surabaya. Peraturan Daerah Kota Surabaya
Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 27 tentang pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Undang-Undang Republik Indonesia.
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Nomor 17 tentang kawasan
konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Menteri Kelautan dan
Perikanan Republk Indonesia.
Ridwan NA. 2007. Landasan keilmuan kearifan lokal. Jurnal Studi Islam dan
Budaya, 5(1): 27-38.
Ruddle K. 2000. System of knowledge: Dialog, relationship, and process. Jurnal
Environment, Development, Sustainability, 2: 277-304.
Saaty TL. 1993. Decision making for leader: The analytical hierarchy process for
decision in complex World. Pittsburgh: prentice Hall Coy. Ltd.
Sanudin, Harianja AH. 2009. Kearifan lokal dalam pengelolaan hutan mangrove
di Desa Jaring Halus, Langkat, Sumatera Utara. Jurnal Sosial Ekonomi,
9(1): 37-45.
Sartini. 2004. Menggali kearifan lokal nusantara sebuah kajian filsafati. Jurnal
Filsafat, 37(2): 111-120.
Stanis S. 2005. Pengelolaan sumberdaya pesisir Dan laut melalui pemberdayaan
kearifan lokal di Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tenggara Timur [tesis].
Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP. Semarang.

66
Sulistiyowati H. 2009. Biodiversitas Mangrove di Cagar Alam Pulau Sempu.
Jurnal Sainstek, 8(1): 59-63.
Suporaharjo. 2005. Strategi dan praktek kolaborasi di dalam manajemen
kolaborasi memahami pluralisme untuk membangun konsensus. 2005.
Pustaka Latin. Bogor
Supriharyono, 2007. Konservasi ekosistem sumberdaya hayati di wilayah pesisir
dan laut tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Tambunan R, RH Harahap, Z Lubis. 2005. Pengelolaan hutan mangrove di
Kabupaten Asahan. Jurnal Studi Pembangunan, 1(1): 55-69.
Wagiran. 2010. Pengembangan model kearifan lokal di wilayah Provinsi DIY
dalam mendukung perwujudan visi pembangunan DIY menuju tahun 2025.
Penelitian Biro Administrasi Pembangunan. Yogyakarta.
Wagiran. 2012. Pengembangan karakter berbasis kearifan lokal hamemayu
hayuning bawana. Jurnal Pendidikan Karakter, 2(3): 329-339.
Wahyudin Y. 2004. Pengelolaan berbasis masyarakat (PBM). Makalah
Disampaikan Pada Pelatihan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu 15
September 2004 Bogor. Bogor.
Waryono T. 2000. Keanekaragaman hayati dan konservasi ekosistem mangrove.
Makalah Disampaikan Pada Diskusi Panel Biologi Konservasi FMIPA-UI
Tahun 2000. Depok.
Wei-dong H, Jin-ke Le, Xiu-Ling H, Ying-Ya C, Fu-Liang Y, Li-qiang X, Ning
Y. 2003. Shelfish and fish biodiversity of mangrove ecosystems in Leizhou
Peninsula, China. Journal of Coastal Development, 7(1): 21-29.
Wijaya NI. 2011. Pengelolaan zona pemanfaatan ekosistem mangrove melalui
optimasi pemanfaatan sumberdaya kepiting bakau (Scylla serrata) di Taman
Nasional Kutai Provinsi Kalimantan Timur [disertasi]. Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Yulianda F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya
pesisir berbasis konservasi. Makalah seminar sains pada Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

67

LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Untuk Mengetahui Sikap Masyarakat Terhadap
Mangrove Pamurbaya
Sikap Masyarakat Terhadap Keberadaan Mangrove Pamurbaya
No.
Daftar Pernyataan
STS TS
TT
S
1 Masyarakat mengerti mangrove
2 Masyarakat menganggap mangrove
penting
3 Masyarakat setempat mau untuk
mengenal dan mengelola mangrove
4 Mangrove Pamurbaya memiliki banyak
manfaat
5 Masyarakat memperoleh manfaat dari
mangrove Pamurbaya
6 Masyarakat peduli dengan mangrove
7 Kondisi mangrove Pamurbaya rusak
8 Kerusakan
mangrove
dapat
memberikan
efek
negatif
pada
masyarakat
9 Mangrove berperan besar dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat
Sikap Masyarakat Terhadap Pengelolaan Mangrove Pamurbaya
No.
Daftar Pernyataan
STS TS
TT
S
1 Pengelolaan mangrove oleh pemerintah
sudah baik
2 Pengelolaan mangrove oleh pihak lain
yang berkepentingan sudah baik
3 Masyarakat sudah mengelola mangrove
dengan baik
Keterangan : STS (Sangat Tidak Setuju)
TS (Tidak Setuju)
TT (Tidak Tahu / Ragu-ragu)
S (Setuju)
SS (Sangat Setuju)

SS

SS

68
Lampiran 2. Panduan Scoring untuk Mengetahui Tingkat Kepentingan
Stakeholder
1.

Apakah instansi bapak / ibu / saudara melakukan pengelolaan mangrove


Pamurbaya?
Skor 5 : Pertanian, perkebunan, pariwisata, kehutanan, kepentingan lain :
Skor 4 : Jika mempunyai tiga aspek kepentingan
Skor 3 : Jika mempunyai dua aspek kepentingan
Skor 2 : Jika mempunyai satu aspek kepentingan
Skor 1 : Tidak memiliki kepentingan

2.

Apakah instansi / lembaga bapak / ibu / saudara mendapatkan manfaat dari


melakukan pengelolaan mangrove Pamurbaya?
Skor 5 : Ekonomi, sosial, politik, kepercayaan publik, manfaat lain :
Skor 4 : Mendapat manfaat dari tiga sektor
Skor 3 : Mendapat manfaat dari dua sektor
Skor 2 : Mendapat manfaat dari salah satu sektor
Skor 1 : Tidak mendapatkan manfaat

3.

Sumber daya apa saja yang disediakan oleh instansi bapak / ibu / saudara?
Skor 5 : Sumberdaya manusia, dana, fasilitas, informasi
Skor 4 : Menyediakan tiga sumberdaya
Skor 3 : Menyediakan dua sumberdaya
Skor 2 : Menyediakan satu sumberdaya
Skor 1 : Tidak menyediakan sumberdaya apapun

4.

Jika dibandingkan dengan kegiatan instansi / lembaga bapak / ibu /


saudara yang lain, apakah mengelola kawasan mangrove Pamurbaya
menjadi prioritas?
Skor 5 : Sangat menjadi prioritas, jika seluruh kegiatannya hanya fokus
untuk pengelolaan mangrove Pamurbaya saja
Skor 4 : Prioritas, jika 61% - 80% dari kegiatannya untuk pengelolaan
mangrove Pamurbaya
Skor 3 : Cukup menjadi prioritas, jika 41% - 60% dari kegiatannya
untuk pengelolaan mangrove Pamurbaya
Skor 2 : Kurang menjadi prioritas, jika 21% - 40% kegiatannya untuk
pengelolaan mangrove Pamurbaya
Skor 1 : Tidak menjadi prioritas sama sekali, jika kurang dari 20% dari
seluruh kegiatannya yang digunakan untuk pengelolaan
mangrove Pamurbaya

5.

Apakah sepenuhnya kegiatan / penghasilan instansi / lembaga bapak / ibu


bergantung pada mangrove Pamurbaya?
Skor 5 : 81% - 100% bergantung
Skor 4 : 61% - 80% bergantung
Skor 3 : 41% - 60% bergantung
Skor 2 : 21% - 40% bergantung
Skor 1 : 0% - 20% bergantung

69
Lampiran 3. Panduan Scoring untuk Mengetahui Tingkat Pengaruh
Stakeholder
1.

Apakah instansi / lembaga bapak / ibu / saudara menetapkan /


melaksanakan aturan atau kebijakan dalam pengelolaan mangrove
Pamurbaya? Bagaimana pelaksanaannya?
Skor 5 : Menetapkan kebijakan, melaksanakan sesuai dengan tujuan dan
sasaran, mendapatkan manfaat
Skor 4 : Menetapkan kebijakan, melaksanakan sesuai tujuan dan sasaran
atau mendapatkan manfaat
Skor 3 : Melaksanakan kebijakan yang ditetapkan stakeholder lain.
Melaksanakan sesuai dengan tujuan dan sasaran, mendapatkan
manfaat
Skor 2 : Melaksanakan kebijakan yang ditetapkan stakeholder lain.
Melaksanakan sesuai dengan tujuan dan sasaran atau
mendapatkan manfaat
Skor 1 : Tidak melaksanakan apapun

2.

Bagaimana peran dan partisipasi instansi atau lembaga bapak / ibu /


saudara dalam perencanaan atau pengambilan keputusan dalam
pengelolaan wisata mangrove Pamurbaya?
Skor 5 : Sangat besar, memberikan kontribusi berupa dana, SDM, fasilitas
dan informasi dalam pelaksanaannya
Skor 4 : Besar, jika berkontribusi terhadap tiga poin
Skor 3 : Cukup besar, jika berkontribusi terhadap dua poin
Skor 2 : Kurang, jika berkontribusi terhadap salah satu poin
Skor 1 : Sangat kecil, tidak mempunyai kontribusi sama sekali

3.

Berapa besar kemampuan instansi / lembaga bapak / ibu / saudara dalam


berinteraksi dengan instansi / lembaga lain?
Skor 5 : Mengadakan forum untuk membahas rencana pengelolaan,
mengadakan kerjasama, saling mempengaruhi antara stakeholder
yang bekerjasama, mengubah arah pengelolaan
Skor 4 : Menyebutkan tiga
Skor 3 : Menyebutkan dua
Skor 2 : Menyebutkan salah satu
Skor 1 : Jika tidak melakukan apapun

4.

Apakah instansi / lembaga bapak / ibu / saudara memberikan pengaruh


terhadap instansi / lembaga lain dan terhadap pengelolaan mangrove
Pamurbaya pada umumnya?
Skor 5 : Jika pengelolaan di mangrove Pamurbaya hanya dapat berjalan
dengan kehadiran, arahan, pengawasan dan aturan instansi bapak /
ibu / saudara
Skor 4 : Jika menyebutkan tiga
Skor 3 : Jika menyebutkan dua
Skor 2 : Jika menyebutkan satu
Skor 1 : Tidak berpengaruh sama sekali

70
5.

Bagaimana kapasitas / kondisi sumberdaya yang disediakan ?


Keterangan :
SDM
: Jika penempatannya sesuai dengan bidang dan
keahliannya, jika diberikan pelatihan, ada reward and
punishment,
Dana
: Jika dapat menghasilkan dana mandiri, penggunaan sesuai
dengan tujuan, tidak mengalami defisit
Fasilitas
: Jika fasilitasnya lengkap, sesuai kebutuhan, terawat.
Informasi
: jika dapat menjadi sumber informasi bagi pihak lain,
informasi yang diberikan sesuai dengan bidang
pengelolaannya, informasinya akurat
Skor 5 : Sangat baik, jika menyebutkan lebih dari 10 poin tersebut di atas
Skor 4 : Baik, jika instansi menyebutkan 7 - 9 poin
Skor 3 : Cukup, jika menyebutkan 4 - 6 poin
Skor 2 : Kurang, jika menyebutkan 1 - 3 poin
Skor 1 : Jika tidak menyediakan sumberdaya apapun

71
Lampiran 4. Kuesioner untuk Orang-orang yang terlibat dalam Sampel
Pada AHP
Penelitian yang berjudul Pengelolaan Mangrove Berbasis Kearifan Lokal
dan Hubungannya dengan Kebijakan Pemerintah, bertujuan untuk melihat
bentuk-bentuk pengelolaan magrove yang dilakukan oleh masyarakat setempat,
dan bagaimana hubungannya dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
setempat.
Kearifan lokal yang digunakan dalam penelitian ini ada sembilan, yaitu :
1. Pembuatan sirup dengan bahan dasar buah mangrove jenis Sonneratia
caseolaris. Pengelolaan yang dilakukan agar mangrove terus lestari, yaitu
mendonasikan 2,5 % laba untuk perawatan dan penanaman mangrove,
menanam 5 bibit mangrove setiap petik buah, serta menanam 10 bibit
mangrove bagi masyarakat yang tertarik membuat sirup mangrove.
2. Pembuatan batik dengan pewarna yang berbahan dasar daun mangrove.
Pengelolaan yang dilakukan agar mangrove terus lestari, yaitu dengan
mendonasikan 2,5 % laba untuk perawatan dan penanaman mangrove,
serta menanam 10 bibit mangrove bagi masyarakat yang tertarik untuk
membuat batik mangrove.
3. Pembuatan olahan permen yang terdiri permen, dodol, dan jenang dengan
menggunakan bahan dasar buah mangrove jenis Sonneratia caseolaris
atau sisa sari dari pembuatan sirup mangrove. Pengelolaan yang dilakukan
agar mangrove terus lestari, yaitu mendonasikan 2,5 % laba untuk
perawatan dan penanaman mangrove, menanam 5 bibit mangrove setiap
petik buah, serta menanam 10 bibit mangrove bagi masyarakat yang
tertarik membuatnya, dan membersihkan sampah di daerah mangrove.
4. Pembuatan selai dengan bahan dasar buah mangrove jenis Sonneratia
caseolaris. Pengelolaan yang dilakukan agar mangrove terus lestari, yaitu
dengan mendonasikan 2,5 % laba untuk perawatan dan penanaman
mangrove, serta menanam 5 batang bibit mangrove tiap sekali petik buah.
5. Pembuatan tepung dengan menggunakan bahan dasar buah mangrove jenis
Bruguiera gymnorrhiza. Tepung mangrove ini dapat digunakan untuk
membuat mie, brownies, cendol, serta kerupuk. Pengelolaan yang
dilakukan agar mangrove terus lestari, yaitu dengan mendonasikan 2,5 %
laba untuk perawatan dan penanaman mangrove, menanam 5 batang bibit
mangrove setiap sekali petik buah, serta menanam 10 batang bibit
mangrove bagi masyarakat yang tertarik untuk membuat tepung mangrove.
6. Pembuatan tempe dengan menggunakan kedelai yang dibungkus daun
mangrove. Pengelolaan yang dilakukan agar mangrove lestari, yaitu
mendonasikan 2,5 % laba untuk perawatan dan penanaman mangrove,
serta menanam 10 bibit mangrove bagi masyarakat yang tertarik membuat.
7. Pembuatan sabun (sabun cuci dan sirvega) dengan bahan dasar ampas sisa
pengolahan mangrove. Pengrajin memanfaatkan ampas mangrove yang
merupakan limbah pembuatan makanan dan minuman berbahan dasar
mangrove. Limbah sisa pencucian daari sabun ini juga tidak berbahaya
bagi lingkungan karena terbuat dari bahan alami. 2,5 % laba dari kegiatan
ini didonasikan untuk perawatan dan penanaman mangrove.

72
8.

Pembuatan kompos dengan bahan dasar sisa-sisa ampas terakhir dari


pengolahan makanan dan minuman (mangrove) serta batik (mangrove),
sehingga menggunakan prinsip zero waste. 2,5 % laba dari kegiatan ini
didonasikan untuk perawatan dan penanaman mangrove.
9. Kegiatan ekowisata mangrove dengan memanfaatkan keberadaan dan
kondisi alam mangrove Pamurbaya. Pengelolaan yang dilakukan adalah
dengan menjaga, mengawasi, dan mengontrol mangrove dari kegiatan
yang dapat merusak mangrove, serta memberikan pendidikan dan
pelatihan pengelolaan mangrove.
Kearifan lokal yang tersebut diatas akan dicari yang paling prioritas, dengan
berdasarkan pada pertimbangan tiga aspek, yaitu :
1. Aspek ekologi. Berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya yang
digunakan sebagai bahan dasar dalam kearifan lokal yang dimaksud, serta
apakah pemanfaatan sumberdaya tersebut dapat mengancam kelestarian
mangrove yang ada. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan mangrove
tersebut juga akan diperhitungkan dampaknya bagi lingkungan.
2. Aspek ekonomi. Berhubungan dengan besarnya nilai pendapatan yang
diterima oleh masyarakat yang melakukan kearifan lokal yang dimaksud,
serta cakupan pangsa pasarnya.
3. Aspek sosial. Berhubungan dengan besarnya jumlah tenaga kerja yang
mampu diserap dari melakukan kearifan lokal yang dimaksud, serta
prospek keberlanjutan dari usaha tersebut.

Nilai 1
Nilai 3
Nilai 5
Nilai 7
Nilai 9
Nilai 2, 4, 6, 8

Panduan Penilaian
Kedua faktor sama pentingnya
Faktor yang satu sedikit lebih penting daripada faktor
yang lainnya
Faktor satu esensial atau lebih penting daripada faktor
Lainnya
Satu faktor jelas lebih penting daripada faktor lainya
Satu faktor mutlak lebih penting daripada faktor lainnya
Nilai-nilai antara, diantara dua nilai pertimbangan yang berdekatan.

Skala perbandingan antar aspek


1 Aspek Ekologi
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Aspek Sosial
2 Aspek Ekologi
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Aspek Ekonomi
3 Aspek Ekonomi
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Aspek Sosial

73

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Skala perbandingan kearifan lokal dari aspek ekologi, ekonomi, sosial


Batik mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Permen mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Selai mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tepung mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tempe mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sabun mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kompos
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ekowisata mangrove 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Permen mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Selai mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tepung mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tempe mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sabun mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kompos
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ekowisata mangrove 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Selai mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tepung mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tempe mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sabun mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kompos
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ekowisata mangrove 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tepung mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tempe mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sabun mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kompos
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ekowisata mangrove 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tempe mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sabun mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kompos
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ekowisata mangrove 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sabun mangrove
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kompos
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ekowisata mangrove 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kompos
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ekowisata mangrove 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sirup mangrove
Sirup mangrove
Sirup mangrove
Sirup mangrove
Sirup mangrove
Sirup mangrove
Sirup mangrove
Sirup mangrove
Batik mangrove
Batik mangrove
Batik mangrove
Batik mangrove
Batik mangrove
Batik mangrove
Batik mangrove
Permen mangrove
Permen mangrove
Permen mangrove
Permen mangrove
Permen mangrove
Permen mangrove
Selai mangrove
Selai mangrove
Selai mangrove
Selai mangrove
Selai mangrove
Tepung mangrove
Tepung mangrove
Tepung mangrove
Tepung mangrove
Tempe mangrove
Tempe mangrove
Tempe mangrove
Sabun mangrove
Sabun mangrove

74
Lampiran 5. Kuesioner untuk Masyarakat yang Terlibat dalam Pengelolaan
Mangrove Berbasis Kearifan Lokal Prioritas
Kekuatan :
A1 :
A2 :
A3 :
A4 :

Kelemahan :
: B1
: B2
: B3
: B4

Peluang :
C1 :
C2 :
C3 :
C4 :

Ancaman :
: D1
: D2
: D3
: D4

Penentuan Bobot
1 : Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal;
2 : Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal;
3 : Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal;
4 : Jika indikator horizontal sangat penting daripada indikator vertikal.
Penentuan Nilai (bobot) IFAS
A1
A2
A3
A1
A2
A3
A4
B1
B2
B3
B4
Penentuan Nilai (bobot) EFAS
C1
C2
C3
C1
C2
C3
C4
D1
D2
D3
D4

A4

B1

B2

B3

B4

C4

D1

D2

D3

D4

75
Penentuan Rating
Skala penilaian peringkat kekuatan untuk matriks Internal Factor Evaluation
(IFE)
1 = Kekuatan yang kecil
3 = Kekuatan yang besar
2 = Kekuatan sedang
4 = Kekuatan yang sangat besar
Skala penilaian rating faktor kelemahan, merupakan kebalikan dari faktor
strategis kekuatan
1 = Kelemahan yang sangat berarti
3 = Kelemahan yang tidak berarti
2 = Kelemahan yang cukup berarti
4 = Kelemahan yang tidak berarti
Pemberian nilai peringkat peluang untuk Eksternal Factor Evaluation (EFE)
untuk faktor peluang
1 = Peluang rendah, respon kurang
3 = Peluang tinggi, respon diatas
rata-rata
2 = Peluang sedang, respon rata-rata
4 = Peluang tinggi, respon superior
Pemberian nilai peringkat ancaman, merupakan kebalikan dari faktor peluang
1 = Ancaman sangat besar
3 = Ancaman sedang
2 = Ancaman besar
4 = Ancaman kecil
A1=
A2=
A3=
A4=

B1=
B2=
B3=
B4=

Hari/tanggal
Nama Responden
Pendidikan
Pekerjaan
Umur
Tanda tangan

:
:
:
:
:
:

C1=
C2=
C3=
C4=

D1=
D2=
D3=
D4=

76
Lampiran 6. Kuesioner untuk Mengetahui Sikap, Persepsi, dan Kebijakan
Pemerintah Terhadap Pengelolaan Mangrove Pamurbaya
(Hubungannya dengan Masyarakat)
1. Apakah anda mengetahui, bagaimana pengaruh mangrove Pamurbaya
terhadap masyarakat sekitar? Jelaskan!
2. Manfaat apa yang didapatkan oleh masyarakat dari pengelolaan kawasan
mangrove Pamurbaya oleh pemerintah? Jelaskan!
3. Bagaimana menurut pandangan anda, tentang kawasan mangrove sebagai
lahan yang dapat mensejahterahkan masyarakat? Jelaskan!
4. Apakah anda mengetahui kegiatan pengolahan dan pengelolaan mangrove
yang dilakukan masyarakat? Sebut dan Jelaskan! (Jika ya lanjut ke
pertanyaan 6-8, jika tidak langsung ke 9)
5. Bagaimana menurut anda pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat
tersebut? Jelaskan!
6. Apakah anda mendukung kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh
masyarakat?
7. Langkah apa yang anda tempuh untuk mendukung kegiatan pengelolaan
mangrove yang dilakukan oleh masyarakat? Sebut dan jelaskan!
8. Menurut anda, apakah keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan
mangrove itu perlu? Jelaskan sejauh apa dan bagaimana bentuk
keterlibatannya!
9. Dalam kegiatan apa saja masyarakat ikut dalam program pengelolaan
mangrove Pamurbaya oleh pemerintah? Jelaskan!
10. Kegiatan apa saja yang sudah instansi anda lakukan terkait pengelolaan
mangrove Pamurbaya? Sebutkan!
11. Apakah instansi anda telah melibatkan masyarakat dalam pengelolaan
mangrove yang instansi anda lakukan? Jelaskan!
12. Menurut anda, apakah setiap kebijakan pengelolaan mangrove harus
dikonsultasikan kepada masyarakat? Jika ya, jelaskan juga apakah hal
tersebut sudah dilakukan!
13. Apa tujuan anda terlibat dalam pengelolaan mangrove Pamurbaya?
Jelaskan korelasinya dengan kepentingan masyarakat!
14. Apakah ada kebijakan yang anda buat terkait dengan pengelolaan
mangrove Pamurbaya yang dilakukan oleh masyarakat? Jika ada, berapa
banyak kebijakan dan apa isinya!
15. Bagaimana perkembangan pengelolaan mangrove Pamurbaya yang
dilakukan oleh masyarakat dari tahun ke tahun (5 tahun terakhir)?
Jelaskan!

77
Lampiran 7. Kuesioner untuk Masyarakat yang Terlibat dalam Pengelolaan
Mangrove Berbasis Kearifan Lokal
1. Bagaimana mekanisme pengelolaan mangrove yang anda/kelompok anda
lakukan? Jelaskan!
2. Apa kendala yang anda/kelompok anda alami selama melakukan
pengelolaan mangrove di Pamurbaya ini?
3. Apakah ada perhatian, peran atau dukungan dari pemerintah terhadap
kegiatan anda/kelompok anda? Jika ya, dalam bentuk apa!
4. Apakah pemerintah mengetahui kegiatan yang anda/kelompok anda
lakukan? Jika ya, apa tindakan pemerintah!
5. Apakah dalam melakukan kegiatan ini, anda/kelompok anda meminta izin
kepada pemerintah? Jika ada, bagaimana mekanismenya!
6. Menurut anda, apakah kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan
pemerintah, memberikan pengaruh terhadap kegiatan pengelolaan yang
anda/kelompok anda lakukan? Jelaskan!
7. Apakah pemerintah melibatkan anda/kelompok anda dalam kegiatan
pengelolaan mangrove yang dilakukannya? Jelaskan!
8. Apakah pemerintah menyukai dan setuju dengan kegiatan yang
anda/kelompok anda lakukan? Jelaskan bagaimana pemerintah
mengapresiasinya!
9. Aspek apa yang paling menonjol dalam pengelolaan yang anda/kelompok
anda lakukan (sosial, ekonomi, ekologi)? Mana yang paling disenangi
pemerintah?

78
Lampiran 8. Data Jenis Mangrove Kawaasan Lindung Pamurbaya
No Nama Ilmiah
I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
II
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Mangrove Sejati
Acanthus ebracteatu
Acanthus ilicifolius
Acrostichum aureum Linn
Aegiceras floridum
Aegiceras corniculatum
Avicennia alba
Avicennia marina
Avicennia officinallis
Excoecaria agalocha
Rhizophora mucronata
Rhizipora apiculata
Sonneratia caseolaris
Sonneratia ovata
Sonneratia alba
Xylocarpus granatum
Bruguiera cylindrical
Bruguiera gymnorrhiza
Bruguiera parviflora
Scyphiphora hydrophyllacea
Mangrove Ikutan
Barringtonia asiatica (L.) Kurs
Calophyllum inophyllum L
Calotropis gigantea L. Dryander
Cerbera manghas L
Derris trifolia
Finlaysonia maritima
Hibiscus tiliaceus L
Ipomoea pes-caprae (L.) Sweet
Morinda citrifolia
Passiflora foetida (L.)
Ricinus communis Linn
Sesuvium portulacastrum (L.)
Terminalia catappa L
Wedelia biflora (L.) DC

Nama Lokal

GA

Jeruju putih
Jeruju hitam
Paku laut
Mangekasihan
Perepat tudung
Api-api
A. Daun lebar
Api-api putih
Buta-buta
Bakau hitam
Bakau minyak
Bogem merah
Bogem
Bogem
Niri
Tanjang putih
Tanjang merah
Tanjang

Persebaran
KPT WR

v
v
v

v
v
v

v
v
v
v

v
v
v
v

v
v
v
v
v
v

v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v

v
v
v

v
Keben
Nyampulng
Widuri
Bintaro
Tuba laut
Basang siap
Waru laut
Katang-katang, Tapak kuda
Mengkudu
Semangka kurung
Jarak kepyar
Krokot laut
Ketapang
Seruni laut

Sumber : Survei bersama tim keanekaragaman hayati (2012).

Keterangan:
GA
= Kelurahan Gunung Anyar
KPT = Kelurahan Kejawan Putih Tambak
WR = Kelurahan Wonorejo

v
v
v

v
v
v
v
v
v
v
v

v
v
v
v
v
v
v

v
v

v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v

79
Lokasi Sampling Mangrove

Keterangan : = Kelurahan Keputih (2 transek)


= Kelurahan Wonorejo (3 transek)
= Kelurahan Gunung Anyar Tambak (2 transek)

Lampiran 9. Data Keanekaragaman Hayati Kawasan Lindung Pamurbaya


Air
Nama Lokal
Kepiting 1
Kepiting fiddler crab
Kepiting grapsus latifrons
Kepiting hantu
Kepiting mud fiddler crab
Kepiting orange signaller
Kepiting purple fiddler
Kepiting redjointed fiddler crab
Kepiting soldier
Kepiting yellow fiddler
Kumang
Yuyu
Kepiting bakau
Kepiting green mud
Kepiting orange mud
Kepiting paddler
Mimi bulan
Mimi ranti
Rajungan biru

Nama Ilmiah
Crustacea
Episesarma lafondi (Hombron & Jacquinot, 1846)
Uca dussumieri (H. Milne-Edwards 1852)
Metopograpsus latifrons (White, 1847)
Ocypode ceratophthalmus (Pallas, 1772)
Uca pugnax (Smith, 1870)
Metaplax elegans (de Man, 1888)
Uca paradussumieri (Bott, 1973)
Uca minax (Le Conte, 1855)
Dotilla myctiroides (Edwards, 1852)
Uca forcipata (Adams & White, 1848)
Clibanarius amboinensis (De Man, 1888)
Parathelphusa convexa (De Man, 1879)
Scylla serrata (Forskal, 1775)
Scylla paramamosain
Scylla olivacea (Herbst, 1796)
Varuna yui (Hwang & Takeda, 1984)
Tachypleus gigas (Muller, 1785)
Carcinoscorpius rotundicauda (Latreille, 1802)
Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758)

Status

Keterangan

A
I
I
A
I
I
I
I
A
I
A
A
A
A
A
I
A
A
I

Seluruh Pamurbaya
G. Anyar, Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Rungkut
G. Anyar, Rungkut
G. Anyar
Seluruh Pamurbaya
G. Anyar, Rungkut
Rungkut
Rungkut
Rungkut
Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Rungkut
Rungkut
Sukolilo

81
Rajungan karang
Udang
Udang galah
Udang putih
Udang ronggeng
Udang tambak
Udang windu
Keong 1
Keong 2
Keong 3
Keong 4
Keong biasa
Keong cassidula
Keong freshwater
Keong giant african
Keong java turrid
Keong malaysian trumpet
Keong rare-spined murex
Keong red-mouth nerite
Keong spiky trumpet
Keong terompet
Keong 5
Keong mas
Keong sawah / Kreco

Charybdis feriatus (Linnaeus, 1758)


Metapenaeus sp.
Macrobrachium rosenbergii (De Man, 1879)
Penaeus indicus
Oratosquilla sp.
Penaeus spp.
Penaeus monodon (Fabricius, 1798)
Mollusca
Littoraria melanostoma (Gray, 1839)
Nerita lineata (Gmelin, 1791)
Onchidium griseum (Plate, 1893)
Strombus sp.
Indoplanorbis exustus (Deshayes, 1834)
Cassidula aurisfelis (Bruguiere, 1792)
Lymnaea rubiginosa (Bruguiere, 1789)
Achatina fulica (Walker, 2005)
Turricula javanica (Linnaeus, 1767)
Melanoides tuberculata (Muller, 1774)
Murex trapa (Rding, 1798)
Dostia violacea (Gmelin, 1791)
Thiara winteri (Busch, 1842)
Melanodes granifera (Lamarck, 1822)
Pila ampullacea (Linneaus, 1758)
Pomacea canaliculata (Lamarck, 1822)
Bellamya javanica (Von Dem Busch, 1844)

I
A
A
A
A

Sukolilo
Seluruh Pamurbaya
Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya

A
A
I
A
A
A
I
A
A
A
A
A
A
A
I
A

Seluruh Pamurbaya
G. Anyar, Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
G. Anyar, Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya

82
Keong teleskop
Keong ternate
Kerang batik
Kerang bulu 1
Kerang bulu 2
Kerang darah
Kerang hijau
Kerang nenek
Ular air pelangi
Ular air tambak
Ular bandotan tutul
Ular laut 2
Nyambik
Bekepek / genggehek
Blosoh
Buntal
Cucut
Ikan glodok
Ikan kapas-kapas
Bandeng
Bandeng lanang
Gurami
Ikan belut

Telescopium telescopium (Linnaeus, 1758)


Hemifusus ternatanus (Gmelin, 1791)
Ruditapes philippinarum (Adams & Reeve, 1850)
Anadara antiquata (Linnaeus, 1758)
Scapharca inaequivalvis (Bruguire, 1789)
Anadara granosa (Linnaeus, 1758)
Perna viridis (Linnaeus, 1758)
Natica tigrina (Rding, 1798)
Reptilia
Enhydris enhydris (Schneider, 1799)
Cerberus rynchops (Schneider, 1799)
Xenochrophis piscator (Schlegel, 1837)
Lapemis curtus (Shaw, 1802)
Varanus salvator (Laurenti, 1768)
Pisces
Mystacoleucus marginatus (Valenciennes, 1842)
Butis butis (Hamilton, 1822)
Tetraodon nigroviridis (Marion de Proc, 1822)
Zenarchopterus rasori (Popta, 1912)
Periophthalmus schlosseri (Pallas, 1770)
Gerres sp.
Chanos chanos (Forsskl, 1775)
Elops hawaiensis (Regan, 1909)
Osphronemus gouramy (Lacepede, 1801)
Macrognathus siamensis (Gnther, 1861)

A
A
I
A
A
A
A
A

Seluruh Pamurbaya
Rungkut
Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Rungkut
Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Rungkut

A
I
I
A
A

Sukolilo
Seluruh Pamurbaya
Sukolilo
Sukolilo, Rungkut
Seluruh Pamurbaya

A
A
A
A
A
A
A
A
A

Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya

83
Ikan lidah
Ikan manyung
Jendil
Kakap putih
Kerong-kerong
Ketang-ketang
Kurau
Layur
Lele
Lele dumbo
Montho / nilem
Mujaer
Nila
Patin
Payus
Peperek
Sembilang
Sepat
Sili
Tawes
Tigawaja
Ulo
Ubur-ubur bulan

Cynoglossus lingua (Hamilton, 1822)


Arius thalassinus (Rppell, 1837)
Pangasius micronemus (Bleeker, 1847)
Lates calcarifer (Bloch, 1790)
Terapon jarbua (Forsskl, 1775)
Scatophagus argus (Linnaeus, 1766)
Eleutheronema tetradactylum (Shaw, 1804)
Trichiurus lepturus (Linnaeus, 1758)
Clarias batrachus (Linnaeus, 1758)
Clarias gariepinus (Burchell, 1822)
Osteochilus hasselti
Oreochromis mossambicus (Peters, 1852)
Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758)
Pangasius spp.
Sillago sihama (Forsskl, 1775)
Leiognathus equulus (Forsskl, 1775)
Plotosidae sp.
Trichogaster trichopterus (Pallas, 1770)
Macrognathus aculeatus (Bloch, 1786)
Barbonymus gonionotus (Bleeker, 1850)
Otolithes ruber (Schneider & Bloch 1801)
Laides longibarbis (Fowler, 1934)
Scyphozoa
Aurelia aurita (Linnaeus, 1758)

Sumber : Survei bersama tim keanekaragaman hayati (2012).

A
A
A
A
A
I
I
A
A
A
I
I
A
A
I
A
A
I
A
I
A

Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya

Seluruh Pamurbaya

84
Keterangan :
Status
: (A) Asli bukan endemik; (I) Introduksi
Keterangan : Kecamatan ditekukannya spesies
Darat
Nama Lokal
Katak pohon
Kodok bangkong
Kodok besar
Kodok buduk
Kodok puru hutan
Katak hijau
Kodok sawah 1
Kodok sawah 2
Laba-laba 5
Berkik ekor kipas
Berkik rawa
Biru laut ekor blorok
Biru laut ekor hitam
Burung madu kelapa
Burung madu sriganti
Cabai jawa

Nama Ilmiah
Amphibia
Polypedates leucomystax (Gravenhorst, 1829)
Bufo asper (Gravenhort, 1829)
Kaloula baleata (Muller, 1836)
Bufo melanostictus (Schneider, 1799)
Bufo biporcatus (Gravenhorst, 1829)
Rana macrodon (Inger, 1958)
Fejervarya cancrivora (Gravenhorst, 1829)
Fejervarya limnocharis (Boie, 1835)
Arachinida
Nephila vitiana (Walckenaer, 1847)
Aves
Gallinago gallinago (Linnaeus, 1758)
Gallinago megala (Swinhoe,1861)
Limosa lapponica (Linnaeus, 1758)
Limosa limosa (Linnaeus, 1758)
Anthreptes malacensis (Scopoli, 1786)
Nectarinia jugularis (Linnaeus, 1766)
Dicaeum trochileum (Sparrman, 1789)

Famili

Status

Keterangan

Rhacophoridae
Bufonidae
Microhylidae
Bufonidae
Bufonidae
Ranidae
Ranidae
Ranidae

A
A
A
A
A
A
A
A

Sukolilo
Sukolilo
Sukolilo
Sukolilo
Sukolilo
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya

Nephilidae

Rungkut

Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Nectariniidae
Nectariniidae
Dicaeidae

A
A
A
A
A
A
A

Sukolilo, Rungkut
Sukolilo, Rungkut
Sukolilo, Rungkut
Sukolilo, Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya

85
Cabak kota
Caladi tilik
Cangak abu
Cangak besar
Cangak merah
Cekakak australia
Cekakak jawa
Cekakak suci
Cekakak sungai
Cerek jawa
Cerek kalung kecil
Cerek kernyut
Cerek pasir besar
Cerek pasir mongolia
Cerek tilil
Cikalang christmas
Dara laut
Dara laut biasa
Dara laut jambon
Dara laut jambul
Dara laut kecil
Dara laut kumis
Dara laut sayap putih
Dara laut tengkuk hitam
Dara laut tiram

Caprimulgus affinis (Horsfield, 1821)


Dendrocopos moluccensis (Gmelin, 1788)
Ardea cinerea (Linnaeus, 1758)
Ardea alba (Linnaeus, 1758)
Ardea purpurea (Linnaeus, 1766)
Halcyon sancta
Holcyon cyanoventris (Vieillot, 1818)
Todiramphus sanctus (Vigors & Horsfeld, 1827)
Todiramphus chloris (Boddaert, 1783)
Charadrius javanicus (Chasen, 1938)
Charadrius dubius (Scopoli, 1786)
Pluvialis fulva (Gmelin, 1789)
Charadrius leschenaultii (Lesson, 1826)
Charadrius mongolus (Pallas, 1776)
Charadrius alexandrinus (Linnaeus, 1758)
Fregata andrewsi (Mathews, 1914)
Sterna spp.
Sterna hirundo (Linnaeus, 1758)
Sterna dougallii (Montagu, 1813)
Sterna bergii (Lichtenstein, 1823)
Sterna albifrons (Pallas, 1764)
Chlidonias hybridus (Pallas, 1811)
Chlidonias leucopterus (Temminck, 1815)
Sterna sumatrana (Raffles, 1822)
Sterna nilotica (Gmelin, 1789)

Caprimulgidae
Picidae
Ardeidae
Ardeidae
Ardeidae
Halcyonidae
Halcyonidae
Halcyonidae
Halcyonidae
Charadriidae
Charadriidae
Charadriidae
Charadriidae
Charadriidae
Charadriidae
Sulidae
Sternidae
Sternidae
Sternidae
Sternidae
Sternidae
Sternidae
Sternidae
Sternidae
Sternidae

A
A
A
A
A
I
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A

Seluruh Pamurbaya
Sukolilo, Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Rungkut, Sukolilo
Sukolilo
Sukolilo, Rungkut
Rungkut, Sukolilo
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Sukolilo
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya

86
Gagang bayam belang
Gajahan besar
Gajahan kecil
Gajahan pengala
Itik benjut
Kedasi Australia
Kedidi besar
Kedidi golgol
Kedidi jari panjang
Kedidi leher merah
Kedidi merah
Kekep babi
Kipasan belang
Kirik-kirik biru
Kirik-kirik laut
Kirik-kirik senja
Pecuk padi hitam
Pecuk padi kecil
Raja udang biru
Raja udang erasia
Raja udang meninting
Tikusan alis putih
Tikusan kerdil
Tikusan merah
Tikusan seruling

Himantopus leucocephalus (Gould, 1837)


Numenius arquata (Linnaeus, 1758)
Numenius minutus (Gould,1841)
Numenius phaeopus (Linnaeus, 1758)
Anas gibberifrons (Muller, 1842)
Chrysococcyx basalis (Horsfield,1821)
Calidris tenuirostris (Horsfield, 1821)
Calidris ferruginea (Pontoppidan, 1763)
Calidris subminuta (Middendorff, 1853)
Calidris ruficollis (Pallas, 1776)
Calidris canutus (Linnaeus, 1758)
Artamus leucorynchus (Linnaeus, 1771)
Rhipidura javanica (Sparrman, 1788)
Merops viridis (Linnaeus, 1758)
Merops philippinus (Linnaeus, 1766)
Merops leschenaulti (Vieillot, 1817)
Phalacrocorax sulcirostris (Brandt, 1837)
Phalacrocorax niger (Vieillot, 1817)
Alcedo coerulescens (Vieillot, 1818)
Alcedo atthis (Linnaeus, 1758)
Alcedo meninting (Horsfield, 1821)
Porzana cinerea (Vieillot, 1819)
Porzana pusilla (Pallas, 1776)
Porzana fusca (Linnaeus, 1766)
Rallina fasciata (Raffles, 1822)

Recurvirostridae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Anatidae
Cuculidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Artamidae
Rhipiduridae
Meropidae
Meropidae
Meropidae
Phalacrocoracidae
Phalacrocoracidae
Alcedinidae
Alcedinidae
Alcedinidae
Rallidae
Rallidae
Rallidae
Rallidae

A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A

Seluruh Pamurbaya
Rungkut
Rungkut
Rungkut
G. Anyar, Rungkut
Rungkut
Rungkut
Rungkut
Rungkut
Rungkut
Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Rungkut
Sukolilo, Rungkut
Sukolilo, Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
G. Anyar, Rungkut
G. Anyar, Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Rungkut
Sukolilo, Rungkut
Sukolilo, Rungkut

87
Titihan australia
Trinil bedaran
Trinil ekor kelabu
Trinil kaki hijau
Trinil kaki merah
Trinil lumpur asia
Trinil nordmann
Trinil pantai
Trinil rawa
Trinil rumbai
Trinil semak
Bondol jawa
Bondol peking
Burung gereja
Cici merah
Cici padi
Cipoh kacat
Elang bondol
Elang laut perut putih
Elang tiram
Kancilan bakau
Kareo padi
Kicuit kerbau
Kokoan laut
Kowak malam kelabu

Tachybaptus novaehollandiae (Stephens,1826)


Tringa cinereus (Gldenstaedt, 1774)
Tringa brevipes (Vieillot, 1816)
Tringa nebularia (Gunnerus, 1767)
Tringa tetanus (Linnaeus, 1758)
Limnodromus semipalmatus (Blyth, 1848)
Tringa guttifer (Nordmann, 1835)
Tringa hypoleucos (Linnaeus, 1758)
Tringa stagnatilis (Bechstein, 1803)
Philomachus pugnax (Linnaeus, 1758)
Tringa glareola (Linnaeus, 1758)
Lonchura leucogastroides (Horsfield & Moore, 1856)
Lonchura punctulata (Linnaeus, 1758)
Passer montanus (Linnaeus, 1758)
Cisticola exilis (Vigors & Horsfield, 1827)
Cisticola juncidis (Rafinesque, 1810)
Aegithina tiphia (Linnaeus, 1758)
Haliastur indus (Boddaert, 1783)
Haliaeetus leucogaster (Gmelin, 1788)
Pandion haliaetus (Linnaeus, 1758)
Pachycephala grisola (Blyth, 1843)
Amaurornis phoenicurus (Pennant, 1789)
Motacilla flava (Linnaeus, 1758)
Butorides striatus (Linnaeus, 1758)
Nycticorax nycticorax (Linnaeus, 1758)

Podicipedidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Estrildidae
Estrildidae
Passeridae
Cisticolidae
Cisticolidae
Aegithinidae
Accipitridae
Accipitridae
Pandionidae
Pachycephalidae
Rallidae
Motacillidae
Ardeidae
Ardeidae

A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A

G. Anyar, Rungkut
G. Anyar, Rungkut
G. Anyar, Rungkut
G. Anyar, Rungkut
G. Anyar, Rungkut
Rungkut
Rungkut
Rungkut
G. Anyar, Rungkut
Rungkut
Sukolilo, Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Sukolilo, Rungkut
Seluruh Pamurbaya
Rungkut, Sukolilo
G. A, Rungkut
Rungkut
Rungkut
Rungkut
Sukolilo, Rungkut
Seluruh Pamurbaya

88
Kowak malam merah
Kuntul besar
Kuntul cina
Kuntul kecil
Kuntul kerbau
Kuntul perak
Mandar batu
Mandar bontot
Mandar padi sintar
Ular kadut

Nycticorax caledonicus (Gmelin, 1789)


Egretta alba
Egretta eulophotes (Swinhoe, 1860)
Egretta garzetta (Linnaeus, 1766)
Bubulcus ibis (Linnaeus, 1758)
Egretta intermedia (Wagler, 1829)
Gallinula chloropus (Linnaeus, 1758)
Gallicrex cinerea (Gmelin, 1789)
Gallirallus striatus (Linnaeus, 1766)
Reptilia
Homalopsis buccata (Linnaeus, 1766)

Sumber : Survei bersama tim keanekaragaman hayati (2012).

Keterangan :
Status
: (A) Asli bukan endemik; (I) Introduksi
Keterangan : Kecamatan ditekukannya spesies

Ardeidae
Ardeidae
Ardeidae
Ardeidae
Ardeidae
Ardeidae
Rallidae
Rallidae
Rallidae

A
A
A
A
A
A
A
A
A

Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Seluruh Pamurbaya
Sukolilo, Rungkut
Sukolilo, Rungkut
Sukolilo, Rungkut

Homalopsidae

Seluruh Pamurbaya

Lampiran 10. Nilai Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder Pamurbaya


Stakeholder Pemerintah
Nama Instansi
Dinas Pertanian
Badan Lingkungan Hidup
Dinas Pariwisata dan Budaya
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Badan Perencanaan Pembangunan Kota
Balai Konservasi Sumber Daya Alam
Balai DAS Brantas
PT. Yekape

Skor Kepentingan
17
8
12
14
17
11
11
5

Skor Pengaruh
20
9
11
20
21
9
13
5

Stakeholder Kecamatan Mulyorejo


Nama Instansi
Kecamatan Mulyorejo
Kelurahan Dukuh Sutorejo
Kelurahan Kalisari
Kelurahan Kejawen Putih Tambak
Universitas Airlangga
Peksia

Skor Kepentingan
12
12
12
12
15
16

Skor Pengaruh
13
8
8
8
15
7

Stakeholder Kecamatan Sukolilo


Nama Instansi
Kelurahan Keputih
Universitas Hang Tuah
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Pecuk
PT. Metropolis
PT. Kreatifitas Putra Mandiri
Astra

Skor Kepentingan
8
12
10
14
5
5
13

Skor Pengaruh
11
9
16
7
5
5
8

90
Stakeholder Kecamatan Rungkut
Nama Instansi
Kecamatan Rungkut
Kelurahan Wonorejo
Universitas Pembangunan Negara
Universitas Tujuh Belas Agustus
Pertamina
Coca Cola
Sampoerna
POS
LSM Nol Sampah
Kelompok Sadar Wisata
Kelompok Tani Mangrove Wonorejo
Kelompok Trunojoyo
Kelompok Nelayan Wonorejo
Kelompok Bintang Timur
Kelompok Ekowisata
Kelompok Griya Karya Tiara Kusuma
Forum Kemitraan Polisi Masyarakat
PT. Gunung Anyar Sentosa

Skor Kepentingan
19
12
11
9
13
9
12
11
11
10
16
14
11
17
20
14
12
5

Skor Pengaruh
17
11
14
8
6
6
12
7
15
6
15
6
6
9
15
15
12
5

Stakeholder Kecamatan Gunung Anyar


Nama Instansi
Kecamatan Gunung Anyar
Kelurahan Gunung Anyar Tambak
PLN
Kelompok Nyirih
Kelompok Roh Kelem
Kelompok Bintang Pamungkas
PT. Guna Nusa
PT. Gosyen Jaya

Skor Kepentingan
14
9
14
20
11
15
5
5

Skor Pengaruh
15
8
9
9
7
7
5
5

Lampiran 11. Hasil Analisis Pada Expert Choice 9.0


Analisis Aspek Prioritas
CHUSNIYA

DJOKO SUWONDO

Distan

ITS

92

UHT

93
Analisis Kearifan Lokal Prioritas dari Aspek Ekologi

CHUSNIYA

Distan

94

DJOKO SUWONDO

ITS

95

UHT

96
Analisis Kearifan Lokal Prioritas dari Aspek Sosial

CHUSNIYA

Distan

97

DJOKO SUWONDO

ITS

98

UHT

99
Analisis Kearifan Lokal Prioritas dari Aspek Ekonomi

CHUSNIYA

Distan

100

DJOKO SUWONDO

ITS

101

UHT

102
Analisis Kearifan Lokal Prioritas Secara Keseluruhan

CHUSNIYA

Distan

103

DJOKO SUWONDO

ITS

104

UHT

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal 26 Juni 1989 dari
ayah Muslimin Abdulrahim dan ibu Fatmawati. Penulis merupakan putra pertama
dari tiga bersaudara. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMU Muhammaduyah 2
Sidoarjo dan di tahun yang sama memasuki Universitas Airlangga (UNAIR), pada
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, dan lulus
pada tahun 2011. Penulis Berkesempatan melanjutkan pendidikan magister
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, Sekolah Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai