Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) sering disebut the great imitator karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh seperti otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), jantung, mata,
kaki (gangren diabetik). Gejala DM dapat timbul perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari adanya perubahan pada dirinya seperti minum menjadi lebih banyak (polidipsi),
buang air kecil lebih sering (poliuri), makan lebih banyak (polifagi) ataupun berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas.
Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1996 di dunia
terdapat 120 juta penderita diabetes mellitus yang diperkirakan naik dua kali lipat pada tahun
2025. Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan umur, kelebihan berat badan (obesitas), dan
gaya hidup.
Salah satu komplikasi menahun dari DM adalah kelainan pada kaki yang disebut
sebagai kaki diabetik. Menurut dr Sapto Adji H SpOT dari bagian bedah ortopedi Rumah
Sakit Internasional Bintaro (RSIB), komplikasi yang paling sering dialami pengidap diabetes
adalah komplikasi pada kaki (15 persen) yang kini disebut kaki diabetes.
Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapatkan jauh lebih besar
dibandingkan dengan negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang tinggi ini disebabkan kurang
pengetahuan penderita akan penyakitnya, kurangnya perhatian dokter terhadap komplikasi ini
serta rumitnya cara pemeriksaan yang ada saat ini untuk mendeteksi kelainan tersebut secara
dini.
Salah satu komplikasi penyakit diabetes mellitus yang sering dijumpai adalah kaki
diabetik, yang dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi, gangren dan artropati Charcot.
Di antara penderita kaki diabetik tersebut memerlukan tindakan amputasi. Resiko amputasi
terjadi bila ada faktor; neuropati perifer, deformitas tulang, insufisiensi vaskular, riwayat
ulkus/amputasi dan gangguan patologi kuku berat. Neuropati perifer mempunyai peranan
yang sangat besar dalam terjadinya kaki diabetik akibat hilangnya proteksi sensasi nyeri
terutama di kaki. Lebih dari 80% kaki DM dilatarbelakangi oleh neuropati.
1

BAB II
EPIDEMIOLOGI

Prevalensi ulkus pada penduduk berkisar antara 2 - 10 %, sebenarnya hanya sebagian


kecil persoalan kaki kemudian berlanjut sampai memerlukan amputasi tungkai bawah.
Sebagian besar dapat diselamakan dengan pengelolaan yang cermat. Sedangkan di Indonesia,
prevalensi kaki diabetik pada populasi jarang dilaporkan. Di Jakarta, pada survey populasi
pada tahun 1983 didapatkan angka prevalensi tukak/bekas tukak sebesar 2,4 %. Di Poliklinik
Endokrin RS Dr Kariadi Semarang dari data yang dikumpulkan mulai bulan Januari 2001
sampai Juni 2002 didapatkan 4 % pasien DM yang dirujuk ke poliklinik endokrin RS Dr
Kariadi Semarang, mengalami komplikasi makroangiopati berupa kaki diabetik.
Diabetes mellitus adalah sebagai penyebab utama amputasi ekstremitas bawah non
traumatik di Amerika Serikat. Amputasi kaki karena diabetes merupakan 50 % total amputasi
di Amerika Serikat. Sedangkan data di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta angka
amputasi masih sangat tinggi, yaitu sebesar 23 %. Nasib pasien yang sudah mengalami
amputasi pun tidaklah menggembirakan. Data dari seluruh rumah sakit di Negara bagian
California menunjukkan 13 % di antara mereka yang sudah diamputasi akan memerlukan
tindakan amputasi lagi dalam jangka 1 tahun. Didapatkan pula bahwa 30- 50 % pasien yang
telah diamputasi akan memerlukan tindakan amputasi kaki sebelahnya dalam jangka 1-3
tahun. Sedangkan dari data RSUPN Cipto Mangunkusumo nasib penderita kaki diabetik yang
diamputasi juga tidak menggembirakan. Dalam 1 tahun pasca amputasi 14,8 % meninggal
dan meningkat 37 % pada pengamatan 3 tahun.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut
terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik
diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan
tanda sebagai berikut :
1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
3. Nyeri saat istirahat.
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).

3.2 Patogenesis
Kaki diabetes merupakan kombinasi antara arteriosklerosis ke-2 tersering setelah
arteriosklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang pembuluh darah tungkai bawah.
Umumnya kelainan ini dikenal sebagai PVD (Peripheral Vascular Disease). Ada 3 faktor
yang dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu neuropati,
PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tetapi seringkali merupakan
komplikasi iskemia maupun neuropati. Dari segi praktis maka kaki diabetic dapat dipandang
sebagai kaki iskemia ataupun kaki neuropatik.
Pada kaki neuropatik, somatic dan otonom rusak, namun sirkulasi masih intak
sehingga nadi teraba jelas, secara klinis kaki teraba hangat, sensasi terhadap rabaan

berkurang, dan kering. Komplikasi kaki neuropatik ini ada 3 macam : ulkus neuropatik, sendi
neuropatik (sendi Charcot) dan edema neuropatik.

3.2.1 Patogenesis Neuropati


Susunan saraf sangat rentan terhadap komplikasi diabetes mellitus. Secara
patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang dapat dianggap sebagai
sebab terjadinya neuropati pada diabetes mellitus. Diabetes mellitus bersama faktor genetik,
dan lingkungan (misalnya alkohol) akan lewat ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis.
Faktor metabolik : kenaikan poliol, sorbitol / osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh
enzim yang banyak tertimbun pada sel tubuh penderita DM), fruktosa, kurangnya kontrol
gula darah, dan penurunan mioinositol dan Na+/K+ATP menyebabkan demielinasi artrofi
akson; otoimum lewat anti gangliosid dan anti GAD menyebabkan neuropati, gangguan
vascular karena menutupnya vasa vasorum, trauma memberi hipoksia endoneurial yang
selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental. Adapun faktor lain seperti kelainan
agregasi trombosit, kelainan etiologi sel darah merah dan hematologic, proses AGEs serta
adanya kompleks imum di sirkulasi berpengaruh terhadap neuropati ini.

Perubahan yang terjadi pada kaki DM

3.2.2 Patogenesis Angiopati


Penderita dengan kencing manis akan mengalami perubahan vaskuler berupa
arteriosklerosis. Patologi tersebut disebabkan oleh karena gangguan metabolisme karbohidrat
4

dalam pembuluh darah, peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol. Hal tersebut akan
diperberat dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol.
Lesi vaskuler berupa penebalan pada membran basal pembuluh darah kapiler yang
diakibatkan karena disposisi yang berlebihan mukoprotein dan kolagen. Pembuluh darah
arteri yang paling sering terkena adalah arteri tibialis dan poplitea. Adanya trombus, emboli
maupun tromboemboli menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. Selanjutnya
oklusi dapat menjadi total dan jika perfusi darah dari aliran kolateral tidak mencukupi
kebutuhan maka terjadi iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan gejala claudicatio
intermitten dan yang paling berat dapat mengakibatkan gangren.
Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler, menyebabkan
ketidakcukupan oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau sebagian kecil kulit.
Kemudian, bagian yang iskemi tersebut mengalami ulserasi, infeksi ataupun gangren.
Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri yang mengalami gangguan berukuran lebih besar
maka gangguan oksigenasi jaringan akan lebih luas. Adanya trombus yang menyumbat lumen
arteri akan menimbulkan gangren yang luas bila mengenai pembuluh darah yang sedang atau
besar. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu,
benda tajam dan gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskuler (aterosklerosis)
maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskuler menyebabkan terjadinya iskemia kaki
dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus.

3.3.3 Patogenesis Infeksi


Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi daripada
orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi serius karena gejala
klinis yang tidak begitu dirasakan dan diperhatikan penderita.
Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu:
a. faktor imunologi
-produksi antibodi menurun
-peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal

-daya fagositosis granulosit menurun


b. faktor metabolik
- hiperglikemia
-benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya
-glikogen hepar dan kulit menurun
c. faktor angiopati diabetika
d. faktor neuropati

Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak kaki,
selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga telapak kaki. Pada
ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa ditemukan infeksi kuman Gram
positif, negatif dan anaerob.
Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta penyebabnya dibagi menjadi
3 kelompok yaitu:
1. Abses pada deep plantar space
2. Selulitis non supuratif dorsum pedis
3. Ulkus perforasi pada telapak kaki

Mekanisme terjadinya ulkus kaki diabetik

BAB IV
DIAGNOSIS

4.1. Anamnesa
Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri, polidipsi dan
polifagi. Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya ke dokter dan laboratorium
menunjang penegakkan diagnosis. Adanya riwayat keluarga yang sakit seperti ini dapat
ditemukan, dan memang penyakit ini cenderung herediter.
Anamnesis juga harus dilakukan meliputi aktivitas harian, sepatu yang digunakan,
pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas atau
7

istirahat , durasi menderita DM, penyakit komorbid, kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat
yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya.
Riwayat berobat yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis dan prognosis
seorang pasien, sebab walaupun penanganan telah baik namun terapi diabetesnya tidak teratur
maka akan sia-sia. Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara langsung segera setelah
trauma. Gangguan neuropati sensorik mengkaburkan gejala apabila luka atau ulkusnya masih
ringan. Setelah luka bertambah luas dan dalam, rasa nyeri mulai dikeluhkan oleh penderita
dan menyebabkan datang berobat ke dokter atau rumah sakit. Banyak dari seluruh penderita
diabetes melitus dengan komplikasi ulkus atau bentuk infeksi lainnya, memeriksakan diri
sudah dalam keadaan lanjut,sehingga penatalaksanaannya lebih rumit dan prognosisnya lebih
buruk ( contohnya amputasi atau sepsis ).

4.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik, seorang dokter akan menemukan ulkus ialah defek pada kulit
sebagian atau seluruh lapisannya ( superfisial atau profunda ) yang bersifat kronik, terinfeksi
dan dapat ditemukan nanah, jaringan nekrotik atau benda asing. Ulkus yang dangkal
mempunyai dasar luka dermis atau lemak /jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda
kedalamannya sampai otot bahkan tulang.Ulkus sering disertai hiperemi di sekitarnya yang
menunjukkan prosesradang.
Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan fluktuatif. Abses yang
letaknya sangat dalam secara fisik sulit untuk didiagnosis, kecuali nanah telah mencari jalan
keluar dari sumbernya.
Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan, non
pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi dan nyeri tekan. Hal ini
menandakan proses infeksi / radang telah mencapai jaringan lunak atau soft tissue.
Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak adanya perfusi darah. Klinis
tampak warna hitam, bisa disertai cairan kecoklatan, bau busuk dan teraba dingin. Jika
terdapat krepitasi di bawah kulit maka disebut dengan gas gangren.

Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan
dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mendapatkan deskripsi
karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangi
terjadinya ulkus (neuropati, obstruksivaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi
ulkus dan melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya
deformitas, adanya pulsasi arteri tungkai dan pedis.
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk dan
lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yang
dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit hangat, kalus, warna
kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar kaput metatarsal I-III, lesi sering
berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan
lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak
pus, eksudat, edema atau kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril.
Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan
tendon, tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah
dipermukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit 37%) dan
daerah dorsum pedis (11%).
Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab terjadinya ulkus
dapat digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan dengan
garpu tala, atau dengan uji monofilamen. Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang
sangat sederhana dan cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena
ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak
normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang
dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumitdan dan di
antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada sela-sela jari
dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah, sehingga mudah terluka dan
kemudian mengalami infeksi.
Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada
penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah. Pulsasi arteri femoralis, arteri
poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus dinilai dan kekuatannya di kategorikan
9

sebagai aneurisma, normal, lemah atau hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis
posterior dan dorsalis pedis teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi
aksial normal. Penderita dengan claudicatio intermitten

mempunyai gangguan arteri

femoralis superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun tidak
didapatkan pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior. Penderita diabetik lebih
sering didapatkan menderita gangguan infra popliteal dan karena itu meskipun teraba pulsasi
pada arteri femoral dan popliteatapi tidak didapatkan pulsasi distalnya.
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk mengetahui
adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah
dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya insufisiensi
arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah menggunakan
manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi
oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai
bawah (ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas
(brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi
penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi tekanan
sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,710,90
terjadi iskemia ringan, ABI 0,410,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,000,40
telah terjadi obstruksi vaskulerberat.
Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi pada arteri kaki bagian
bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka ABI menunjukkan lebih dari 1,2 sehingga
angka ABI tersebut tidak menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang dari 0,5
dianjurkan operasi (misalnya amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat
diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan latihan.

4.3. Pemeriksaan Penunjang

10

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis secara pasti
adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete Blood
Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit.
Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa pemeriksaan non
invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang sudah dijelaskan pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau
menggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic
resonance angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy(CTA ).
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih diragukan, atau
apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi maka pemeriksaan digital
subtraction angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis
dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila
intervensi endovascular menjadi pilihan terapi.
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk mengetahui ada
tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambarandestruksi tulang dan osteolitik.

4.4 Faktor Risiko


Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Lipsky dengan
modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur 60 tahun.
2) Lama DM 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya hidup)
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2) Obesitas.
3) Hipertensi.
4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
11

6) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :


a) Kolesterol Total tidak terkontrol.
b) Kolesterol HDL tidak terkontrol.
c) Trigliserida tidak terkontrol.
7) Kebiasaan merokok.
8) Ketidakpatuhan Diet DM.
9) Kurangnya aktivitas Fisik.
10) Pengobatan tidak teratur.
11) Perawatan kaki tidak teratur.
12) Penggunaan alas kaki tidak tepat
Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :
a. Umur 60 tahun.
Umur, menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo bahwa penderita ulkus diabetika
6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia 60 tahun. Penelitian kasus kontrol di Iowa oleh
Robert menunjukkan bahwa umur penderita ulkus diabetika pada usia tua 60 tahun 3 kali
lebih banyak dari usia muda < 55 tahun. Umur 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus
diabetika karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging
terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap
pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Penelitian di Amerika Serikat
dikutip oleh Rochmah W menunjukkan bahwa dari tahun 1996-1997 pada lansia umur > 60
tahun, didapatkan hanya 12% saja pada usia tua dengan DM yang kadar glukosa darah
terkendali, 8% kadar kolesterol normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan pada
aterosklerosis, makroangiopati, yang faktor - faktor tersebut akan mempengaruhi penurunan
sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah
terjadi ulkus diabetika.
b. Lama DM 10 tahun.

12

Penelitian di USA oleh Boyko pada 749 penderita Diabetes mellitus dengan hasil bahwa lama
menderita DM 10 tahun merupakan faktor risiko terjadinya ulkus diabetika dengan RR-nya
sebesar 3 (95 % CI : 1,2 6,9).
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 10
tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul
komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopatimikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang
sering tidak dirasakan.

BAB V
GAMBARAN KLINIS KAKI DIABETIK

Gambaran klinis dibedakan :


1.Neuropathic Foot yang terdiri dari: Ulkus neuropatik, Artropati neuropatik
(Artropati Charcot ), Edema neuropatik
2.Neuro-ischemic-foot

5.1 Neuropathic foot


5.1.1 Ulkus Neuropatik
Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibreneuropathy yang berakibat
gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya berupa hilangnya sensasi panas dan nyeri
sebelum rabaan dan fibrasi terganggu. Juga saraf simpatik mengalami denervasi yang
mengganggu aliran darah disebabkan karena terjadi aliran yang berlebih dengan
arteriovenous shunting disekitar kapiler-serta dilatasi arteri perifer. Aliran darah yang miskin
makanan ini mengurangi efektivitas dari perfusi jaringan yang memang sudah berkurang.
Disamping ini neuropati merusak serabut C saraf sensorik sehingga terjadi gangguan
nosiseptor. Jadi ulkus pada kaki diabetik ini akibat iskemia, sering terlihat adanya gambaran
13

gas. Penyebabnya dapat karena Clostridium , E coli, Streptococus anaerob, dan Bacteroides
sp. Untuk melakukan identifikasi kasus yang rentan ulkus, kini digunakan alat sederhana
untuk screening, yaitu TCD (Tactile Circumferential Discriminator) pada hallux yang
korelasinya dengan menggunakan filament dan ambang fibrasi yang cukup tinggi. Dalam
menilai ulkus perlu dipastikan dalam serta luasnya ulkus. Sering kita terkecoh karena kita
anggap enteng, padahal lesi ini merupakan puncak dari gunung es.
Secara klinis terlihat melebar pada kaki dan tungkai bawah pada sikap berbaring.
Kaki ada aliran lebih cepat dan vaskularitas lebih. Apabila ada ulkus maka perlu
diperhatikan kuman penyebab infeksinya. Kirim sample untuk biakan bakteri.

Ulkus Neuropati

5.1.2 Artropati Neuropatik


Kerusakan serabut motorik, sensorik dan autonom memudahkan terjadinya
atropati Charcot. Keadaan ini diduga akibat disfungsi saraf otonom yang berakibat
terjadi perfusi yang abnormal pada tulang-tulang kaki, sehingga terjadi fragmentasi
tulang dan kolaps arkus. Atropati Charcot atau dengan nama lain Rocker-bottom foot
ini rentan terhadap kerusakan jaringan dan ulserasi. Gangguan vaskuler perifer baik
akibat

makrovaskuler

(aterosklerosis)

maupun

karena

gangguan

yang

bersifat

mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut di samping


menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki.

14

Deformitas kaki sering berakibat pada ulcerasi. Penderita diabetes cenderung


mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang berhubungan dengan menipis
dan menggesernya timbunan lemak bawah caput metatarsal pertama. Akibatnya daerah
ini rawan ulserasi dan infeksi. Bentuk yang ekstrim dari deformitas kaki ini, yaitu kaki
Charcot. Sebab terjadinya fraktur dan reabsorbsi tulang pada kaki Charcot ini belum jelas,
tetapi diduga akibat neuropati otonom (akibat gagalnya tonus vaskular ini akan meningkatkan
aliran darah, pembentukan shunt arteriovenosa dan resorbsi tulang padahal penderita diabetes
densitas tulang rendah) dan neuropati perifer (hilang rasa, sehingga pasien masih aktif
berjalan dan sebagainya meskipun tulang fraktur). Akibatnya ada fraktur, kolaps sendi, dan
deformitaskaki. Awalnya kaki Charcot ini akut: panas, merah, dengan nadi yang keras,
dengan atau tanpa trauma (perlu di DD dengan selulitis). Pada stadium 4 mudah sekali terjadi
ulkus dan infeksi dan gangren yang dapat berakibat amputasi

Lokasi-lokasi tempat terjadinya ulkus DM neuropati

5.1.3 Edema Neuropatik


Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana terdapat edema (pitting)
kaki dan tungkai bawah yang berhubungan dengan kerusakan saraf tepi (kesampingkan dulu
sebab kardial dan renal). Gangguan saraf simpatis berakibat edema dan venous pooling yang
abnormal, juga vasomotor refleks hilang pada sikap berdiri.

5.2 Neuro ischemic foot


Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis yang dipercepat
pada diabetes dan neuropathic foot. Keluhan klaudikasio intermitten, nyeri tungkai
15

waktu istirahat, dengan ulserasi dan gangren. Umumnya rest pain diwaktu malam, dan
berkurang pada sikap kaki yang tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus
neuropatik, disini ulkusnya nyeri, satu nekrosis, dilingkari pinggiran eritemateus dan
tidak disertai callus. Predileksi di ibu jari, tepi medial metatarsal I, atau tepilateral
metatarsal V, serta tumit. Perlu diperiksa pembuluh darah arteri, kalau perlu dengan
arteriografi.

5.3 Klasifikasi ulkus diabetik


Klasifikasi ulkus diabetik berguna untuk menyamaratakan bahasa dalam deskripsi dan
kondisi ulkus, serta untuk kepentingan manajemen/ terapi. Ada beberapa sistem klasifikasi
untuk menilai gradasi lesi, salah satunya yang banyak digunakan adalah klasifikasi ulkus DM
berdasarkan University of Texas Classification System. Sistem klasifikasi ini menilai lesi
bukan hanya faktor dalamnya lesi, tetapi juga menilai ada tidaknya faktor infeksi dan
iskemia. (tabel 1).

Tabel 1 : Klasifikasi ulkus DM berdasarkan University of Texas Classification System

Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren ,maka dibuat klasifikasi
derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner.

16

Tingkat
Derajat 0

Karakteristik kaki
Tidak ada ulserasi, tetapi beresiko tinggi walaupun tidak ada ulserasi, untuk
menjadi kaki diabetik. Penderita dalam kelompok ini perlu mendapat perhatian
khusus. Pengamatan berkala, perawatan kaki yang baik dan penyuluhan
penting untuk mencegah ulserasi.

Derajat I

Ulkus superfisial, tanpa infeksi disebut juga ulkus neuropatik, oleh karena itu
lebih sering ditemukan pada daerah kaki yang banyak mengalami tekanan
berat badan yaitu di daerah ibu jari kaki dan plantar. Sering terlihat adanya
kallus.

Derajat II

Ulkus dalam, disertai selulitis, tanpa abses atau kelainan tulang Adanya ulkus
dalam, sering disertai infeksi tetapi tanpa adanya kelainan tulang.

Derajat III

Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang dalam.

Derajat IV

Gangren terbatas yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit Penyebab utama adalah
iskemi, oleh karena itu disebut juga ulkus iskemi yang terbatas pada daerah
tertentu.

Derajat V

Gangren seluruh kaki Biasanya oleh karena sumbatan arteri besar, tetapi juga
ada kelainan neuropati dan infeksi.
Tabel 2. Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetic

17

18

19

20

5.4 Diagnosis Banding


Infeksi skeletal dan jaringan lunak kaki tidak terbatas hanya disebabkan oleh diabetes
mellitus. Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan beberapa kondisi yang dapat menjadi
diagnosis banding, sehubungan dengan infeksi dan struktur yang mengenainya.
a. Buerger Disease (Thromboangiitis Obliterans)
b. Trombophlebitis superficial selulitis
c. Sarcoid arthritis OM akut
d. Ca sel skuamosa OM kronis

BAB VI
21

Buergers Disease
6.1 Definisi
Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah penyakit oklusi kronis
pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai
pembuluh darah perifer ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan
vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam.
Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali terjadinya
obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah mengalami konstriksi atau
obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran
darah ke jaringan.

Buerger Disease

6.2 Anatomi Pembuluh Darah

Pembuluh darah terdiri atas 3 jenis : arteri, vena, dan kapiler.


1. Arteri
Arteri membawa darah dari jantung dan disebarkan ke berbagai jaringan tubuh
melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil, diameternya kurang dari 0,1 mm,
dinamakan arteriol. Persatuan cabang-cabang arteri dinamakan anastomosis. Pada arteri
tidak terdapat katup.
End arteri anatomik merupakan pembuluh darah yang cabang-cabang terminalnya
tidak mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang arteri yang memperdarahi daerah
yang berdekatan. End arteri fusngsional adalah pembuluh darah yang cabang-cabang
terminalnya mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang terminal arteri yang
22

berdekatan, tetapi besarnya anastomosis tidak cukup untuk mempertahankan jaringan


tetap hidup bila salah satu arteri tersumbat.

2. Vena
Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantng; banyak
vena mempunyai kutub. Vena yang terkecil dinamakan venula. Vena yang lebih kecil
atau cabang-cabangnya, bersatu membentuk vena yang lebih besar, yang seringkali
bersatu satu sama lain membentuk pleksus vena. Arteri profunda tipe sedang sering
diikuti oleh dua vena masing-masing pada sisi-sisinya, dan dinamakan venae cominantes.

3. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh mikroskopik yang membentuk jalinan yang
menghubungkan arteriol dengan venula. Pada beberapa daerah tubuh, terutama pada
ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan langsung antara arteri dan vena tanpa
diperantai kapiler. Tempat hubungan seperti ini dinamakan anastomosis arteriovenosa.

6.3 Histologi Struktur Pembuluh Darah secara umum

Tunica intima. merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah. Lapisan ini dibentuk
terutama oleh sel endothel.
Tunica media. Lapisan yang berada diantara tunika media dan adventitia, disebut juga
lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and jaringan elastic.
Tunica adventitia. Merupakan Lapisan yang paling luar yang tersusun oleh jaringan ikat.

23

Histologi pembuluh darah

6.4 Etiologi
Penyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak ada
hubungannya dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini umumnya perokok
berat yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda, kadang pada usia sekolah .
Penghentian kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit ini.
Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu hubungan yang erat
dengan penggunaan tembakau tidak dapat disangkal. Penggunaan maupun dampak dari
tembakau berperan penting dalam mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut.
Hampir sama dengan penyakit autoimune lainnya, Tromboangitis Obliterans dapat memiliki
sebuah predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian besar
peneliti mencurigai bahwa penyakit imun adalah suatu endarteritis yang dimediasi sistem
imun.

6.5 Patogenesis
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi beberapa
penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi yang mengawali tidak
berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar thrombus. Pasien dengan penyakit ini
24

memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak tembakau, mengalami


peningkatan sel yang sangat sensitive pada kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer
anti endothelial antibody sel , dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah
perifer. Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau pada
pasien ini, yang diduga secara genetic memiliki penyakit ini.
Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior), akan terjadi
perubahan patologis : (a) otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis, (b) tulang mengalami
osteoporosis dan bila timbul gangren maka terjadi destruksi tulang yang berkembang menjadi
osteomielitis, (c) terjadi kontraktur dan atrofi, (d) kulit menjadi atrofi, (e) fibrosis perineural
dan perivaskular, (f) ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari.
Penyakit ini menyerang arteri ukuran sedang sampai kecil dan sering yang di
ekstremitas bawah walaupun mengenai juga pembuluh ekstremitas atas. Pembuluh
mesenterial, serebral dan koroner agak jarang terkena. Kelainan di ekstremitas bawah
biasanya mulai dari trifurkasio a.poplitea terus ke a.dorsalis pedis, a.tibialis posterior,
a.fibularis dan a.digitalis. Pada ekstremitas atas, kelainan ini terjadi pada a.radialis dan
a.ulnaris, berlanjut ke arteri jari-jari. Biasanya kelainan patologik bersifat segmental, artinya
terdapat daerah normal di antara lesi yang dapat berukuran beberapa millimeter sampai
sentimeter. Namun pada fase lanjut, seluruh pembuluh akan terkena.
Pada fase awal tampak serbukan sel-sel radang polimorfonuklir di semua lapisan
dinding pembuluh. Bersamaan dengan itu terjadi pembentukan trombus. Perubahan sekunder
adalah terbentuknya kolateral yang akan menjamin pasokan darah untuk bagian distal. Pada
fase lanjut, sumbatan akan demikian hebat sehingga kolateral tidak akan memadai lagi.
6.6 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis Tromboangitis Obliterans terutama disebabkan oleh iskemia. Gejala
yang paling sering dan utama adalah nyeri yang bermacam-macam tingkatnya.
Pengelompokan Fontaine tidak dapat digunakan disini karena nyeri terjadi justru waktu
istirahat. Nyerinya bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang
bila ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri juga dapat bersifat paroksimal dan
sering mirip dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan lebih lanjut, ketika telah ada
tukak atau gangren, maka nyeri sangat hebat dan menetap.

25

Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung kaki yang
patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan cermin penyakit oklusi
arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibioperonea. Nyeri istirahat iskemik timbul
progresif dan bisa mengenai tidak hanya jari kaki, tetapi juga jari tangan dan jari yang terkena
bisa memperlihatkan tanda sianosis atau rubor, bila bergantung. Sering terjadi radang lipatan
kuku dan akibatnya paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa phalang distal
yang bisa berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri.
Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal pada tungkai dan
penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki,
menjadi putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada
penyakit buerger. Sakit mungkin sangat terasa pada daerah yang terkena.

Manifestasi Klinis Buerger Disease

Perubahan kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang
nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di ujung jari. Pada fase
lebih lanjut tampak vasokonstriksi yang ditandai dengan campuran pucat-sianosis-kemerahan
bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan penyakit Raynaud, serangan iskemia disini
biasanya unilateral. Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang
rendah atau hilang merupakan tanda fisik yang penting.
Tromboflebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum
tampaknya gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase akut menunjukkan kulit kemerahan,
sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras sepanjang beberapa milimeter
sampai sentimeter di bawah kulit. Kelainan ini sering muncul di beberapa tempat pada
26

ekstremitas tersebut dan berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas
yang berbenjol-benjol. Tanda ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka ini hampir
patognomonik untuk tromboangitis obliterans.
Gejala klinis Tromboangitis Obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus dan
gangren terjadi pada fase yang lebih lanjut dan sering didahului dengan udem dan dicetuskan
oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada ujung jari kaki sebatas kuku.
Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder mulai dari kemerahan sampai ke tanda
selulitis.

6.7 Kriteria Diagnosis


Diagnosis pasti penyakit Tromboangitis Obliterans sering sulit jika kondisi penyakit
ini sudah sangat parah. Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan kriteria diagnosis
walaupun kriteria tersebut kadang-kadang berbeda antara penulis yang satu dengan yang
lainnya.
Beberapa hal di bawah ini dapat dijadikan dasar untuk mendiagnosis penyakit Buerger :
1. Adanya tanda insufisiensi arteri
2. Umumnya pria dewasa muda
3. Perokok berat
4. Adanya gangren yang sukar sembuh
5. Riwayat tromboflebitis yang berpindah
6. Tidak ada tanda arterosklerosis di tempat lain
7. Yang terkena biasanya ekstremitas bawah
8. Diagnosis pasti dengan patologi anatomi
Sebagian besar pasien (70-80%) yang menderita penyakit Buerger mengalami nyeri iskemik
bagian distal saat istirahat dan atau ulkus iskemik pada tumit, kaki atau jari-jari kaki.

27

6.8 Pemeriksaan Penunjang


Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis penyakit
Buerger. Tidak seperti penyakit vaskulitis lainnya, reaksi fase akut (seperti angka sedimen
eritrosit dan level protein C reaktif) pasien penyakit Buerger adalah normal.
Pengujian yang direkomendasikan untuk mendiagnosis penyebab terjadinya vaskulitis
termasuk didalamnya adalah pemeriksaaan darah lengkap; uji fungsi hati; determinasi
konsentrasi serum kreatinin, peningkatan kadar gula darah dan angka sedimen, pengujian
antibody antinuclear, faktor rematoid, tanda-tanda serologi pada CREST (calcinosis cutis,
Raynaud phenomenon, sklerodaktili and telangiektasis) sindrom dan scleroderma dan
screening untuk hiperkoagulasi, screening ini meliputi pemeriksaan antibodi antifosfolipid
dan homocystein pada pasien buerger sangat dianjurkan.
Angiogram pada ekstremitas atas dan bawah dapat membantu dalam mendiagnosis
penyakit Buerger. Pada angiografii tersebut ditemukan gambaran corkscrew dari arteri yang
terjadi akibat dari kerusakan vaskular, bagian kecil arteri tersebut pada bagian pergelangan
tangan dan kaki. Angiografi juga dapat menunjukkan oklusi (hambatan) atau stenosis
(kekakuan) pada berbagai daerah dari tangan dan kaki.

6.9 Penatalaksanaan
Terapi medis penderita penyakit Buerger harus dimulai dengan usaha intensif untuk
meyakinkan pasien untuk berhenti merokok. Jika pasien berhasil berhenti merokok, maka
penyakit ini akan berhenti pada bagian yang terkena sewaktu terapi diberikan. Sayangnya,
kebanyakan pasien tidak mampu berhenti merokok dan selalu ada progresivitas penyakit.
Untuk pembuluh darahnya dapat dilakukan dilatasi (pelebaran) dengan obat vasodilator,
misalnya Ronitol yang diberikan seumur hidup. Perawatan luka lokal, meliputi mengompres
jari yang terkena dan menggunakan enzim proteolitik bisa bermanfaat. Antibiotic
diindikasikan untuk infeksi sekunder.
Terapi bedah untuk penderita buerger meliputi debridement konservatif jaringan
nekrotik atau gangrenosa , amputasi konservatif dengan perlindungan panjang maksimum
bagi jari atau ekstremitas, dan kadang-kadang simpatektomi lumbalis bagi telapak tangan
atau simpatetomi jari walaupun kadang jarang bermanfat.

28

Revaskularisasi arteri pada pasien ini juga tidak mungkin dilakukan sampai terjadi
penyembuhan pada bagian yang sakit. Keuntungan dari bedah langsung (bypass) pada arteri
distal juga msih menjadi hal yang kontroversial karena angka kegagalan pencangkokan
tinggi. Bagaimanapun juga, jika pasien memiliki bebrapa iskemik pada pembuluh darah
distal, bedah bypass dengan pengunaan vena autolog sebaiknya dipertimbangkan.
Terapi bedah terakhir untuk pasien penyakit Buerger (yaitu pada pasien yang terus
mengkonsumsi tembakau) adalah amputasi tungkai tanpa penyembuhan ulcers, gangrene
yang progresif, atau nyeri yang terus-menerus serta simpatektomi dan penanganan lainnya
gagal. Hidarilah amputasi jika memungkinkan, tetapi, jika dibutuhkan, lakukanlah operasi
dengan cara menyelamatkan tungkai kaki sebanyak mungkin.

Beberapa usaha berikut sangat penting untuk mencegah komplikasi dari penyakit buerger:
- Gunakanlah alas kaki yang dapat melindungi untuk menghindari trauma kaki dan panas
atau juga luka karena kimia lainnya.
- Lakukanlah perawatan lebih awal dan secara agresif pada lula-luka ektremis untuk
menghindari infeksi
- Menghindar dari lingkungan yang dingin
- Menghindari obat yang dapat memicu vasokontriksi

29

BAB VII
Perbandingan Diabetic Foot Dan Buergers Disease

Diabetic Foot

Buergers Disease

Usia

geriatri

<45 tahun

Faktor Risiko

= faktor risiko DM

Perokok

Jenis Kelamin

Perempuan=laki-laki

Laki- laki lebih banyak

Etiologi

Diabetes Mellitus

Smokers

Keluhan Utama

Luka sukar sembuh

Nyeri terutama malam hari

Patofisiologi

Polineuropati

Angiopati

Angiopati

Predileksi

Pada daerah2 yang sering


terkena tekanan
(bagian dorsal ibu jari dan
bagian proksimal dan dorsal
plantar metatarsal)

Terapi

Sesuai derajat Wagner

Terutama mengenai
pembuluh darah perifer
ekstremitas inferior dan
superior

Konservatif : berhenti
merokok
Operasi : amputasi

30

BAB VIII
PENGELOLAAN KAKI DIABETIK

8.1 Usaha penyelamatan kaki


Memperbaiki kelainan vaskuler.
Memperbaiki sirkulasi.
Edukasi perawatan kaki.
Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap)
dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun menghilangkan
keluhan/gejala dan penyulit DM.
Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
Menghentikan kebiasaan merokok.
8.2 Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap tukak diabetic adalah :
1. Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran radiologi
(benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy vaskularisasi (non
invasive).
2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetic
3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
4. Debridement luka yang adekuat, radikal
5. Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)
6. Antibiotic oral-parental
7. Perawatan luka yang baik
8. Mengurangi edema
9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus,
total kontak casting)
10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular
11. Nutrisi
12. Rehabilitasi

31

Evaluasi
a) Kedalaman ulkus.
Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajad dan dalamnya ulkus. Hati-hati
bila menjum pai ulkus yang nampaknya kecil dan dangk al, karena kadang -kadang ha
ltersebut hanya merupakan puncak dari gunung es, dan pada pemeriksaan yang seksama
penetrasi itu mungkin sudah mencapai jaringan lebih dalam dan luas.

b) Pemeriksaan X foto
Pemeriksaan X foto dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah didapatkan benda asing,
osteomielitis, gas subkutan, dan fraktur asimptomatik.
c) lokasi Ulkus
Apabila lokasi ulkus tidak umum untuk suatu ulkus diabtetik sukar sembuh. Dengan
pengelolaan yang adekuat dan pada anamnesis tidak diakibatkan oleh suatu
trauma perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan biopsi. Hal ini.
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keganasan pada ulkus tersebut.
d) Evaluasi vaskuler
Untuk rencana pengelolaan lebih lanjut diperlukan evaluasi vaskuler kaki penderita,
diusahakan pemeriksaan yang tidak invasive. Salah satu diantaranya adalah
membandingkan tekanan darah sistolik pergelangan kaki dengan tekanan darah
sistolik lengan atas (Ankle-Brachial pressure index), normalnya > 1,1. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa Pressure index tersebut dapat dipakai untuk
memperkirakan / meramalkan penyembuhan , suatu ulkus. Pada suatu penelitian,
87% penderita ulkus dengan pressure index lebih dari 0,6 dapat sembuh, sedangkan
penderita dengan pressure index kurang dari 0,6 yang mengalami penyembuhan
hanya 40 %. Pengukuran tekanan oksigen transkutan dapat digunakan untuk menaksir
keadaan mikrosirkulasi jaringan. Normalnya, tcPO2jaringan kaki adalah 45-90mmHg.

Debridement dan Pembalutan


32

Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada luka
lain,yaitu mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan
granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita mengenalnya dengan
istilah preparasi bed luka. Debridement merupakan tahapan yang penting dalam
proses penyembuhan luka. Buang jaringan mati, jaringan hyperkeratosis dan membuat
drainase yang baik, dan jika diperlukan dilakukan secara berulang. Perlu disadari
bahwa setelah tindakan ini, luka menjadi lebih besar dan berdarah. Harus diketahui
bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement yang baik
dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan
yang bersih.
Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement seperti pada
gangren yang kering, ulkus yang menyembuh dengan scar dan ulkus pada tungkai
dengan sirkulasi yang buruk.
Proses debridement adalah proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau
jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan
mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf,
pembuluh darah, tendo dan tulang. Tujuan dasar dari debridement adalah mengurangi
kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Ada beberapa jenis
debridement, yaitu: Autolytic debridement; Enzym ayic debridement; Mechanical
debridement; biological debridement; surgical debridement.
Kontrol bakteri adalah satu hal penting yang harus diperhatikan. Hasil
eksperimen menunjukkan jumlah antara 105-106 organisme/gram di bed luka akan
mengganggu penyembuhan luka. Mengelola eksudat merupakan hal yang penting
dalam pengelolaan luka. Cara terbaik untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada
luka kronik adalah dengan menilai eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan
secara direct maupun indirect. Direct dilakukan dengan balut tekan disertai highly
absorbent dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan pencucian dan
irigasi menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect, prosedur ini ditujukan untuk
mengurangi penyebab yang mendasari koloni bakteri yang ekstrim.
Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus diperhatikan
adalah keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin>3,5
g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada
ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam. Diperlukan debridement yang
33

optimal sampai nampak jaringan yang sehat dengan cara membuang semua jaringan
nekrotik. Debridement yang tidak optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.
Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang sangat
bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan mengurangi angka
amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan debridement.
Kultur yang didapat dari hapusan luka luar, sudah dibuktikan memiliki korelasi yang
buruk dengan kuman pathogen sebenarnya.
Merendam luka tidak memberikan keuntungan walaupun secara. Tradisionil masih
sering dilakukan, bahkan dapat merugikan karena terjadinya maserasi dan infeksi sekunder.
Selainitu karena kulit penderita tidak sensitif sering terjadi luka bakar akibat penderita
bermaksud merendam lukanya dengan air hangat, ternyata yang digunakan adalah air panas.
Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti povidone iodine asam asetat,
kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium hipokhlorit perlu dipertimbangkan
keuntungannya. Walaupun bahan-bahan tersebut dapat membunuh bakteri yang ada di
permukaan kulit tetapi bahan tersebut juga bersifat sitotoksik terhadap jaringan granulasi
sehingga menghambat penyembuhan luka. Kita juga harus hati-hati dalam penggunaan
antibiotik topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal dengan
waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.

Pembalutan
Banyak teknik dan macam jenis pembalutan yang digunakan saat ini, tapi yang
terpenting pembalutan ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Merangsang penyembuhan luka.
Melindungi dari suhu luar.
Melindungi dari trauma mekanis.
Tidak memerlukan penggantian sering.
Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik.
Bebas dari zat yang mengotori.
Tidak melekat diluka.
Mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka.
Mempunyai daya serap terhadap eksudat.
Mudah untuk melakukan monitor luka.
34

Memudahkan pertukaran udara.


Tidak tembus mikroorganisme.
Nyaman untuk pasien.
Mudah penggunaannya.
Biaya terjangkau.
Perawatan luka dalam suasana lembab akan membantu penyembuhan luka dengan
memberikan suasana yang dibutuhkan untuk pertahanan lokal oleh makrofag,
akselerasi angiogenesis, dan mempercepat proses penyembuhan luka.Suasana lembab
membuat suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan danmemacu pertumbuhan
jaringan. Kemampuan hidrokoloid secara signifikan lebihbaik dari kasa NaCl
0,9%, dressing time rata-rata dan lama rata-rata perawatanulkus relatif lebih sedikit.

Aplikasi Tekanan Negatif (VAC Vaccum Assisted Closure) Pada Luka Sulit
Sembuh.
Ciri-siri luka sulit sembuh adalah luka yang luas yang memerlukan teknik
berketerampilan tinggi untuk menutupnya, chrush injury, luka dengan gangguan
vaskuler, luka dengan penyerta yang kompleks, dan membutuhkan waktu yang lama
untuk sembuh. Ulkus diabetikum termasuk dalam kategori luka yang sulit sembuh.
Penutupan luka dengan bantuan aplikasi tekanan negatif (VAC) telah berkembang
untuk mempercepat penyembuhan luka sulit sembuh. Mekanisme kerja aplikasi
tekanan negatif (VAC) tersebut melalui gaya mekanis untuk (1) menyerap eksudat dan
menghilangkan udem, (2) mempercepatpembentukan pembuluh darah baru (proses
angiogenesis), (3) mengurangi kolonisasi bakteri, (4) meningkatkan proliferasi seluler,
sehingga keseluruhan mempercepat pembentukan jaringan granulasi untuk memberi
fasilitas penutupan luka definitif. Dari hasil penelitian Ford et al, menunjukkan bahwa
aplikasi tekanan negatif (VAC) memberikan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan
terapi pada ulkus dengan 3 FDA Gel - Accuzyme, Iodosorb, dan panafil.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan platelet-derivedgrowth factors (PDGFs)
dapat mempercepat penyembuhan lesi dan telahresisten terhadap pengobatan yang
komperhensif
35

Platelet derived woundhealing formula (PDWHF) berasal dari selalfa platelet dan mengandung
faktor pertumbuhan (growth factors) sebagai berikut :
a) Platelet factors 4 (PF4), yang merangsang netrofil dan monosit, bersifat
chermoattractive dan membantu membersihkan debris dan bakteri.
b) Platelet-derived growth factors (PDGF), adalah suatu unitrogen dan
chermoattractive meningkatkan sintesis matriks, menguatkan matriks,
merangsang monosit dan monoblast untuk mengontrol infeksi
c) Platelet derived angiogenesis factor (PDAF) adalah suatu chermoattractive
merangsang pertumbuhan sel endoteliel dan jaringan granulasi oleh karena
itu meningkatkan suplai vaskuler.
d) Platelet-derived epidermal growth factor (PDEGF) adalah suatu nitrogen
yang merangsang sel epidermal, menghasilkan epidermal kulit
Dalam suatu penelitian randomized double-blind penggunaan factors pertumbuhan
secara tunggal (factor pertumbuhan fibroblast) kurang berhasildalam mempercepat
kesembuhan lesi, hal tersebut menunjukkan bahwa untuk mempercepat penyembuhan
suatu lesi diperlukan beberapa factor pertumbuhan (multiple growth factor).
Pada penderita KD sering dijumpai edema kaki, hal ini dapat meningkatkan
insufisiensi vaskuler oleh karena penekanan kapiler. Edema tersebut dapat dikurangi
dengan cara menaruh satu bantal di bawah tungkai penderita. Jangan menaruh elevasi
terlalu tinggi karena hal tersebut juga akan mengganggu sirkulasi.

Biakan Ulkus
Dalam menghadapi kasus Kaki Diabetik kita haruslah berpegang bahwa tidak semua
kaki diabetik mengalami infeksi. Ulkus yang tidak ada tanda-tanda infeksi tidaklah
perlu dilakukan kultur. Kuman penyebab infeksi pada KD umumnya adalah :
a.Infeksi yang ringan : aerobic gram positif ( Staphylococcus aureus, Streptococcus)
b.Pada infeksi yang dalam dan mengancam penyebab biasanya polimikrobial, terdiri
dari Aerobic gram positif. Basil gram positif (E coli, Klebsiella sp,Proteus sp),
anaerob ( Bacteriodes sp, Peptostreptcoccus sp)

36

Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi KD diperlukan kultur. Pengambilan


bahan kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil kultur akan lebih dipercaya
apabila pengambilan bahan dengan cara curettage dari hasil ulkus setelah
debridement.

Antibiotika
Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada kaki diabetik :
1) Pilihlah antibiotik yang paling potent terhadap bakteri - bakteri ditempat yang
dicurigai sebagai lokasi (site infeksi).
2) Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri-bakteri tertentu.
Antibiotik yang mempunyai potensi baik, memungkinkan pemberian dosis yang
kecil khususnya pada infeksi yang ringan - sedang.
3) Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam jiwa biasanya
penyebabnya polymicrobial. Sehingga gunakan antibiotik yang melawan aerob
gram positif, aerob gram negatif, dan anaerob. Pada ulkus diabetika ringan/sedang
antibiotika yang diberikan difokuskan pada patogen Gram positif. Pada ulkus
terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat
polimikrobial (mencakup bakteri Gram positif berbentuk coccus, Gram negatif
berbentuk batang, dan bakteri anaerob). Antibiotika harus bersifat broad
spectrum dan diberikan secara injeksi.
Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa
alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam,
ticarcillin/clavulanate,
piperacillin/
tazobactam,
Cefotaxime
atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin.
Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan
beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam +
aztreonam,
37

piperacillin/tazobactam +vancomycin,
vancomycin+metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin
atau fluoroquinolone +vancomycin + metronidazole.
Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering
kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus
dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral
selama beberapa minggu dan kemudian dievaluasi kembali melalui fotopolos
radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih, pemberian
antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.

Perbaikan sirkulasi
Sirkulasi pada KD merupakan salah satu faktor yang penting untuk penyembuhan
maka selain faktor vaskuler perlu dipertimbangkan kemungkinan gangguan rheologi
pada penderita tersebut. PenderitaDM mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah
mengalami koagulasi dibandingkan yang bukan DM akibat adanya gangguan
viskositas pada plasma, deformabilitas eritrosit, agregasi trombosit serta adanya
peningkatan trogen dan faktor vonWillbrands.
Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat
memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada trombosit.
Perubahan perubahan ini akan memperbaiki mikrosirkulasi dengan tentunya
menambah oksigenisasi pada piringan yang sebelumnya kurang mendapat oksigen.
Perbaikan mikrosirkulasi bukan hanya memperbaiki oksigenasi jaringan dapat
kemungkinan juga mempertinggi efektifitas obat antibiotic , dengan demikian dapat
mempercepat penyembuhan.
John MF Adam (1990) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penderita KD yang
mendapat pemberian bencyclane / pentoxyfilin sebanyak 6 ampul sertiap hari yang
diberikan secara continous drips selama 10 hari, dan selanjutnya diberikan obat
tablet per oral, mempunyai lama perawatan yang lebih singkat dibandingkan
kolompok control.

38

Pada penderita DM mudah mengalami gangguan agregasi trombosit sehingga obat


obat antiagregasi trombosit yang lain seperti aspirin, dypirodamol, nisergolin,
indebuten, ticlopidin dan yang terbaru masuk Indonesia adalah cilotazol sering
dipakai untuk mengurangi insiden terjadinya PVD pada penderita DM.

Non weight bearing


Tindakan non wight bearing diperlukan pada penderita KD karena umunnya
kaki penderita sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga apabila dipakai berjalan
maka akan menyebabkan luka bertambah besar dan dalam, serta menyebabkan bakteri yang
ada akan mengadakan penetrasi lebih dalam sehingga menghambat penyembuhan.
Penggunaan tongkat penyangga ("crutches") dan atau kursi roda jarang mencapai non
weight bearing total dan konsisten. Cara terbaik untuk mencapainya adalah mempergunakan
gips ( contact cast ).

Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.Adanya
anemia dan hipoalbuminenia akan sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu
untuk monitor kadar Hb dan albumin darah minimal satu minggu sekali. Usahakan Hb di
atas 12 gr / dl dan albumin darah > 3,5gr / dl. Besi, vitamin B12, asam folat membantu sel
darah merah membawa oksigen ke jaringan. Besi juga merupakan suatukofaktor dakam sintesis
kolagen, sedangkan vitamin C dan Zinc penting untuk perbaikan jaringan. Zinc juga berperan
dalam respon imun.

8.3 Pengelolaan Kaki Diabetik menurut klasifikasi Wagner

Wagner derajat I
39

Pada lokasi di tempat-tempat bertekanan tinggi, dilakukan pemeriksaan identifikasi faktor


risiko. Pengelolaan dapat berupa :

Menghilangkan tekanan

Pengangkatan kalus

Mengatasi gangguan vascular yang terjadi

Melakukan pemeriksaan kultur jaringan apabila telah terjadi infeksi, memulai


pemberian antibiotika serta melakukan x-ray foto.

Pengukuran ulkus setiap kali penggantian balutan.

Wagner derajat II & III


Pada stadium ini sudah terbentuk ulkus profunda, di mana proses yang terjadi akibat dari
ulkus superficial yang terus dipaksakan untuk mendapatkan tekanan akibat gangguan berjalan
seorang penderita neuropati. Hal ini menimbulkan proses perusakan jaringan terus berlanjut,
menyebabkan tendon otot yang mendasarinya ikut terkena dan pada akhirnya terjadi
osteomielitis. Pemeriksaan yang dilakukan pada tahap ini adalah x-ray foto, kemudian
menangani sepsis dan debridement agresif. Tendon di bagian dalamnya harus tetap dijaga
agar tidak kering.

Wagner derajat IV
Pada umumnya ditemukan pada ujung jari-jari kaki dan tumit. Dalam inspeksi dapat
ditemukan gangrene akibat insufisensi arteri, dapat pula ditemukan infeksi yang potensial
menyebabkan vaskulitis. Pemeriksaan vascular merupakan keharusan untuk pasien dalam
stadium ini, kemudian dilakukan perawatan lanjutan dengan perhatian utama terhadap kaki
yang masih baik.

Wagner derajat V
40

Tampak nekrosis/gangrene kaki luas akibat kegagalan atau sumbatan arteri. Pengelolaan yang
dilakukan adalah amputasi primer dengan tindakan rekonstruksi.

8.4 Kriteria Terapi Pembedahan pada Kaki Diabetik

Kriteria terapi konservatif


Klinis : -

Pulsasi arteri tungkai dan pedis teraba

Nutirisi kulit cukup

Tidak ada deformitas

Nekrosis atau jaringan infeksi dapat dikendalikan

Radiologis : tidak ada tanda-tanda osteomielitis

Criteria amputasi lokal / trans-metatarsal


Klinis : -

Gangrene pada jari kaki atau meluas hanya ke distal kaki penderita

Nutrisi kulit cukup

Infeksi dapat dikendalikan

Pulsasi arteri poplitea dapat teraba

Radiologis : ada tanda-tanda osteomielitis

Criteria amputasi bawah lutut


Klinis : -

Gangrene dan edema pada kaki, menyebar sampai ke angkle

Infeksi tidak dapat dikendalikan

Pulsasi poplitea tidak teraba

Radiologi : ada tanda-tanda osteomielitis

Criteria amputasi atas lutut


Klinis : -

Gangrene menyebar ke atas pergelangan kaki sampai sepertiga tungkai

Infeksi tidak dapat dikendalikan

Nutrisi kulit buruk

Pulsasi poplitea tidak teraba

Radiologi : sirkulasi buruk, ada tanda-tanda osteomielitis, perubahan neuropati pada


sendi subtalar dan midtalar.
41

BAB IX
KESIMPULAN
Kaki diabetes merupakan kombinasi arterioskierosis ke-2 tersering sesudah
arteriosklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang pembuluh darah tungkai bawah.
Umumnya kelainan ini dikenal sebagai PVD (PeripheralVascular Desease). Ada 3 faktor yang
dapat dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu neuropati,
PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tapi seringkali merupakan
komplikasi iskemia maupun neuropati. Secara patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik.
autonom, vaskuler) yang dapat dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati pada
diabetes mellitus. Diabetes mellitus bersama faktor genetik dan lingkungan misalnva
(alkohol) akan lewat ke-3 faktor tersebut disebabkan klinis neuropati.
Kelainan makrovaskuler maupun mikrovaskuler terjadi pula pada kaki pasien DM.
Kelainan vaskular tidak begitu berperan pada patogenesis terjadinya tukak, tetapi berperan
lebih nyata pada penyernbuhan tukak dan kemudian, nasib kaki. Dari segi praktis maka kaki
diabetik dapat dipandang sebagai kaki iskemiaataupun kaki neuropatik.
Klinisi harus melakukan pemeriksaan kaki yang pada seorang diabetes harus secara
integrative setiap kunjungan secara periodic. Selain itu diperlukan saran sederhana bagi
penderita diabetes mellitus untuk perawatan kaki

BAB X

42

DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji S , Kaki Diabetik,Kaitannya Dengan Neuropati Diabetik dalam 1
Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997; E1-16.
2. Darmono, Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes Mellitus dalam
Naskah lengkap Kongres Nasional V PersatuanDiabetes Indonesia (Persadia) dan
Pertemuan Ilmiah PerkumpulanEndokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit
UniversitasDiponegoro, Semarang, 2002 ; 57 68.
3. Pemayun T G D, Gambaran Makro dan Mikroangiopati Diabetik di Poliklinik
Endokrin, dalam Naskah lengkap Kongres Nasional VPersatuan Diabetes
Indonesia (Persadia) dan Pertemuan IlmiahPerkumpulan Endokrinologi Indonesia
(Perkeni), Badan PenerbitUniversitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 87 97.
4. Preventive Foot Care in People with Diabetes in American Diabetes
Association. Clinical Practice Recommendation 2002. Diabetes Care, Volume 25,
Suplemen 1, January 2003; page 78 - 79.
5. Diabetes Foot Care. Last Up Date at June, 2002. Available from file
//www.diabetes.org/
6. Powers A C, Diabetes Mellitus in Horrisons Principles ofInternal Medicine 15 th
Edition [monographin CD Room] , Mc GrawHill ; 2001.
7. Scope Management of type 2 diabetes : prevention and management of Foot
problems. Diabetes Care, Volume 25, June 2002;S 1085 - 1094. Available at
http://w w w .nice.org.uk/nice medi a/pdf/footcare_s cope.pdf

43

Anda mungkin juga menyukai