Anda di halaman 1dari 6

Nama

: Desya Nurkarimah

NIM

: 07021281419058

Jurusan

: Sosiologi

Fakultas

: FISIP

Matkul

: Sosiologi Lingkungan

Soal UAS:
Pergerakan lingkungan merupakan suatu upaya untuk mengembalikan suatu
lingkungan yang sehat bagi penduduk bumi. Pergerakan sosial global ini dapat muncul dalam
berbagai bentuk, mulai dari suatu upaya damai untuk mempengaruhi proses politik sampai ke
ekosabotase (yaitu tindakan yang dilakukan untuk menyabot upaya orang-orang yang secara
hukum dianggap merusak lingkungan). Berikanlah penjelasan Anda terkait hal tersebut
dengan menjawab soal berikut ini:
1. Bagaimanakah seharusnya tindakan kita terhadap tindakan para penyabotase?
(berikan datanya)
2. Buatlah analisis Anda terhadap kasus ekosabotase tersebut dengan menggunakan
perspektif interaksionisme simbolik atau teori konflik!
3. Adakah upaya yang sebenarnya dapat kita lakukan berdasarkan kearifan lokal (local
knowledge) masyarakat setempat untuk menjaga dan mengembalikan lingkungan
yang sehat bagi penduduk bumi? Seperti apakah contohnya? (5W + 1H)

Jawab
1. Tindakan kita terhadap para penyabotase:
Para pelaku sabotase sebenarnya hanya ingin menyelamatkan wilayah dan
sumber daya alam nya. Mereka tidak akan melakukan tindakan yang anarkis dan
merugikan banyak orang jika suara nya didengar dan alam nya tidak dirusak.
Sehingga menurut saya tindakan para penyabotase itu tidak bisa sepenuhnya
disalahkan, dan kita seharusnya mendukung tindakan meraka yang menyelamatkan
alam yang akan dirusak dan merugikan bagi generasi masa depan.
Ekosabotase yang paling sering dilakukan di Indonesia adalah oleh
masyarakat adat yang hutan adatnya terancam di rusak oleh oknum-oknum
pemerintahan maupun perusahaan kayu yang telah mendapat izin resmi dari
pemerintah. Masyarakat adat yang memang memiliki hutan sebagai warisan nenek

moyang nya tidak mungkin diam saja saat orang dari luar mencoba merebut dan
merusak hutannya.
Berikut adalah Contoh kasus Ekosabotase yang saya rangkum dari berbagai
sumber data yang terpercaya:
Konflik antara Masyarakat Adat Dayak Iban dengan perusahaan perkebunan
kelapa Sawit PT. Ledo Lestari di Desa Semunying Jaya,Kec. Jagoibabang Kab.
Bengkayang Kalimantan Barat, yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Perusahaan ini telah diberi izin oleh Pemerintah, sejak tahun 2004. Kegiatan
Perusahaan ini dimulai sejak tahun 2005.
PT. Ledo Lestari yang merupakan anak perusahaan PT. Duta Palma
Nusantara Group, Perusahaan itu telah melakukan aktivitas perusahaan tanpa adanya
sosialisasi ke masyarakat dan membabat Hutan Adat dengan cara membakar untuk
proses pembersihan lahan yang di dalamnya terdapat Tembawang, tanam tumbuh,
kuburan tua, sumber air bersih, situs keramat, dan bebagai jenis tanaman masyarakat
lainnya menjadi sumber konflik di Semunying,
Tindakan perusahaan mendapat perlawanan dari masyarakat adat sekitar yang
tidak mau menerima begitu saja kehadiran pihak perusahaan. Masyarakat adat
melakukan sejumlah cara untuk menghentikan aktivitas perusahaan mulai dari
musyawarah di tingkat kampung (desa), mengamankan alat berat, menegakkan
(hukum) adat dan menyampaikan laporan ke berbagai pihak terkait.
Tetapi, usahanya belum membuahkan hasil, Bahkan tahun 2006, dua orang
masyarakat adat yang juga sebagai Kades (Pak Momonus) dan Perwakilan Desa
(Jamaludin) malah dilaporkan oleh perusahaan ke Polres Bengkayang. Kedua
masyarakat adat ini dituduh telah melakukan pemerasan dan tindak kekerasan
sehingga sempat dibui selama 9 hari dan 20 hari menjadi tahanan kota. Padahal
perjuangan yang dilakukan kedua warga bersama warga Semunying Jaya lainnya saat
itu semata-mata hanya memperjuangkan hak dan martabatnya yang telah dirampas
secara semena-mena oleh pihak perusahaan.
Lalu Aksi pendudukan pendudukan kantor perusahaan PT. Ledo Lestari dan
pengamanan sejumlah alat berat oleh warga kembali berlangsung sejak awal April

2012. Tindakan ini merupakan bentuk akumulasi dari rasa kekecewaan yang dialami
selama ini terhadap tidakan perampasan hak hidup yang tidak berkeadilan bagi warga.
Hal ini terjadi karena tidak adanya tindakan tegas Pemerintah terhadap
perusahaan juga terlihat dengan begitu lunaknya sikap Pemerintah atas berakhirnya
masa izin PT. Ledo Lestari tahun 2007. Pemerintah Daerah justru mengeluarkan izin
baru untuk penambahan lahan bagi PT. Ledo Lestari seluas 9.000 hektar melalui SK
Nomor 382 C tanggal 20 Juni 2010.
Perjuangan masyarakat adat belum selesai sampai disini saja, pada 16
Desember 2014 lalu, Masyarakat Adat Semunying Jaya menggugat PT Ledo Lestari.
melalui kuasa hukum Agatha, Roslaini dan Dunasta dari Masyarakat Adat Law Firm
mendaftarkan Gugatan Perdata Perbuatan Melawan Hukum, di Pengadilan Negeri
Bengkayang. Masyarakaat Adat Semunying selain menggugat PT. Ledo Lestari juga
menggugat sebagai tergugat satu dan Bupati Bengkayang, karena telah mengeluarkan
ijin konsesi.
.

2. Analisis dari kasus ekosabotase diatas:


Kasus ekosabotase yang terjadi di atas adalah sabotase yang di lakukan oleh
masyarakat adat, karena hutan adatnya di rusak oleh perusahaan yang sudah mendapat
izin dari pemerintah namun tanpa mendapat restu dari masyarakat adat setempat.
Padahal seharusnya hutan adat adalah milik masyarakat adat sehingga apapun bentuk
penebangan dan pengelolaan pemerintah harus mendapat izin terlebih dahulu dari
masyarakat adat. Dalam kasus yang terjadi di desa Semuning jaya ini sangat wajar
jika menimbulkan konflik antar masyarakat dan perusahaan karena PT Ledo Lestari
hanya bermodalkan izin pemerintah tanpa mendapat izin dari masyarakat untuk
melakukan pengelolaan hutan adat masyarakat. Padahal hutan adat mereka adalah
sumber mata pencaharian mereka. Jika hutan adat dikuasai perusahaan maka mereka
akan kehilangan mata pencarian dan semakin sengsara lagi dan ini tentu bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945 dimana tujuan Negara yaitu menyejahteraan seluruh
rakyatnya.
Operasi yang dilakukan oleh PT. Ledo Lestari terhadap hutan adat masyarakat
Semunying Jaya telah melanggar banyak peraturan yang berlaku. Masyarakat desa

Semunying Jaya adalah masyarkat Suku Dayak Iban yang masih mengandalkan hidup
dan sumber kehidupan dari alam sekitarnya. Melakukan aktivitas berladang,
menyadap karet, berburu dan mencari beragam sumber kebutuhan keluarga di hutan,
juga menangkap ikan di sungai. Sebagai bagian dari komunitas masyaraka adat, warga
di Semunying Jaya mengenal adanya hutan adat, situs dan ritus budaya sehingga
hutan adat tidak boleh diganggu gugat tanpa persetujuan masyarakat.
Menurut Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 sebagai Pengujian UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan dalam pasal 1 angka 6
bahwa: Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum
adat
Artinya menurut Undang-Undang tersebut bahwa hutan adat adalah milik
masyarakat adat, sehingga segala sesuatu yang akan dilakukan Negara harus
bermusyawarah kepada masayarakat adat sebagai
Kasus Melalui Pendekatan Teori Konflik
Dalam teori konflik kita mengetahui bahwa masyarakat akan selalu berada
dalam kondisi konflik akibat dari adanya perbedaan kepentingan golongan yang
berbeda, seperti halnya kasus di atas kepentingan masyarakat adat hanyalah
mempertahankan hutan warisan nenek moyang, menjaga mata pencaharian mereka,
dan menjaga alam sebagai sumber kehidupan mereka. Namun kepentingan
perusahaan hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya bahkan jika harus melakukan
pelanggaran dan pengrusakan hutan, demikian juga dengan adanya tujuan menambah
pendapatan daerah dari pemerintah daerah Kalimantan Barat sehingga member izin.
Adanya kepentingan yang salih bertentangan ini menimbulkan konflik antara
masyarakat dengan perusahaan juga dengan pemerintah.
George Ritzer (2014:26) mengatakan bahwa distribusi kekuasaan dan
wewenang yang tidak merata menjadi factor yang menentukan konflik social secara
sistematis. Wewenang adalah sah maka setiap individu yang tidak tunduk pada
wewenang akan terkrna sanksi
Dalam artian pihak yang berwewenang disini adalah PT Ledo Lestari sebagai
perusahaan yang mengantongi izin dari pemerintah sehingga mereka bisa semenamena menghancurkan hidup masyarakat adat yang bersumber dari hutan tanpa
memperdulikan tuntutan dan suara masyarakat yang menuntut hak mereka. Bahkan

beberapa masyarakat yang dengan radikal menuntut hak mereka dengan melakukan
peyitaan alat berat perusahaan malah dituduh bersalah dan dipenjarakan. Begitu pula
dengan pemerintah yang malah memberi perpanjangan izin untuk merusak hutan adat,
sedemikian rumit permasalahan lingkungan. Jika tidak ada tindakan tegas dari sang
penguasa untuk menghentikan konflik yang semakin memuncak dan pengrusakan
hutan secara legal yang membabi buta maka Indonesia akan perlahan hancur dan akan
terus-terusan terjadi konflik pada masyarakat terkait dengan perbedaan kepentingan
masing masing.

3. Kearifan lokal atau hasil budaya masyarakat adat sangat memperhatikan lingkungan,
untuk itu kembali kepada kearifan lokal merupakan hal yang sangat tepat untuk
menjaga dan mengembalikan lingkungan yang sehat bagi penduduk bumi
Kearifan lokal adalah pengetahuan bagaimana hidup secara baik dalam komunitas
ekologis, sehingga menyangkut bagaimana berhubungan baik dengan semua isi alam,
dan juga menyangkut bagaimana memperlakukan setiap bagian kehidupan alam
untuk

mempertahankan

kehidupan

masing-masing

spesies

maupun

untuk

mempertahankan seluruh kehidupan alam itu sendiri. (Kerraf, 2005:290)


Sehingga dari apa yang dinyatakan oleh kerraf bahwa kearifan lokal
masyarakat adat masih sangat dekat dengan alam berperilaku biosentris dan ekosentris
yang masih menempatkan alam sebagai sumber utama dalam kehidupan di bumi ini.
Sehingga menghormati alam sebagai sumber pemberi kehidupan manusia adalah
kriteria utama kearifan lokal tersebut.
Tentu kita dapat mengambil dan menerapkan tindakan kearifan lokal untuk
menyelamatkan bumi. Karena siapa lagi yang akan menyelamatkan bumi ini jika
bukan kita sebagai penghuni nya. Tindakan yang bisa kita lakukan berdasarkan
kearifan lokal adalah:
1. Mulai dari hal yang paling simple yaitu mengurangi menggunakan sampah plastic
atau mulai mencari alternative lain yang dating dari kearifan local seperti
menggunakan buntelan / furoshiki, keranjang dan lain sebagainya untuk
mengurangi masalah sampah plastic di dunia ini.
2. Mulai lah berfikir biosentris dan ekosentris yaitu menganggap bahwa bumi alam
adalah sumber segala kehidupan manusia yaitu cara nya dengan menjaga dan

tidak merusaknya dimulai dari lingkungan kecil dirumah kita, mulailah menanam
pohon untuk menjaga dan memperbaiki sedikit dari kerusakan lingkungan yang
terjadi di bumi ini.

Mulailah menjaga lingkungan kita dari hal yang paling kecil tetapi berulang-ulang,
karena bahkan kerusakan yang besar pun bisa terjadi karena pelanggaran kecil yang
terus dilakukan.

Daftar Referensi:

Ritzer, George.2014.Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.Jakarta:


Rajawali Press.

Keraf, Sonny A.2002.Etika Lingkungan.Jakarta:Kompas

Putusan Sidang MK Nomor 35/PUU-X/2012.www.mahkamahkonstitusi.go.id.

Diakses tanggal 29 April 2015


Margaretha, Cony. 2015. Siaran Pers Kalbar Masyarakat adat semunying jaya gugat

PT Ledo Lestari (online). http://www.aman.or.id/ diakses tanggal 29 April 2015


ACM. 2011. Hutan adat dirambah 7 tahun lamanya menunggu kepastian (online).
http://borneoclimatechange.org/ diakses tanggal 29 April 2015

Anda mungkin juga menyukai