Anda di halaman 1dari 4

BIOGRAFI TOKOH

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Nama : Niken Titin Tisnawati


Kelas : XI IPA 1

SMA NEGERI 3 KOTA JAMBI


TAHUN AJARAN 2013/2014

Bacharuddin Jusuf Habibie

Bacharuddin Jusuf Habibie. Pria yang akrab disapa Rudy ini lahir di
Pare-pare, 25 Juni 1936. Beliau adalah anak keempat dari delapan
bersaudara dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini
Puspowardojo. Kedelapan bersaudara ini adalah : Titi Sri Sulaksmi, Satoto
Muhammad Duhri, Alwini Khalsum, Bacharuddin Jusuf Habibie, Jusuf Effendy,
Sri Rejeki, Sri Rahayu, dan Suyatim Abdurrahman.
Habibie di masa kecilnya tidak terlalu istimewa. Beliau termasuk anak
yang senang membaca buku. Cita-citanya sejak kecil adalah menjadi
seorang insinyur.
Pada tanggal 3 September 1950, ayah Habibie, Alwi Abdul Djalil
Habibie wafat. Tidak berapa lama kepergian sang ayah, beliau pindah ke
bandung untuk menyambung sekolah. Dari sekolah HBS (Hugere Burger
School) di Pare-pare, beliau
melanjutkan sekolah
ke Gouvernments
Middlebare School (sekarang SMP N 5 Bandung) lalu ia melanjutkan sekolah
ke SMAK di Dago. Beliau melanjutkan kuliah di ITB (Institut Teknologi
Bandung).
B.J. Habibie hanya 6 bulan menjadi mahasiswa di ITB. Beliau
melanjutkan kuliahnya ke Jerman, menjadi mahasiswa di Universitas
Technische Hochschule di Aachen. Beliau memilih jurusan yang banyak
menerapkan ilmu fisika yaitu Aeronautika atau bidang konstruksi pesawat
terbang. Beliau kuliah tidak dibiayai oleh Pemerintah tetapi dengan biaya
sendiri. Karena pada tahun itu, beasiswa untuk bidang Aeronautika di Jerman
sudah tertutup, tahun depan baru di buka lagi. Namun, beliau tetap
bersikeras kuliah di Jerman bidang Aeronautika tahun itu. Sehingga beliau
harus kuliah dengan biaya sendiri, namanya mahasiswa sistem delegasi,
artinya pemerintah hanya memberi kemudahan dan legalitas kepada
mahasiswa untuk membeli valuta asing sebagai biaya selama kuliah di
Jerman.
Walaupun beliau sangat menekuni pendidikannya di Jerman, beliau tak
lupa melibatkan diri dalam kegiatan sosial kemahasiswaan. Beliau pulalah
yang menggagas seminar pembangunan di Jerman. Karena sibuk
mengorganisir seminar tersebut, beliau terserang penyakit semacam
influensa yang virusnya masuk ke Jantung hingga kondisinya kritis, bahkan
tiada lagi harapan hidup untuknya. Namun, berkat tekadnya yang suci dan

rahmat Tuhan Yang Maha Esa, beliau berhasil melalui masa kritisnya. Dalam
pembaringannya, beliau menulis sebuah sajak untuk Ibu Pertiwi. Sajak ini
telah menjadi pernyataan dan sumpah janjinya untuk menyerahkan jiwa
raganya bagi bangsa dan rakyat Indonesia.
Pada tahun 1960, beliau berhasil meraih gelar Insinyur dengan nilai
rata-rata 9,5 dan predikat Cumlaude. Saat liburannya ke Indonesia, beliau
melaksanakan semua keinginannya, termasuk berziarah ke makam ayahnya
di Ujungpandang dan berkunjung ke rumah keluarga Mohammad Besari,
Ayahanda dari Hasri Ainun Besari. Habibie dan Ainun yang dulunya adalah
teman seangkatan di SMA kembali dipertemukan. Begitulah pertemuan
kembali 2 insan yang telah memekarkan perasaan cinta yang lama
terpendam. Habibie meminang Ainun pada tanggal 12 mei 1962. Setelah
menikah Ainun diboyong ke Jerman dan melepaskan profesinya sebagai
dokter. Di Jerman, mereka dikaruniai 2 orang putra yaitu Ilham Akbar Habibie
dan Thareq Kemal Habibie.
Tahun 1965, Habibie dinyatakan lulus meraih gelar Doktor Ingenieur
dengan nilai rata-rata 10 dan dengan predikat Sher Gut atau Summa
Cumlaude atau sangat baik. Setelah tamat,
beliau bekerja di MBB
(Messerschmitt Bolkow Blohm). Dari kegiatannya sebagai ilmuwan, beliau
menghasilkan rumusan-rumusan asli di bidang termodinamika, konstruksi,
aerodinamika, dan keretakan. Hasil penemuan beliau mengenai Crack
Propagation atau retakan dalam struktur pesawat inilah yang menjadi dasar
reputasi Habibie dalam lingkungan dunia ilmu dirgantara, karena penemuan
inilah Habibie dijuluki Mr. Crack.
Pada tanggal 26 Januari 1974, beliau kembali ke Indonesia. Di
Indonesia beliau dipercayai Presiden Soeharto untuk merintis IPTI (Industri
pesawat terbang Indonesia). Dengan semangat dan tekad yang kuat, beliau
berselancar ke negri orang untuk merangkul industri-industri
pesawat
terbang lainnya untuk bekerja sama dalam pembuatan kereta terbang.
Dalam perjalanannya, beliau merasa terhina sebagai orang Indonesia karena
banyak Industri Pesawat terbang yang menolak ajakan bekerja sama karena
mereka beranggapan bahwa Indonesia tidak becus dalam pembuatan
pesawat terbang. Tak pernah ia membalas cercaan itu, malahan ia semakin
giat untuk mencari industri pesawat terbang lain. Akhirnya, beliau
mendapatkan mitra CASA Spanyol yang setuju bekerja sama dengan
Indonesia.

Tahun 1976, IPTN (industri pesawat terbang nusantara) yang dulunya


bernama IPTI di Bandung yang diketuai B.J. Habibie sudah beroperasi. Dari
situlah mulai pangkal kebangkitan teknologi tinggi di Indonesia. Tahun 1997
beliau diangkat sebagai guru besar bidang konstruksi pesawat terbang di
ITB. Tak lama setelah itu, beliau dilantik menjadi Mentri Negara
menggantikan posisi Prof. Dr. Sumitro.
Di Bandung tepat tanggal 10 Agustus 1995, beliau bersama dengan
IPTN melakukan peluncuran perdana pesawat N-250. N-250 sudah terbang
tanpa mengalami Dutch Roll atau oleng. Di jajaran pesawat komersial, N250 menduduki peringkat ke-3 yang menggunakan teknologi mutakhir flyby-wire setelah Airbus A340 (Eropa) dan Boieng 777 (Amerika Serikat).
Namun, akhirnya PT. IPTN harus ditutup untuk memenuhi persyaratan
peminjaman dana ke IMF (International Monetary Fund) guna mengatasi
krisis moneter di Indonesia di tahun 1998.
Pada tanggal 11 Maret 1998, B.J. Habibie diangkat sumpahnya menjadi
seorang wakil presiden RI. Dan pada tanggal 21 Mei 1998, beliau
menggantikan posisi Soeharto sebagai Presiden RI karena Soeharto lengser
dari jabatannya. Akhir dari perjalanan B.J. Habibie menjadi presiden ke-3 RI
adalah saat pertanggung jawabannya pada sidang Istimewa MPR ditolak,
tanggal 14 Oktober 1999.
Istri tercinta Habibie, Hasri Ainun Habibie wafat pada tanggal 22 Mei
2010. Sepeninggalan istrinya, beliau menulis buku Habibie & Ainun. Buku
itu pertama kali di terbitkan pada bulan Desember 2010. Setelah pensiun di
dunia pemerintahan dan kembali menjadi rakyat biasa, BJ Habibie masih
seperti semula, perhatiannya tentang masalah kesejahteraan tidak berubah,
masih sama seperti saat beliau menjabat dalam pemerintahan. Beliau tetap
peduli kepada lingkungannya, tetapi kini beliau tidak bisa terjun langsung ke
lapangan. Beliau masih seperti dulu, hatinya selalu mendidih jika melihat
kesenjangan dalam masyarakat yang tak kunjung usai.

Anda mungkin juga menyukai