Penulis
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari
elektroakupunktur bipolar (EA) pada jaringan lunak yang rusak pada kelinci.
Sepuluh kelinci putih Selandia Baru yang sehat dibagi menjadi dua kelompok:
kelompok kontrol (Grup C, n = 5) dan kelompok eksperimental /EA (Group T, n =
5). Selama neuroleptanalgesia, kerusakan jaringan lunak (kulit dan otot) dibuat
pada sisi dorsum kelinci pada kedua kelompok, dan kerusakan jaringan tersebut
dirangsang menggunakan EA. Sampel biopsi dikumpulkan pada hari ke-2, hari
ke-4, dan hari ke-6, dipersiapkan untuk histologi, dan diperiksa secara
mikroskopis. Pada hari ke-2, di Grup C, derajat inflamasi terlihat lebih tinggi
daripada di Grup T; pada hari-hari berikutnya, derajat inflamasi terlihat lebih
rendah atau identik pada kedua kelompok. Aktivitas proliferasi fibrosa meningkat
pada hari ke-4 untuk kelompok T dan identik untuk kedua kelompok pada hari ke6. Dinamika dari ketebalan epidermis ditandai dengan tingkat yang tinggi pada
hari ke-2, hari ke-4, dan hari ke-6 untuk Grup T. EA memfasilitasi stres mekanik
pada jaringan yang rendah dan memiliki efek positif pada penyembuhan
kerusakan otot. EA meningkatkan proses penyembuhan, tanpa efek samping.
1. Pendahuluan
Penggunaan akupunktur dalam terapi medis sebagian besar didasarkan
pada efek analgesik dan anti-inflamasi yang ingin dicapai ketika jaringan lunak
tersebut dirangsang dengan menggunakan jarum.1,2 Jaringan lunak merupakan
salah satu jembatan yang paling penting antara efek yang dipicu oleh jarum
akupunktur dan sistem saraf.
Studi eksperimental tentang penggunaan elektroakupunktur (EA) dalam
proses penyembuhan jaringan menunjukkan hasil yang bertentangan berkaitan
dengan meningkatkan dan mempercepat penyembuhan jaringan lunak. 3-6 EA yang
dilakukan segera setelah intervensi bedah pada jaringan lunak anjing, tidak
memiliki pengaruh pada tingkat penyembuhan.7 Penggunaan stimulus EA pada
2
berbagai tipe jaringan bertujuan untuk menemukan apakah ada hasil yang tidak
memuaskan.8 EA telah terbukti secara eksperimental memiliki pengaruh yang
signifikan pada regenerasi dan rekonstruksi fungsi saraf dan otot.9 Studi terbaru
menunjukkan bahwa respon inflamasi awal mengarah kepada peningkatan
neutrofil dan makrofag, yang memainkan peran penting dalam mensuplai sitokin
dari faktor pertumbuhan dan asam nitrat, sehingga menentukan migrasi keratinosit
pada epitel yang tekena kerusakan.10
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rangsangan EA bipolar selama
20 menit pada tiap sesi; yaitu, aliran muatan listrik diinduksi dalam dua arah
dominan yang berbeda, polaritasnya diubah secara manual. Meskipun
perlengkapan pada EA yang modern dirancang untuk memancarkan stimulus dua
arah selama rangsangan untuk menghindari elektrolisis, di beberapa perlengkapan
EA, intensitas stimulus listrik pada satu sisi lebih tinggi daripada muatan
listriknya, yang menyebabkan arus bergerak ke satu arah. Pergerakan arus yang
lebih tinggi ke satu arah menyebabkan stimulasi listrik cenderung untuk bergerak
ke arah tersebut. Sepengetahuan terbaik dari peneliti, efek stimulasi listrik bipolar
yang diterapkan pada kerusakan jaringan belum pernah disebutkan dalam
penelitian lain yang melibatkan kerusakan jaringan.
Penelitian ini melibatkan efek EA bipolar dalam studi eksperimental
kerusakan jaringan (kulit dan otot) pada kelinci. Tujuan penting dari penelitian ini
adalah untuk menunjukkan pengaruh EA bipolar pada kulit dan lapisan otot
superfisial yang terlibat dalam penyembuhan kerusakan jaringan, dengan
menganalisis pentingnya proses inflamasi, proliferasi fibrosis, dan proliferasi
epitel dalam manajemen luka.
2.
hewan hidup pada penelitian. Semua percobaan telah disetujui oleh Komite Etik
Berdasarkan program tersebut, sampel biopsi dikumpulkan pada hari ke-2, hari
ke-4, dan hari ke-6 setelah stimulasi EA; dua teknik pewarnaan secara histologis
digunakan untuk mendapatkan luas struktur sel dan histopatologi pada
pemeriksaan (kulit dan otot) yang dapat digunakan untuk menilai tingkat
inflamasi, proliferasi subepitel, dan ketebalan epidermis.
Untuk kedua kelompok (kontrol dan percobaan), neuroleptanalgesia
penting untuk membentuk kerusakan jaringan pada awal percobaan setelah kelinci
dibius umum dan dirangsang dengan menggunakan EA untuk kerusakan
jaringannya. Halotan digunakan sebagai anestesi umum untuk mengumpulkan
sampel biopsi pada hari ke-2, hari ke-4 dan hari ke-6.
Eksperimental kerusakan jaringan lunak dibentuk dengan menggunakan
instrumen biopsi untuk memotong suatu fragmen dari jaringan kulit dan otot
(diameter 4 mm, kedalaman 5 mm) (Gbr. 1A). Topografi kerusakan jaringan
dibentuk pada paravertebra (1,5 cm dari garis tengah) yaitu pada daerah dorsal
thorak antara T1 dan T8. Garis imajiner dibuat pada tiga jarum yang ditusukkan
berparalel dengan garis tengah. Segera setelah kerusakan jaringan telah terbentuk,
semua kerusakan jaringan diapit oleh dua jarum akupunktur. Setting dari
perangkat EA dan prosedur stimulasi lokal untuk jaringan lunak dirancang khusus
untuk penelitian ini (Tabel 1).
Kerusakan jaringan tidak dijahit. Pada kedua kelompok di hari yang sama,
diberikan antibiotik (enrofloxacin 5%) untuk mencegah infeksi lokal. Sampel
biopsi dikumpulkan pada hari ke-2, hari ke-4, dan hari ke- 6 setelah stimulasi EA.
Sampel biopsi yang diperoleh dari kerusakan kutaneus kulit difiksasi dengan
larutan formalin fosfat-buffer 10% selama 24 jam, dan difiksasi dalam lilin
parafin, dipotong menjadi bagian berukuran 4 m, dan diwarnai dengan
hematoxylin dan eosin. Pewarnaan trichrome Masson juga digunakan untuk
mengevaluasi serat kolagen. Tiga preparat dari masing-masing sampel biopsi
dikumpulkan secara acak, dan potongan melibatkan daerah jaringan yang utuh,
termasuk kerusakan jaringan atau hanya jaringan utuh, dari daerah dengan radius
0,3 cm dari sekitar kerusakan jaringan.
Tabel 1. Detail pada eksperimen, termasuk pemasangan dari alat elektroakupunktur dan
stimulasi lokal pada jaringan lunak
3. Hasil
Hasil penelitian ini meliputi penilaian morphopathologic dan histologis
dari sampel jaringan. Evaluasi mikroskopis yang dilakukan pada hari ke-2
menunjukkan adanya lesi inflamasi akut yang ditandai dengan nekrosis kulit yang
mempengaruhi semua lapisan kulit dan lebih berat pada tingkat epidermal /
dermal, hyperemia, edema, proliferasi jaringan fibrosa sedang sampai berat (kelas
2/3), heterophils polimorfonuklear, makrofag, vaskulitis akut, dan trombosis
sekunder di dermis. Selain itu, pada zona epidermis, di daerah yang sesuai dengan
kerusakan jaringan, ditandai dengan terdapatnya krusta fibrin-leukosit. Secara
statistik, tahap ini ditandai dengan perbedaan berikut (Tabel 2 dan 3). Pada
kelompok kontrol, derajat inflamasi ditandai dengan peningkatan standar deviasi
(s) sebesar 0,54 dibandingkan dengan pada kelompok percobaan (s=0). Tidak
ada tanda-tanda dari proliferasi jaringan fibrosa pada kedua kelompok. Rata-rata
ketebalan epidermis terukur lebih tinggi pada kelompok percobaan dibandingkan
pada kelompok kontrol.
Tabel 3. Ketebalan epidermis, termasuk rerata (x), standar deviasi (s), dan standard
error rerata (SE) dari ketiga pengukuran, pada kelompok kontrol (C) dan kelomok
percobaan (T)
pada jaringan dan ketebalan epidermis terukur meningkat dan lebih tinggi di
kelompok percobaan dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Pada hari ke-6, penilaian histologi menunjukkan adanya proses inflamasi
ringan (kelas 1/3) yang ditandai dengan hiperemia dan sel-sel inflamasi yang
terdiri dari makrofag dan heterophils yang tersebar. Sebaliknya, proses regenerasi
jaringan lebih signifikan dibandingkan pada penilaian tahap kedua, yang
ditunjukkan oleh adanya jaringan granulasi, dan dalam beberapa area ditunjukkan
oleh jaringan yang matur dengan beberapa serat kolagen dan kapiler besar yang
matur (Gambar. 25). Secara statistik, tahap ini ditandai dengan perbedaan berikut
(Tabel 2 dan 3). Derajat inflamasi mirip seperti pada hari ke-4 untuk kedua
kelompok. Derajat proliferasi jaringan fibrosis meningkat secara identik pada
kedua kelompok. Rata-rata ketebalan epidermis terukur lebih tinggi pada
kelompok percobaan dibandingkan dengan kelompok kontrol.
10
4.
Diskusi
Proses penyembuhan luka mengacu pada kemampuan tubuh untuk
12
Tabel 4. Aspek morphopathologik dari kerusakan jaringan lunak dan sampel biopsi yang
dikumpulkan selama penelitian
13
Fase inflamasi adalah fase penting dalam proses perbaikan dan terjadi
dengan cepat (dalam beberapa jam) dengan reaksi maksimal di hari 2-3 (Gbr. 6).
Proses inflamasi melibatkan dua proses penting yang ditandai oleh pembuluh
darah dan kaskade sel. Mediator yang dikeluarkan adalah mastosit, trombosit, dan
basophil yang merupakan inti dari respon pembuluh darah. Fibrin dan fibronektin
membentuk substrat untuk memfasilitasi akses berbagai sel. Dasar dari efek
vasodilatasi yang diinduksi oleh akupunktur digambarkan oleh serangkaian
mediator yaitu antihistamin, leukotrien, prostaglandin, bradikinin, kinin protease,
asetilkolin, peningkatan sel imun, dan fase stimulasi vasoaktif.17 Dalam penelitian
ini, vasodilatasi yang diinduksi oleh EA membuat permeabilitas lokal untuk
sirkulasi sistem limfatik dan sekitar jaringan menjadi lebih mudah. Proses
humoral yang ditandai oleh daya tarik dari fagosit dan dengan mekanisme
rangsangan itu sendiri meningkatkan pengangkatan sel mati dari luka. Leukosit
berperan dalam mekanisme fagositosis partikel asing (sel-sel mati, bakteri)
sedangkan monosit berubah menjadi makrofag.18 Makrofag dilepas sebagai akibat
dari pendarahan lokal dan kerusakan jaringan. Makrofag menghasilkan mediator
yang mempunyai efek stimulatif pada fase proliferatif.11 Sel darah putih dan
sejumlah kecil sel darah merah meninggalkan pembuluh darah dalam proses
pasif.19
Mekanisme aktivasi vasodilatasi lokal menentukan penurunan fase
inflamasi ketika EA diterapkan. Kadar kortisol dalam sirkulasi sistemik sebagai
respon dari hipotalamus-hipofisis-adrenal axis19 menentukan penurunan pada fase
inflamasi. Meskipun penggunaan halotan sebagai anestesi umum dapat
meningkatkan hormon adrenokortikotropik, aspartat aminotransferase, alanine
transaminase, nitrogen urea darah, kortisol, glukosa, dan kreatinin, 20 paparan gas
anestesi ini hanya untuk waktu yang singkat di bagian yang sama untuk kedua
kelompok (kontrol dan percobaan). Kesimpulannya, penurunan fase inflamasi
diinisiasi dalam tahap awal fase proliferasi.
Fase proliferasi melibatkan produksi jaringan (bahan kolagen). Hal ini
dimulai setelah 24 jam atau 48 jam, dengan puncaknya pada minggu 2-3, dan
14
dapat berlangsung selama beberapa bulan. Fibroblas dan sel endotel bermigrasi
dari jaringan sehat ke tempat luka. Proliferasi fibroblas dan aktivitasnya yang
intens
memfasilitasi
interposisi
dari
serat
kolagen
dan
angiogenesis. 21
Pada tahap kedua (hari ke-4), aktivitas proliferasi ringan terlihat dalam
kelompok percobaan dengan perbedaan dengan kecenderungan yang berbeda
antara kelompok (Gambar. 2). Dalam tahap percobaan terakhir (hari ke-6),
proliferasi meningkat pada kedua kelompok dengan kecenderungan yang sama.
Pada lapisan otot yang mengalami kerusakan, focal mineralisasi, infiltrasi
makrofag terjadi di sekitar daerah jaringan nekrotik, dan teridentifikasi
penggantian sel-sel otot dengan sel granulasi secara mikroskopis. Dikedua
kelompok, terlihat mineralsisai basophilia granular distrofi di otot. Fenomena ini
15
terjadi sebagai efek sekunder dari nekrosis sel. Mineralisasi fokal digambarkan
dengan melihat reaksi granulomatosa baru dari benda asing endogen (garam
mineral) dengan infiltrasi makrofag moderat. Proses elektrolisis biasa ditemui
dalam jaringan yang electricallystimulated dalam satu arah untuk waktu yang
lama. Ketika EA bipolar diterapkan pada kerusakan jaringan, proses elektrolisis
yang diekspresikan oleh jaringan lokal yang nekrosis tidak diamati oleh peneliti.
Tahap perubahan histologis pada kerusakan jaringan dikaitkan dengan
peningkatan jumlah jaringan ikat fibrosa dan dengan berkurangnya peradangan
neutrofil, eosinofil, dan sel darah mononuklear. Kurangnya perlekatan antara
lapisan jaringan menjelaskan karena terlepasnya kulit dari otot di sampel biopsi
pada kelompok kontrol. Karena meningkatnya mobilitas kulit dari daerah anatomi
dalam penelitian ini, proses pemulihan menjadi tertunda pada kelompok kontrol,
yang menunjukkan kurangnya pelekatan; namun, proses terlihat pada tahap awal
(hari ke-2) pada kelompok percobaan, yang telah menjalani stimulasi dengan
menggunakan EA (Tabel 4). Pada kelompok percobaan, stres mekanik berkurang
di jaringan daerah anatomi yang terlibat dalam penelitian ini, yang telah menjalani
stimulasi dengan menggunakan EA bipolar. Penelitian ini tidak mencakup analisis
tahap remodelling, yang biasanya dimulai pada minggu 2-3.
Berikut dapat disimpulkan: (1) EA bipolar mengurangi derajat inflamasi
dari tahap inflamasi; (2) derajat proliferatif fibrosa ditingkatkan oleh penggunaan
EA bipolar pada hari ke-4; (3) perubahan dinamika epidermal dalam kelompok
percobaan menunjukkan bahwa ketebalan terjadi di semua tahapan (hari ke-2, hari
ke-4, dan hari ke-6), yang meningkat dengan menggunakan EA bipolar; (4) EA
bipolar memfasilitasi stres mekanik rendah pada jaringan dan memiliki efek
positif pada penyembuhan kerusakan otot; (5) EA bipolar tidak memiliki efek
samping di proses penyembuhan jaringan lunak; dan (6) EA bipolar meningkatkan
penyembuhan luka.
16
Konflik Kepentingan
Peneliti mengatakan tidak ada kepentingan pribadi dan kepentingan
finansial yang berhubungan dengan penelitian ini.
17
Referensi
LA.
Aging
and
wound
healing.
World
18
19