Referat Buerger Disease & Diabetic Foot
Referat Buerger Disease & Diabetic Foot
PENDAHULUAN
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) sering disebut the great imitator karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh seperti otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), jantung, mata,
kaki (gangren diabetik). Gejala DM dapat timbul perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari adanya perubahan pada dirinya seperti minum menjadi lebih banyak (polidipsi),
buang air kecil lebih sering (poliuri), makan lebih banyak (polifagi) ataupun berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas.
Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1996 di dunia
terdapat 120 juta penderita diabetes mellitus yang diperkirakan naik dua kali lipat pada tahun
2025. Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan umur, kelebihan berat badan (obesitas), dan
gaya hidup.
Salah satu komplikasi menahun dari DM adalah kelainan pada kaki yang disebut
sebagai kaki diabetik. Menurut dr Sapto Adji H SpOT dari bagian bedah ortopedi Rumah
Sakit Internasional Bintaro (RSIB), komplikasi yang paling sering dialami pengidap diabetes
adalah komplikasi pada kaki (15 persen) yang kini disebut kaki diabetes.
Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapatkan jauh lebih besar
dibandingkan dengan negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang tinggi ini disebabkan kurang
pengetahuan penderita akan penyakitnya, kurangnya perhatian dokter terhadap komplikasi ini
serta rumitnya cara pemeriksaan yang ada saat ini untuk mendeteksi kelainan tersebut secara
dini.
Salah satu komplikasi penyakit diabetes mellitus yang sering dijumpai adalah kaki
diabetik, yang dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi, gangren dan artropati Charcot.
Di antara penderita kaki diabetik tersebut memerlukan tindakan amputasi. Resiko amputasi
terjadi bila ada faktor; neuropati perifer, deformitas tulang, insufisiensi vaskular, riwayat
ulkus/amputasi dan gangguan patologi kuku berat. Neuropati perifer mempunyai peranan
yang sangat besar dalam terjadinya kaki diabetik akibat hilangnya proteksi sensasi nyeri
terutama di kaki. Lebih dari 80% kaki DM dilatarbelakangi oleh neuropati.
1
BAB II
EPIDEMIOLOGI
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut
terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik
diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan
tanda sebagai berikut :
1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
3. Nyeri saat istirahat.
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
3.2 Patogenesis
Kaki diabetes merupakan kombinasi antara arteriosklerosis ke-2 tersering setelah
arteriosklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang pembuluh darah tungkai bawah.
Umumnya kelainan ini dikenal sebagai PVD (Peripheral Vascular Disease). Ada 3 faktor
yang dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu neuropati,
PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tetapi seringkali merupakan
komplikasi iskemia maupun neuropati. Dari segi praktis maka kaki diabetic dapat dipandang
sebagai kaki iskemia ataupun kaki neuropatik.
Pada kaki neuropatik, somatic dan otonom rusak, namun sirkulasi masih intak
sehingga nadi teraba jelas, secara klinis kaki teraba hangat, sensasi terhadap rabaan
berkurang, dan kering. Komplikasi kaki neuropatik ini ada 3 macam : ulkus neuropatik, sendi
neuropatik (sendi Charcot) dan edema neuropatik.
dalam pembuluh darah, peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol. Hal tersebut akan
diperberat dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol.
Lesi vaskuler berupa penebalan pada membran basal pembuluh darah kapiler yang
diakibatkan karena disposisi yang berlebihan mukoprotein dan kolagen. Pembuluh darah
arteri yang paling sering terkena adalah arteri tibialis dan poplitea. Adanya trombus, emboli
maupun tromboemboli menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. Selanjutnya
oklusi dapat menjadi total dan jika perfusi darah dari aliran kolateral tidak mencukupi
kebutuhan maka terjadi iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan gejala claudicatio
intermitten dan yang paling berat dapat mengakibatkan gangren.
Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler, menyebabkan
ketidakcukupan oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau sebagian kecil kulit.
Kemudian, bagian yang iskemi tersebut mengalami ulserasi, infeksi ataupun gangren.
Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri yang mengalami gangguan berukuran lebih besar
maka gangguan oksigenasi jaringan akan lebih luas. Adanya trombus yang menyumbat lumen
arteri akan menimbulkan gangren yang luas bila mengenai pembuluh darah yang sedang atau
besar. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu,
benda tajam dan gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskuler (aterosklerosis)
maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskuler menyebabkan terjadinya iskemia kaki
dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus.
Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak kaki,
selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga telapak kaki. Pada
ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa ditemukan infeksi kuman Gram
positif, negatif dan anaerob.
Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta penyebabnya dibagi menjadi
3 kelompok yaitu:
1. Abses pada deep plantar space
2. Selulitis non supuratif dorsum pedis
3. Ulkus perforasi pada telapak kaki
BAB IV
DIAGNOSIS
4.1. Anamnesa
Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri, polidipsi dan
polifagi. Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya ke dokter dan laboratorium
menunjang penegakkan diagnosis. Adanya riwayat keluarga yang sakit seperti ini dapat
ditemukan, dan memang penyakit ini cenderung herediter.
Anamnesis juga harus dilakukan meliputi aktivitas harian, sepatu yang digunakan,
pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas atau
7
istirahat , durasi menderita DM, penyakit komorbid, kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat
yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya.
Riwayat berobat yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis dan prognosis
seorang pasien, sebab walaupun penanganan telah baik namun terapi diabetesnya tidak teratur
maka akan sia-sia. Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara langsung segera setelah
trauma. Gangguan neuropati sensorik mengkaburkan gejala apabila luka atau ulkusnya masih
ringan. Setelah luka bertambah luas dan dalam, rasa nyeri mulai dikeluhkan oleh penderita
dan menyebabkan datang berobat ke dokter atau rumah sakit. Banyak dari seluruh penderita
diabetes melitus dengan komplikasi ulkus atau bentuk infeksi lainnya, memeriksakan diri
sudah dalam keadaan lanjut,sehingga penatalaksanaannya lebih rumit dan prognosisnya lebih
buruk ( contohnya amputasi atau sepsis ).
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan
dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mendapatkan deskripsi
karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangi
terjadinya ulkus (neuropati, obstruksivaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi
ulkus dan melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya
deformitas, adanya pulsasi arteri tungkai dan pedis.
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk dan
lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yang
dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit hangat, kalus, warna
kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar kaput metatarsal I-III, lesi sering
berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan
lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak
pus, eksudat, edema atau kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril.
Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan
tendon, tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah
dipermukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit 37%) dan
daerah dorsum pedis (11%).
Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab terjadinya ulkus
dapat digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan dengan
garpu tala, atau dengan uji monofilamen. Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang
sangat sederhana dan cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena
ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak
normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang
dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumitdan dan di
antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada sela-sela jari
dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah, sehingga mudah terluka dan
kemudian mengalami infeksi.
Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada
penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah. Pulsasi arteri femoralis, arteri
poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus dinilai dan kekuatannya di kategorikan
9
sebagai aneurisma, normal, lemah atau hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis
posterior dan dorsalis pedis teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi
aksial normal. Penderita dengan claudicatio intermitten
femoralis superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun tidak
didapatkan pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior. Penderita diabetik lebih
sering didapatkan menderita gangguan infra popliteal dan karena itu meskipun teraba pulsasi
pada arteri femoral dan popliteatapi tidak didapatkan pulsasi distalnya.
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk mengetahui
adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah
dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya insufisiensi
arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah menggunakan
manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi
oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai
bawah (ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas
(brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi
penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi tekanan
sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,710,90
terjadi iskemia ringan, ABI 0,410,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,000,40
telah terjadi obstruksi vaskulerberat.
Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi pada arteri kaki bagian
bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka ABI menunjukkan lebih dari 1,2 sehingga
angka ABI tersebut tidak menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang dari 0,5
dianjurkan operasi (misalnya amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat
diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan latihan.
10
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis secara pasti
adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete Blood
Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit.
Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa pemeriksaan non
invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang sudah dijelaskan pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau
menggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic
resonance angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy(CTA ).
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih diragukan, atau
apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi maka pemeriksaan digital
subtraction angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis
dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila
intervensi endovascular menjadi pilihan terapi.
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk mengetahui ada
tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambarandestruksi tulang dan osteolitik.
12
Penelitian di USA oleh Boyko pada 749 penderita Diabetes mellitus dengan hasil bahwa lama
menderita DM 10 tahun merupakan faktor risiko terjadinya ulkus diabetika dengan RR-nya
sebesar 3 (95 % CI : 1,2 6,9).
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 10
tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul
komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopatimikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang
sering tidak dirasakan.
BAB V
GAMBARAN KLINIS KAKI DIABETIK
gas. Penyebabnya dapat karena Clostridium , E coli, Streptococus anaerob, dan Bacteroides
sp. Untuk melakukan identifikasi kasus yang rentan ulkus, kini digunakan alat sederhana
untuk screening, yaitu TCD (Tactile Circumferential Discriminator) pada hallux yang
korelasinya dengan menggunakan filament dan ambang fibrasi yang cukup tinggi. Dalam
menilai ulkus perlu dipastikan dalam serta luasnya ulkus. Sering kita terkecoh karena kita
anggap enteng, padahal lesi ini merupakan puncak dari gunung es.
Secara klinis terlihat melebar pada kaki dan tungkai bawah pada sikap berbaring.
Kaki ada aliran lebih cepat dan vaskularitas lebih. Apabila ada ulkus maka perlu
diperhatikan kuman penyebab infeksinya. Kirim sample untuk biakan bakteri.
Ulkus Neuropati
makrovaskuler
(aterosklerosis)
maupun
karena
gangguan
yang
bersifat
14
waktu istirahat, dengan ulserasi dan gangren. Umumnya rest pain diwaktu malam, dan
berkurang pada sikap kaki yang tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus
neuropatik, disini ulkusnya nyeri, satu nekrosis, dilingkari pinggiran eritemateus dan
tidak disertai callus. Predileksi di ibu jari, tepi medial metatarsal I, atau tepilateral
metatarsal V, serta tumit. Perlu diperiksa pembuluh darah arteri, kalau perlu dengan
arteriografi.
Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren ,maka dibuat klasifikasi
derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner.
16
Tingkat
Derajat 0
Karakteristik kaki
Tidak ada ulserasi, tetapi beresiko tinggi walaupun tidak ada ulserasi, untuk
menjadi kaki diabetik. Penderita dalam kelompok ini perlu mendapat perhatian
khusus. Pengamatan berkala, perawatan kaki yang baik dan penyuluhan
penting untuk mencegah ulserasi.
Derajat I
Ulkus superfisial, tanpa infeksi disebut juga ulkus neuropatik, oleh karena itu
lebih sering ditemukan pada daerah kaki yang banyak mengalami tekanan
berat badan yaitu di daerah ibu jari kaki dan plantar. Sering terlihat adanya
kallus.
Derajat II
Ulkus dalam, disertai selulitis, tanpa abses atau kelainan tulang Adanya ulkus
dalam, sering disertai infeksi tetapi tanpa adanya kelainan tulang.
Derajat III
Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang dalam.
Derajat IV
Gangren terbatas yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit Penyebab utama adalah
iskemi, oleh karena itu disebut juga ulkus iskemi yang terbatas pada daerah
tertentu.
Derajat V
Gangren seluruh kaki Biasanya oleh karena sumbatan arteri besar, tetapi juga
ada kelainan neuropati dan infeksi.
Tabel 2. Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetic
17
18
19
20
BAB VI
21
Buergers Disease
6.1 Definisi
Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah penyakit oklusi kronis
pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai
pembuluh darah perifer ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan
vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam.
Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali terjadinya
obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah mengalami konstriksi atau
obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran
darah ke jaringan.
Buerger Disease
2. Vena
Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantng; banyak
vena mempunyai kutub. Vena yang terkecil dinamakan venula. Vena yang lebih kecil
atau cabang-cabangnya, bersatu membentuk vena yang lebih besar, yang seringkali
bersatu satu sama lain membentuk pleksus vena. Arteri profunda tipe sedang sering
diikuti oleh dua vena masing-masing pada sisi-sisinya, dan dinamakan venae cominantes.
3. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh mikroskopik yang membentuk jalinan yang
menghubungkan arteriol dengan venula. Pada beberapa daerah tubuh, terutama pada
ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan langsung antara arteri dan vena tanpa
diperantai kapiler. Tempat hubungan seperti ini dinamakan anastomosis arteriovenosa.
Tunica intima. merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah. Lapisan ini dibentuk
terutama oleh sel endothel.
Tunica media. Lapisan yang berada diantara tunika media dan adventitia, disebut juga
lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and jaringan elastic.
Tunica adventitia. Merupakan Lapisan yang paling luar yang tersusun oleh jaringan ikat.
23
6.4 Etiologi
Penyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak ada
hubungannya dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini umumnya perokok
berat yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda, kadang pada usia sekolah .
Penghentian kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit ini.
Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu hubungan yang erat
dengan penggunaan tembakau tidak dapat disangkal. Penggunaan maupun dampak dari
tembakau berperan penting dalam mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut.
Hampir sama dengan penyakit autoimune lainnya, Tromboangitis Obliterans dapat memiliki
sebuah predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian besar
peneliti mencurigai bahwa penyakit imun adalah suatu endarteritis yang dimediasi sistem
imun.
6.5 Patogenesis
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi beberapa
penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi yang mengawali tidak
berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar thrombus. Pasien dengan penyakit ini
24
25
Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung kaki yang
patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan cermin penyakit oklusi
arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibioperonea. Nyeri istirahat iskemik timbul
progresif dan bisa mengenai tidak hanya jari kaki, tetapi juga jari tangan dan jari yang terkena
bisa memperlihatkan tanda sianosis atau rubor, bila bergantung. Sering terjadi radang lipatan
kuku dan akibatnya paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa phalang distal
yang bisa berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri.
Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal pada tungkai dan
penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki,
menjadi putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada
penyakit buerger. Sakit mungkin sangat terasa pada daerah yang terkena.
Perubahan kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang
nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di ujung jari. Pada fase
lebih lanjut tampak vasokonstriksi yang ditandai dengan campuran pucat-sianosis-kemerahan
bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan penyakit Raynaud, serangan iskemia disini
biasanya unilateral. Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang
rendah atau hilang merupakan tanda fisik yang penting.
Tromboflebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum
tampaknya gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase akut menunjukkan kulit kemerahan,
sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras sepanjang beberapa milimeter
sampai sentimeter di bawah kulit. Kelainan ini sering muncul di beberapa tempat pada
26
ekstremitas tersebut dan berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas
yang berbenjol-benjol. Tanda ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka ini hampir
patognomonik untuk tromboangitis obliterans.
Gejala klinis Tromboangitis Obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus dan
gangren terjadi pada fase yang lebih lanjut dan sering didahului dengan udem dan dicetuskan
oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada ujung jari kaki sebatas kuku.
Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder mulai dari kemerahan sampai ke tanda
selulitis.
27
6.9 Penatalaksanaan
Terapi medis penderita penyakit Buerger harus dimulai dengan usaha intensif untuk
meyakinkan pasien untuk berhenti merokok. Jika pasien berhasil berhenti merokok, maka
penyakit ini akan berhenti pada bagian yang terkena sewaktu terapi diberikan. Sayangnya,
kebanyakan pasien tidak mampu berhenti merokok dan selalu ada progresivitas penyakit.
Untuk pembuluh darahnya dapat dilakukan dilatasi (pelebaran) dengan obat vasodilator,
misalnya Ronitol yang diberikan seumur hidup. Perawatan luka lokal, meliputi mengompres
jari yang terkena dan menggunakan enzim proteolitik bisa bermanfaat. Antibiotic
diindikasikan untuk infeksi sekunder.
Terapi bedah untuk penderita buerger meliputi debridement konservatif jaringan
nekrotik atau gangrenosa , amputasi konservatif dengan perlindungan panjang maksimum
bagi jari atau ekstremitas, dan kadang-kadang simpatektomi lumbalis bagi telapak tangan
atau simpatetomi jari walaupun kadang jarang bermanfat.
28
Revaskularisasi arteri pada pasien ini juga tidak mungkin dilakukan sampai terjadi
penyembuhan pada bagian yang sakit. Keuntungan dari bedah langsung (bypass) pada arteri
distal juga msih menjadi hal yang kontroversial karena angka kegagalan pencangkokan
tinggi. Bagaimanapun juga, jika pasien memiliki bebrapa iskemik pada pembuluh darah
distal, bedah bypass dengan pengunaan vena autolog sebaiknya dipertimbangkan.
Terapi bedah terakhir untuk pasien penyakit Buerger (yaitu pada pasien yang terus
mengkonsumsi tembakau) adalah amputasi tungkai tanpa penyembuhan ulcers, gangrene
yang progresif, atau nyeri yang terus-menerus serta simpatektomi dan penanganan lainnya
gagal. Hidarilah amputasi jika memungkinkan, tetapi, jika dibutuhkan, lakukanlah operasi
dengan cara menyelamatkan tungkai kaki sebanyak mungkin.
Beberapa usaha berikut sangat penting untuk mencegah komplikasi dari penyakit buerger:
- Gunakanlah alas kaki yang dapat melindungi untuk menghindari trauma kaki dan panas
atau juga luka karena kimia lainnya.
- Lakukanlah perawatan lebih awal dan secara agresif pada lula-luka ektremis untuk
menghindari infeksi
- Menghindar dari lingkungan yang dingin
- Menghindari obat yang dapat memicu vasokontriksi
29
BAB VII
Perbandingan Diabetic Foot Dan Buergers Disease
Diabetic Foot
Buergers Disease
Usia
geriatri
<45 tahun
Faktor Risiko
= faktor risiko DM
Perokok
Jenis Kelamin
Perempuan=laki-laki
Etiologi
Diabetes Mellitus
Smokers
Keluhan Utama
Patofisiologi
Polineuropati
Angiopati
Angiopati
Predileksi
Terapi
Terutama mengenai
pembuluh darah perifer
ekstremitas inferior dan
superior
Konservatif : berhenti
merokok
Operasi : amputasi
30
BAB VIII
PENGELOLAAN KAKI DIABETIK
31
Evaluasi
a) Kedalaman ulkus.
Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajad dan dalamnya ulkus. Hati-hati
bila menjum pai ulkus yang nampaknya kecil dan dangk al, karena kadang -kadang ha
ltersebut hanya merupakan puncak dari gunung es, dan pada pemeriksaan yang seksama
penetrasi itu mungkin sudah mencapai jaringan lebih dalam dan luas.
b) Pemeriksaan X foto
Pemeriksaan X foto dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah didapatkan benda asing,
osteomielitis, gas subkutan, dan fraktur asimptomatik.
c) lokasi Ulkus
Apabila lokasi ulkus tidak umum untuk suatu ulkus diabtetik sukar sembuh. Dengan
pengelolaan yang adekuat dan pada anamnesis tidak diakibatkan oleh suatu
trauma perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan biopsi. Hal ini.
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keganasan pada ulkus tersebut.
d) Evaluasi vaskuler
Untuk rencana pengelolaan lebih lanjut diperlukan evaluasi vaskuler kaki penderita,
diusahakan pemeriksaan yang tidak invasive. Salah satu diantaranya adalah
membandingkan tekanan darah sistolik pergelangan kaki dengan tekanan darah
sistolik lengan atas (Ankle-Brachial pressure index), normalnya > 1,1. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa Pressure index tersebut dapat dipakai untuk
memperkirakan / meramalkan penyembuhan , suatu ulkus. Pada suatu penelitian,
87% penderita ulkus dengan pressure index lebih dari 0,6 dapat sembuh, sedangkan
penderita dengan pressure index kurang dari 0,6 yang mengalami penyembuhan
hanya 40 %. Pengukuran tekanan oksigen transkutan dapat digunakan untuk menaksir
keadaan mikrosirkulasi jaringan. Normalnya, tcPO2jaringan kaki adalah 45-90mmHg.
Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada luka
lain,yaitu mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan
granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita mengenalnya dengan
istilah preparasi bed luka. Debridement merupakan tahapan yang penting dalam
proses penyembuhan luka. Buang jaringan mati, jaringan hyperkeratosis dan membuat
drainase yang baik, dan jika diperlukan dilakukan secara berulang. Perlu disadari
bahwa setelah tindakan ini, luka menjadi lebih besar dan berdarah. Harus diketahui
bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement yang baik
dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan
yang bersih.
Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement seperti pada
gangren yang kering, ulkus yang menyembuh dengan scar dan ulkus pada tungkai
dengan sirkulasi yang buruk.
Proses debridement adalah proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau
jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan
mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf,
pembuluh darah, tendo dan tulang. Tujuan dasar dari debridement adalah mengurangi
kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Ada beberapa jenis
debridement, yaitu: Autolytic debridement; Enzym ayic debridement; Mechanical
debridement; biological debridement; surgical debridement.
Kontrol bakteri adalah satu hal penting yang harus diperhatikan. Hasil
eksperimen menunjukkan jumlah antara 105-106 organisme/gram di bed luka akan
mengganggu penyembuhan luka. Mengelola eksudat merupakan hal yang penting
dalam pengelolaan luka. Cara terbaik untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada
luka kronik adalah dengan menilai eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan
secara direct maupun indirect. Direct dilakukan dengan balut tekan disertai highly
absorbent dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan pencucian dan
irigasi menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect, prosedur ini ditujukan untuk
mengurangi penyebab yang mendasari koloni bakteri yang ekstrim.
Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus diperhatikan
adalah keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin>3,5
g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada
ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam. Diperlukan debridement yang
33
optimal sampai nampak jaringan yang sehat dengan cara membuang semua jaringan
nekrotik. Debridement yang tidak optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.
Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang sangat
bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan mengurangi angka
amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan debridement.
Kultur yang didapat dari hapusan luka luar, sudah dibuktikan memiliki korelasi yang
buruk dengan kuman pathogen sebenarnya.
Merendam luka tidak memberikan keuntungan walaupun secara. Tradisionil masih
sering dilakukan, bahkan dapat merugikan karena terjadinya maserasi dan infeksi sekunder.
Selainitu karena kulit penderita tidak sensitif sering terjadi luka bakar akibat penderita
bermaksud merendam lukanya dengan air hangat, ternyata yang digunakan adalah air panas.
Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti povidone iodine asam asetat,
kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium hipokhlorit perlu dipertimbangkan
keuntungannya. Walaupun bahan-bahan tersebut dapat membunuh bakteri yang ada di
permukaan kulit tetapi bahan tersebut juga bersifat sitotoksik terhadap jaringan granulasi
sehingga menghambat penyembuhan luka. Kita juga harus hati-hati dalam penggunaan
antibiotik topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal dengan
waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.
Pembalutan
Banyak teknik dan macam jenis pembalutan yang digunakan saat ini, tapi yang
terpenting pembalutan ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Merangsang penyembuhan luka.
Melindungi dari suhu luar.
Melindungi dari trauma mekanis.
Tidak memerlukan penggantian sering.
Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik.
Bebas dari zat yang mengotori.
Tidak melekat diluka.
Mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka.
Mempunyai daya serap terhadap eksudat.
Mudah untuk melakukan monitor luka.
34
Aplikasi Tekanan Negatif (VAC Vaccum Assisted Closure) Pada Luka Sulit
Sembuh.
Ciri-siri luka sulit sembuh adalah luka yang luas yang memerlukan teknik
berketerampilan tinggi untuk menutupnya, chrush injury, luka dengan gangguan
vaskuler, luka dengan penyerta yang kompleks, dan membutuhkan waktu yang lama
untuk sembuh. Ulkus diabetikum termasuk dalam kategori luka yang sulit sembuh.
Penutupan luka dengan bantuan aplikasi tekanan negatif (VAC) telah berkembang
untuk mempercepat penyembuhan luka sulit sembuh. Mekanisme kerja aplikasi
tekanan negatif (VAC) tersebut melalui gaya mekanis untuk (1) menyerap eksudat dan
menghilangkan udem, (2) mempercepatpembentukan pembuluh darah baru (proses
angiogenesis), (3) mengurangi kolonisasi bakteri, (4) meningkatkan proliferasi seluler,
sehingga keseluruhan mempercepat pembentukan jaringan granulasi untuk memberi
fasilitas penutupan luka definitif. Dari hasil penelitian Ford et al, menunjukkan bahwa
aplikasi tekanan negatif (VAC) memberikan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan
terapi pada ulkus dengan 3 FDA Gel - Accuzyme, Iodosorb, dan panafil.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan platelet-derivedgrowth factors (PDGFs)
dapat mempercepat penyembuhan lesi dan telahresisten terhadap pengobatan yang
komperhensif
35
Platelet derived woundhealing formula (PDWHF) berasal dari selalfa platelet dan mengandung
faktor pertumbuhan (growth factors) sebagai berikut :
a) Platelet factors 4 (PF4), yang merangsang netrofil dan monosit, bersifat
chermoattractive dan membantu membersihkan debris dan bakteri.
b) Platelet-derived growth factors (PDGF), adalah suatu unitrogen dan
chermoattractive meningkatkan sintesis matriks, menguatkan matriks,
merangsang monosit dan monoblast untuk mengontrol infeksi
c) Platelet derived angiogenesis factor (PDAF) adalah suatu chermoattractive
merangsang pertumbuhan sel endoteliel dan jaringan granulasi oleh karena
itu meningkatkan suplai vaskuler.
d) Platelet-derived epidermal growth factor (PDEGF) adalah suatu nitrogen
yang merangsang sel epidermal, menghasilkan epidermal kulit
Dalam suatu penelitian randomized double-blind penggunaan factors pertumbuhan
secara tunggal (factor pertumbuhan fibroblast) kurang berhasildalam mempercepat
kesembuhan lesi, hal tersebut menunjukkan bahwa untuk mempercepat penyembuhan
suatu lesi diperlukan beberapa factor pertumbuhan (multiple growth factor).
Pada penderita KD sering dijumpai edema kaki, hal ini dapat meningkatkan
insufisiensi vaskuler oleh karena penekanan kapiler. Edema tersebut dapat dikurangi
dengan cara menaruh satu bantal di bawah tungkai penderita. Jangan menaruh elevasi
terlalu tinggi karena hal tersebut juga akan mengganggu sirkulasi.
Biakan Ulkus
Dalam menghadapi kasus Kaki Diabetik kita haruslah berpegang bahwa tidak semua
kaki diabetik mengalami infeksi. Ulkus yang tidak ada tanda-tanda infeksi tidaklah
perlu dilakukan kultur. Kuman penyebab infeksi pada KD umumnya adalah :
a.Infeksi yang ringan : aerobic gram positif ( Staphylococcus aureus, Streptococcus)
b.Pada infeksi yang dalam dan mengancam penyebab biasanya polimikrobial, terdiri
dari Aerobic gram positif. Basil gram positif (E coli, Klebsiella sp,Proteus sp),
anaerob ( Bacteriodes sp, Peptostreptcoccus sp)
36
Antibiotika
Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada kaki diabetik :
1) Pilihlah antibiotik yang paling potent terhadap bakteri - bakteri ditempat yang
dicurigai sebagai lokasi (site infeksi).
2) Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri-bakteri tertentu.
Antibiotik yang mempunyai potensi baik, memungkinkan pemberian dosis yang
kecil khususnya pada infeksi yang ringan - sedang.
3) Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam jiwa biasanya
penyebabnya polymicrobial. Sehingga gunakan antibiotik yang melawan aerob
gram positif, aerob gram negatif, dan anaerob. Pada ulkus diabetika ringan/sedang
antibiotika yang diberikan difokuskan pada patogen Gram positif. Pada ulkus
terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat
polimikrobial (mencakup bakteri Gram positif berbentuk coccus, Gram negatif
berbentuk batang, dan bakteri anaerob). Antibiotika harus bersifat broad
spectrum dan diberikan secara injeksi.
Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa
alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam,
ticarcillin/clavulanate,
piperacillin/
tazobactam,
Cefotaxime
atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin.
Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan
beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam +
aztreonam,
37
piperacillin/tazobactam +vancomycin,
vancomycin+metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin
atau fluoroquinolone +vancomycin + metronidazole.
Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering
kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus
dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral
selama beberapa minggu dan kemudian dievaluasi kembali melalui fotopolos
radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih, pemberian
antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.
Perbaikan sirkulasi
Sirkulasi pada KD merupakan salah satu faktor yang penting untuk penyembuhan
maka selain faktor vaskuler perlu dipertimbangkan kemungkinan gangguan rheologi
pada penderita tersebut. PenderitaDM mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah
mengalami koagulasi dibandingkan yang bukan DM akibat adanya gangguan
viskositas pada plasma, deformabilitas eritrosit, agregasi trombosit serta adanya
peningkatan trogen dan faktor vonWillbrands.
Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat
memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada trombosit.
Perubahan perubahan ini akan memperbaiki mikrosirkulasi dengan tentunya
menambah oksigenisasi pada piringan yang sebelumnya kurang mendapat oksigen.
Perbaikan mikrosirkulasi bukan hanya memperbaiki oksigenasi jaringan dapat
kemungkinan juga mempertinggi efektifitas obat antibiotic , dengan demikian dapat
mempercepat penyembuhan.
John MF Adam (1990) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penderita KD yang
mendapat pemberian bencyclane / pentoxyfilin sebanyak 6 ampul sertiap hari yang
diberikan secara continous drips selama 10 hari, dan selanjutnya diberikan obat
tablet per oral, mempunyai lama perawatan yang lebih singkat dibandingkan
kolompok control.
38
Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.Adanya
anemia dan hipoalbuminenia akan sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu
untuk monitor kadar Hb dan albumin darah minimal satu minggu sekali. Usahakan Hb di
atas 12 gr / dl dan albumin darah > 3,5gr / dl. Besi, vitamin B12, asam folat membantu sel
darah merah membawa oksigen ke jaringan. Besi juga merupakan suatukofaktor dakam sintesis
kolagen, sedangkan vitamin C dan Zinc penting untuk perbaikan jaringan. Zinc juga berperan
dalam respon imun.
Wagner derajat I
39
Menghilangkan tekanan
Pengangkatan kalus
Wagner derajat IV
Pada umumnya ditemukan pada ujung jari-jari kaki dan tumit. Dalam inspeksi dapat
ditemukan gangrene akibat insufisensi arteri, dapat pula ditemukan infeksi yang potensial
menyebabkan vaskulitis. Pemeriksaan vascular merupakan keharusan untuk pasien dalam
stadium ini, kemudian dilakukan perawatan lanjutan dengan perhatian utama terhadap kaki
yang masih baik.
Wagner derajat V
40
Tampak nekrosis/gangrene kaki luas akibat kegagalan atau sumbatan arteri. Pengelolaan yang
dilakukan adalah amputasi primer dengan tindakan rekonstruksi.
Gangrene pada jari kaki atau meluas hanya ke distal kaki penderita
BAB IX
KESIMPULAN
Kaki diabetes merupakan kombinasi arterioskierosis ke-2 tersering sesudah
arteriosklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang pembuluh darah tungkai bawah.
Umumnya kelainan ini dikenal sebagai PVD (PeripheralVascular Desease). Ada 3 faktor yang
dapat dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu neuropati,
PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tapi seringkali merupakan
komplikasi iskemia maupun neuropati. Secara patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik.
autonom, vaskuler) yang dapat dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati pada
diabetes mellitus. Diabetes mellitus bersama faktor genetik dan lingkungan misalnva
(alkohol) akan lewat ke-3 faktor tersebut disebabkan klinis neuropati.
Kelainan makrovaskuler maupun mikrovaskuler terjadi pula pada kaki pasien DM.
Kelainan vaskular tidak begitu berperan pada patogenesis terjadinya tukak, tetapi berperan
lebih nyata pada penyernbuhan tukak dan kemudian, nasib kaki. Dari segi praktis maka kaki
diabetik dapat dipandang sebagai kaki iskemiaataupun kaki neuropatik.
Klinisi harus melakukan pemeriksaan kaki yang pada seorang diabetes harus secara
integrative setiap kunjungan secara periodic. Selain itu diperlukan saran sederhana bagi
penderita diabetes mellitus untuk perawatan kaki
BAB X
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji S , Kaki Diabetik,Kaitannya Dengan Neuropati Diabetik dalam 1
Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1997; E1-16.
2. Darmono, Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes Mellitus dalam
Naskah lengkap Kongres Nasional V PersatuanDiabetes Indonesia (Persadia) dan
Pertemuan Ilmiah PerkumpulanEndokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit
UniversitasDiponegoro, Semarang, 2002 ; 57 68.
3. Pemayun T G D, Gambaran Makro dan Mikroangiopati Diabetik di Poliklinik
Endokrin, dalam Naskah lengkap Kongres Nasional VPersatuan Diabetes
Indonesia (Persadia) dan Pertemuan IlmiahPerkumpulan Endokrinologi Indonesia
(Perkeni), Badan PenerbitUniversitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 87 97.
4. Preventive Foot Care in People with Diabetes in American Diabetes
Association. Clinical Practice Recommendation 2002. Diabetes Care, Volume 25,
Suplemen 1, January 2003; page 78 - 79.
5. Diabetes Foot Care. Last Up Date at June, 2002. Available from file
//www.diabetes.org/
6. Powers A C, Diabetes Mellitus in Horrisons Principles ofInternal Medicine 15 th
Edition [monographin CD Room] , Mc GrawHill ; 2001.
7. Scope Management of type 2 diabetes : prevention and management of Foot
problems. Diabetes Care, Volume 25, June 2002;S 1085 - 1094. Available at
http://w w w .nice.org.uk/nice medi a/pdf/footcare_s cope.pdf
43