Anda di halaman 1dari 17

TUGAS AKHIR SEMESTER

PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH


ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN
DI KOTA PEKANBARU, PROVINSI RIAU
DENGAN KLASIFIKASI SUPERVISED

Disusun Oleh:

Nama
NPM
Kelas
Dosen

:
:
:
:

Alvin Gus Abdurrahman Wahid


1406600634
Prak. Penginderaan Jauh (A)
Tjiong Giok Pin

DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA
2015
PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum


1.2 Tujuan Praktikum

: Analisis Penggunaan Lahan Di Kota Pekanbaru,


Provinsi Riau dengan Klasifikasi Supervised
: Menganalisis land use yang ada di Kota Pekan Baru

1.3 Metode Kerja


1.3.1 Alat

: Software Envi

1.3.2 Bahan

: a. Citra Satelit Sumatera


b. Shapefile (*.shp) Provinsi Riau

1.4 Tinjauan Pustaka


1.4.1 ENVI
ENVI (The Environment For Visualizing Images) merupakan suatu sistem pengolahan
citra digital penginderaan jauh yang revolusioner dibuat oleh Research System, Inc (RSI).
Software ini digunakan juga dari berbagai kalangan industri dan disiplin, seperti pertahanan
dan intelijen, perencanaan kota, pertambangan, geologi, dan ilmu pengetahuan ruang, dan
ilmu bumi menggunakan ENVI sebagai solusi untuk mendapatkan data dengan cepat dan
akurat untuk membantu mereka membuat keputusan.
1.4.1 Kota Pekanbaru
Berdasarkan Penetapan Gubernur Sumatera di Medan No 103 tanggal 17 Mei 1956,
Kota Pekanbaru dijadikan Daerah Otonomi yang disebut Harminte (kota Baru) sekaligus
dijadikan Kota Praja Pekanbaru.
Dan pada tahun 1958, Pemerintah Pusat yang dalam hal ini Kementerian Dalam
Negeri RI mulai menetapkan ibukota Provinsi Riau secara permanen. Sebelumnya Kota
Tanjung Pinang Kepulauan Riau ditunjuk sebagai ibu kota propinsi hanya bersifat sementara.
Dalam hal ini Menteri Dalam Negeri RI telah mengirim surat kawat kepada Gubernur Riau
tanggal 30 Agustus 1958 No. Sekr. 15/15/6.
Sebelum tahun 1960, Pekanbaru hanyalah kota dengan luas 16 km2 yang kemudian
bertambah menjadi 62.96 km2 dengan 2 kecamatan yaitu Kecamatan Senapelan dan
Kecamatan Limapuluh. Selanjutnya pada tahun 1965 bertambah menjadi 6 kecamatan dan
tahun 1987 menjadi 8 kecamatan dengan luas wilayah 446.50 km2.

Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan menyebabkan meningkatnya kegiatan


penduduk disegala bidang yang pada akhirnya meningkatkan pula tuntutan dan kebutuhan
masyarakat terhadap penyediaan fasilitas dan utilitas perkotaan serta kebutuhan Lainnya.
Untuk lebih terciptanya tertib pemerintahan dan pembinaan wilayah yang cukup luas,
maka dibentuklah Kecamatan Baru dengan Perda Kota Pekanbaru No. 4 Tahun 2003 menjadi
12 Kecamatan dan Kelurahan/Desa baru dengan Perda tahun 2003 menjadi 58
Kelurahan/Desa.

PEMBAHASAN
2.1 Pengolahan Citra
1. Mengunduh citra satelit Sumatera Barat terlebih dahulu di earthexplorer.usgs.gov. File
yang didapat memiliki nama file LC81270602014163LGN00. Setelah diunduh, lalu
diekstraksi dan dibuka di Software Envi.

Gambar 1.1 Citra yang sudah ditampilkan di Envi dan akan melakukan proses Layer
Stacking.
2. Proses penggabungan semua band dilakukan dengan cara Layer Stacking yang ada
pada toolbox Raster Management.

Gambar 1.2 Citra yang sudah ditampilkan di Envi dan akan melakukan proses Layer
Stacking.

3. Hasilnya semua band akan tergabung, dan dapat menampilkan layer komposit True
Color di Envi.

Gambar 1.3 Citra yang sudah menjalani proses Layer Stacking dan ditampilkan
dalam True Color.

2.2 Kalibrasi Radiometrik


1. Proses selanjutnya ialah melakukan Koreksi Radiometrik, yaitu konversi DN OLI
menjadi TOA Reflectance. Proses ini dilakukan dengan menggunakan tool band math.

Gambar

2.1 Dialog box

Band Math
2. Dengan memasukkan variabel (0.00002 x Band1) 0.1 kemudian
digunakan di Band yang sudah tergabung (All Band).

Gambar 1.3 Citra baru yang sudah menjalani proses kalibrasi radiometric atau
koreksi radiometric
2.3 Cropping Citra
1. Pemotongan citra dilakukan untuk lebih mendefinisikan wilayah kerja lebih spesifik.
Untuk melakukannya buka file vektor batas administrasi Provinsi Riau (.shp).
Lakukan proses pemotongan citra sesuai shp Provinsi Riau. Pada tahap ini penulis
sudah memisahkan batas administrasi Pekanbaru dari file vektor batas administrasi
Riau menjadi file .shp tersendiri.

Gambar 3.1 Dialog box dari tool Vector to ROI yang ada pada toolbox Envi.
2. Setelah itu memilih tool Subset Data from ROIs

Gambar 3.2 Dialog box dari tool Subset data yang ada pada toolbox Envi. Vektor
Pekanbaru.shp dipilih untuk memotong citra Sumatera Barat. Tampilannya akan muncul
seperti di atas.

3. Hasilnya akan menjadi gambar 3.3 dibawah. Kemudian langkah yang sama juga
dilakukan untuk Band Pankromatik atau Band 8 Citra (gambar 3.4), File diberi nama
dengan nama file PekanbaruCrop.hdr dan Pekanbarub8Crop.hdr hal ini diperuntukkan
untuk tahap Pan Sharpening berikutnya.

Gambar 3.3 Hasil citra yang sudah dipotong oleh vektor batas administrasi
Pekanbaru. Dengan nama file PekanbaruCrop.hdr

Gambar 3.4 Hasil citra Band 8 yang sudah dipotong oleh vektor batas administrasi
Pekanbaru. Dengan nama file PekanbaruB8Crop.hdr

2.4 Penajaman Citra


1. Siapkan file PekanbaruCrop.hdr dan PekanbaruB8Crop.hdr dan kemudian lakukan
proses penajaman citra dengan tool gram Schmidt atau Pan Sharpening.

2. Kedua file ini akan meningkatkan ketajaman citra.

Gambar 4.1 Dialog Box Pan Sharpening Parameters. Sensor yang dipilih adalah
Sensor landsat8_oli.

3. Maka Hasilnya akan menjadi seperti berikut (gambar 4.2) untuk True
Color, sedangkan untuk False Color (gambar 4.3).

Gambar 4.2 Citra baru hasil Pan Sharpening.

Gambar 4.2 Hasil Citra False Color ini untuk meningkatkan kontras antar objek yang
ada pada citra. Berguna untuk tahap selanjutnya yaitu Supervised Classification.

Gambar 4.3 Peningkatan ketajaman citra setelah proses Pan Sharpening (Kiri) dan
kualitas citra sebelum proses Pan Sharpening (kanan)

2.5 Supervised Classification


1. Proses terakhir adalah citra akan menjalani proses klasifikasi supervised. Proses ini
dilakukan untuk mengklasifikasikan landuse di Kota Pekanbaru. Langkah pertama
adalah dengan mengaktifkan Tool ROI di layer komposit False Color yang sudah
dipertajam citranya.
2. Kemudian mulai melakukan dijitasi objek-objek yang ada citra.

Gambar 5.1 Kolase Dijitasi ROI yang dilakukan.

3. Dalam proses dijitasi ini, ada lima klasifikasi objek pada citra. Warna oranye untuk
lahan terbangun, warna biru untuk badan air, warna hijau muda untuk lahan pertanian,
warna hijau tua untuk ruang terbuka hijau (RTH), dan coklat untuk tanah terbuka.

Gambar 5.2 Hasil dijitasi ROI yang dapat dilihat di layer komposit.
4. Kemudian proses klasifikasi supervised dapat dimulai dengan memilih tool Maximum
Likelihood Classification.

5. Input Citra yang akan diklasifikasi. Citra tersebut adalah yang sudah
menjalani dijitasi ROI.

6. Kemudian pilih ROI agar dapat dilakukan klasifikasinya.

7. Hasil klasifikasi supervised penggunaan lahan Kota Pekanbaru.

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas berisi mengenai langkah-langkah penulis untuk
mendapatkan klasifikasi supervised penggunaan lahan di Kota Pekanbaru. Langkah-langkah
tersebut meliputi pengolahan citra, koreksi radiometrik, pemotongan citra, penajaman citra,
dan kemudian klasifikasi supervisednya.
Dapat dilihat dari gambar hasil klasifikasinya, Kota Pekanbaru di dominasi oleh lahan
terbangun dan lahan pertanian. Untuk badan air yang berwarna biru dapat dilihat pada Sungai
Siak yang membagi dua kota Pekanbaru ini yaitu bagian utara dan selatan karena dilintasi
oleh Sungai Siak di tengahnya. Pada bagian selatan Kota Pekanbaru didominasi oleh
penggunaan lahan terbangun yang berwarna oranye pada klasifikasi, dengan kumpulan tanah
terbuka yang berwarna coklat di bagian tenggara dan dipinggiran area lahan terbangun. Pada
bagian utara kota, penggunaan lahan didominasi oleh lahan pertanian, ruang terbuka hijau,
dan tanah terbuka. Lahan terbangun masih sangat sedikit sekali dibandingkan di bagian
selatan Sungai Siak. Lahan pertanian mendominasi di bagian timur laut citra, serta banyak
sekali tanah terbuka di barat laut dan utara citra.

Anda mungkin juga menyukai