Anda di halaman 1dari 9

Pendekatan Klinis Terhadap Kor Pulmonale Kronik Et Causa PPOK

Raymond Gunawan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Alamat korespondensi: Raymond.2013fk335@civitas.ukrida.ac.id
Pendahuluan
Dengan gaya hidup yang modern dan berteknologi sekarang ini, seluruh kebutuhan umat
manusia sangat beragam mulai dari jenis makanan, hal-hal yang menyenangkan serta dapat
memenuhi kebutuhan mereka namun dengan keberagaman ini banyak penyakit yang dapat
memicu terjadinya gagal jantung entah itu karena kelainan struktur pada organ jantung, tekanan
yang berlebihan pada paru ataupun jantung, volume darah yang begitu banyak dalam organ
tersebut. Adapun faktor lain yang dapat memperberat gejala tersebut seperti beraktivitas berat
sehingga timbul sesak napas. Lalu hal-hal apa saja yang dapat memicu terjadinya kor pulmonale
tersebut?
Dalam makalah ini penulis akan membahas lebih rinci mengenai gejala klinis, penyebab,
perjalanan penyakit serta penatalaksanaan termasuk farmakoterapi ataupun non- farmakoterapi.
Anamnesis
Tidak ada gejala klinis yang khas yang terjadi berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kanan.
Gejala klinis yang terlihat adalah berupa hipertensi pulmonal, termasuk adanya dispnea saat
beraktivitas, fatig, letargi, nyeri dada dan sinkope.
Fatig, letargi dan sinkope saat beraktivitas merupakan pengaruh dari peningkatan output
jantung selama tekanan saat beraktivitas tersebut karena obstruksi pembuluh darah pada arteriol
paru. Angina tipikal akan dapat terlihat. Mekanisme terjadinya angina belum terlalu jelas, sesuai
dengan tekanan pada arteri dan iskemik ventrikel kanan yang dapat terlihat. Iskemik ventrikel
kanan dapat diakibatkan oleh hipoksemia selama beraktivitas sehingga dapat terjadinya angina
Diagnosis kor pulmonal ditegakkan dengan menemukan tanda PPOK yaitu asidosis dan
hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal (diketahui

dengan adanya gambaran EKG P pulmonale dengan deviasi aksis ke kanan. Pada foto Thoraks
terdapat pelebaran cabang paru di hilus), hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung
kanan (ditegakkan dengan adanya peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites
maupun edema tungkai).
Anamnesis mungkin ditemukan adanya sesak nafas, riwayat batuk yang sudah lama, batuk
berdarah dan nyeri dada.1
Pemeriksaan Fisik
Pada Kor Pulmonale Kronik dapat dideteksi dari hipertensi pulmonal dan hipertrofi ventrikel
kanan, terkadang dapat berhubungan dengan kegagalan fungsi ventrikel kanan. Peningkatan
intensitas dari komponen pulmonal pada suara jantung, akan dapat dipalpasi. Pada auskultasi
jantung dapat terdengar adanya murmur sistolik ejeksi, pada derajat penyakit yang lebih parah
dapat terdengar adanya murmur regurgitasi diastolik pumonal. Hipertropi ventrikel kanan terlihat
pada prominent gelombang A pada pulsasi vena jugular. Kegagalan ventrikel kanan akan
menyebabkan terjadinya hipertensi vena sistemik. Sehingga dapat terjadi peningkatan tekanan
vena jugular dengan prominent gelombang V, suara ketiga ventrikel kanan dan high-pitched
tricuspid regurgitant murmur. Murmur pada ventrikel kanan dan galop terdengar pada saat
inspirasi. Pada emfisema yang berat, peningkatan diameter AP (anteroposterior) dada sehingga
membuat auskultasi akan susah didengar dan perubahan posisi impulse ventrikel kanan.1
-

Pemeriksaan Jugular Vein Pressure

Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium kanan. Tekanan
vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 300.
Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cmH2O (normalnya 5-2 cm) dengan memperkirakan
jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada heart failure stadium dini, tekanan
vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal
seiring dengan peningkatan tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif). Gelombang v
besar mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.
-

Pemeriksaan Hepar dan Hepatojugular Reflux

Jika ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama
systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi
peningkatan tekanan pada vena hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga
merupakan tanda lanjut pada CPC, diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat kongesti
hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.
-

Pemeriksaan Edema Ekstremitas

Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada gagal jantung kanan, namun tidak spesifik
dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya
sistemik dan dependen pada CPC dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada
pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan
pada daerah sacral (edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan
indurasi dan pigmentasi ada kulit.
Edema pada pasien Kor Pumonale Kronik pada PPOK yang berat berhubungan dengan gagal
jantung kanan, pada pasien yang lain edema dapat terjadi tanpa diikuti gejala gagal jantung
kanan. Hiperkapnia dapat terjadi. Berhubungan dengan adanya retensi Na pada tubuh pasien.
Pemeriksaan Penunjang
-

Rontgen Thorak

Karakteristik pada rontgen pada hipertensi arteri pulmonal terlihat adanya pemebsesaran pada
sentral arteri pulmonal. Pada 95% pasien dengan PPOK dan hipertensi pulmonal, diameter dari
cabang kebawah arteri pulmonal kanan adalah lebih besar 20mm. Gagal jantung kanan akan
terlihat ventrikular kanan dan dilatasi atrial kanan pada rontgen dada. Pembesaran ventrikular
menyebabkan penurunan ukuran retrosetenal. Bagaimanapun, beberapa kelainan yang bisa
ditemukan ini dapat juga ditemukan pada kifosis, hiperinflasi paru, pembesaran ventrikular kiri,
atau penyakit paru intersisial.
-

Elektrokardiogram

Akan terlihat tanda hipertropi ventrikel kanan. Yaitu deviasi aksis kanan dan rasio R/S lebih
dari 1 pada lead V1, peningkatan amplitudo gelombang P pada lead II (P pulmoale) merupakan
tanda pembesaran atrium kanan, inkomplit atau komplit Right Bundle Branch Block, pada akut

kor pulmonale, dengan emboli pulmonale akut, akan terlihat gambaran klasik pada gelombang S
di lead I denan Q dan T inverted pada lead III.
-

Dopler Ekokardiografi

Merupakan pemeriksaan noninvasif pada penilaian tekanan arteri pulmonal. Ini merupakan
tekhnis dengan menghitung fungsional trikuspid insufisiensi yang selalu ada pasien dengan
hipertropi atrium. Maksimum regurgitasi trikuspid jet velocity akan terekam dan tekanan arteri
pulmonal akan dikalkulasikandengan rumus Bernoulli.
-

Tes Fungsi Paru

Pada pasien dengan riwayat penyakit paru dengan fungsi jantung normal. Pada penyakit paru
intersisial yang berat (dengan volume paru dibawah 50%normal) hipertensi pulmonale sekunder,
sewaktu restriksi sedang akan menyebabkan terjadinya hipertensi arteri pulmonal itu sendiri.
-

Biopsi Paru

Pemeriksaan patologik sering dilakukan pada intra-operative untuk melihat ireversibel arteri
pulmonal. Kateterisasi jantung pada pembuluh darah pulmonal yang resisten dan respon
vasodilator yang adekuat dapat membantu terapi yang akan dilakukan.
Working Diagnosis: Kor Pulmonale Kronik et causa PPOK
Secara garis besar, kor pulmonale merupakan hipertrofi atau yang disebut dilatasi pada
ventrikel kanan yang disebabkan penyakit parenkim atau pembuluh darah paru yang tidak
berhubungan dengan kelainan pada jantung kiri. Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan
adalah edema. Pada kasus ini, sekitar 80-90% penyebabnya merupakan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) dari penyebab tersebut kemudian menimbulkan hipertensi pulmonal karena
peregangan serta beban yang ada di ventrikel kanan.2
Differential Diagnosis: Congestive Heart Failure (CHF)
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelaian fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal.

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif adalah penurunan kontraksi
ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah
(TD), dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
kompensasi neurohormonal. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan
meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraksi
jantung melalui hukum starling. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, peninggian afterload
dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi
gagal jantung yang tidak terkompensasi. 2, 3
Etiologi 2
Berdasarkan dasar penyebabnya, terbagi menjadi 4 kelompok yaitu penyakit pembuluh darah
paru, tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma, fibrosis, penyakit
neuromuskular dan dinding dada, serta penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli
termasuk PPOK. Penyakit lainnya dapat berupa penyakit paru interstisial, dan gangguan
pernapasan saat tidur.
Epidemiologi
Walaupun prevalensi PPOK di Amerika Serikat adalah kira-kira 15 juta, prevalensi pasti dari
kor pulmonal sulit untuk ditentukan, karena ia tidak muncul pada semua kasus PPOK, serta
karena kurang sensitifnya pemeriksaan fisik dan uji rutin untuk deteksi hipertensi pulmonal. Kor
pulmonal diperkirakan terdapat sebanyak 6-7 % dari semua jenis penyakit jantung dewasa di AS,
dengan PPOK akibat bronkhitis kronik atau emfisema sebagai faktor kausatif pada lebih dari
50% kasus. Secara global, insiden kor pulmonal bervariasi antar negara, tergantung pada
prevalensi merokok, polusi udara, dan faktor risiko lain terkait penyakit paru-paru.4
Patofisiologi 2, 3
Akibat dari hipertensi pulmonal, hal ini berpengaruh terhadap peningkatan pada tahanan
pembuluh pulmonal. Ada beberapa faktor yang meningkatkan peningkatan tahanan pembuluh
pulmonal yaitu berkurangnya vascular bed pada paru dimana pembuluh darah terdesak oleh paru
yang mengembang atau kerusakan paru, kedua adalah hipoksia akut menyebabkan
vasokonstriksi pada pulmonal selanjutnya adalah asidosis, hiperkapnea, hiperviskositas darah.

Selain pasien yang terserang penyakit PPOK, perokok juga dapat merubah struktur endotel paru
namun kasus ini masih belum diketahui.
Karena adanya PPOK ini maka peningkatan tekanan (afterload) di ventrikel kanan membesar
juga hal lainnya adalah kerusakan parenkim paru itu sendiri. Pada penderita PPOK hipertensi
pulmonal berlangsung lambat.
Manifestasi Klinis
Gejala kor pulmonal lebih cenderung terhadap gejala penyakit paru seperti dyspnea saat
beraktivitas berat, batuk lama yang berdahak terutama bronkiektasis. Pemeriksaan fisik
ditemukan kelainan berupa, hipersonor, suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, ronki
basah dan kering, mengi. Letak diafragma rendah dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan
radiologi menunjukkan berkurangnya corakan bronkovaskular, letak diafragma rendah dan
mendatar, posisi jantung vertikal.
Gejala selanjutnya adalah hipoksia didapatkan keluhan kurang nafsu makan dan berat badan
menurun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya sianosis dan pemeriksaan laboratorium
ditemukan polisistemia.
Selanjutnya dapat ditemukan edema tungkai, bendungan vena jugularis, hepatomegali dan
terkadang asites.2, 3
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung sama dengan
pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk :
1.
2.
3.
4.

Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas


Menurunkan hipertensi pulmonal
Meningkatkan kelangsungan hidup
Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya.

Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk menurukan hipertensi pulmonal,
pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan kelangsungan hidup. Untuk tujuan tersebut
pengobatan yang dapat dilaksanakan diawali dengan menghentikan merokok serta tatalaksana
lanjut adalah sebagai berikut 2

Terapi Oksigen

Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup belum


diketahui. Ditemukan dua hipotesis (1) terapi oksigen mengurangi vasokonstriksi dan
menurunkan resistensi vascular paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan.
(2) Terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke
jantung, otak, dan organ vital lain.
Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of Health/NIH,
Amerika), 15 jam (British Medical Research Council/MRC) dan 24 jam (NIH) meningkatkan
kelangsungan hidup dibandingkan dengan pasien tanpa terapi oksigen.
Indikasi terapi oksigen (di rumah) adalah :
1. PaO2 55 mmHg atao SaO2 88%
2. PaO2 55-59 mmHg disertai salah satu dari edema disebabkan gagal jantung kanan, P
-

pulmonal pada EKG, ertrositosis hematokrit >56%.


Vasodilator

Vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergic, inhibitor ACE, dan
prostaglandin sampai saat ini belum direkomendasikan pemakaiannya secara rutin. Rubin
menemukan pedoman untuk menggunakan vasodilator bila didapatkan empat respons
hemodinamik sebagai berikut :
1. Resistensi vascular paru diturunkan minimal 20%
2. Curah jantung meningkatkan atau tidak berubah
3. Tekanan darah sistemik tidak berubah secara signifikan
Kemudian harus dievaluasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah keuntungan
hemodinamik diatas masih menetap atau tidak. Pemakaian sildenafik untuk melebarkan
pembuluh darah paru pada primary Pulmonary Hypertansion, sedang ditunggu hasil penelitian
untuk kor pulmonal lengkap.
-

Digitalis

Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri. Digitalis
tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien kor pulmonal dengan fungsi
ventrikel kiri normal, hanya pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri yang
menurunkan digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Disamping itu pengobatan
dengan digitalis menunjukkan peningkatan terjadinya komplikasi aritmia.
-

Diuretika

Diuretika diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian diuretika yang berlebihan dapat
menimbulkan alkalosis metabolic yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu
dengan terapi diuretic dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload ventrikel
kanan dan curah jantung menurun.
-

Flebotomi

Tindakan flebotomi pada pasien kor pulmonal dengan hematokrit yang tinggi untuk
menurunkan hematokrit sampai dengan nilai 59% hanya merupakan terapi tambahan pada paien
ko pulmonal dengan gagal jantung kanan akut.
-

Antikoagulan

Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan terjadinya


tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi
pada pasien. Disamping terapi diatas pasien kor pilmonal pada PPOK harus mendapat terapi
standar untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta.
Prognosis
Prognosis kor pulmonal bergantung pada patologi yang mendasarinya. Pasien dengan PPOK
yang berkembang menjadi kor pulmonal memiliki kesempatan 30% untuk bertahan hidup selama
5 tahun, namun apakah kor pulmonal memiliki nilai prognosis yang independen atau hanya
mencerminkan tingkat keparahan yang mendasari PPOK tersebut atau penyakit paru lainnya
masih belum jelas.5
Komplikasi 6

Komplikasi pada kor pulmonal ialah sinkop, hipoksia, kongesti hepatik pasif dan kematian
Kesimpulan
Terapi optimal kor pulmonal karena PPOK harus dimulai dengan terapi optimal PPOK untuk
mencegah atau memperlambat timbulnya hipertensi pulmonal. Terapi tambahan baru diberikan
bila timbul tanda-tanda gagal jantung kanan.
Daftar Pusaka
1) Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006
2) Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-6. Jakarta:
Interna Publishing; 2014.
3) Kasper DL, Fauci AS. Harrison Principals of Internal Disease. Edisi ke-17. USA:
McGraw Hill; 2012.
4) Tinjauan pustaka: http://crd.sagepub.com. Cor Pulmonale. E Weitzenblum and A
Chaouat. Chronic Respiratory Disease 2009; 6: 177185. Diunduh tanggal 12 September
5)

2015
Marie MB, Alejandro C. Arroliga MD, Herbert P, and Richard A. cor pulmonale.
Diunduh dari www.medscape.com 12 september 2015.

6) Fauci AS, Dennis LK, dkk. Heart failure and cor pulmonale. Dalam: Harrisons Principles

of Internal Medicine. Edisi 13. United States of America: The McGraw-Hill Companies
Inc; 2008.p. 217-244

Anda mungkin juga menyukai