Oleh :
Kelompok 6
Genetika Hari Selasa
1. Ahmad Habibul Wahid
2. Cinthia Martiana
(100341400718/Off.B1)
(100341400708/Off.B1)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Poliploidi adalah penggandaan
dalam sel, jaringan, organ, dan organisme baik pada tumbuhan maupun hewan.
Poliploidi menyebabkan terjadinya perubahan jumlah perangkat kromosom, yang
biasa terjadi selama diferensiasi sel tumbuhan maupun hewan, dan juga
merupakan proses yang penting pada evolusi spesies (DAmato & Durante, 2002).
Menurut Gadner (1991), poliploidi pada hewan itu lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan pada tanaman.
Poliploidi dapat terjadi secara alami maupun dengan rekayasa manusia.
Poliploidi alami dapat terjadi karena polusi perairan yang mengandung berbagai
bahan kimia, faktor geografis dan juga akibat dari radiasi ultraviolet serta dapat
berupa faktor internal. Sedangkan poliploidi yang dirakayasa (dimanipulasi) oleh
manusia dapat dilakukan dengan kejutan panas atau dengan pemberian bahan
kimia (Kadi, 2007).
Analisis
poliploidi
penting
untuk
mengetahui
jumlah
perangkat
kromosom. Menurut Carman dalam Karmila (2000), salah satu metode yang dapat
digunakan dalam analisis poliploidi adalah dengan penghitungan nukleolus, yang
relatif murah dan mudah dilakukan.
Dalam Corebima (2000) juga disebutkan bahwa poliploidi secara alami
terutama dijumpai pada hewan-hewan hermaprodit, seperti cacing tanah dan
planaria; demikian pula pada hewan betina yang partenogenetik, misalnya ikan
mas. Mable (2011) juga menyatakan bahwa poliploidi paling sering terjadi pada
organisme yang tidak mempunyai mekanisme mengatur suhu internal mereka
(yaitu tumbuhan dan hewan ektothermik misalnya katak dan ikan).
Ikan wader merupakan salah satu ikan air tawar yang banyak ditemukan di
danau, kolam-kolam, waduk, sungai ataupun selokan-selokan yang airnya jernih.
Salah satu jenis ikan wader yang banyak dijumpai adalah ikan wader pari
(Rasbora argyrotaenia) (Fauzi, 2010). Berdasarkan hal tersebut dilakukan
penelitian yang berjudul Kajian Ploidi pada Ikan Wader (Rasbora argyrotaenia)
dari Kota Malang, Trenggalek, dan Kediri. Penelitian ini dilakukan terkait
dengan penelitian sebelumnya yang dinyatakan dalam Corebima (2000) bahwa
poliploidi dapat terjadi secara spontan maupun terinduksi. Untuk itu pengambilan
sampel ikan wader dilakukan pada 3 daerah ini, karena pada 3 daerah ini memiliki
kondisi geografis yang berbeda, sehingga kemungkinan ploidi yang muncul pada
3 daerah ini berbeda-beda (dapat memicu terjadinya poliploidi alami).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah frekuensi kemunculan ploidi pada ikan wader dari Kota
Malang, Trenggalek, dan Kediri?
2. Adakah perbedaan keragaman ploidi pada ikan wader dari Kota Malang,
Trenggalek, dan Kediri?
3. Apakah faktor yang mempengaruhi perbedaan kemunculan ploidi pada ikan
wader dari Kota Malang, Trenggalek, dan Kediri?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui frekuensi kemunculan ploidi pada ikan wader Kota
Malang, Trenggalek, dan Kediri
2. Ploidi pada ikan wader dari Kota Malang, Trenggalek, dan Kediri memiliki
keragaman yang berbeda
3. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan perbedaan kemunculan ploidi
pada ikan wader dari Kota Malang, Trenggalek, dan Kediri
D. Kegunaan Penelitian
Bagi mahasiswa dan peneliti-peneliti pemula. Penelitian ini memiliki
kegunaan, antaralain yaitu:
a. Menambah pengetahuan tentang pada mahasiswa tentang poliploidi alami
b. Menambah pengetahuan tentang penggunaan metode penghitungan jumlah
nukleolus sebagai salah satu analisis ploidi.
c. Memberikan informasi ilmiah tentang pengembangan ilmu yang berkaitan
dengan bidang genetika.
d. Memberikan pengetahuan tentang teknik perhitungan poliploidi jumlah
nukleolus pada ikan
Bagi masyarakat luas:
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Ikan Wader (R.argyrotaenia)
Ikan yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan wader pari yang
memiliki nama ilmiah Rasbora argryotaenia, dengan klasifikasi sebagai berikut:
Filum
: Chordata;
Kelas
: Actinopterygii;
Ordo
: Cypriniformes;
Famili
: Cyprinidae;
Genus
: Rasbora;
Spesies
: Rasbora argyrotaenia.
Ikan wader pari (Rasbora argyrotaenia )atau yang biasa disebut dengan
ikan wader saja, memiliki beberapa ciri fisik diantaranya: 1) Ikan ini bertubuh
kecil ramping dengan panjang maksimal sekitar 17 cm; 2) Pada bagian atas
tubuhnya (dorsal) berwarna cokelat kuning (kuning keemasan) sedangkan bagian
bawahnya terutama pada bagian perut berwarna putih keperakan; 3) Didalam
tubuhnya terdapat garis keemasan yang sejalan bersama garis kehitaman di bagian
luar pada masing-masing sisi tubuh yang di mulai dari belakang tutup insang
hingga ke batang ekor. Sedangkan beberapa ciri lainnya adalah: 1) Formula sirip
punggung berbentuk II.7 (dua jari-jari keras. duri) diikuti tujuh jari-jari lunak); 2)
Sirip dubur (anal) berbentuk III.5 (dua jari-jari keras (duri) diikuti lima jari-jari
lunak); 3) Sirip dada (pectoral) I.12-13 (satu jari-jari keras (duri) diikuti dua belas
sampai tiga belas jari-jari lunak); 4) jumlah sisik pada gurat sisi (linea lateralis)
berjumlah 29-30 buah; 5) Batang ekor (peduncle) dikelilingi 14 sisik dimana
diantara gurat sisi dengan awal sirip perut diantarai oleh 1-1,5 sisik. Wader pari
banyak dijumpai dalam kelompok besar di danau, parit atau sungai-sungai yang
relatif tenang. Wader pari sering pula bercampur dengan jenis wader lainnya yang
memiliki kebiasaan serupa. sampai sekarang, ikan jenis ini belum dibudidayakan
secara intensif, sebagian besar masih ditangkap dari populasi liar yang ada di
Dokumentasi Pribadi
B. Poliploidi
Organisme poliploidi adalah organisme yang memiliki satu atau lebih
penambahan perangkat kromosom (Hussain, 1996). Poliploidi terjadi karena
penggandaan perangkat kromosom secara keseluruhan (Corebima, 2000). Dalam
hal ini individu-individu yang tergolong diploid dapat menghasilkan keturunan
yang triploid dan tetraploid.
Menurut Russel dalam Corebima (2000), poliploidi dapat terjadi secara
spontan maupun sebagai akibat perlakuan. Poliploidi yang terjadi secara spontan
antara lain adalah dikarenakan faktor ekologi dan geografis, misalnya penyebaran
habitat yang berbeda (Soltis, 2003). Tiwary, Kirubagaran & Ray (2004) dalam
Mable (2011), menyatakan bahwa pada ikan, poliploidi yang paling umum telah
diinduksi oleh salah satu kejutan suhu atau tekanan, dengan kejutan dingin
biasanya disukai untuk spesies air hangat dan shock hangat disukai untuk spesies
air dingin. Kejutan suhu dapat menginduksi poliploidi oleh salah satu dari dua
mekanisme yaitu: (1) menyebabkan retensi badan kutub kedua meiosis atau (2)
menghalangi pembelahan mitosis pertama. Menurut Donaldson et al., (2008)
dalam Mable (2011), tekanan yang tinggi antara 400 dan 600 atmosfer juga dapat
menginduksi poliploidi. Sementara kejutan tekanan tidak relevan dengan
pembentukan poliploidi dalam sistem liar, dingin atau guncangan panas dapat
terjadi secara alami melalui perubahan thermoclines, air gerakan-gerakan seperti
banjir atau pencairan salju, hujan lebat atau perubahan yang cepat dalam suhu
musiman.
Selain itu menurut Corebima (2000), poliploidi juga dapat terjadi sebagai
akibat dari penyimpangan selama pembelahan mitosis dan meisosis. Menurut
Kadi (2007), juga menyatakan bahwa bila pada saat terjadinya pembelahan
meiosis, kromosom tidak berpisah dengan homolognya juga dapat menyebabkan
terjadinya indvidu poliploidi.
Menurut Kadi (2007), terjadinya poliploidisasi secara secara alami adalah
sebagai berikut:
Jika kromosom di dalam telur hadir dalam bentuk triplikat (rangkap 3),
C. Pembentukan Ikan
1. Proses Pembentukan Ikan Normal
Ikan normal tumbuh dari telur 2n yang dibuahi oleh sperma n. Zigot yang
terbentuk dari hasil fertilisasi ini berjumlah 3n. Selanjutnya sel-sel embrional
yang memiliki kromosom 3n mengalami peloncatan polar body II. Pada
peloncatan polar body Iitersebut n kromoso dari sel akan meloncat keluar
sehingga di dalam sel hanya tertinggal 2n yang masing-masing dari induk jantan
dan induk betina. Selanjutnya akann terjadi pembalahan mitosis dan sel-sel
embrional tersebut akan berkembang menjadi ikan normal yang memiliki
kromosom 2n.
2. Proses pembentukan ikan Triploid
Ikan triploid terbentuk apabila terjadi perkawinan antara ikan tetraploidi
(4n) dengan ikan diploid (2n). Induk yang memiliki kromosom 4n akan
menghasilkan gamet yang diploid (2n), sedangan pada gamet yang 2n kromosom
akan menghasilkan gamet yang haploid(n) . bila kedua individu yang memiliki
gamet seperti di atas melakukan fertilisasi maka akan terbentuk individu yang
triploid.
3. Pembentukan ikan tetraploid
Pembentukan ikan tetraploid dilakukan dengan pemberian kejutan panas
40C dengan waktu yang jauh lebih lama dari ikan triploid yaitu 29 menit
perangkatelah fertilisasi selama 1,5 menit (Mukti, dkk., 2001). Kejutan panas itu
bertujuan untuk mencegah pembelahan sel secara mitosis pada zigot diploid
perangkatelah terjadi penggandaan kromosom. Kejutan panas tersebut juga
mampu merusak benang benang spindel pembelahan sehingga jumlah
kromosom menjadi 4n.
D. Nukleolus
Salah satu cara untuk mengidentifikasi poliploidi adalah dengan cara
penghitungan nukleolus. Nukleolus merupakan struktur padat yang terdapat dalam
nucleus. Struktur ini tidak dikelilingi oleh membran dan sering disebut sebagai
suborganel. Nukleolus terbentuk dari pengulangan pasangan rDNA, yaitu DNA
yang
mengkode
(NOR). Fungsi
rRNA. Area
utama
nukleolus
ini
disebut
adalah
nucleolar
untuk
organizer
mensintesis
region
rRNA dan
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
B. Hipotesis
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kuantitatif
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian: 15 Maret-23 April 2012
Tempat Penelitian: laboratorium genetika (bio 310), FMIPA UM
C. Populasi dan Sampel
Populasi : semua ikan wader pari (R.argyrotaenia) dari Kota Malang,
Trenggalek, dan Kediri)
Sampel : ikan wader pari (R.argyrotaenia) dari desa Pakisaji (Malang),
Durenan (Trenggalek), dan Mojoroto (kediri)
D. Variabel Penelitian
Variabel kontrol: jenis ikan (Ikan wader Rasbora argyrotaenia)
Variabel bebas: tempat pengambila sampel (Malang, Trenggalek, dan Kediri)
Variabel terikat: frekuensi kemunculan ploidi
E. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik untuk
menimbang gelatin untuk mebuat larutan B, mikroskop untuk mengamati preparat
yang telah jadi, gelas arloji untuk meletakkan sirip caudal ikan yang akan dicacah,
silet tajam untuk mencacah jaringan sirip caudal ikan, pipet tetes untuk
meneteskan larutan dan juga bisa unuk menetskan suspensi pada kaca benda,
pinperangkat untuk mengambil kaca benda yang direndam dalam alcohol dan
digunakan pada saat memegang kaca untuk dipanaskan pada api spiritus secara
langsung spiritus, kaca benda digunakan untuk tempat suspensi yang akan
diamati, tusuk gigi untuk meratakan larutan yang diteteskan pada kaca benda, box
staining untuk menghangatkan preparat agar gelatin lebih merekatkan suspesi
pada kaca benda, botol vial untuk tempat fiksasi jaringan sirip caudal ikan, botol
selai untuk tempat larutan, korek untuk menyalakan api spiritus, gelas ukur untuk
mengukur banyaknya bahan berupa liquid yang akan digunakan untuk membuat
larutan yang diperlukan, dan beaker glass untuk menghomogenkan bahan-bahan
untuk membuat larutan yang diperlukan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan wader pari
(R.argyrotaenia) yang akan diamati plodi pada jaringan sirip caudalnya, tisu untuk
mengelap alat-alat yang digunakan yang telah dicuci, AgNO3 untuk membuat
larutan A yang berfungsi untuk mewarnai nukleolus, gelatin untuk membuat
larutan B yang berfungsi untuk merekatkan suspensi pada kaca benda, gliserin
untuk membuat larutan B, kloroform untuk membuat larutan carnoy, aquadest
untuk melarutkan bahan-bahan untuk membuat larutan yang dibutuhkan, asam
aperangkatat glasial untuk membuat larutan carnoy untuk memfiksasi jaringan
sirip caudal ikan alkohol absolute untuk membuat larutan carnoy dan untuk
merendam kaca benda, air untuk membilas preparat yang telah dibox staining,
plastic untuk menutup larutan yang telah dubuat dan diletakkan pada botol selai,
karet gelang untuk mengikat plastic yang digunakan untuk menutup larutan yang
diletakkan pada botol selai, kertas label untuk memberikan label pada larutan
yang dibuat dan untuk menandai preparat yang telah dibuat dan telah diamati, dan
alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
F. Prosedur Kerja
1. Membuat stok larutan
a. Membuat larutan A
Menimbang 70 gr AgNO3.
Melarutkan AgNO3 dalam 140 gr aquades.
Mengaduk larutan sampai homogen.
Menyimpan larutan dalam botol selai, menutup dengan plastik, dan memberi
label.
Menyimpan larutan dalam kulkas.
b. Membuat larutan B
Menimbang 22 gr gelatin.
Memanaskan 50 ml aquades sampai hangat.
Ploidi
3
4
1
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
Ring
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
I
2
II
2
8
9
10
11
12
13
14
15
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
Ploidi
Ring
1
n
2n
3n
4n
I
2
II
2
3
4
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
8
9
10
11
12
13
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
14
15
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
Ploidi
3
4
1
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
Ring
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
I
2
II
2
8
9
10
11
12
13
14
15
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
n
2n
3n
4n
BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA
A. Data
Tabel data presentase jumlah ploidi (%) pada ikan wader dari Kota Malang
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Total
Ratarata
n
95.92
99.9
99.7
96.1
99.25
99.3
99.51
96.89
99.85
98.89
99.45
99.28
99.4
100
100
1483.
44
98.89
6
2n
3.45
0.1
0.3
3.9
0.75
0.7
0.49
2.11
0.15
1.11
0.41
0.6
0.6
0
0
3n
0.63
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0.14
0.12
0
0
0
4n
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Total
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
14.67
1.89
1500
0.978
0.126
100
Tabel data presentase jumlah ploidi (%) pada ikan wader dari Kota Trenggalek
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
n
95.1
94.97
98.13
99.44
98.75
99.11
99.44
99.66
99.48
100
100
100
2n
2.45
3.8
1.31
0.28
0.83
0
0.56
0
0.52
0
0
0
3n
2.45
0.9
0.56
0.28
0.42
0.89
0
0.34
0
0
0
0
4n
0
0.33
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Total
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
13
14
15
Total
Ratarata
98.31
97.85
98.9
1479.1
4
98.609
33
1.54
2.15
1.1
0.15
0
0
0
0
0
100
100
100
14.54
0.9693
33
5.99
0.3993
33
0.33
1500
0.022
100
Tabel data presentase jumlah ploidi (%) pada ikan wader dari Kota Kediri
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Total
Ratarata
n
100
98.83
99.3
99.18
99.38
100
99.86
100
99.88
100
97.66
99.03
98.16
98.64
98.1
1488.0
2
99.201
33
2n
0
1.17
0.7
0.82
0.62
0
0.14
0
0.12
0
2.34
0.97
1.84
1.36
1.72
11.8
0.7866
67
3n
0
0
0
0
0
4n
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.18
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Total
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
0.18
1500
0.012
100
B. Analisis data
100
90
80
70
60
50
Rata-rata presentase ploidi
40
2n
30
3n
20
4n
10
0
Kota
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Frekuensi Kemunculan Ploidi pada Ikan Wader dari Kota Malang,
Trenggalek, dan Kediri
Menurut Phillips et al. dalam Karmila (2000), penghitungan nukeolus
merupakan metode yang mudah dan relatif murah serta mempunyai peluang besar
untuk diterapkan pada berbagai spesies ikan, tanpa harus membunuh ikan.
Berdasarkan analisis data penentuan ploidi dengan menggunakan metode
penghitungan nukleolus, dapat diketahui bahwa frekuensi kemunculan ploidi pada
ikan wader dari Kota Malang, Trenggalek dan Kediri yang paling banyak adalah n
dibandingkan dengan ploidi lainnya.
Hal ini berkaitan dengan fungsi NOR dalam pewarnaan nukleolus, dimana
Carman dalam Mukti (2001) menyatakan bahwa kemampuan pewarna AgNO 3
hanya akan mewarnai nukleoli (dalam hal ini NOR) saat sedang aktif melakukan
sintesis protein atau ribosom. Kemungkinan pada saat tersebut nukleolus dari ikan
diploid, triploid dan tetraploid yang sedang aktif mensintesis ribosom atau protein
hanya 1 nukleolus, sehingga hanya 1 nukleolus yang terwarnai oleh AgNO 3 dan
mengakibatkan ploidi n yang paling banyak terlihat.
B. Keragaman Ploidi pada Ikan Wader dari Kota Malang, Trenggalek, dan
Kediri
Dari analisis data, diperoleh hasil bahwa keragaman ploidi yang muncul
pada ikan wader dari Kota Malang adalah n, 2n dan 3n dengan ploidi n yang
paling banyak jumlahnya Sedangkan keragaman ploidi pada ikan wader dari Kota
Trenggalek adalah n, 2n, 3n, dan 4n dengan ploidi n yang palig banyak
jumlahnya, dan ploidi 4n yang paling sedikit jumlahnya. Dan pada ikan wader
dari Kota Kediri memiliki keragaman n, 2n, dan 3n dengan ploidi n yang paling
banyak jumlahnya.
Dari hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa ikan diploid memiliki 1
dan atau 2 nukleolus dalam perangkatiap selnya, triploid memiliki 1, 2 dan atau 3
nukleolus dan tetraploid memiliki 1, 2, 3 dan atau 4 nukleolus. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Phillips et al. dalam Karmila (2000) bahwa individu haploid
mempunyai 1 nukleolus per sel, diploid mempunyai 1 atau 2 nukleoli per sel dan
triploid mempunyai 1, 2 atau 3 nukleoli per sel. Sedangkan individu diploid
normal mengandung dua nukleolus. Hal ini terjadi karena dari satu perangkat
kromosom hanya satu saja dari kromosom yang memiliki NOR. Menurut Carman
dalam Mukti (2001) NOR ini merupakan daerah dimana terdapat gen-gen yang
mengatur rRNA dan memberikan bentuk pada nukleolus. Daerah ini terletak pada
daerah penyempitan kedua (secondary contriction) yang mengandung gen kode18
S dan 28 S rRNA.
Adanya variasi jumlah nukleolus untuk tiap jenis ploidi, juga disebabkan
oleh NOR, yang tidak membentuk nukleolus saat sel tidak aktif mensintesis
protein. Dimana hal ini berkaitan dengan pewarnaan AgNO3 yang menurut
Carman dalam Mukti (2001) hanya mewarnai nukleolus yang sedang aktif
mensintesis ribosom atau protein, sehingga bila hanya satu nukleolus yang aktif
mensisntesis ribosom, maka hanya satu nukleolus itulah yang akan terwarnai baik
pada individu diploid, triploid, maupun tetraploid. Begitu pula bila hanya 2 atau 3
nukleolus yang aktif mensintesis ribosom atau protein, maka hanya nukleolus
tersebut lah yang akan tampak oleh pewanaan AgNO3 baik pada organisme
triploid maupun tetraploid, dan seterusnya. Selain itu, variasi jumlah nukleolus
juga disebabkan disebabkan adanya fusi dan fisi antar nukleolus (Yesinta, 2012).
Perbedaan aktivitas sel yang berkaitan dengan keperlunnya untuk mensintesis
ribosom atau protein juga dapat menyebabkan terjadinya variasi jumlah nukleolus.
Menurut Rustidja dalam Mukti (2001), kelangsungan hidup ikan triploid
dan tetraploid (poliploidi) lebih rendah apabila dibandingkan dengan ikan diploid.
Hal ini kemungkinan besar akibat rendahnya kemampuan ikan-ikan poliploid
dalam menangkap oksigen yang terlarut dalam air. Kemampuan banding oxygen
atau pengikatan oksigen terlarut ikan-ikan triploid dan tetraploid sangat rendah
bila dibandingkan dengan ikan normal. Mukti (2001) juga menyatakan bahwa
ikan-ikan poliploid seperti triploid dan tetraploid memiliki ukuran sel yang besar
dan jumlah sel yang jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan ikan diploid,
dikarenakan pembelahan sel yang terjadi di dalam tubuh ikan poliploid sangat
tinggi dan hal ini diduga menyebabkan proses metabolisme di dalam tubuh ikan
juga akan berjalan lebih cepat, sehingga sangat diperlukan jumlah atau kadar
oksigen terlarut yang cukup besar. Padahal, apabila kemampuan banding oxygen
ikan terlalu rendah, maka jumlah/kadar oksigen yang diserap jauh tidak seimbang
dengan jumlah/kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk memperlancar
proses metabolisme tubuhnya. Ditambah lagi dengan adanya persaingan antar
individu untuk mengkonsumsi oksigen terlarut dalam air media pemeliharaan
yang menyebabkan terbatasnya ketersediaan oksigen terlarut. Akibatnya,
kemampuan ikan-ikan poliploid (triploid dan tetraploid) untuk bertahan hidup
sangat rendah. Sehingga kemungkinan hal ini yang mengakibatkan sedikitnya
ikan poliploidi alami yang teramati pada penelitian yang dilakukan.
C. Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Frekuensi Kemunculan Ploidi
pada Ikan Wader dari Kota Malang, Trenggalek, dan Kediri
Adanya ikan wader yang triploid dan tetraploid dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada ikan wader yang hidup bebas di alam mengalami
peristiwa poliploidi secara alami. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
poliploidi secara alami antara lain :
Menurut Ayala dalam Corebima (2000) poliploidi dapat terjadi akibat adanya
penyimpangan selama meiosis yang tidak mengalami reduksi. Dalam hal ini
dikemukakan bahwa jika suatu gamet yang tidak mengalami reduksi itu (misalnya
2n) bergabung dengan suatu gamet normal (n), maka zigot yang terbentuk
tergologong triploid (3n), dan jika gamet-gamet yang bergabung tersebut samasama tidak mengalami reduksi (pada individu diploid), maka zigot yang terbentuk
tergolong tetraploid (4n).
Ayala dalam Corebima (2000) juga menyatakan bahwa poliploidi dapat juga
terjadi akibat penggandaan jumlah perangkat kromosom di dalam sel-sel somatik.
Dalam hal ini replikasi kromosom berlangsung tanpa diikuti oleh pembelahan sel.
Atau dengan kata lain karyokinesis pada sel tanpa diikuti dengan sitokinesis.
Karena adanya sel-sel reproduksi yang mengalami pembelahan reduksi yang tidak
teratur dimana seperangkat kromosomnya gagal memisah pada kutub-kutubnya
saat anafase (Gardner, dkk., 1991)
Menurut Mable (2011), polispermia juga memungkinkan terjadinya poliploidi
secara alami, dimana poliploidi secara alami. Dimana polispermia adalah
pembuahan sel telur oleh lebih dari satu sperma
Fusi dan fisi gamet juga dapat menyebabkan terjadinya poliploidi alami. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Kadi (2007), bahwa bila sel telur yang akan dibuhi itu
hadir dalam bentuk triplikat (2n+1) maka seelah terjadinya fertilisasi individu
yang terbentuk adalah individu poliploidi
Selain dari faktor internal yang telah disebutkan, poliploidi alami juga
mungkin diakbatkan oleh adannya faktor eksternal. Dimana ketiga daerah
pengambilan sampel memiliki geografis yang berbeda sehingga memungkinkan
terjadinya poliploidi yang berbeda. Faktor abiotik seperti suhu juga dapat
mengakibatkan terjadinya poliploidi. Dimana perubahan suhu sepanjang tahun,
tentu dapat mengakibatkan adanya kejutan suhu walaupun kejutan suhu tersebut
tidak ekstrim. Adanya kejutan suhu dapat mengakibatkan pengahmabatan
pembentukan benang-benang spindel pada pembelahan meiosis (Corebima, 2000).
Selain itu tekanan juga berpengaruh secara tidak langsung, dimana semakin tinggi
tekanan udaranya, maka suhunya akan semakin rendah dan begitu sebaliknya bila
tekanan udaranya semakin rendah, maka suhunya akan semakin tinggi.
Selain itu poliploidi juga dapat terjadi karena adanya senyawa kimia
seperti kolkisin. Adanya kolkisin dapat menghambat terbentuknya benang-benang
spindel pada saat pembelahan mitosis. Dalam hal ini kromosom yang telah
bereplikasi tetap tidak terpisah dan tidak dapat memasuki tahap anafase. Pada
keadaan ini sel telah memiliki jumlah kromososm sebanyak 2 kali lipat
(Corebima, 2000).
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, frekuensi ploidi yang
paling banyak muncul pada ikan wader dari Kota Malang, Trenggalek, dan
Kediri adalah ploidi n
2. Keragaman ploidi pada ikan wader dari Kota Malang, Trenggalek, dan Kediri
berbeda. Dimana pada ikan wader dari kota Malang, dan Kediri kergaman
ploidi yang muncul adalah n, 2n, dan 3n. Sedangkan pada ikan wader dari
Kota Trenggalek memiliki keragaman yaitu n, 2n, 3n, dan 4n.
3. Faktor yang mempengaruhi terjadinya poliploidi dibedakan menjadi faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasala dari
individu ikan itu sendiri, antara lain yaitu penyimpangan saat pembelahan
meiosis, penyimpangan saat pembelahan mitosis, fusi dan fisi gamet, serta
adanya polispermia. Faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain yaitu
senyawa kimia seperti kolkisin, dan faktor abiotik seperti suhu, tekanan, dan
kelembaban.
B. Saran
1. Pada saat pembuatan preparat diusahakan untuk hati-hati dan menggunakan
teknik yang benar agar tidak terjadi kesalahan prosedur, dan agar
mendapatkan hasil pengamatan semaksimal mungkin
2. Dalam penghitungan jumlah nukleolus peneliti hendaknya lebih sabar dan
teliti agar mendapatkan data yang akurat
3. Peneliti hendaknya membaca literatur yang lebih banyak sebelum melakukan
penelitian yang bersangkutan, agar benar-benar memahami tentang materi
yang dipelajari melalui penelitian yang dilakukan sehingga penelitian tidak
dilakukan secara asal-asalan
DAFTAR PUSTAKA
Corebima, A.D. 2000. Genetika Mutasi Dan Rekombinasi. Malang : FMIPA UM
DAmato, Francesco & Durante, Mauro. 2002. Polyploidy. Encyclopedia of Life
Sciences , John Wiley & Sons, Ltd. www.els.net
Fauzi, 2010. Wader, 100% Andalkan Alam. Warta Pasar Ikan Vol.83, Edisi Juli
Gadner, dkk. 1991. Principle of Genetics, Eight edition. John Wiley & Sons, Inc:
New York
Hussain, M.G. 1996. Advances in Chromosomes Engineering Research in Fish:
Review of Methods, Achievements and Applications. Asian Fisheries
Science 9 (1996): 45-60
Ika, dkk. 2011. Preparasi Kromosom Ikan Batak Tor soro Dengan Teknik
Jaringan Padat. Institute Pertanian Bogor
Kadi, Achmad. 2007. Manipulasi Poliploidi Untuk Memperoleh Jenis Baru yang
Unggul. Oseana, Volume XXXII, Nomor 4:1-11. ISSN 0216-1877
Karmila, Mimin. 2000. Fenotipe Warna Keturunan Diploid dan Triploid Hasil
Persilangan Ikan Koi (Cyprinus carpio L.) Kohaku dan Sanke Betina
dengan Jantan Shiromuji dan Jantan Higoi. Skripsi Tidak Diterbitkan:
Institute Pertanian Bogor
Mable B. K., et, al. 2011. Genome duplication in amphibians and fish: an
extended synthesis. Journal of Zoology 284 (2011) 151182 c 2011.
Mukti, dkk. 2001. Poliploidisasi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). BIOSAIN, Vo.1,
April 2001
Soltis, D, et. al. 2003. Advances in The Study of Polyploidy since Plant
Speciation. New Phytologist (2003) 161 : 173191
www.newphytologist.org
Yasinta.
2012.
Poliploidisasi.
(Online),
(http://yasintaavrilia29.wordpress.com/2012/04/16/poliploidisasi/), diakses
27 April 2012