Anda di halaman 1dari 30

CASE REPORT

PNEUMONIA

OLEH :
Eka Pranatalenta
1161050199

PEMBIMBING :
Dr. Taheng Sebayang, Sp.A

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 25 JULI 01 OKTOBER 2016
RSUD TARAKAN KALIMANTAN UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran pernapasan menjadi penyebab angka kematian dan kesakitan
yang tinggi di dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan
dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat atau di dalam rumah sakit.
Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim
paru dijumpai sekitar 15-20%.
Pneumonia adalah suatu radang pada parenkim paru. Proses peradangan
tersebut terbanyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur), selain
itu dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan kimia atau makanan,
radiasi, dll).
Insidensi pneumonia di Indonesia menurut WHO pada tahun 2007 adalah
65,9%.2 Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia
dengan angka kematian antara 20 - 35%. Pneumonia menduduki peringkat keempat
dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.
Pneumonia dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan dari
infeksi saluran pernapasan lainnya. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan
memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia
dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotik secara empiris.
Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering pneumonia pada dewasa dan anak
besar adalah Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza. Insidensi
pneumonia di negara-negara yang sedang berkembang pada anak kurang dari 5 tahun
diperkirakan sekitar 30% dengan angka mortalitas yang tinggi. Penyakit ini masih
merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan
dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme
nosocomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya
organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya
pneumonia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pneumonia
2.1.1. Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang terjadi pada jaringan parenkim paru.
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme. Akan tetapi, ada
penyebab noninfeksius, seperti aspirasi, benda asing, hidrokarbon, dan lain-lain.7,8
2.1.2. Epidemiologi
Pneumonia menduduki peringkat pertama sebagai penyebab morbiditas dan
mortalitas tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun (balita). 7,8 Setiap
tahunnya, diperkirakan seperlima kematian anak di seluruh dunia atau sekitar 2 juta
anak balita meninggal akibat pneumonia. Di Indonesia sendiri, berdasarkan survey
kesehatan nasional (SKN) tahun 2001, diperkirakan terdapat 27,6 % kematian bayi
dan 22,8 % kematian balita yang disebabkan oleh penyakit respiratorik, terutama
pneumonia.8

Gambar 4. Prevalensi pneumonia dan penyakit lainnya yang memilki angka


mortalitas tinggi pada anak
2.1.3. Etiologi
Faktor usia memegang peranan penting dalam menentukan kuman penyebab
pneumonia. Pada neonatus dan bayi kecil, etiologi pneumonia yang lazim ditemukan
adalah Streptococus grup B dan bakteri gram negatif, seperti E. Coli, Pseudomonas
Sp, dan Klebsiella sp. Sementara itu, pada bayi yang lebih besar dan anak balita,
bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococus pneumoniae,

Haemophilus influenzae tipe B, dan Staphylococus aureus. Pada anak yang lebih
besar dan remaja, sering juga ditemukan Mycoplasma pneumoniae, selain bakteribakteri yang disebutkan sebelumnya. 8 Pada anak dengan infeksi HIV, pneumonia
sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium atipikal,
Salmonella, Escherichia coli, dan Pneumocystis jirovecii.7
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita, yaitu pneumonia pada masa bayi, berat lahir rendah,
tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi
vitamin A, tingginya jumlah kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya
pajanan polusi udara.8
Virus juga merupakan penyebab utama infeksi saluran napas bawah pada bayi
dan anak berusia < 5 tahun. Kejadian pneumonia viral paling tinggi pada di antara
usia 2 dan 3 tahun, kemudian menurun seiring bertambahnya usia. Virus yang paling
sering menyebabkan pneumonia adalah virus influenza dan respiratory syncytial virus
(RSV), terutama pada anak berusia < 3 tahun. Virus lain yang menjadi penyebab
tersering pnemonia adalah virus parainfluenza, adenovirus, rhinovirus, dan
metapneumoniavirus.

Usia

pasien

dapat

memberikan

gambaran

penyebab

pneumonia.7
Kelompok usia
Neonatus
(<
bulan)
1 - 3 bulan
Febril
Afebril

Patogen tersering
1 Streptococcus grup B, Escherichia coli, bakteri Gram negatif
lain, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae
RSV, virus respiratorik lain, S. pneumoniae, H. influenzae
Chlamydia trachomatis, Mycoplasma hominis, Ureaplasma

3 - 12 bulan

urealyticum, CMV
RSV, virus respiratorik lain, S. pneumoniae, H. influenzae, C.

2 5 tahun

trachomatis, Mycoplasma pnaumoniae, streptococcus grup A


Virus respiratorik, S. pneumoniae, H. influenzae, M.
pneumoniae,

Chlamydophila

pneumoniae,

S.

aureus,

5 18 tahun

streptococcus grup A
M. pneumoniae, S. pneumoniae, C. pneumoniae, H. infuenzae,

> 18 tahun

virus influenza, adenovirus


M. pneumoniae, S. pneumoniae, C. pneumoniae, H. infuenzae,

virus influenza, adenovirus, Legionella pneumophila


Tabel 1. Etiologi pneumonia berdasarkan usia

2.1.4. Patogenesis
Saluran napas bawah dijaga tetap steril dengan mekanisme pertahanan
fisiologis, termasuk klirens mukosiliar, kandungan sekresi normal, seperti
imunoglobulin A (IgA), dan

pembersihan saluran napas dengan batuk. Mekanisme

pertahanan imunologis paru yang membatasi invasi organisme patogen adalah melalui
makrofag yang ada di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain.8
Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema,
dan sitemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium
hepatisasi kelabu. Selanjutnya jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan
mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini
disebut stadium resolusi.8
Pneumonia viral biasanya disebabkan oleh penyebaran infeksi sepanjang
saluran napas, disertai kerusakan langsung pada epitel respiratorik, mengakibatkan
obstruksi jalan napas karena edema, sekresi abnormal, dan debris selular. Ukuran
saluran napas yang kecil pada anak kecil menyebabkan rentan terkena infeksi berat.
Atelektasis, edema interstisial, dan mismatch ventilasi-perfusi yang menyebabkan
hipoksemia sering menyertai obstruksi jalan napas. Infeksi virus juga dapat
mengakibatkan infeksi bakteri sekunder karena mengganggu mekanisme pertahanan
normal tubuh, mengubah sekresi, dan mengubah flora bakteri.8
Proses patologis dari penumonia bakterial tergantung dari jenis patogen. M.
pneumoniae menempel pada epitel, menghambat kerja silia, dan mengakibatkan
destruksi sel dan respon inflamasi di lapisan submukosa. Ketika infeksi berlanjut,
pengumpulan debris sel, sel inflamasi, dan mukus akan mengobstruksi saluran napas,
dengan penyebaran infeksi sepanjang pohon bronkial, seperti pada pneumonia viral.8
S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang turut membantu proliferasi
bakteri dan penyebarannya ke bagian paru sekitar, yang mengakibatkan pneumonia
lobaris.8
Streptococcus grup A mengakibatkan infeksi yang difus dengan pneumonia
interstisial. Secara patologis, terjadi nekrosis mukosa trakeobronkial, pembentukan
eksudat yang masif, edema, dan perdarahan lokal, dengan ekstensi ke septum

interalveolar, dan keterlibatan pembuluh limfa dan kemungkinan yang lebih besar
melibatkan pleura.8
2.1.5. Manifestasi Klinis
Pneumonia bakterial dan viral sering diawali dengan gejala infeksi saluran
napas atas, seperti rinitis dan batuk, selama beberapa hari. Pada pneumonia viral,
demam sering ditemukan, dengan temperatur yang lebih rendah dari pneumonia
bakterial. Takipneu merupakan manifestasi klinis yang paling konsisten dari
pneumonia. Peningkatan usaha bernapas terlihat dari retraksi interkosta, subkosta, dan
suprasternal, napas cuping hidung, dan penggunaan otot bantu pernapasan. Infeksi
berat dapat disertai sianosis dan kelelahan pernapasan, terutama pada bayi. Auskultasi
dada dapat terdengar ronkhi dan wheezing, tetapi sering sulit menentukan asal suara
napas tambahan ini pada bayi yang masih kecil. Pneumonia viral seringkali tidak
dapat dibedakan secara klinis dari pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma dan
bakteri lainnya.7,8
Pneumonia bakteri pada dewasa anak yang lebih tua biasanya timbul secara
tiba-tiba dengan menggigil yang diikuti oleh demam tinggi, batuk, dan nyeri dada.
Pada anak yang lebih tua dan remaja, gejala saluran napas atas yang singkat diikuti
dengan demam menggigil yang muncul tiba-tiba disertai dengan pernapasan yang
cepat, batuk kering, ansietas, dan delirium.7,8
Temuan dari pemeriksaan fisik tergantung dari tahap pneumonia. Pada awal
penyakit, dapat ditemukan penurunan suara napas, ronkhi, dan crackles sering
terdengar di daerah paru yang terkena pneumonia. Dengan penambahan konsolidasi
dan komplikasi seperti efusi, empiema, atau pyopneumotoraks, perkusi yang redup
dapat ditemukan dan suara napas menghilang. Nyeri abdomen biasa ditemukan pada
pneumonia di lobus bawah. Hati dapat teraba membesar karena terdorong oleh
diafragma akibat hiperinflasi paru. Kaku kuduk, tanpa adanya meningitis, dapat
ditemukan terutama pada pneumonia lobus kanan atas.8
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada beratringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:7

Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare;
kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang

Darah perifer lengkap


Pada pneumonia virus dan juga mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam
batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 40.000/mm3 dengan
predominan PMN. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis
hebat (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering
ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi.
Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan peningkatan LED yang meningkat.
Secara umum, pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat
membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.8

Uji serologis
Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensifitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, untuk deteksi
infeksi virus dan bakteri atipik, peningkatan IgM dan IgG dapat
mengonfirmasi diagnosis.8

Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang
dirawat di RS. Spesimen dapat berasal dari usab tenggorok, sekret nasofaring,
bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan
definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.
Pada anak besar dan remaja, spesimen dapat berasal dari sputum, baik untuk
pewarnaan Gram maupun kultur.8

Pemeriksaan rontgen toraks


Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan
dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada
gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi
infiltrat membutuhkan waktu lebih lama dari gejala klinis untuk menghilang.
Secara umum, gambaran pneumonia pada foto toraks dapat berupa:8

Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corak bronkovaskular,


peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua


paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Gambar 5. Gambaran infiltrat interstisial dan bronkopneumonia pada


foto toraks
Gambaran foto rontgen toraks dapat membentuk mengarahkan
kecenderungan

etiologi

pneumonia.

Penebalan

peribronkial,

infiltrat

interstisial, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat


alveolar, bronkopneumonia, atau air bronchogram cenderung mengarah ke
pneumonia bakteri.8
2.1.7. Diagnosis
Diagnosis etiologik didasarkan pada pemeriksaan mikrobiologis atau serologis,
tetapi karena tidak selalu mudah dilakukan maka pneumonia pada anak umumnya
didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem
respiratori dan gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah
demam, sianosis, dan lebih dari 1 gejala respiratori, yaitu takipnea, batuk, napas
cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.8
Perlu diperhatikan adanya tanda bahaya pada anak dengan kecurigaan
pneumonia. Pada anak berumur 2-5 tahun, tanda bahaya dapat berupa tidak dapat
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk. Sementara itu, untuk anak

berusia di bawah 2 bulan, gejalanya dapat berupa malas minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.8
Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia menurut WHO:5,8
1) Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun
a. Pneumonia berat
-

Ada sesak napas

Harus dirawat dan diberikan antibiotik (ampisilin/amoksisilin (25-50


mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24
jam selama 72 jam pertama, selama 5 hari dilanjutkan amoksisilin oral (15
mg/kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya. Jika klinis
memberat dapat diberikan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IM atau IV
setiap 8 jam)

b. Pneumonia
-

Tidak ada sesak napas

Napas cepat dengan kriteria: > 50 x/menit (2 bulan -1 tahun) atau > 40
x/menit (>1-5 tahun)

Tidak perlu dirawat, hanya diberikan antibiotik oral (Kotrimoksasol (4 mg


TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg
BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5
hari)

2) Bukan pneumonia
-

Tidak ada napas cepat dan tidak sesak napas

Tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik, hanya perlu obat penurun
panas

3) Bayi berusia di bawah 2 bulan


a. Pneumonia
-

Bila napas cepat (> 60 x/menit) atau sesak napas

Harus dirawat dan diberikan antibiotik (sama dengan tatalaksana


pneumonia pada anak di atas 2 bulan)

b. Bukan pneumonia
-

Tidak ada napas cepat dan tidak sesak napas

Tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik, hanya perlu obat penurun
panas

2.1.8. Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat. Indikasi dirawat
terutama berdasarkan pada berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres
pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi,
dan terutama mempertimbangkan usia pasien.

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk
menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk. Nebulisasi dengan 2 agonis
dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki mucociliary clearance. Antibiotik
intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat per oral
(misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat. Antibiotik
intravena yang dianjurkan adalah ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclav,
ceftriaxone,

cefuroxime,

dan

cefotaxime.

Pemberian

antibiotik

oral

harus

dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena.


Sekarang banyak peneliti yang melaporkan resistensi Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae terhadap kloramfenikol dan ampicilin.8
Pasien dapat dipulangkan apabila9:

Gejala dan tanda pneumonia menghilang


Asupan per oral adekuat
Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah secara per oral
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.

2.1.9 Komplikasi10,11
Komplikasi pneumonia diakibatkan penyebaran langsung infeksi bakteri ke dalam
rongga toraks (efusi pleura, empiema, perikarditis) atau bakteremia dan penyebaran

hematogen seperti maningitis, artritis supuratif dan osteomielitis. Walaupun


komplikasi akibat penyebaran hematogen tersebut jarang terjadi.

CASE REPORT KEPANITERAAN DEPARTEMEN


ILMU KESEHATAN ANAK
Fakultas
Universitas
Indonesia

Kedokteran
Kristen

Nama Lengkap

Eka Pranatalenta

NIM

1161050199

Rumah Sakit

RSUD Tarakan

Gelombang Periode

25 Juli 2016 01 Oktober


2016

Tanda Tangan

K. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap

: An. DP

Tanggal Lahir

: 30 Juli 2013

Umur

: 3 tahun 01 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pendidikan

: Belum sekolah

Alamat

: Sebengkok RT III RT. RW Kota Tarakan

IDENTITAS ORANG TUA / WALI


Ayah

Nama Lengkap : Tn. R

Tanggal lahir : 11 November 1978

Suku Bangsa : Bugis

Alamat : Sebengkok RT III RT. RW Kota Tarakan

Agama : Islam

Pendidikan : D3

Pekerjaan : Swasta

Nama Lengkap : Ny. R

Tanggal lahir : 28 April 1980

Suku Bangsa : Bugis

Alamat : Sebengkok RT III RT. RW Kota Tarakan

Agama : Islam

Pendidikan : D3

Pekerjaan : Swasta

Ibu

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


-

Kehamilan
o Perawatan Antenatal :
Trimester I 1x/bulan di Puskesmas
Trimester II 1x/bulan di Puskesmas
Trimester III 1x/bulan di Puskesmas
o Penyakit Kehamilan : Tidak ada

Kelahiran
o Tempat Lahir : Puskesmas
o Penolong persalinan : Bidan
o Cara persalinan : Spontan
o Penyulit : o Masa gestasi : Cukup bulan
Keadaan Bayi
o Berat badan lahir : 3,1 kg
o Panjang badan : 49 cm
o Lingkar kepala : 33 cm
o Langsung menangis
o Warna kulit : Merah
o Nilai APGAR : Ibu os tidak mengetahui
o Kelainan bawaan : Tidak ada

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


Gigi pertama : 8 bulan
Psikomotor

Tengkurap

: 4 bulan

Duduk

: 6 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Berjalan

: 12 bulan

Berbicara

: 14 bulan

RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin

Dasar (Umur)

Ulangan (Umur)

BCG

1 bulan

DPT / DT

2 bulan

4 bulan

6 bulan

POLIO

0 bulan

2 bulan

4 bulan

CAMPAK

9 bulan

24 bulan

HEPATITIS B

0 bulan

2 bulan

6 bulan

6 bulan

MMR
TIPA

RIWAYAT MAKANAN
Umur/bulan/frekuensi ASI / PASI

Buah

/ Bubur susu

Biskuit
02

ASI

24

ASI

46

ASI

68

ASI / PASI

8 10

ASI / PASI

10 12

ASI / PASI

Umur lebih dari 1 tahun


Jenis Makanan

Frekuensi dan Jumlah

Nasi tim

Nasi / pengganti

3x sehari, piring

Sayur

3x seminggu, mangkok kecil

Daging

1x seminggu, potong

Telur

3x seminggu, 1 buah telur

Ikan

2x seminggu, potong

Tahu

2x seminggu, 1 potong

Tempe

2x seminggu, 1 potong

Susu

2x sehari, 1 gelas belimbing

Lain-lain

Riwayat penyakit yang pernah diderita :


DATA KELUARGA
-

Ayah
o
o
o
o
Ibu
o
o
o
o

Perkawinan
: Pertama
Umur saat menikah : 25 tahun
Konsanguitas
:Keadaan kesehatan : Sehat
Perkawinan
: Pertama
Umur saat menikah : 23 tahun
Konsanguitas
:Keadaan kesehatan : Sehat

RIWAYAT PENYAKIT
- Keluhan utama

: Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari

SMRS
-

Keluhan tambahan

: Demam 2 hari SMRS, batuk kering 2 hari SMRS,

pilek 2 hari SMRS


-

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke IGD RSUD Tarakan dibawa oleh ibunya karena sesak napas
sejak 1 hari SMRS. Menurut ibu pasien, pasien sesak napas terus menerus

sepanjang hari. Sesak napas yang dialami tanpa disertai nyeri dada ataupun
kebiruan pada wajah pasien. Sebelumnya pasien sempat demam selama 2
hari. Demam dirasakan terus menerus sepanjang hari. Ibu pasien juga
mengatakan bahwa pasien batuk kering sejak 2 hari SMRS. Batuk dirasakan
terus menerus. Dahak berwarna putih tanpa disertai darah. Pilek sejak 2 hari
SMRS. Pilek terus menerus disertai keluarnya lendir/ ingus berwarna bening.
Awal mulanya ibu pasien mengatakan bahwa pasien sempat kecapekan lalu
mengalami demam dan batuk pilek selama 2 hari, lalu keesokan harinya
timbul sesak napas. Pasien sebelumnya sudah diberi obat penurun panas oleh
orang tua pasien namun belum ada perbaikan. Tidak ada mual, tidak ada
muntah, tidak ada sakit perut, tidak ada penurunan kesadaran. Buang air besar
tidak ada keluhan. Buang air kecil tidak ada keluhan. Ayah pasien merupakan
perokok aktif namun menurut pengakuan ibu pasien, ayah pasien jarang
merokok di lingkungan rumah.
-

Riwayat Penyakit Dahulu : Menurut ibu pasien, pasien pernah mengalami


sesak napas sekitar 3 bulan sebelumnya. Pasien juga pernah mengalami flek
paru dan menjalani terapi selama 6 bulan (tuntas).

Riwayat Penyakit pada anggota keluarga :


Saudara dari ayah pasien tidak memiliki riwayat penyakit paru.
Ayah dari ibu pasien memiliki riwayat asma.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: tampak sakit berat

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 130 x/ menit

Nafas

: 35 x/ menit

Suhu

: 38 oC

Tinggi Badan

: 98 cm

Berat Badan

: 18 kg

Kulit

: Akral hangat, efloresensi (-)

Kepala

: bentuk simetris, ukuran normosefali

Rambut

: hitam lebat, tidak mudah dicabut

Mata

: konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-

Telinga

: normotia, sekret -, serumen -

Hidung

: sekret +/+ cair, warna: putih, pernapasan cuping hidung (+)

Mulut

: Bibir

: mukosa bibir tidak kering, cyanosis (-)

Gigi Geligi : gigi susu sudah tumbuh lengkap, caries (-)

Leher

Lidah

: coated tongue (-)

Tonsil

: T1-T1, tidak hiperemis

Faring

: arcus faring merah muda

: tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid.

Dada
Dinding dada

: anterior posterior > laterolateral

Paru-paru

Jantung

Inspeksi

: pergerakan dinding dada simetris, retraksi (+)

Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: sonor-sonor

Auskultasi

: vesikuler, rhonki +/+, wheezing +/+

:
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: teraba ictus cordis di 1 jari medial dari linea


mid clavicula sinistra ICS V

Perkusi

: Dalam batas normal

Auskultasi

: BJ I dan BJ II : regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: distensi (-), tampak datar

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-)

Perkusi

: timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi

: bising usus (+) 4 x / menit

Anus dan rektum

: tidak dilakukan pemeriksaan

Genitalia

: tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

Atas

: akral hangat, CRT < 2

Bawah

: akral hangat, CRT < 2

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
I : Tidak dilakukan
II : Tidak dilakukan
III : Tidak dilakukan
IV : Tidak dilakukan
V : Tidak dilakukan
VI : Tidak dilakukan
VII : Tidak dilakukan
VIII : Tidak dilakukan
IX : Tidak dilakukan
X : Tidak dilakukan
XI : Tidak dilakukan
XII : Tidak dilakukan
Refleks fisiologis : tidak dilakukan
Refleks patologis : tidak dilakukan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Leukosit

: 10.1 x 103 /L

Eritrosit

: 4,24 x 106 /L

Hemoglobin

: 11,4 g/dL

Ht

: 32,9 %

MCV

: 77,6 fL

MCH

: 26,9 pg

MCHC

: 34,7 g/dL

Trombosit

: 311 x 103 /L

Lymfosit

: 15,4 %

Monosit

: 2,9 %

Neutrofil

: 77,7 %

LYM #

: 1,5 x 103

MXD #

: 0,8 x 103

NEUT #

: 7,8 x 103

RDW

: 14,6 %

PDW

: 9,2 fL

MPV

: 8,2 fL

P-LCR

: 8,4 %

RINGKASAN
Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD Tarakan dibawa oleh ibunya karena sesak napas sejak 1
hari SMRS. Menurut ibu pasien, pasien sesak napas terus menerus sepanjang hari.
Sesak napas yang dialami tanpa disertai nyeri dada ataupun kebiruan pada wajah
pasien. Demam terus menerus 2 hari SMRS disertai batuk kering dan pilek. Pasien
memiliki ayah yang merokok aktif. Riwayat sesak napas (+).
Pemeriksaan fisik
Tanda vital :
Keadaan umum

: tampak sakit berat

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 130 x/ menit

Nafas

: 35x/ menit

Suhu

: 38oC

Mata

: udem palpebral -/-, konjungtiva anemis -/-, cyanosis -/-

Telinga

: normotia, sekret -, serumen -

Hidung

: sekret +/+, warna: putih, pernapasan cuping hidung (+)

Tenggorokan

: Tonsil
Faring

: T1-T1, tidak hiperemis.


: Arkus Faring merah muda.

Dada
Dinding dada

: anterior posterior > laterolateral

Paru-paru

:
Inspeksi

: pergerakan dinding dada simetris, retraksi (+)

Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan

Abdomen

Perkusi

: sonor-sonor

Auskultasi

: vesikuler, rhonki +/+, wheezing +/+

: supel, distensi (-) , BU ( + ) 4 kali/menit, nyeri tekan (-),

nyeri perkusi (-)


Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Leukosit

: 10.1 x 103 /L

Eritrosit

: 4,24 x 106 /L

Hemoglobin

: 11,4 g/dL

Ht

: 32,9 %

MCV

: 77,6 fL

MCH

: 26,9 pg

MCHC

: 34,7 g/dL

Trombosit

: 311 x 103 /L

Lymfosit

: 15,4 %

Monosit

: 2,9 %

Neutrofil

: 77,7 %

LYM #

: 1,5 x 103

MXD #

: 0,8 x 103

NEUT #

: 7,8 x 103

RDW

: 14,6 %

PDW

: 9,2 fL

MPV

: 8,2 fL

P-LCR

: 8,4 %

Diagnosis kerja
Diagnosis banding

: Pneumonia
: TB Paru
- Asma bronchiale
Pemeriksaan penunjang: Foto thorax (13 September 2016)

Penatalaksanaan :
- Rawat inap (13 September 2016; 13:30)
- IVFD DN 11 tpm
- O2 nasal kanul 2 lpm
- Paracetamol sirup 4 x 1 cth (kalau demam)
- Ceftriaxone inj. 500 mg/12 jam
- Nebulasi ventolin 1 resp./8 jam
FOLLOW UP
Follow up pagi tanggal 14 September 2016 (06.00)
PH : 1

PP : 3

S:

Sesak sedikit berkurang


Demam (-)
Batuk kering (+)
Pilek (+)
Nafsu makan belum ada
BAK dalam batas normal
BAB dalam batas normal

O:
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 96 x/ menit

Nafas

: 24 x/ menit

Suhu

: 36.5oC

Mata

: udem palpebral -/-, konjungtiva anemis -/-, cyanosis -/-

Telinga

: normotia, sekret -, serumen -

Hidung

: sekret +/+, warna: putih, pernapasan cuping hidung (+)

Tenggorokan

: Tonsil
Faring

: T1-T1, tidak hiperemis.


: Arkus Faring merah muda.

Dada
Dinding dada

: anterior posterior > laterolateral

Paru-paru

Abdomen

Inspeksi

: pergerakan dinding dada simetris, retraksi (+)

Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: sonor-sonor

Auskultasi

: vesikuler, rhonki +/+, wheezing +/+

: supel, distensi (-) , BU ( + ) 4 kali/menit, nyeri tekan (-),

nyeri perkusi (-)


Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

A : Pneumonia
P:
-

IVFD DN 11 tpm
Ceftriaxone inj 500 mg/ 12 jam
Paracetamol syr. 4x1 cth (kalau demam)

Nebulasi ventolin 1 resp/8 jam

Follow up pagi tanggal 15 September 2016 (06.30)


PH : 2

PP : 4

S:

Sesak sudah berkurang


Demam (-)
Batuk kering (+)
Pilek (+)
Nafsu makan mulai membaik
BAK dalam batas normal
BAB dalam batas normal

O:
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 100x/ menit

Nafas

: 24 x/ menit

Suhu

: 36.3oC

Mata

: udem palpebral -/-, konjungtiva anemis -/-, cyanosis -/-

Telinga

: normotia, sekret -, serumen -

Hidung

: sekret +/+, warna: putih, pernapasan cuping hidung (+)

Tenggorokan

: Tonsil
Faring

: T1-T1, tidak hiperemis.


: Arkus Faring merah muda.

Dada
Dinding dada

: anterior posterior > laterolateral

Paru-paru

:
Inspeksi

: pergerakan dinding dada simetris, retraksi (+)

mulai berkurang

Abdomen

Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: sonor-sonor

Auskultasi

: vesikuler, rhonki +/+, wheezing +/+

: supel, distensi (-) , BU ( + ) 4 kali/menit, nyeri tekan (-),

nyeri perkusi (-)


Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

A : Pneumonia
P:
-

IVFD DN 11 tpm
Ceftriaxone inj 500 mg/ 12 jam
Paracetamol syr. 4x1 cth (kalau demam)

Nebulasi ventolin 1 resp/8 jam

Follow up pagi tanggal 16 September 2016 (06.00)


PH : 3

PP : 5

S:

Sesak sudah berkurang


Demam (-)
Batuk kering (+)
Pilek (+)
Nafsu makan mulai membaik
BAK dalam batas normal
BAB dalam batas normal

O:
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 100x/ menit

Nafas

: 24 x/ menit

Suhu

: 36.3oC

Mata

: udem palpebral -/-, konjungtiva anemis -/-, cyanosis -/-

Telinga

: normotia, sekret -, serumen -

Hidung

: sekret +/+, warna: putih, pernapasan cuping hidung (-)

Tenggorokan

: Tonsil
Faring

: T1-T1, tidak hiperemis.


: Arkus Faring merah muda.

Dada
Dinding dada

: anterior posterior > laterolateral

Paru-paru

:
Inspeksi

: pergerakan dinding dada simetris, retraksi tidak

ada
Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: sonor-sonor

Auskultasi

: vesikuler, rhonki +/+, wheezing +/+

Abdomen

: supel, distensi (-) , BU ( + ) 4 kali/menit, nyeri tekan (-),

nyeri perkusi (-)


Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

A : Pneumonia
P:
-

IVFD DN 11 tpm
Ceftriaxone inj 500 mg/ 12 jam
Paracetamol syr. 4x1 cth (kalau demam)

Nebulasi ventolin 1 resp/8 jam

Methylprednisolon 2x10 mg

Follow up pagi tanggal 17 September 2016 (05.00)


PH : 4

PP : 6

S:

Sesak sudah berkurang


Demam (-)
Batuk kering (+)
Pilek (+)
Nafsu makan baik
BAK dalam batas normal
BAB dalam batas normal

O:
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 100x/ menit

Nafas

: 24 x/ menit

Suhu

: 36.4oC

Mata

: udem palpebral -/-, konjungtiva anemis -/-, cyanosis -/-

Telinga

: normotia, sekret -, serumen -

Hidung

: sekret +/+, warna: putih, pernapasan cuping hidung (-)

Tenggorokan

: Tonsil
Faring

: T1-T1, tidak hiperemis.


: Arkus Faring merah muda.

Dada
Dinding dada

: anterior posterior > laterolateral

Paru-paru

:
Inspeksi

: pergerakan dinding dada simetris, retraksi tidak

ada

Abdomen

Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: sonor-sonor

Auskultasi

: vesikuler, rhonki +/+, wheezing +/+

: supel, distensi (-) , BU ( + ) 4 kali/menit, nyeri tekan (-),

nyeri perkusi (-)


Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

A : Pneumonia
P:
-

Vemplon
Ceftriaxone inj 500 mg/ 12 jam
Paracetamol syr. 4x1 cth (kalau demam)

Nebulasi combivent 1 resp/8 jam

Methylprednisolon inj. 2x10 mg

Follow up pagi tanggal 17 September 2016 (05.30)


PH : 5

PP : 7

S:

Sesak sudah berkurang


Demam (-)
Batuk kering (+)
Pilek (+)
Nafsu makan baik
BAK dalam batas normal
BAB dalam batas normal

O:
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 100x/ menit

Nafas

: 24 x/ menit

Suhu

: 36.3oC

Mata

: udem palpebral -/-, konjungtiva anemis -/-, cyanosis -/-

Telinga

: normotia, sekret -, serumen -

Hidung

: sekret +/+, warna: putih, pernapasan cuping hidung (-)

Tenggorokan

: Tonsil
Faring

: T1-T1, tidak hiperemis.


: Arkus Faring merah muda.

Dada
Dinding dada

: anterior posterior > laterolateral

Paru-paru

:
Inspeksi

: pergerakan dinding dada simetris, retraksi tidak

ada

Abdomen

Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: sonor-sonor

Auskultasi

: vesikuler, rhonki +/+, wheezing +/+

: supel, distensi (-) , BU ( + ) 4 kali/menit, nyeri tekan (-),

nyeri perkusi (-)


Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

A : Pneumonia
P:
-

Vemplon
Ceftriaxone inj 500 mg/ 12 jam
Paracetamol syr. 4x1 cth (kalau demam)

Nebulasi combivent 1 resp/8 jam

Methylprednisolon inj. 2x10 mg

Follow up pagi tanggal 18 September 2016 (06.30)


PH : 6
S:

PP : 8

Sesak sudah berkurang


Demam (-)
Batuk kering (-)
Pilek (-)
Nafsu makan baik
BAK dalam batas normal
BAB dalam batas normal

O:
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 100x/ menit

Nafas

: 24 x/ menit

Suhu

: 36.3oC

Mata

: udem palpebral -/-, konjungtiva anemis -/-, cyanosis -/-

Telinga

: normotia, sekret -, serumen -

Hidung

: sekret +/+, warna: putih, pernapasan cuping hidung (-)

Tenggorokan

: Tonsil
Faring

: T1-T1, tidak hiperemis.


: Arkus Faring merah muda.

Dada
Dinding dada

: anterior posterior > laterolateral

Paru-paru

:
Inspeksi

: pergerakan dinding dada simetris, retraksi tidak

ada

Abdomen

Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: sonor-sonor

Auskultasi

: vesikuler, rhonki +/+, wheezing +/+

: supel, distensi (-) , BU ( + ) 4 kali/menit, nyeri tekan (-),

nyeri perkusi (-)


Ekstremitas
A : Pneumonia

: akral hangat, perfusi baik

P : BPL
-

Vemplon
Paracetamol syr. 4x1 cth (kalau demam)

DAFTAR PUSTAKA
1) Ingram RH, Braunwald E. Dyspnea and pulmonary edema. In Fauci AS, et al.

Harrisons principles of internal medicine. 17th ed. Vol II. Singapore: McGrawHill Companies, 2008.p.201-5.
2) T Nishino. Dyspnea: underlyng mechanism and treatment. Mechanism of

dyspnoea. Br J Anes6th. 2011;106(4):463-474


3) Manning HL, Schwartzstein RM, Epstein FH (editor). Patophysiology of

Dyspnea. N Eng J Med. 1995. 333:1547-1553


4) Dyspnea: how to asses and palliate dyspnea (air hunger). Diunduh dari

http://summit.stanford.edu/pcn/M07_Dyspnea/patophys.html pada tanggal 24


Januari 2012
5) Anonymus. Buku saku pelayanan kesehatan anak rumah sakit. WHO.2009. p.83-

93.

6) Chen YA, Tran C. The Toronto notes 27th ed. 2011


7) Sectish TC, Prober CG. Pneumonia. In: Nelsons textbook of pediatrics. Ed:

Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. 18th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2007.
8) Said M. Pneumonia. Dalam: Buku ajar respirologi anak. Ed: Rahajoe NN,

Supriyatno B, Setyanto DB. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;


2010:350-64.
9) Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris HS, Gandaputra EP dan Harmoniati

ED. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia jilid 1. Jakarta :
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010.
10) Kliegman, et al (editor). Nelson textbook of pediatrics 19th edition. Philadelphia :

Elsevier. 2011.
11) McIntosh K. Current concepts community-acquired pneumoniain children. N Engl

J Med, Vol. 346, No. 6. 2002.

Anda mungkin juga menyukai