Anda di halaman 1dari 11

Penyakit Jantung Rematik pada Anak

Muhammad Tawfiq Zamri


102013525
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510
muhammad.2013fk525@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit jantung didapat
yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup
jantung yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup
mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang
katup pulmonal. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau
keduanya.1
Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting dari demam rematik.
Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri dari fibrin dan sel-sel darah di
sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup jantung. Katup mitral paling sering terkena,
selanjutnya diikuti oleh katup aorta; manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan
dengan berkurangnya peradangan, verrucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan
parut. Dengan serangan berulang dari demam rematik, verrucae baru terbentuk di bekas
tempat tumbuhnya verrucae sebelumnya dan endokardium mural dan korda tendinea menjadi
terkena.1

Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan keluhan utama yang membuat pasien datang ke dokter. Didapati
pasien sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan tidak ada keluhan demam.
Keluhan sesak didahului batuk, mudah lelah dan sering berdebar-debar sejak 1 bulan yang
lalu. Sesak nafas meningkat setelah aktivitas fisik dan membaik setelah pasien beristirahat.
Anamnesis jantung menyeluruh harus mulai dengan masa perinatal yang rinci, menanyakan
mengenai adanya sianosis, distres pernapasan atau prematuritas. Komplikasi ibu seperti
diabetes kehamilan, pemajanan obat, atau penyalahgunaan bahan-bahan dapat dihubungkan
dengan masalah jantung. Jika gejala-gejala jantung mulai selama masa bayi, waktu datangnya
tanda-tanda harus diperhatikan, karena ini dapat memberi pegangan mengenai keadaan
jantung spesifik. Selain itu juga perlu ditanyakan riwayat persalinannya, ada tidaknya biru
pada saat lahir, riwayat tumbuh kembangnya serta keluhan-keluhan yang dialami pada saat
kanak-kanak. Di sini pasien memiliki riwayat sering batuk pilek sejak kecil, berat badan sulit
naik dan sering sakit tenggorokan waktu kecil.1

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dimulai dengan penilaian umum pasien dengan perhatian khusus pada adanya
sianosis, kelainan pertumbuhan dan apakah ada bukti distress pernapasan. Di sini keadaan
umum pasien sesak, gelisah, diaforetik, dan tidak sianosis. Sianosis paling baik diamati pada
bantalan kuku, bibir, lidah, dan membrana mukosa. Kemudian dilakukan pemeriksaan tandatanda vital yang meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, dan suhu tubuh.
Frekuensi nadi didapati 140x/menit, frekuensi nafas 40x/menit, dan suhu tubuh 36,3oC.
Selain itu juga perlu dilakukan pengukuran tinggi dan berat badan untuk mengetahui apakah
adanya gangguan pertumbuhan.1
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik jantung. Jantung harus diperiksa secara sistematis
mulai dengan inspeksi dan palpasi serta perkusi. Banyak yang dapat diketahui sebelum
auskultasi yang dapat mempersempit diagnosis banding, contohnya apeks kuat angkat
ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri. Dari inspeksi ictus cordis tampak 2 jari lateral linea
midclavicularis sinistra sela iga ke-6.1

Palpasi prakordium dilakukan dengan pasien telentang, digunakan untuk menilai ukuran dan
aktivitas ventrikel. Impuls apeks tidak boleh lebih rendah dari sela iga ke-5 atau terletak
lateral dari line midklavikularis kiri, jika impuls apeks berada di luar batas ini, berarti
ventrikel kiri membesar atau bergeser. Harus dilakukan upaya untuk menentukan apakah
kualitas impuls normal, meningkat, dan menurun secara lambat akibat lesi obstruktif yang
menyebabkan beban tekanan, atau meningkat atau menurun secara tepat dengan
penyimpangan yang besar akibat beban volume yang besar, baik akibat pirau dari kiri ke
kanan atau regurgitasi aorta atau mitral yang nyata.
Perkusi tidak dapat memperkirakan ukuran jantung pada anak. Perkusi hanya berguna untuk
menghubungkan tepi kiri jantung dengan impuls apeks bila terdapat kecurigaan terhadap
efusi pericardium, atau dalam mendeteksi pergeseran mediastinum.
Kemudian pada auskultasi harus didengarkan seluruh siklus jantung, menentukan bunyi
jantung pertama (S1), sistol, bunyi jantung kedua (S2), dan diastole. Kemudian harus
didengarkan dengan teliti setiap bunyi dan semua tipe bunyi dan bising yang mungkin ada
dengan memusatkan perhatian pada bunyi dan bising yang bersangkutan sehingga bunyi lain
betul-betul tidak terdengar. Teknik ini disebuk diseksi dan digunakan pada setiap lokasi di
atas prekordium. Dari auskultasi terdengar pansistolik murmur grade 3/6 di apex jantung dan
diastolic murmur di sela iga ke-2 pada linea sternalis kanan.1
Bising pansistolik mulai hampir secara simultan dengan suara jantung pertama dan berlanjut
di seluruh sistol, kemudia menjadi sedikit demi sedikit dekresendo. Penting untuk diingat
bahwa sesudah penutupan katup atrioventrikuler (suara jantung pertama) ada periode pendek
yang selama masa tersebut tekanan ventrikel naik tetapi katup semilunaris tetap tertutup
(kontraksi isovolemik). Dengan demikian, bising pansistolik (terdengar selama kontraksi
isovolemik maupun ejeksi fase sistol) tidak mungkin disebabkan oleh aliran yang melewati
katup semilunaris karena katup ini tertutup selama kontraksi isovolemik. Bising pansistolik
dengan demikian terkait dengan keluarnya darah karena kontraksi ventrikel melalui defek
sekat ventrikel atau insufisiensi katup atrioventrikuler (mitral atau tricuspid). 1
- Bising derajat 1 lebih lemah dari bunyi jantung dan sukar didengar
- Bising derajat 2 sama dengan bunyi jantung
- Bising derajat 3 lebih keras dari bunyi jantung. Bising derajat 2 dan 3 dengan mudah
terdengar, tetapi tidak disertai dengan getaran (thrill)
3

- Bising derajat 4 disertai dengan thrill prekordium


- Bising derajat 5 terdengar dengan hanya menempelkan tepi stetoskop pada dada
- Bising derajat 6 terdengar tanpa stetoskop atau dengan telinga telanjang
Bising diastolic terdengar bila terjadi regurgitasi yang melewati katup semilunar atau bila ada
stenosis (sebenarnya atau relative dari aliran tinggi) katup AV. Bising regurgitasi aorta
biasanya bernada amat tinggi, dekresendo dimulai saat bunyi jantung kedua dan berlokasi
sepanjang tepi kiri sternum. Regurgitasi pulmonal dapat dimulai saat bunyi jantung kedua
atau dapat sedikit sesudahnya (terutama dengan blockade cabang berkas kanan), tetapi
biasanya bernada lebih rendah, kecuali kalau ada hipertensi pulmonal, dalam hal ini bunyinya
sangat mirip dengan regurgitasi aorta. Bising stenosis yang melewati katup AV biasanya
midiastolik dan rumble (nada sangat rendah); bising stenosis mitral terjadi pada apeks dan
bising stenosis tricuspid terjadi sepanjang tepi kiri bawah sternum. Bising stenosis relative
dengan katup AV yang normal secara anatomic dapat dihubungkan dengan ASD atau dengan
aliran tinggi yang melewati katup tricuspid atau katup mitral; bising ini terjadi pada anak
dengan pirau dari kiri ke kanan yang besar pada tingkat ventrikel atau arteri besar.2
Pada pemeriksaan fisik paru, pada auskultasi terdengar suara nafas vesikuler dengan ronki
basah pada kedua basal paru.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Foto Thoraks PA;
Cor; CTR > 55%, double contour di jantung kanan, aortic knob kecil, segmen
pulmonal menonjol, RVH. Pulmones; Hi;us melebar, trachea lurus ditengah,
parenchym paru tidak tampak kelainan, corakan bronkovaskuler tidak meningkat.
Diafragma; tidak nampak kelainan. Kesan; Cor tampak cardiomegaly. RVH (mitral
configurasi). Pulmones; tidak tampak kelainan parenchym paru

Diagnosis Kerja (Penyakit Jantung Rematik)


Etiologi

Demam rematik akut disebabkan oleh respon imunologis yang terjadi sebagai sekuel dari
infeksi streptokokus grup A pada faring tetapi bukan pada kulit. Tingkat serangan demam
rematik akut setelah infeksi streptokokus bervariasi tergantung derajat infeksinya, yaitu 0,3
sampai 3 persen. Faktor predisposisi yang penting meliputi riwayat keluarga yang menderita
demam rematik, status sosial ekonomi rendah (kemiskinan, sanitasi yang buruk), dan usia
antara 6 sampai 15 tahun (dengan puncak insidensi pada usia 8 tahun).3
Epidemiologi
Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik, merupakan jenis
penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi anak-anak dan dewasa muda.
Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada
anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. Prevalensi demam rematik atau penyakit
jantung rematik yang diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang
berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1
sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000 anak sekolah. 3

Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober1 November 2001 yang
diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di Negara maju
hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang di daerah Asia Tenggara
diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar 2.000-332.000 penduduk yang
meninggal diseluruh dunia akibat penyakit tersebut.3
Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa
penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung rematik
berkisar antara 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, secara kasar dapat
diperkirakan bahwa prevalensi demam rematik di Indonesia pasti lebih tinggi dari angka
tersebut, mengingat penyakit jantung rematik merupakan akibat dari demam rematik.3
Patofisiologi
Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan Streptokokus
beta hemolitik grup A. Reaksi autoimun terhadap infeksi Streptokokus secara hipotetif akan
menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, sebagai berikut (1)
Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi pada faring, (2) antigen Streptokokus akan
menyebabkan pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun, (3) antibodi akan bereaksi
dengan antigen Streptokokus, dan dengan jaringan hospes yang secara antigenik sama seperti
Streptokokus ( dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan antara antigen
5

Streptokokus dengan antigen jaringan jantung), (4) autoantibodi tesebut bereaksi dengan
jaringan hospes sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. 4
Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada lapisan jantung
khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan daun katup dan
erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya daun katup mitral
menutup pada saat sistolik sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta dan
aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini mengakibatkan penurunan curah
sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri,
peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium sehingga
terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah hal ini mengakibatkan
kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema
intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat
mengakibatkan gagal jantung kanan.4
Manifestasi Klinis
PJR insufisiensi mitral, tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung pada
keparahannya. Pada penyakit ringan, tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada, prekordium
akan tenang, dan auskultasi akan menunjukan bising holosistolik di apeks, menjalar ke aksila.
Pada insufisiensi mitral berat, dapat ada tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi
kelelahan, penambahan berat, lemah, dan dispnea pada saat kerja. Jantung membesar dengan
impuls prekordial ventrikel kiri apeks kuat angkat dan sering ada getaran (thrill) sistolik di
apeks. Bunyi jantung pertama normal; bunyi jantung ke-2 mungkin diperkuat jika ada
hipertensi pulmonal.5
Bunyi jantung ke-3 biasanya jelas. Jarang ada klik ejeksi mid sistolik, seperti ditemukan
pada prolaps katup mitral nonreumatik. Bising holosistolik terdengar di apeks menjalar ke
aksila dan tepi strenum. Lagipula, bising rumbel mid-diastolik pendek menyertai bunyi
jantung ke-3; bising ini disebabkan oleh bertambahnya aliran darah dari beban volume
atrium kiri yang melewati katup mitral sebagai akibat insufisiensi masif. Adanya bising
diastolik yang disertai dengan insufisiensi tidak perlu berarti bahwa ada stenosis mitral
mekanik. Lesi yang kedua ini memerlukan bertahun-tahun untuk terjadi dan ditandai oleh
bising

diastolik

yang

lebih

panjang

dengan

pengerasan

presistolik.5

Diagnosis Banding
6

Demam Reumatik Akut


Demam rematik adalah penyakit peradangan yang diakibatkan oleh infeksi streptococci grup
A. Penyakit ini menyerang jantung, persendian, susunan saraf pusat, dan jaringan subkutan.
Banyak manifestasi klinis demam rheumatic muncul pada gangguan vaskular kolagen.
Manifestasi klinis mayor dari demam rheumatic meliputi poliarthritis, karditis, korea, nodul
subkutan, dan eritema marginatum. Pada demam rheumatic klasik, terdapat poliarthritis
migrant akut berkaitan dengan penyakit yang mempunyai gejala demam. Sendinya berwarna
merah, panas, bengkak, sangat nyeri bila ditekan dan sakit bila digerakkan.
Kebanyakan pasien dengan karditis rheumatic tidak mempunyai gejala yang berhubungan
dengan jantung. Karditis dapat mengenai endokardium (katup), miokardium, atau
pericardium. Gambaran klinis demam rheumatic yang lain tidak begitu bernilai dalam
menentukan diagnosis. Demam dapat bervariasi dan bertahan selama beberapa minggu.
Arthralgia sering muncul, tapi bila gejala obyektif (poliarthritis migrans) tidak ada, hal ini
tidak mempunyai kepentingan diagnosis mayor.5
Endokarditis infektif
Endokarditis bacterial jarang pada pasien pediatri dan terjadi pada katup alamiah, katup yang
dirusak oleh demam rematik, kelainan katup secara kongenital, lesi katup didapat (prolaps
katup mitral), dan penggantian katup prostetik. Keadaan ini kemungkinan akibat aliran jet
turbulensi darah (dari PDA, VSD, atau shunt sistemik ke pulmonal). Manifestasi klinisnya
dapat berupa demam, menggigil, nyeri dada, artralgia, mialgia, dispnea, malaise, dan
takikardia.5
Ventricle Septal Defect (VSD)
Defek septum ventrikel adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak terbentuknya septum
antara ventrikel jantung kiri dan kanan sehingga antara keduanya terdapat lubang (tunggal
atau multiple) yang saling menghubungkan. Defek ini bisa muncul sebagai kelainan tunggal
(berdiri sendiri) atau muncul bersama dengan malformasi congenital kardial lainnya.5
Gejala klinisnya dibagi menjadi :
VSD besar

Karena kelebihan sirkulasi pulmonal, penderita akan mengalami sesak nafas, sianosis
(walaupun VSD bukan PJB sianotik tetapi apabila aliran darah infektif lebih tinggi daripada
aliran efektif, sianosis akan muncul), gangguan makan, infeksi dan radang paru berulang, dan
gangguan pertumbuhan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan sesak nafas, bulging, prekordial
yang hiperaktif; bising pansistolik derajat 3-4, nada tinggi, kasar, dengan punktum
maksimum di ICS 3-4 linea parasternalis kiri; bising diastolic pendek pada ICS 4 linea
midklavikularis setelah bunyi jantung ke-2.
VSD sedang
Menunjukkan gejala mirip dengan VSD besar, hanya lebih ringan. Penderita mengeluh
mudah lelah. Jarang menjadi gagal jantung, kecuali bila terjadi endokarditis infektif atau
karena anemia. Terdapat bising pansistolik cukup keras (derajat 3) nada tinggi, kasar, pada
ICS 3-4 linea parasternalis kiri.
VSD kecil
Biasanya tidak menunjukkan gejala. Pada pemeriksaan fisik ditemukkan bising pansistolik
dengan atau tanpa thrill tepat sebelum bunyi jantung dua.

Penatalaksanaan
Farmakologi
Pemberantasan infeksi streptococcus :
Pemberian benzatin penisilin G dengan kriteria sebagai berikut :
- Usia < 20 tahun 1,2 juta unit tiap 4 minggu sampai usia 25 tahun
- Usia > 20 tahun diberikan selama 5 tahun
Jika kriteri 1 dan 2 sudah terlaksana namunmuncul kekambuhan lagi, maka akan
mendapatkan suntikan yang sama dengan dosis 1,2 juta unit tiap 4 minggu selama 5 tahun
berikutnya. Jika kasusnya berat, diberikan tiap 3 minggu.
Pencegahan komplikasi karditis :
- Pemberian penisilin benzatin setiap satu kali sebulan untuk pencegahan sekunder menurut
The American Asosiation
8

- Tirah baring bertujuan untuk mengurangi komplikasi karditis dan mengurangi beban kerja
jantung pada saat serangan akut demam reumatik
- Bila pasien ada tanda-tanda gagal jantung maka diberikan terapi digitalis 0,04 0,06 mg/kg
BB.
Mengurangi rasa sakit dan anti radang :
- Pasien diberi analgetik untuk mengurangi rasa sakit yang dideritanya. Salisilat diberikan
untuk anti radang dengan dosis 100 mg/kg BB/hari dan 25 mg/kg BB/hari selama satu bulan.
- Prednison diberikan selama kurang lebih dua minggu dan tapering off (dikurangi bertahap).
Dosis awal prednison 2 mg/kg BB/hari.3
Non-farmakologi
1. Valvotomi mitralis (valvulotomi), dipertimbangkan untuk beberapa pasien yang
gejalanya telah berkembang menjadi penyakit jantung fungsional kelas II (yaitu,
timbul gejala saat melakukan kerja fisik biasa). Katup mitralis stenotik dapat
diperlebar dengan pendekatan per kutan atau pembedahan transventrikular, yang
dapat memisahkan daun-daun katup pada tempat menyatunya di sepanjang
komisura. Valvuloplasti dilakukan dengan memasukkan satu atau dua kateter yang
berujungkan balon melalaui pembuluh darah perifer dengan bantuan alat
fluoroskopi. Kateter balon dimasukkan melalui septum atrium ke atrium kanan,
pada katup yang lentur dan tidak berkalsifikasi, pengembangan balon akan
memisahkan komisura yang menyatu.
2. Penggantian katup mitral, dapat dilakukan dengan eksisi katup, korda tendinea,
dan otot papilaris. Kemudian diselipkan sebuag katup palsu untuk bekerja
layaknya katup asli.
3. Perbaikan katup mitralis, dengan teknik pembedahan rekonstruktif. Dapat dengan
cara memperpanjang atau memperpendek korda tendinea, atau reposisi korda, atau
reseksi daun katup. Teknik anuloplasti dapat dilakukan dengan menyelipkan
cincin prostetik ke anulus katup untuk menstabilkan dan memperbaiki lumen
katup.

Prognosis
9

Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis sangat baik
bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun pertama
perjalanan penyakit demam rematik dan penyakit jantung rematik tidak membaik bila bising
organik katup tidak menghilang. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan
ternyata demam rematik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama
dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan
pencegahan sekunder dilakukan secara baik.3

Kesimpulan
Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik, merupakan jenis
penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi anak-anak dan dewasa
muda.
Pada penyakit jantung rematik tidak hanya terjadi kerusakan pada daun katup akibat
timbulnya vegetasi pada permukaannya, namun seluruh katup mitral mengalami kerusakan
(dengan pelebaran annulus dan tertariknya korda tendineae). Katup mitral merupakan katup
yang paling sering dan paling berat mengalami kerusakan dibandingkan dengan katup aorta
dan lebih jarang pada katup trikuspid dan pulmonalis.
Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana didapatkan minimal dua
gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala minor, ditambah adanya bukti
pemeriksaan yang menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Dua gejala mayor selalu lebih
kuat dibandingkan satu gejala mayor dengan dua gejala minor.

Daftar Pustaka
1. 1. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic Heart Disease in Nelson Textbook
of Pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h.1961-63
2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani R, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2002.h.449-51
3. Stollerman GH. Rheumatic Fever. In: Braunwald, E. etal. Harrison's Principles of
Internal Medicine. 16th. ed. Hamburg; McGraw-Hill Book; 2005.h. 1977-79

10

4. Soeroso S. Tinjauan Prevalensi Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada
Anak di Indonesia. Naskah Lengkap Simposium dan Seminar Kardiologi Anak.
Semarang: 27 September 2004.h.1-11
5. Wahab AS. Kardiologi anak: penyakit jantung kongenital yang tidak sianotik. Jakarta:
EGC; 2006.h.37-69, 929-35.
6. Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 613-27
7. Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : FKUI; 2002. h. 599613.

11

Anda mungkin juga menyukai