Anda di halaman 1dari 14

Tinjauan Teori

Fraktur Kompresi dan Herniasi Diskus Intervertebralis

Pengertian

Fraktur

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis,
yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan , dan krepitasi
(Doenges, 2002).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian
pergelangan kaki ( Muttaqin, 2008).

Herniasi Diskus Intervertebralis.


Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) adalah ketika nukleus pulposus
keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui
anulus fibrosis yang robek. HNP menrupakan suatu nyeri yang disebabkan
oleh proses patologik di kolumna vertebralis pada diskus intevertebralis.
(Muttaqin, 2008).
Herniasi diskus intervertebralis (prolaps diskus intervertebralis)
adalah suatu kondisi medis yang mempengaruhi tulang belakang yang
terjadi karena kerobekan pada lapisan terluar yaitu annulus fibrosus dari
diskus intervertebralis yang menyebebkan nucleus pulposus mendesak
keluar dari lapisan luar yang rusak. kerobekan pada cincin diskus ini dapat
menyebabkan pelepasan mediator inflamasi kimiawi yang secara langsung
dapat menyebabkan sakit parah, bahkan tanpa adanya kompresi akar saraf.
(Magee, 2014).

B. Anatomi Tulang Belakang


Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang
dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae.

Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut :

Cervicales (7).

Thoracicae (12).

Lumbales (5).

Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum).

Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu).

Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang
rawan.
Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang
dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus
invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan
ligamentum longitudinalis posterior.

Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus


ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi
gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar
kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate),
nucleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus
pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit
kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna
vertebralis.
Tulang belakang (Columna Vertebralis) adalah pilar yang kuat,
melengkung dan dapat bergerak yang menopang tengkorak, dinding, dan
ekstermitas atas, menyalurkan berat badan ke ekstremitas bawah, dan
melindungi medulla spinalis. Tulang belakang terdiri dari sejumlah
vertebra, yang dihubungkan oleh discus intevertebralis dan beberapa
ligamentum. Setiap vertebra terdiri dari tulang spongiosa yang terisi

dengan sumsum tulang merah dan dilapisi oleh selapis tipis tulang padat.
(Gibson, 2003).
Panjang columna vertebralis kurang lebih sama pada semua orang
pada tinggi rata-rata: 70 cm untuk laki-laki, 60 cm untuk wanita. Discus
intevertebralis membentuk sekitar sepertila dari total tinggi badan.
Vertebra menunjukkan perbedaan berdasarkan pola umum. Vertebra tipikal
menunjukkan:
a. Corpus: lempeng tulang yang tebal, agak melengkung dipermukaan
atas dan bawah
b. Arcus vertebra terdiri dari
1. Pediculus dibagian depan: bagian tulang yang berjalan ke arah
bawah dari corpus, dengan lekukan pada vertebra di dekatnya
membentuk foramen intevertebrale.
2. Lamina di bagian belakang: bagian tulang pipih berjalan ke arah
belakang dan ke dalam untuk bergabung dengan pasangan dari sisi
yang berlawanan.
3. Foramen vertebrale: lubang besar yang dibatasi oleh corpus di
bagian depan, pediculus dibagian samping, dan lamina di bagian
samping dan belakang.
4. Foramen intevertebrale: lubang pada samping, di antara dua
vertebra yang berdekatan, dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai.
5. Pocessus articularis superior dan inferior: membentuk persendian
dengan processus yang dama pada vertebra di atas dan di
bawahnya.
6. Pocessus transversus: bagian tulang yang menonjol ke lateral.

7. Spina: penonjolan yang mengarah ke belakang dan ke bawah.


8. Discus intervertebralis adalah cakram yang melekat pada
permukaan corpus dua vertebrae yang berdekatan; terdiri dari
anulus fibrosus, cincin jaringan fibrokartilaginosa pada bagian luar,
dan nucleus pulposus, zat semi-cair yang menganding sedikit serat
dan tertutup di dalam anulus fibrosus
Kolumna vertebralis terdiri dari serangkaian sendi di antara
korpus vertebrae yang berdekatan, sendi lengkung vertebra, sendi
kostovertebra, dan sendi sakroiliaka. Di antara dua korpus vertebra
yang berdekatan, mulai vertebra sevikalis II (C2) hingga vertebra
sakralis, terdapat diskus intevertebralis. Diskus ini terdiri dari dua
bagian utama yaitu nukleus pulposus dibagian tengah dan anulus
fibrosus yang mengelilinginya. Diskus dipisahkan dari tulang atas dan
tulang bawah oleh dua lempeng tulang rawan hialin yang tipis.
(Price&Wilson, 2006).
Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan.
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah
oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima
dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

Etiologi dari Herniasi Diskus Intervertebralis

HNP terjadi saat seluruh atau sebagian dari nukleus pulposus (an
intervertebral disks gelatinous center) keluar melalui diskus yang lemah
atau anulus fibrous yang terobek. Hasil dari tekanan yang diberikan pada
akar saraf tulang belakang atau pada ruas-ruas tulang belakangnya sendiri
yang menyebabkan adanya nyeri punggung dan gejala iritasi akar saraf.
Herniasi nukleus pulposus bisa dimungkinkan terjadi karena
berbagai macam mekanisme dan patofisiologi. Trauma jaringan meliputi
inflamasi dan spasme, berkontribusi dalam derajat rasa nyeri.
Perubahan otot-otot karena penuaan yag dapat mencetuskan timbulnya low
back pain termasuk adanya penurunan ukuran dan jumlah sel-sel otot dan
kapiler, diameter serabut-serabut otot yag berkurang dan masa otot yang
berkurang.
Beberapa hal juga berkontribusi timbulnya HNP (Hernia Nukleus
Pulposus) antara lain penyimpanan lemak yag bertambah, kehilangan
elastisitas jaringan dan bertambahnya kolagen.Penyakit diskus degeneratif
akibat dari fibrosis dan penipisan nucleus pulposus yang dihubungkan
dengan penuaan.

Patofisiologis
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh
karena perlukaan di kulit (Smelter dan Bare, 2002). Sewaktu tulang patah
perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan
sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang

tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan


mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan
akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner
dan Suddarth, 2002 ).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus
imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri,
iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri
dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito,
2007).

Regio lumbalis merupakan bagian yang tersering mengalami


herniasi nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang seiring
bertambahnya usia (dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut
usia Schwartz,1998). Selain itu, serat-serat menjadi lebih kasar dan
mengalami hialinisasi, yang ikut berperan menimbulkan perubahan yang
menyebabkan herniasi nukleus pulposus melalui anulus disertai penekanan
akar saraf spianalis. Umumnya herniasi paling besar kemungkinannya
terjadi di daerah kolumna vertebralis tempat terjadinya transisi dari
segmen yang lebih banyak bergerak ke yang kurang bergerak (hubungan
lumbosakral dan servikotorakalis).
Sebagian besar herniasi diskus terjadi di daerah lumbal diantar
ruang lumbal IV ke V (L4 ke L5) atau Lumbal ke V ke sacral pertama (L5
ke S1). Arah tersering herniasi bahan nucleus pulposus adalah
posterolateral. Karena akar saraf di daerah lumbal miring ke bawah
sewaktu keluar melalui foramen saraf, herniasi diskus antara L5 dan S1

lebih

mempengaruhi

akar

saraf

S1

daripada

L5

seperti

yang

diperhitungkan. Herniasi diskus antara L4 dan L5 menekan akar saraf L5.


Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan
perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran
fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
(Smelzter dan Bare, 2002).
F. Tes Diagnostik
a. Foto rontgen untuk identifikasi ruang antar vertebra menyempit.
Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalu
tindakan lumbal pungsi dan pemotrata dengan sinar tembus.

Apabila diketahiu adanya penyumbatan.hambatan kanalis spinalis


yang mungkin disebabkan HNP.
b. Elektroneuromiografi (ENMG) : Untuk menegetahui radiks mana
yang terkena / melihat adanya polineuropati.
c. CT-SCAN : Melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya
termasuk diskusi intervertebralis.
d. Pemeriksaan
Rontgen
:
fraktur/luasnyatrauma,
memperlihatkan

skan

fraktur

menentukan

tulang,
juga

lokasi/luasnya

temogram,

dapat

scan

digunakan

CT:
untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.


e. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
f. Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah
trauma.
g. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk
ginjal.
h. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi multiple.
G. Penatalaksanaan.
Fraktur
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang
harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi,
reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai
akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya.
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi
tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera

mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat


infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi
fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan (Mansjoer, 2002).
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang
diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan
memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada
bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut
dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik
ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia,
tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis
(Mansjoer, 2000).

Gambar 3 : Pemasangan OREF pada tibia dan fibula


Sumber : www.google.com
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang
diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona
trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk
menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary
treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment
berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan jaringan
lunak (Muttaqin, 2008).
4. Rehabilitasi
Mengembalikan

aktifitas

fungsional

semaksimal

mungkin

untuk

menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus


segera

dimulai

melakukan

latihan-latihan

untuk mempertahankan

kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).


Herniasi diskus intervertebralis

Terapi konservatif
a. Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa
hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk,
tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut tertentu. Tempat
tidur tidak boleh memakai pegas/per, dengan demikian tempat tidur harus
dari papan yang lurus dan ditutp dengan lembar busa tipis. Tirah baring
bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring
bergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Pada
HNP, klien memerlukan tirah baring dalam waktu yang lebih lama. Setelah
tirah baring, klien melakukan latihan atau dipasang korset untuk mencegah
terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.

Medikamentosa
Simptomatik

1. Analgesic (salisilat,parasetamol),
2. Kortikosteroid (prednisone,perdnisolon),
3. Anti-inflamasi non-steroid (AINS) aeperti piroksikan,
4. Antidepresan trisiklik (amitriptilin),
5. Obat penenang minor (diazepam, klordiasepoksid)
6. Kausal; Kolagenese

Fisioterapi

Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan


permukaaan yang lebih dalam ) untuk relaksasi otot dan mengurangi
lordosis.
Terapi Operatif
Terapi operatif dilakukan apabila dengan tindakan konservatif tidak
memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang, atau terjadi defisit
neurologis.
Rehabilitasi

Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula.

Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan


kegiatan sehari-hari (the activity of daily living).

Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran


kemih, dan sebagainya.

Pembedahan
Laminektomi dan fusi spinal adalah pembedahan kolumna
vertebral paling umum dilakukan pada orang dewasa. Ini dilakukan untuk
dekompresi medula spinalis atau saraf perifer, perbaikan vertebra tak
stabil, dan anomali vaskular spinal.
Laminektomi meliputi pengangkatan fragmen-fragmen diskus
intervertebralis terherniasi melalui insisi yang dibuat di atas vertebra yang
sakit. Untuk mencegah adesi, potongan kecil dari jaringan lemak subkutan
ditempatkan di atas dua meter yang dieksisi.
Pada fusi spinal, fragmen-fragmen tulang diambil dari krista iliaka
pasien yang digunakan untuk penanaman vertebra bersama-sama untuk
menghilangkan ketidakstabilan vertebra.

Anda mungkin juga menyukai