Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Anemia

pada

ibu

hamil

merupakan

masalah

kesehatan

terkait dengan insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat


timbul baik pada ibu maupun pada janin. Di dunia 34 % ibu
hamil

dengan

anemia

dimana

75

berada

di negara sedang

berkembang. Di Indonesia, 63,5% ibu hamil dengan anemia, dan di


Bali 46, 2 % ibu hamil dengan anemia.

Ibu hamil dengan anemia sebagian besar sekitar 62,3 %


berupa

anemia

defisiensi

besi

(ADB). Ibu hamil aterm cenderung

menderita ADB karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan


besi untuk dirinya dalam rangka persediaan segera setelah lahir. Pada
ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan penyaluran oksigen dan
zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang mempengaruhi
fungsi plasenta. Fungsi plasenta yang menurun dapat mengakibatkan
gangguan tumbuh kembang janin. Anemia pada ibu hamil dapat
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin, abortus, partus
lama, sepsis puerperalis, kematian ibu dan janin, meningkatkan risiko
berat badan lahir rendah, asfiksia neonatorum, prematuritas.
Pertumbuhan
plasenta.

janin

Plasenta berfungsi

dipengaruhi
untuk

oleh

nutritif,

ibu,

1,2

janin,

oksigenasi,

dan

ekskresi.

Kapasitas pertumbuhan berat janin dipengaruhi oleh pertumbuhan


plasenta, dan terdapat korelasi kuat antara berat plasenta dengan
berat badan lahir. Selain dampak tumbuh kembang janin, anemia
pada ibu hamil juga mengakibatkan terjadinya gangguan plasenta
seperti hipertropi, kalsifikasi, dan infark, sehingga terjadi gangguan
fungsinya.

Hal

ini

dapat

mengakibatkan gangguan pertumbuhan

janin. Selain itu, anemia pada ibu hamil terdapat hipertrofi plasenta
dan villi yang mempengaruhi berat plasenta.
Berat

plasenta

mencerminkan

fungsi

dan

perkembangan

plasenta itu sendiri dan besar plasenta juga dapat memprediksi


kemungkinan terjadinya hipertensi di kemudian hari. Ibu hamil dengan
anemia sebagai faktor risiko terjadinya pertumbuhan plasenta yang

tidak

proporsional. Sebaliknya, berat plasenta yang

mengindikasikan adanya

kekurangan

asupan

gizi

kecil dapat
ke

plasenta

sehingga terjadi hipoksia plasenta yang pada akhirnya mengganggu


fungsinya.1,2
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya
anemia

pada ibu hamil seperti perbaikan asupan gizi, program

pemberian besi, dan pemberian preparat


merencanakan

besi

jauh

sebelum

kehamilan. Akan tetapi upaya-upaya tersebut belum

memuaskan.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anemia

dalam

kehamilan

hemoglobin di bawah

adalah

kondisi

ibu

dengan

kadar

11 gr% pada trimester I dan III atau kadar

hemoglobin <10,5 gr% pada trimester II. Anemia adalah kondisi


dimana sel darah merah menurun

atau menurunnya hemoglobin,

sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ


vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi
anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai
dengan 11,00 gr/dl.1,3
Hemoglobin (Hb) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi
menyalurkan

oksigen ke seluruh tubuh, jika Hb berkurang, jaringan

tubuh kekurangan oksigen.

Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan

bakar proses metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuat


sel darah merah. Ibu hamil mempunyai tingkat

metabolisme yang

tinggi misalnya untuk membuat jaringan tubuh janin, membentuknya


menjadi organ dan juga untuk memproduksi energi agar ibu hamil bisa
tetap beraktifitas normal seharihari. Fungsi Hb merupakan komponen
utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida.
Warna merah pada darah disebabkan oleh

kandungan Hb yang

merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein,


globulin dan satu senyawa yang bukan protein yang disebut heme.
Heme tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama porfirin yang
bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi heme adalah
senyawa-senyawa

porfirin-besi,

sedangkan

senyawa komplek antara globin dengan heme.

hemoglobin

adalah

1,2

2.2 Etiologi
Penyebab

anemia

tersering

adalah

defisiensi

zat-zat

nutrisi.

Seringkali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik

yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti


hemoglobinopatilo. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional
meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat,
bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan, dan
kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik. Sekitar 75 % anemia dalam
kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi yang memperlihatkan
gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi.
Penyebab tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat
disebabkan oleh defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12.
Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah
hemoglobinopati,

proses

inflamasi,

toksisitas

zat

kimia,

dan

keganasan.3
2.3. Epidemiologi
Angka

Kematian

Ibu

(AKI)

merupakan

salah

satu

indikator

keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Kematian ibu dapat


terjadi karena beberapa sebab, diantaranya karena anemia. Kematian
ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan
anemia.

Anemia

pada

kehamilan

juga

berhubungan

dengan

meningkatnya kesakitan ibu. Anemia karena defisiensi zat besi


merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan
dengan

defisiensi

zat

gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada

masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi. Hal ini
juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992, bahwa sekitar 70 %
ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi.

2,3

Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim
di dunia

dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Dengan

frekuensi yang masih cukup tinggi, berkisar antara 10% dan 20%.
Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan
bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar
35-75%, serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia
kehamilan. Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di
negara yang sedang berkembang daripada negara yang sudah maju.
Tiga puluh enam persen (atau sekitar 1,4 milyar orang) dari perkiraan
populasi 3,8 milyar

orang di negara yang sedang berkembang

menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara maju


hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan
populasi 1,2 milyar orang.2,4
2.4. Patofisiologi Anemia dalam Kehamilan
Dalam kehamilan penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai
selama kehamilan
keperluan

zat

disebabkan oleh karena dalam kehamilan

makanan

bertambah

dan

terjadinya

perubahan-

perubahan dalam darah seperti penambahan volume plasma yang


relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan
volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam kehamilan
yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya
sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya
plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Dimana pertambahan
tersebut adalah plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%.
Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian

diri

secara

fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil tersebut.


Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih
berat

dalam

masa

hamil,

karena

sebagai

akibat

hipervolemia

tersebut, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja


jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi
perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik.
Pada

kehamilan

kebutuhan

oksigen

lebih

2,3

tinggi

sehingga

memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma


bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun,
peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar
jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi
penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi. Ekspansi
volume

plasma

merupakan

penyebab

anemia

fisiologik

pada

kehamilan. Volume plasma yang terekspansi menumnkan hematokrit


(Ht), konsentrasi hemoglobin darah (Hb), dan hitung eritrosit, tetapi
tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi.
Mekanisme yang mendasari perubahan ini belum jelas. Ada spekulasi
bahwa anemia fisiologik dalam kehamilan bertujuan menurunkan

viskositas darah maternal sehingga meningkatkan perfusi plasental


dan membantu penghantaran oksigen serta nutrisi ke janin.
Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan
mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilanl, tetapi dapat
terus meningkat sampai minggu ke-372. Pada titik puncaknya, volume
plasma sekitar 40 % lebih tinggi pada ibu hamil dibandingkan
perempuan yang tidak hamil. Penurunan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7
sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-l6
sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai.
Suatu penelitian memperlihatkan perubahan konsentrasi Hb sesuai
dengan bertambahnya usia kehamilan6. Pada trimester pertama,
konsentrasi Hb tampak menurun, kecuali pada perempuan yang telah
memiliki kadar Hb rendah (< 11,5 g/dl). Konsentrasi paling rendah
didapatkan pada trimester kedua, yaitu pada usia kehamilan sekitar 30
minggu. Pada trimester ketiga terjadi sedikit peningkatan Hb, kecuali
pada perempuan yang sudah memiliki kadar Hb tinggi (> 14,6 g/dl)
pada pemeriksaan pertama.

Gambar

1.

Konsentrasi

hemoglobin

selama

kehamilan.

Data

dikelompokkan berdasarkan konsentrasi hemoglobin pada pemeriksaan


antenatal pertama

Pola makan adalah pola konsumsi makan sehari-hari yang sesuai


dengan kebutuhan
produktif.

Untuk

gizi

setiap

individu

untuk

dapat mencapai keseimbangan

hidup
gizi

sehat

dan

maka setiap

orang harus menkonsumsi minimal 1 jenis bahan makanan dari tiap


golongan

bahan

makanan

yaitu Karbohidrat, protein hewani dan

nabati, sayuran, buah dan susu. Seringnya ibu hamil mengkonsumsi


makanan yang mengandung zat yang menghambat penyerapan zat
besi seperti teh, kopi, kalsium. Wanita hamil cenderung

terkena

anemia pada triwulan III karena pada masa ini janin menimbun
cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan
pertama

setelah . Pada

penelitian

Djamilus

dan Herlina (2008)

menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin kurang baik pola


makan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.

1,3

Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu


hamil. Umur seorang ibu berkaitan dengan alatalat reproduksi wanita.
Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 35 tahun.
Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan
anemia karena pada kehamilan diusia <20

tahun secara biologis

belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum


sehingga

mudah

mengalami

keguncangan

yang

matang

mengakibatkan

kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zatzat gizi


selama kehamilannya. Sedangkan pada usia >35 tahun terkait dengan
kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit
yang sering menimpa diusia ini. Hasil penelitian didapatkan bahwa
umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap kejadian
anemia.3,4
Ibu

hamil

yang

kurang

patuh

mengkonsumsi

tablet

Fe

mempunyai risiko 2,429 kali lebih besar untuk mengalami anemia


dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe. Kepatuhan menkonsumsi
tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi,
ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari.
Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu
upaya

penting

dalam

mencegah

dan

menanggulangi

anemia,

khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan


cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat
yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam
folat. Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan
kepatuhan ibu hamil. Kesadaran merupakan pendukung bagi ibu hamil
untuk patuh mengkonsumsi tablet Fe dengan baik. Kepatuhan ibu
hamil

mengkonsumsi

tablet besi tidak hanya dipengaruhi oleh

kesadaran saja, namun ada beberapa faktor lain yaitu bentuk tablet,
warna, rasa dan efek samping seperti mual, konstipasi.

1,2,3

Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang


ibu baik lahir

hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering

melahirkan mempunyai risiko

mengalami anemia pada kehamilan

berikutnya apabila tidak memperhatikan

kebutuhan

nutrisi. Karena

selama hamil zat zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang
dikandungnya. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu
hamil, ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454
kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding
rendah.

yang paritas

1,3

Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya


anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan
pemenuhan kebutuhan zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi
kebutuhan nutrisi janin yang dikandung. Jarak kelahiran mempunyai
risiko 1,146 kali lebih besar terhadap kejadian anemia.

3,4

2.5. Gejala Klinis


Secara klinik dapat dilihat ibu lemah, pucat, mudah pingsan,
mata kunang-kunang, sementara pada tekanan darah masih dalam
batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi. Untuk
diagnosa

dilakukan

menegakkan

pemeriksaan laboratorium dengan melakukan

pemeriksaan kadar Hb.3


2.6. Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan
a) Anemia Defisiensi Besi (62,3 %)

Anemia jenis ini biasanya berbentuk normositik dan


hipokromik serta paling banyak dijumpai. Penyebabnya
telah dibicarakan di atas sebagai penyebab anemia
umumnya.4
Pengobatan:4
Keperluan zat besi untuk wanita non-hamil, hamil dan
dalam laktasi yang dianjurkan LIPI Indonesia adalah 12 mg
17 mg 17 mg. Kemasan zat besi dapat diberikan per
oral atau parenteral.

Per oral : Sulfas ferosus / Glukonas ferosus dengan


dosis 3 5 x 0,20 mg.

Parenteral : Diberikan bila ibu hamil tidak tahan


pemberian

per

oral

atau

absorbsi

di

saluran

pencernaan kurang baik, kemasan diberikan secara


intramuskuler atau intravena. Kemasan ini atara
lain : Imferon, Jectofer dan Ferrigen. Hasilnya lebih
cepat dibandingkan per oral.
b) Anemia Megaloblastik (29,0 %)
Anemia megaloblastik biasanya berbentuk makrositik atau
pernisiosa. Penyebabnya adalah karena kekurangan asam
folik, jarang sekali akibat karena kekurangan vitamin B12.
Biasanya karena malnutrisi dan infeksi yang kronik. 4
Pengobatan :4

Asam folik 15 30 mg per hari

Vitamin B12 3 x 1 tablet per hari

Sulfas ferosus 3 x 1 tablet per hari

Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya


lamban sehingga dapat diberikan transfuse darah.

c) Anemia Hipoplastik (8,0 %)


Anemia hipoplastik disebabkan oleh hipofungsi sumsum
tulang, membentuk sel-sel darah merah baru. Untuk
diagnosis diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan: 4

Darah tepi lengkap

Pemeriksaan pungsi sternal

Pemeriksaan retikulosit, dan lain-lain.


Gambaran darah tepi: normositik dan normokromik.
Sumsum

tulang

memberikan

normoblastik

dan

hipoplasia

Penyebabnya

belum

diketahui,

gambaran
eritropoiesis.
kecuali

yang

desebabkan oleh infeksi berat, keracunan dan sinar


rontgen atau radiasi. Terapi dengan obat-obatan
tidak

memuaskan;

mungkin

pengobatan

yang

paling baik adalah transfusi darah, yang perlu


sering diulang.
d) Anemia hemolitik (0,7 %)
Anemia hemolitik disebabkan penghancuran / pemecahan
sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Ini
dapat disebabkan oleh:4

Faktor intrakorpuskuler:
Dijumpai

pada

anemia

hemolitik

heriditer,

thalessemia, anemia sel sickle, hemoglobinopati C,


D,

G,

H,

I;

dan

paraksismal

nokturnal

hemoglobinuria.

Faktor ekstrakorpuskuler:
Disebabkan malaria, sepsis, keracunan zat logam,
dan dapat berserta obat-obatan; leukemia, penyakit
Hodgkin dan lain-lain.
Gejala utama adalah anemia dengan kelainankelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan,
serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada
organ-organ vital.
Pengobatan:
Tergantung jenis anemia dan penyebabnya. Bila
disebabkan infeksi maka infeksinya diobati dan
diberikan obat-obat penambah darah. Namun, pada
beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi
hasil. Maka transfusi darah yang berulang dapat
membantu penderita ini.

10

2.7. Diagnosis Anemia dalam Kehamilan


Untuk menegakkan diagnosis anemia pada ibu hamil, dapat
dilakukan dengan anamnesis. Pada

anamnesis, akan didapatkan

keluhan cepat lelah, sering pusing,

mata berkunang-kunang, dan

keluhan mual-muntah yang lebih hebat pada kehamilan muda.


Pemeriksaan

dan

pengawasan

Hb

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan alat Sahli. Dari hasil pemeriksaan Hb dengan alat Sahli,


kondisi Hb dapat digolongkan sebagai berikut: 3
1. Hb 11 gr% tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% anemia ringan
3. Hb 7-8 gr% anemia sedang
4. Hb <7 gr% anemia berat
Selain pemeriksaan hemoglobin, juga dapat dilakukan pemeriksaan
hematokrit, dan indeks-indeks sel darah merah, pemeriksaan cermat
terhadap sedian apus darah tepi dan pengukuran konsentrasi besi atau
ferritin serum, atau keduanya.3,4
Gambaran morfologis klasik anemia defisiensi besi-hipokromia dan
mikrositosis dan mikrositosis eritrosit tidak begitu menonjol pada
wanita hamil dibandingkan

pada wanita tidak

hamil dengan

kosentrasi hemogolobin yang sama. Anemia difesiensi besi tingkat


sedang selama kehamilan contohnya, konsentrasi hemoglobin 9g/dl,
biasanya tidak disertai perubahan morfologis eritrosit yang nyata.
Namun, dengan derajat anemia defisiensi besi sebesar ini, kadar feritin
serum lebih rendah daripada normal, dan pewarna besi pada sumsum
tulang memberi hasil negatif. Kapasitas serum untuk mengikat besi
(serum iron-binding capacity) meningkat, tetapi kapasitas ini saja tidak
banyak bernilai diagnostic karena kapasitas ini juga meningkat pada
kehamilan normal tanpa defisiensi besi. Hyperplasia normoblastik
sedang pada sumsum tulang juga sama dengan yang terjadi pada
kehamilan normal. Karena itu, anemia defisiensi besi pada kehamilan
terutama merupakan konsekuensi dari ekspansi volume darah tanpa
ekspansi normal massa hemogolobin ibu.3,4

11

2.8. Penatalaksanaan Anemia dalam Kehamilan


Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat
besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi
glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan
maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup
diberikan

tablet/hari,

kadang-kadang

diperlukan

tablet.

Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu
pemberian zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan
kemungkinan akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit.
Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam,
dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya. 3,5
2.9. Pencegahan Anemia pada Ibu Hamil
a. Perbaikan diet/pola makan
Penyebab utama anemia pada ibu hamil adalah karena diet yang
buruk. Perbaikan pola makan dan kebiasaan makan yang sehat dan
baik selama kehamilan akan membantu ibu untuk mendapatkan
asupan nutrisi yang cukup

sehingga dapat mencegah dan

mengurangi kondisi anemia.5


b. Konsumsi bahan kaya protein, zat besi dan Asam folat
Bahan kaya protein dapat diperoleh dari hewan maupun tanaman.
Daging, hati, dan telur adalah sumber protein yang baik bagi
tubuh. Hati juga banyak mengandung zat besi, vitamin A dan
berbagai mineral lainnya. Kacang-kacangan, gandum/beras yang
masih ada kulit arinya, beras merah, dan sereal merupakan bahan
tanaman yang kaya protein nabati dan kandungan asam folat atau
vitamin B lainnya. Sayuran hijau, bayam, kangkung, jeruk dan
berbagai buah-buahan kaya akan mineral baik zat besi maupun zat
lain yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk sel darah merah dan
hemoglobin.5
2.10. Dampak Anemia Defisiensi Zat Besi Pada Kehamilan
Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani
karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada
wanita

hamil,

anemia

meningkatkan

frekuensi

komplikasi

pada

12

kehamilan

dan

persalinan.

Risiko

kematian

maternal,

angka

prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian


perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan
postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih
sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat
mentolerir kehilangan darah.

2,3

Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang


sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan
abortus, partus imatur/prematur, gangguan proses persalinan (inertia,
atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas
(subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres berkurang,
produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas,
mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).3,5
2.11 Prognosis
Prognosis dari anemia dalam kehamilan bagi ibu dan janin
sangat tergantung pada berat dan sebab dari anemia tersebut, serta
berhasil atau tidaknya pengobatan yang diberikan (Wiknjosastro,
2006). Pada anemia oleh karena defisiensi besi umunya prognosisnya
baik dan persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan
banyak atau komplikasi lainnya, kecuali pada anemia berat yang tidak
diobati dapat menyebabkan abortus pada hamil muda, atau partus
lama, perdarahan postpartum, dan infeksi pada hamil tua. Bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan anemia defisiensi besi mungkin tidak
menunjukkan Hb yang rendah, namun cadangan besinya kurang, yang
baru terlihat beberapa bulan kemudian sebagai anemia infatum.
Pada anemia megaloblastik, apabila penderita mencapai masa
nifas

dengan

selamat

dengan

atau

tanpa

pengobatan,

maka

anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal ini disebabkan
dengan lahirnya anak maka kebutuhan akan asam folik jauh berkurang.
Pada anemia megaloblastik yang berat dan tidak diobati memiliki
perognosis kurang baik, dimana angka kematian bagi ibu mendekati 50
% dan pada janin mendekati 90 %.

13

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1

Identitas Pasien
Nama

: SUSANTI

Umur

: 26 tahun

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Suku / Bangsa

: Jawa / Indonesia

Pendidikan

: Tamat SMA

Pekerjaan

: PTKI

Alamat

3.2

: Br. Setia Jadi no 6A Medan

Suami

: Surya Hadi

MRS

: 23 Maret 2015

Anamnesis

3.2.1 Keluhan Utama:


Pasien mengeluh badannya terasa lemas
3.2.2 Anamnesis Umum
Pasien datang ke Rumah Sakit Putri Hijau diantar oleh suaminya.
Os mengeluh badannya terasa lemas, hal ini dialami Os lebih
kurang 1 minggu yang lalu. Oedem pada kaki (+), keputihan (+),
gatal (+), berbau (-), riwayat mules (-), riwayat keluar darah (-),
BAB (+) normal, BAK (+) normal, mual dan muntah (-).
3.2.3 Anamnesis Khusus
Riwayat Menstruasi

Teratur, siklus 28 hari, Haid 7 hari.

14

Hari Pertama Haid Terakhir

Taksiran Partus

: 03/07/2014

: 10/04/2015

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali 1 tahun yang lalu.
Riwayat Persalinan
1. Hamil ini.
Riwayat Antenatal Care (ANC)
Pasien kontrol sebanyak 2 kali ke Dokter spesialis kebidanan
selama kehamilan.
Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
Pasien belum pernah menggunakan KB dalam bentuk apapun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan
dengan kehamilan saat ini (seperti penyakit asma, penyakit
jantung, kencing manis, dan tekanan darah tinggi).
Riwayat Penyakit di Keluarga
Keluarga

pasien

tidak

memiliki

riwayat

penyakit

yang

berhubungan dengan kehamilan saat ini (seperti penyakit asma,


penyakit jantung, kencing manis, dan tekanan darah tinggi).
3.3

Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 78x/menit

Respirasi

: 22x/menit

Suhu tubuh aksila : 36,5C


Tinggi Badan

: 160 cm

Berat Badan

: 69 kg

Status General
Kepala

: Mata : anemis +/+, ikterik -/-, Rp +/+ isokor

15

THT : DBN
Thoraks

: Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)


Paru

Abdomen

: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

: Sesuai status obstetri

Ekstremitas : Akral hangat

: ekstremitas atas +/+


ekstremitas bawah +/+

Oedem

: ekstremitas atas -/ekstremitas bawah +/+

Status Obstetri
Payudara
Inspeksi

: Hiperpigmentasi areola mammae


Penonjolan glandula Montgomery (+)

Abdomen
Inspeksi

: Tampak perut membesar ke depan, disertai


adanya striae
gravidarum.

Palpasi

Pemeriksaan Leopold
Leopold I

Tinggi

fundus

uteri

jari

di

bawah

bagian

lunak

processus
xiphoideus.

Teraba

memanjang.
Kesan janin tunggal.
Leopold II

: Teraba tahanan keras di sebelah kiri, rata


memanjang.
Kesan punggung.

Leopold III

: Teraba bagian bulat, keras dan susah

digerakkan.
(kesan kepala)
Leopold IV

: Kesan divergen.
Bagian bawah sudah masuk pintu atas

panggul.

Tinggi Fundus Uteri : 36 cm

His (+) 1x/10menit~30detik

16

Gerak janin (+) Baik

Auskultasi

: Denyut jantung janin terdengar paling keras di

kanan
bawah umbilikus dengan frekuensi 150x/menit
Vagina
Inspeksi

: lendir darah (+)


Air ketuban (-)

Pemeriksaan Dalam :
P 1 cm,
Promontorium : Tidak teraba
Linea Iluminata : Teraba 2/3 anterior
Spina ischiadica ; Tidak menonjol
Arcus pubis : Tumpul
Os Sacrum : Cekung
Os coccigeus : Mobile
Kesan : Panggul Adekuat
3.4

Diagnosis
Anemia kronic + PG + KDR (38-39) minggu + PK + AH

3.5

Penatalaksanaan
Pasang Infus
Tranfusi PRC 3 bag Gol AB
Cek TFU
Cek DJJ
Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam

3.6

Pemeriksaan Laboratorium
23 Maret 2015 :
HB

: 5,7 gr/dl

Hematokrit : 9,9 %
Leukosit : 13.200 x 103L
Trombosit : 323.000 103L
LED : 38 mm/ 1 jam
Eritrosit : 3.44 juta/mm3

17

BAB IV
Penutup
Kesimpulan
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin di bawah

11 gr% pada trimester I dan III atau kadar

hemoglobin <10,5 gr% pada trimester II. Anemia adalah kondisi


dimana sel darah merah menurun

atau menurunnya hemoglobin,

sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ


vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi
anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai
dengan 11,00 gr/dl.1,3
Secara klinik dapat dilihat ibu lemah, pucat, mudah pingsan,
mata kunang-kunang, sementara pada tekanan darah masih dalam
batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi. Untuk
diagnosa

dilakukan

menegakkan

pemeriksaan laboratorium dengan melakukan

pemeriksaan kadar Hb.3


Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat
besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi
glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan
maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup
diberikan 1 tablet/hari, kadang-kadang diperlukan 2 tablet.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian

Obstetri

Ginecologi

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Padjajaran Bandung: Obstetri, Elstar Offset, Bandung, 6 : 90 95.


2. Wiknjosastro, Hanifa : Ilmu Kandungan, edisi ke-3, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1997, 13 : 128-135.

19

Anda mungkin juga menyukai