Anda di halaman 1dari 34

CASE REPORT

SINDROMA NEFROTIK

Disusun oleh :
Radian Rendra Tukan 1102012222

Pembimbing :
Dr. Melly Ismelia Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


SMF PENYAKIT DALAM
RSUD DR.SLAMET GARUT

I. Identitas Pasien
Nomor CM

: 834xxx

Umur

: 21 th

Alamat

: Kamp.Cipelah, Cisurupan

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Sunda

Status Pernikahan

: Belum Menikah

Status Pekerjaan

: Pelajar

Tanggal Masuk

: 06 / 09 / 2016

Tanggal Keluar

: 09 / 09 / 2016

Jam Masuk

: 06.02 WIB.

Ruangan

: Zamrud

II. Anamnesis
Autoanamnesis, dilakukan tanggal 06 september 2016 di ruang zamrud.
A. Keluhan Utama

Bengkak pada kedua kaki sejak 4 hari SMRS.


B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD DR. SLAMET GARUT dengan keluhan bengkak pada kedua kaki
sejak 4 hari SMRS. Awalnya bengkak dirasakan muncul sejak 2 bulan SMRS. Pertama kali bengkak
muncul pada pagi hari di kelopak mata dan wajah kemudian ketika siang bengkak di kelopak mata
menghilang. Tetapi bengkak dirasakan berpindah di kedua tungkai bawah 1 bulan SMRS. Bengkak
pada ke dua tungkai dirasakan semakin memberat sejak 4 hari SMRS. Bengkak yang dirasakan
tidak merah maupun panas. Perut begah ini juga terasa sepanjang hari, tidak dipengaruhi oleh
makanan. mengaku lemas sejak dan nafsu makannya sedikit menurun 4 hari SMRS. Pasien juga
mengeluhkan perut yang menjadi begah sejak 3 hari SMRS. Pasien menyangkal adanya nyeri
pada ulu hati di sertai dengan mual dan muntah. Pasien juga menyangkal adanya berat badan yang
turun, pilek, nyeri tenggorok, nyeri ketika menelan. Pasien juga menyangkal adanya nyeri pada
persendian, sering sariawan, dan silau terhadap cahaya matahari. Keluhan sesak napas dan nyeri
dada disangkal oleh pasien. Pasien mengaku BAK frekuensi 3-4x/hari, sedikit-sedikit dan berbuih.
Pasien menyangkal adanya nyeri saat BAK, BAK berdarah maupun berpasir. BAB pasien normal
1x per hari, berwarna kuning kecoklatan, tidak terdapat darah ataupun lendir.
2

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku pernah menderita keluhan nyeri saat BAK, BAK sedikit dan berwarna
seperti teh dan demam 1 tahun lalu dan didiagnosis oleh dr. Spesialis interna sebagai infeksi saluran
kencing. Pasien mengaku 5 bulan yang lalu pernah dirawat di RSUD dr.Slamet Garut selama 4 hari
dengan keluhan bengkak pada ke empat ekstremitas dan perut dan melakukan kontrol rutin tiap 2
minggu ke dr.spesialis Penyakit Dalam. Riwayat penyakit lainnya seperti sakit kuning, maag,
diabetes melitus, penyakit paru-paru dan darah tinggi disangkal.
D.Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku keluarga tidak ada yang menderita keluhan serupa sebelumnya. Juga tidak
ada keluarga yang menderita DM, Hipertensi, Asma, Penyakit Ginjal.
E.Riwayat Alergi

Tidak ada riwayat alergi pada pasien dan keluarga


F.Keadaan Sosial Ekonomi

Pasien tinggal dengan kedua orang tua dan sehari hari pasien hanya tinggal dirumah atau
bermain bersama temannya diluar rumah. Saat SMA pasien tinggal di asrama, pasien mengaku saat
di asrama pasien sering menahan BAK, kurang minum dan suka mengonsumsi minuman bersoda.
G. Anamnesis Sistem
Kulit

: Tidak ada kelainan

Kepala

: wajah mengalami pembengkakan sejak 4 bulan sebelum ke RS

Mata

: kelopak mata bengkak pada pagi hari

Telinga

: Tidak ada kelainan

Hidung

: Tidak ada kelainan

Mulut

: Tidak ada kelainan

Leher

: Tidak ada kelainan

Thoraks

: Tidak ada kelainan

Abdomen

: Nyeri ulu hati (+), Mual (+) dan udema (-)

Saluran Kemih

: Tidak ada kelainan

Kelamin

: Tidak ada kelainan

Saraf dan Otot

: Tidak ada kelainan

Ekstremitas

: Edema pada kedua tungkai (+)

H. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 86 x/menit, reguler, isi cukup

Respirasi

: 20 x/menit

Suhu

: 36,6 oC

Keadaan Gizi

: TB 170 cm, BB 65 kg
IMT = 22.49 kg/m2 (Normal=18,5-22,9 kg/m2)

Sianosis

: Tidak tampak sianosis

Edema

: Asites (+), wajah (+), ekstremitas atas (-), ekstremitas bawah (+)

Cara Berjalan

: Normal

Mobilitas

: Cukup aktif
Pasien mampu untuk berjalan ke kamar mandi

Aspek Kejiwaan

Kulit

Kepala

: Tingkah laku

: Wajar

: Alam Perasaan

: Biasa

: Proses Berpikir

: Wajar

: Warna

: Sawo matang terlihat pucat

: Jaringan Parut

: Tidak ditemukan

: Pembuluh Darah

: Tidak tampak melebar

: Keringat

: Tampak umum

: Lapisan Lemak

: Cukup

: Efloresensi

: Tidak ditemukan

: Pigmentasi

: Tidak ditemukan

: Suhu Raba

: Hangat

: Kelembapan

: Biasa

: Turgor

: Baik

: Normocephali
: Ekspresi Wajah

: Wajar

: Simetrisitas Muka

: Simetris

: Rambut

: Hitam lurus
Tidak mudah dicabut

Mata

: Exophthalmus

:-/-

: Endophtalmus

:-/4

: Kelopak mata

: edema +/+

: Conjungtiva Anemis

:-/-

: Sklera Ikterik

Telinga

:-/-

: Lapang Penglihatan

: Tidak diperiksa

: Deviatio Konjugae

: Tidak diperiksa

: Lensa

: Normal

: Visus

: Tidak diperiksa

: Tekanan Bola Mata

: Tidak diperiksa

: Lubang

: Normal

: Serumen

: Tidak diperiksa

: Selaput Pendengaran

: Tidak diperiksa

: Cairan

: Tidak tampak ada cairan

: Penyumbatan

: Tidak tampak

: Perdarahan

: Tidak tampak ada darah

Hidung

: Pernafasan cuping hidung

: Tidak tampak

Mulut

: Bibir

: Kering dan terdapat luka diujung bibir

: Langit Langit

: Normal

: Faring

: Tidak hiperemis

: Sianosis peroral

: Tidak tampak

: Tonsil
Leher

: T1 T1

: Kelenjar getah bening


getah

bening

di

: Tidak teraba pembesaran


submentalis,

submandibularis,

kelenjar
subparotis,

supraclavicular, infraclavicula, dan axilla


: Tiroid: Tidak teraba pembesaran
Cardio

: JVP

: 5+2cm2

: Inspeksi

: Iktus cordis tidak terlihat

: Palpasi

: Iktus cordis teraba pada sela iga ke 5


sebelah medial garis midclavicula sinistra

: Perkusi

: Batas jantung kanan pada linea


sternalis dextra sela iga ke 4
Batas jantung kiri pada linea
midclavicula sinistra sela iga ke 5
Batas pinggang jantung pada linea
parastenalis sinistra sela iga ke 3
5

: Auskultasi

: Bunyi jantung S1 = S2 murni reguler,


S3/S4 (- / -)
: Murmur (-) Gallop (-)

Pulmo (depan)

: Inspeksi

: Gerakan statis dan dinamis hemitoraks


simetris bilateral. Tidak tampak adanya sikatrik,
hematoma, massa pada kedua hemitoraks.

: Palpasi

: Taktil dan Vokal Fremitus simetris bilateral, tidak ada


nyeri tekan.

: Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru.

: Auskultasi

: Vesicular Breathing Sound simetris kanan-kiri


: Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)

Pulmo (belakang)

: Inspeksi

: Gerakan statis dan dinamis hemitoraks


Simetris bilateral. Tidak tampak adanya sikatrik,
hematoma, massa pada kedua hemitoraks.

: Palpasi

: Taktil dan Vokal Fremitus simetris bilateral, tidak ada


nyeri tekan.

: Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru.

: Auskultasi

: Vesicular Breathing Sound simetris kanan-kiri


: Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)

Abdomen

: Inspeksi

: Datar simetris, sikatriks (-)

: Auskultasi

: BU (+) 10 x/menit di 4 kuadran

: Perkusi

: redup pada kuadan kanan dan kiri bawah

: Palpasi

: Nyeri tekan di epigastrium (-), nyeri ketok


CVA (-), defans muskular (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

: Purpura

: Tidak ditemukan

: Petechie

: Tidak ditemukan

: Hematom

: Tidak ditemukan

: Kelenjar getah bening


Axilla

: Tidak teraba pembesaran

Inguinal

: Tidak teraba pembesaran

: Edema

: tampak edema pada ekstremitas bawah

: Varises

: Tidak tampak varises pada ekstremitas

: Akral

: Hangat (+/+)
6

H. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini dilakukan:
1. Hematologi
Darah rutin:
Hemoglobin

: 12,3 mg/dl

(N = 12 16)

Hematokrit

: 37%

(N = 35 47)

Leukosit

: 10.200 /mm3

(N = 3.800 10.600)

Trombosit

: 456.000 /mm3

(N = 150.000 440.000)

Eritrosit

: 4,16 juta/mm3

(N = 3.6 5.6)

Basofil

:0%

(N = 0 2)

Eusinofil

:5%

(N = 2 6)

Batang

:0%

(N = 2 6)

Neutrofil

: 51 %

(N = 50 70)

Limfosit

: 42 %

(N = 30 45)

Monosit

:2%

(N = 2 10)

: Negatif

(N = Negatif)

Albumin

: 1.68 g/dL`

(N = 3.5 5)

AST (SGOT)

: 16 U/L

(N = s/d 31)

ALT (SGPT)

: 9 U/L

(N = s/d 31)

Ureum

: 27 mg/dL

(N = 15-30)

Kreatinin

: 0,8 mg/dL

(N = 0.5 1.3)

Kolesterol total

: 446 mg/dL

(N = < 200)

Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
Trigliserida

: 128 mg/dL
: 167 mg/dL
: 348 mg/dL

GDP

: 104 mg/dL

(N = 70 110)

Natrium

: 141 mEq/L

(N = 135 145)

Kalium

: 5.3 mEq/L

(N = 2.6 5.5)

Hitung jenis leukosit

2. Imonoserologi
HbsAg
3. Kimia klinik :

Elektrolit

Klorida

: 108 mEq/L

(N = 98 105)

Kalsium bebas: 4.30 mEq/L

(N = 4.7 5.2)

4. Foto thoraks PA

Pemeriksaan USG KUB (tanggal 21-04-2016)

Hasil pemeriksaan :
Ginjal kanan dan kiri

Ukuran ginjal tampak normal,echogenitas perenkim tidak meningkat. Batas tekstur


parenkim dengan central echocomplek jelas. Tidak tampak bayangan dengan occustic
shadow. Sistem pelvokalises tidak melebar. Ureter tidak terdeteksi.
Vesica urinaria
Tidak terisi penuh, dinding menebal ireguler, tidak tampak batu/massa.
Kesan
o Sistitis kronis.
o USG kedua ginjal tampak dalam batas normal.
I. Ringkasan Permasalahan
Laki-laki usia 21 tahun, bengkak pada kedua tungkai sejak 4 hari SMRS. Awalnya bengkak
pada kedua kelopak mata yang muncul saat bangun tidur 2 bulan SMRS dan pada kedua tungkai
1 bulan SMRS. Bengkak memberat 4 hari SMRS. Dispneu (-), urin berbuih (+), BAK sedikit
(+). Riwayat penyakit ginjal (+)
Dari pemeriksaan fisik ditemukan edema pada kelopak mata, suara tambahan rhonki +/+
pada lapang paru inferior dekstra dan sinistra, abdomen : redup (+) pada kuadran kanan dan kiri
bawah, undulasi (+). Ekstremitas bawah piting edema (+).
Dari pemeriksaan penunjang, Pemeriksaan kimia klinis : albumin (1.68 g/dL), kolesterol
total (446 mg/dL), Kolesterol LDL (167 mg/dL), Trigliserida (348 mg/dL).
J. Daftar Permasalahan
Diagnosis :
Edema pada ekstremitas bawah + asites ec Sindrom nefrotik
Hipoalbuminemia + hiperkolesterolemia ec Sindrom nefrotik
dd/Penyakit ginjal kronis
dd/GNAPS
dd/Sirosis hepatis
dd/Penyakit autoimun

K. Perencanaan

Terapi

Infus RL 500cc 20 gtt/menit

Albumin 20 %

Farsix 1x1 ampul (IV)

Metyl prednisolon 1x125 mg (PO)

Atorvastatin 1x20 mg (PO)

KSR 1x1 (PO)

Usulan pemeriksaan

urinalisis

Pemeriksaan darah lengkap ulangan dan albumin

USG abdomen

ANA test

biopsi ginjal

Prognosis
Quo ad Vitam

: Quo ad bonam

Quo ad Fungsional

: Quo ad bonam

Quo ad Sanationam

: ad bonam

10

M. Follow Up
Tanggal
06-092016

S
-Bengkak pada
kaki (+)
-Sesak napas (-)
-Batuk (+)
-Mual-muntah
(-)
-Nyeri ulu hati
(-)
-BAB dan BAK
lancar
-Makan baik

O
KU : SS
KS : CM
T : 90/60 mmHg
N : 86 x / menit
R : 20 x / menit
S : 36,2o C
Mata: CA - / - : SI - / Hidung: PCH ( - )
Mulut: SPO ( - )
Leher: KGB (-)
Cardio :
BJ I - II (+/+) reguler
BJ III - IV (-/-) M ( - ) G ( - )
Pulmo :
VBS ki = ka Rh +/+ Wh -/Abdomen :
BU (+) NT (-) Asites (+),
massa (-)
Edema : atas -/- bawah +/+
Akral dingin (-/-)

A
- Sindrom nefrotik

P
Pd : - Cek urin rutin
Pt :

Infus RL 500cc 20
gtt/menit

Farsix 1x1 ampul (IV)

Metyl

prednisolon

1x125 mg (PO)

Atorvastatin 1x20 mg
(PO)

KSR 1x1 (PO)

Pemeriksaan Urine
Urine Rutin

Kimia Urine
Berat jenis urine

: 1.020/lpb

(N = 1.002 1.030)

Blood urine

: POS (+++)

Lekosit esterase

: 15+/-

pH urine

: 5.5

(N = 4.8 7.5)

Nitrit urine

: negatif

(negatif)

Protein urine

: +++

(negatif)

Glukosa urine

: negatif

(negatif)

Keton urine

: negatif

(negatif)

Urobilinogen urine : normal

( N = 0.2 1.0)

Billirubin urine

(negatif)

: negatif

Mikroskopis Urine
11

Tanggal

Eritrosit (hematuria) : 1015/lpb

(N = <1)

Lekosit (piuria)

: 13/lpb

(N = <6)

Sel epitel

: negatif/lpk

Bakteri

: negatif/lpk

(negatif)

Kristal

: negatif/lpk

(negatif)

Silinder

: negatif/lpk

(negatif)

12

07-092016

-Bengkak
pada
kaki (+)
-Batuk (+)
-Sesak napas (-)
Mual-muntah (-)
-Nyeri ulu hati (+)
-BAB lancar (-)
-Nafsu makan baik

KU : SS
- Sindrom nefrotik
KS : CM
T : 100/70 mmHg
N : 86 x / menit
R : 22 x / menit
S : 36,8o C
Mata: CA -/- : SI -/Hidung: PCH (-)
Mulut: SPO (-)
Leher: KGB (-)
Cardio :
BJ I - II (+/+) reguler
BJ III - IV (-/-)
M(-)G(-)
Pulmo :
VBs ki = ka Rh +/+
Wh -/Abdomen :
BU (+) NT (-) Asites
(-), massa (-)
Edema : atas -/bawah -/Akral dingin (-/-)

Pd : cek protein total dan


albumin
Pt :
Infus RL 500cc 20
gtt/menit

Farsix

1x1

ampul

(IV)

Albumin 20%

Metyl

prednisolon

1x125 mg (PO)

Atorvastatin 1x20 mg
(PO)

KSR 1x1 (PO)

Hematologi (07-09-2016)
Darah rutin:
-

Protein total
Albumin

Tanggal

3.97 g/dL
1.78 g.dL

(N = 6.6 8.7 g/dL)


(N = 2.5 5)

13

08-092016

-Bengkak
sudah
berkurang
-Batuk (+)
-Sesak napas (-)
-Pusing (-)
-Mual-muntah (-)
-BAB dan BAK
lancar

KU : SS
- Sindrom nefrotik
KS : CM
T : 110/70 mmHg
N : 100 x / menit
R : 22 x / menit
S : 36,1o C
Mata: CA - / - : SI - / Hidung: PCH (-)
Mulut: SPO (-)
Leher: KGB (-)
Cardio :
BJ I - II (+/+) reguler
BJ III - IV (-/-)
M(-)G(-)
Pulmo :
VBs ki = ka Rh +/+ Wh -/Abdomen :
BU (+) NT (-) Asites (-)
Edema : atas -/- bawah +/+
Akral dingin (-/-)

Pd :
- Cek albumin po
drip albumim
Pt :
Infus RL 500
20 gtt/menit

Albumin 20 %

Farsix

1x

ampul (IV)

Metyl
prednisolon

1x125 mg (PO)

Atorvastatin
1x20 mg (PO)

KSR 1x1 (PO)

Hematologi (08-09-2016)
Kimia klinik:
Protein total : 4.28 g/dL
Albumin : 2.04 g/dL

Tanggal

14

09-092016

-Bengkak
sudah
berkurang
-Sesak (-)
-Batuk (-)
-pusing (-)
-BAB
dan
BAK lancar
-Makan baik

KU : SS
- Sindrom nefrotik
KS : CM
T : 100/70 mmHg
N : 90 x / menit
R : 20 x / menit
S : 35,6o C
Mata: CA - / - : SI - / - Hidung : PCH
(-)
Mulut: SPO (-)
Leher: KGB (-)
Cardio :
BJ I - II (+/+) reguler
BJ III - IV (-/-) M ( - ) G ( - )
Pulmo :
VBs ki = ka Rh -/+ Wh -/Abdomen :
BU (+) NT (-) Asites (-)
Edema : atas -/- bawah -/Akral dingin (+/+)

Pd :

Pt :
- Infus RL 500
20 gtt/menit

Farsix 1x1 am
(IV)

Metyl
prednisolon

1x125 mg (PO

Atorvastatin

1x20 mg (PO)

KSR 1x1 (PO)

BLPL

PERTANYAAN KASUS
(S)
1. Bagaimana diagnosa pada pasien ini?
1. Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kedua kaki yang semakin
memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Bengkak yang dirasakan
tidak merah maupun panas. BAK sedikit dan berbuih.
2. Pertama kali bengkak muncul pada pagi hari di kelopak mata dan wajah
kemudian ketika siang bengkak di kelopak mata menghilang.
3. Riwayat mengalami gejala penyakit yang sama diakui pasien. Riwayat infeksi
15
pada saluran kemih juga diakui pasien.

(O)
KU

: Sakit Sedang

KS

: Compos Mentis

: 100/70 mmHg

: 86 x / menit.

: 20 x/menit reg, isi cukup

: 36,7 oC

Mata

: edema kelopak mata +/+

Ekstremitas

: pitting edema ekstremitas bawah.

Abdomen

: asites pada kuadran kanan dan kiri bawah

Paru

: Rhonki +/+

(A)
-edema tungkai + asites ec susp sindrom nefrotik dd/ penyakit ginjal kronik dd/
GNAPS dd/ sirosis hepatis dd/ penyakit autoimun
Berdasarkan hal diatas diagnosis sementara yang dapat ditegakkan adalah sindrom
nefrotik (SN). Untuk lebih memastikannya maka dilakukan pemeriksaan
laboratorium.

(P)
Albumin

: 1.68 g/dL`

(N = 3.5 5)

Kolesterol total

: 446 mg/dL

(N = < 200)

Kolesterol LDL
: 167 mg/dL
Trigliserida
: 348 mg/dL
Protein urine
: +++
(negatif)
Hasil pemeriksaan laboratorium ini mendukung ditegakkannya diagnosis
sindrom nefrotik. Hal ini sesuai dengan definisi dari SN yaitu keadaan klinis yang
terdiri dari edema generalisata (anasarka), hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
proteinuria. Penyebab utama terjadinya SN belum dapat dipastikan, baik primer
ataupun sekunder. Sebenarnya untuk lebih memastikan tipe SN ini adalah dengan
melakukan biopsi ginjal.

16

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang
ditandai dengan proteinuria masif (33,5 g/hari atau rasio protein kreatinin pada urin sewaktu >

17

300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia (<25 g /l), dan manifestasi klinis edema perifer. Pada proses
awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. 1
SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya dan SN sekunder yang dapat
disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik, metabolik, obat-obatan, dan lain-lain. 2 Proteinuria masif
merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum rendah,
ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai
komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan
keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta
hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali pada
sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN
dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian
lagi tidak demikian.3,4
II.

EPIDEMIOLOGI
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada usia 2-7
tahun. Rasio laki-laki : perempuan adalah 2:1, sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasio ini
berkisar 1:1. Sindrom nefrotik meningkat pada penggunaan NSAID jangka lama, diabetes mellitus
lebih dari 10 tahun, ataupun riwayat penyakit ginjal. Anak dengan SN atipikal lebih jarang memiliki
minimal change disease dan tidak responsif terhadap terapi steroid dan memerlukan biopsi ginjal
sebelum memulai terapi.
Kriteria
Usia
Fungsi ginjal

Hematuria
Hipertensi
Riwayat keluarga dengan SN
III.
ETIOLOGI

Typical SN
1-11 tahun
kreatinin normal

Atypical SN
<1 atau >11 tahun
peningkatan kreatinin

Mikroskopis
Mungkin terjadi makroskopis
Biasanya normotensi Meningkat
Biasanya tidak ada
Mungkin ada

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer ataupun sekunder akibat
infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.
a. Penyebab Primer
Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas sindrome nefrotik idiopatik (SNI) atau
yang sering disebut juga SN primer. Penyebab SN primer diantaranya terdapat pada tabel berikut.

18

a. Penyebab Sekunder

a. Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra, skistosoma1
b. Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma :paru, payudara, colon, myeloma
multiple, karsinoma ginjal1,3,5
c. Jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease)1
d. Metabolik : Diabetes militus, amylodosis5
e. Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami, probenesid, kaptopril, heroin
IV. PATOFISIOLOGI

19

a.

Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan
glomerulus (kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh besarnya molekul dan muatan listrik.
Proteinuria sebagian berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dan hanya
sebagaian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas membran
basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma
dan albumin adalah protein utama yang dieksresikan dalam urin.1,2,6

b.

Hipoalbuminemia
Hipoalbumin disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme
albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk
mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal menurun. Peningkatan
permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagai akibatnya
hipoalbuminemia menurunkan tekanan onkotik plasma koloid, menyebabkan eksudasi cairan ke
interstitial dan meningkatkan edema.2

c.

Hiperlipidemia
20

Kolesterol serum, VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low density lipoprotein),
trigliserida meningkat sedangkan HDL (high density lipoprotein) dapat meningkat, normal atau
meningkat. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipoprotein oleh hati dan penurunan katabolisme
lipid.
d.

Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C, dan plasminogen
activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen,
peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zymogen.2,4

V.

TANDA DAN GEJALA


Gejala pertama yang muncul meliputi anoreksia, rasa lemah, urin berbusa (disebabkan oleh
konsentrasi urin yang tinggi). Retensi cairan menyebabkan sesak nafas (efusi pleura), oligouria,
arthralgia, hipotensi ortostatik, dan nyeri abdomen (ascites). Edema (sembab) merupakan keluhan
pertama (utama), tidak jarang merupakan satu-satunya keluhan dari pasien dengan SN. Lokasi
sembab pada daerah kelopak mata (puffy face), dada, perut, tungkai dan genitalia.8 Episode pertama
penyakit sering mengikuti sindrom seperti influenza, bengkak periorbital dan oliguria. 4 Edema
kadang-kadang mencapai 40% dari berat badan dan didapatkan anasarka. Penderita sangat rentan
terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia dan
hipertensi ringan. Pada beberapa pasien SN (anasarka), tidak jarang ada keluhan-keluhan
menyerupai akut abdomen seperti mual dan muntah, dinding perut sangat tegang. Keluhan jarang
selain malaise ringan dan nyeri perut. Hipertensi terjadi 15% pada minimal change disease dan 33%
pada pasien dengan glomerulosklerosis fokal segmental.5 Tanda dan gejala yang lain timbul sesuai
dengan etiologi masing-masing.6 Riwayat atopi, imunisasi terutama pada anak-anak, riwayat
keluarga (terutama penyakit ginjal dan trombofilia) perlu digali.

VI.

DIAGNOSIS
21

Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium berupa


proteinuria masif >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemia <3 g/dl, edema,
hiperlipidemia, lipiduria, dan hiperkoagulabilitas. Pemeriksaan tambahan seperti venerologi
diperlukan

untuk

menegakkan

diagnosis

thrombosis

vena

yang

dapat

terjadi

akibat

hiperkoagulabilitas. Pada SN primer diperlukan biopsi ginjal untuk menentukan jenis kelainan
histopatologi ginjal yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi.2,5
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang
berikut:

Urinalisis
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada
pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat. 3+ menandakan
kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk
dalam nephrotic range.2

Pemeriksaan sedimen urin


Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang mengandung
butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.2

Pengukuran protein urin


Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection. Timed
collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang
sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin 150 mg. Adanya proteinuria masif
merupakan kriteria diagnosis.2, 5
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Jika rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, maka
kadar protein urin per hari sebanyak 3g.2,3

Albumin serum
- kualitatif

: ++ sampai ++++

- kuantitatif : > 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)

Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis


ANA test

USG renal
Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.2

Biopsi ginjal

22

Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8 tahun, resisten steroid,
dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan. Pada SN
dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsi mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penegakan
diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan
prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan
glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap
steroid.2
Indikasi Saat onset:
-

Onset usia <1 tahun

Hematuria massif, hematuria mikroskopis persisten, atau serum C3 rendah

Hipertensi menetap

Gagal ginjal yang bukan diakibatkan oleh hipovolemia

Suspek NS sekunder

Indikasi Setelah terapi awal:

Proteinuria persisten setelah 4 minggu terapi steroid

Sebelum diberikan terapi cyclosporine A atau tacrolimus

Darah:
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:2
- Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml)
- Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml)
- 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml)
- 2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml)
- globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml)
- globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml)
- rasio albumin/globulin <1 (N:3/2)
- komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml)
- ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.

VIII.

PENATALAKSANAAN
Tatalaksana sindrom nefrotik dibedakan atas pengobatan dengan imunosupresif dan atau

imunomodulator, dan pengobatan suportif atau simtomatik. Penatalaksanaan ini meliputi terapi
spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada SN sekunder), mengurangi atau

23

menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, serta mencegah dan mengatasi


penyulit.2,5

24

Terapi Kortikosteroid
Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang memberikan
respon terapi yang baik terhadap steroid. Imunosupresan bermanfaat untuk menurunkan inflamasi
yang menyertai penyakit ginjal dan dipertimbangkan jika SN menyebabkan kesakitan pasien, edema
yang mengganggu, ataupun terdapat koagulopati. Pengobatan dengan kortikosteroid dibedakan
antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps.2,5
Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, diantaranya pada orang
dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 8 minggu diikuti 1
mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tappering di 4 bulan berikutnya. Sampai 90%
pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggu namun 50% pasien akan mengalami
kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan.2,5

25

Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap, remisi parsial
dan resisten. Remisi lengkap terjadi jika proteinuria minimal (< 200 mg/24 jam), albumin serum >3
g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika
proteinuria<3,5 g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350 mg/dl, diuresis kurang
lancar dan masih edema. Resisten steroid terjadi jika klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan
perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid.5
Remisi terjadi jika albumin urin negatif atau trace (atau proteinuria <4mg/m 2/jam selama 3
hari berurutan). Kelompok SNSS dalam perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi 4 kelompok,
yaitu SN non-relaps (30%), SN relaps jarang (10-20%), SN relaps sering dan SN dependen steroid
(40-50%).
Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak pernah mengalami relaps setelah
mengalami episode pertama penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps jarang ialah anak yang
mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam periode 6 bulan atau kurang dari 4 kali dalam periode 12
bulan setelah pengobatan inisial. Sindrom nefrotik relaps sering ialah penderita yang mengalami
relaps >2 kali dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal atau > 4 kali dalam periode 12
bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps terjadi berturut-turut pada saat dosis
steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah pengobatan dihentikan. 5,7
Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan dengan steroid jangka
panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid alternating
dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu
antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut sebagai dosis threshold yang diberikan
minimal selama 3-6 bulan kemudian dicoba untuk dihentikan.5,7
26

Pengobatan lain adalah menggunakan terapi nonsteroid yaitu: Siklofosfamid, Klorambusil,


Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif lain, dan ACE inhibitor. Obat-obat ini utamanya
digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif terhadap steroid.5
Terapi suportif/simtomatik
Proteinuria
ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan glomerular serta
proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan insufisiensi ginjal moderat
sampai berat. Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan karena tidak memberikan progres yang
baik.1,4
Edema
Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang disertai
dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat memperburuk gejala
tersebut. Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3
mg/kg per hari. Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila pemberian furosemid telah lebih
dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per hari. Bila edema menetap dengan pemberian
diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik dengan infus albumin. Pemberian infus albumin diikuti
dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg intravena. Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk
menjamin pergeseran cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload).
Penderita yang mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal
jantung.1,2,5,7
Diet
Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang
adekuat. Kebutuhan protein dewasa sekitar 0,6-0,8 g/kg/hari. Kebutuhan protein anak ialah 1,52
g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi
diberikan protein 22,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak. Karbohidrat
diberikan dalam bentuk kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin. Restriksi garam tidak perlu
dilakukan pada SNSS, namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang nyata yaitu <3
gram/hari untuk membuat keseimbangan negatif natrium dan restriksi intake cairan <1,5 L/hari. 1,2,5,7
Hiperlipidemia
Pengobatan hiperlipidemia pada sindrom nefrotik tidak esensial karena tidak memperbaiki
fungsi ginjal. Namun menurut literatur, pemberian HMG-CoA reductase inhibitor (ex:
atorvastatin/simvastatin) dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner pada SN. Obat
golongan inhibitor HMG KoA reduktase bekerja menghambat enzim HMG-CoA reductase, suatu
27

enzim yang berperan mengkatalisa perubahan HMG-CoA menjadi mevalonic acid. Hasilnya kerja
obat ini adalah menginduksi reseptor LDL, sehingga menurunkan konsentrasi kolesterol LDL. Obat
penurun lipid ini sangat efektif dalam menurunkan kolesterol total dan LDL. Obat ini akan
memblok sintesis kolesterol dalam hati. Hal ini menstimulasi ekspresi lebih banyak enzim,
cenderung mengembalikan sintesis kolesterol menjadi normal. Indikasi dari obat golongan inhibitor
HMG KoA reduktase adalah Sebagai terapi tambahan terhadap diet untuk mengurangi peningkatan
kolesterol total, kolesterol LDL, apolipoprotein B dan trigliserida pada pasien dengan
hiperkolesterolemia primer, kombinasi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia heterozigothomozigot familial, bila respon terhadap diet dan terapi non-obat lainnya tidak mencukupi. Untuk
mencegah komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah : menurunkan risiko penyakit jantung
yang fatal dan infark jantung nonfatal, stroke dan revaskularisasi, angina pectoris.
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi akut yang mungkin terjadi adalah hipovolemia, infeksi, thrombosis,
hiperlipidemia. Penyakit ginjal akut maupun penyakit ginjal kronik (CKD) juga mungkin terjadi,
terutama apabila terdapat faktor risiko laki-laki, hipertensi tidak terkontrol, insufisiensi renal,
proteinuria berat
Infeksi
Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering adalah selulitis dan
peritonitis. Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G, protein faktor B dan D di urin,
disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu sendiri. Pemakaian imunosupresif menambah risiko
terjadinya infeksi. Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus, sedangkan sepsis pada
SN sering disebabkan oleh kuman Gram negatif. Peritonitis primer umumnya disebabkan oleh
kuman Gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga perlu diterapi dengan penisilin
parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ketiga, seperti sefotaksim atau seftriakson
selama 10-14 hari. Di Amerika Serikat tidak digunakan antibiotik ataupun intervensi lain untuk
mencegah infeksi, sedangkan di Inggris, penderita SN dengan edema anasarka dan asites masif
diberikan antibiotik profilaksis berupa penisilin oral 125 mg atau 250 mg, dua kali sehari sampai
asites berkurang.1,2,5,7

28

Hipertensi
Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi sebagai
akibat efek samping steroid. Pengobatan hipertensi pada SN dengan golongan ACE inhibitor,
Angiotensin Receptor Blocker.
Hipovolemia
Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak
terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan tanda
hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan
asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri abdomen. Hipovalemia
diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau
albumin 1 g/kg berat badan.1,2,5,7
Hiperkoagulabilitas
Keadaan hiperkoagulabilitas meningkatkan risiko tromboemboli. Selain disebabkan oleh
penurunan volume intravaskular, keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan
faktor pembekuan darah antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh
penurunan konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli
akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar
antitrombin III < 70%, pada orang tua atau pada keadaan imobilisasi. Pada SN dengan risiko tinggi,
pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan
dipiridamol. Heparin hanya diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg
intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena.1,2,5,7

29

Hiperlipidemia
Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam
lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak
selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik dengan kadar albumin serum
dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan tekanan
onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid
dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN juga menurun. Hiperlipidemia pada
SNSS biasanya bersifat sementara, kadar lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada
keadaan ini cukup dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas
dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih belum jelas. Manfaat
pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat atau inhibitor HMGCoA reduktase (statin) masih diperdebatkan.1,2,5,7

X.

PROGNOSIS
Pengobatan SN dan komplikasinya saat ini telah menurunkan morbiditas dan mortalitas
yang berhubungan dengan sindrom. Saat ini, prognosis pasien dengan SN bergantung pada
penyebabnya. Remisi sempurna dapat terjadi dengan atau tanpa pemberian kortikosteroid.2

30

Hanya sekitar 20% pasien dengan glomerulosklerosis fokal mengalami remisi proteinuria,
10 % lainnya membaik namun tetap proteinuria. Banyak pasien yang mengalami frequent relaps,
menjadi dependen-steroid, atau resisten-steroid. Penyakit ginjal kronik dapat muncul pada 25-30
% pasien dengan glomerulosklerosis fokal segmental dalam 5 tahun dan 30-40 % muncul dalam 10
tahun.2
Orang dewasa dengan minimal-change nephropathy memiliki kemungkinan relaps yang
sama dengan anak-anak. Namun, prognosis jangka panjang pada fungsi ginjal sangat baik, dengan
resiko rendah untuk gagal ginjal.2 Pemberian kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67%
kasus SN nefropati lesi minimal, remisi lengkap atau parsialpada 50% SN nefropati membranosa
dan 20%-40% pada glomerulosklerosis fokal segmental. Efek samping pemakaian kortikosteroid
jangka lama seperti nekrosis aseptik, katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus perlu
diperhatikan.2,4
Respon yang kurang terhadap steroid dapat menandakan luaran yang kurang baik. Prognosis
dapat bertambah buruk disebabkan (1) peningkatan insidens gagal ginjal dan komplikasi sekunder
dari SN, termasuk episode trombotik dan infeksi, atau (2) kondisi terkait pengobatan, seperti
komplikasi infeksi dari pemberian imunosupressive.2 Penderita SN non relaps dan relaps jarang
mempunyai prognosis yang baik, sedangkan penderita relaps sering dan dependen steroid
merupakan kasus sulit yang mempunyai risiko besar untuk memperoleh efek samping steroid. SN
resisten steroid mempunyai prognosis yang paling buruk.2
Pada SN sekunder, prognosis tergantung pada penyakit primer yang menyertainya. Pada
nefropati diabetik, besarnya proteinuria berhubungan langsung tingkat mortalitas. Biasanya, ada
respon yang baik terhadap ACE inhibitor, dengan penurunan proteinuria, dan level subnefrotik.
Jarang terjadi remisi nyata. Risiko penyakit kardiovaskular meningkat seiring penurunan fungsi
ginjal, beberapa pasien akan membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal. 2 Pada amiloidosis
primer, prognosis tidak baik, bahkan dengan kemoterapi intensif. Pada amiloidosis sekunder, remisi
penyebab utama, seperti rheumatoid arthritis, diikuti dengan remisi amiloidosis dan ini
berhubungan dengan SN.2

2. Bagaimana Penanganan pada Pasien ini?


Penatalaksanaan pada kasus ini adalah dengan istirahat cukup, diet tinggi kalori cukup
protein dan rendah garam, rendah kolesterol. Sedangkan secara medikamentosa spironolakton
seharusnya dipilih sebagai diuretik yang baik pada pengobatan sindrom nefrotik untuk menurunkan
edema dan meningkatkan fungsi ginjal, namun karena pada kasus ini terdapat kreatinin serum yang
31

tinggi maka spironolakton merupakan kontraindikasi. Pemberian diuretik berupa furosemid (farsix)
IV 80 mg (1 ampul/8 jam) sebagai diuretik untuk mengurangi edema. Pada pasien ini juga diberikan
obat KSR (kalsium klorida) untuk mencegah terjadinya hipokalemia pada pemberian furosemid
(farsix).
Pengobatan hiperlipidemia pada sindrom nefrotik tidak esensial karena tidak memperbaiki
fungsi ginjal. Namun menurut literatur, pemberian simvastatin dapat menurunkan risiko penyakit
jantung koroner pada SN. Pada pasien ini diberikan atorvastatin 20 mg tab 1x1/hari. Obat ini adalah
golongan inhibitor HMG KoA reduktase dan sebagai obat penurun lipid yang sangat efektif dalam
menurunkan kolesterol total dan LDL. Obat ini akan memblok sintesis kolesterol dalam hati. Hal ini
menstimulasi ekspresi lebih banyak enzim, cenderung mengembalikan sintesis kolesterol menjadi
normal. Oleh karena pada kasus SN, kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida sangat tinggi,
pasien ini membutuhkan obat simvastatin supaya kadar profil lipid dalam batas normal.
Diberikan juga transfusi albumin 1 kolf karena albumin pasien sangat rendah (1,67 g/dl).
Albumin harganya cukup mahal dan juga tidak terlalu bermanfaat. Namun terapi albumin dipilih
bersamaan dengan terapi untuk menutupi kebocoran glomerular yang terjadi.
Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi reaksi peradangan pada ginjal terutama jika
ternyata pasien memiliki penyakit autoimun untuk mengurangi proteinuria. Kortikosteroid yang
direkomendasikan adalah prednisone, prednisolone, atau metilprednisolon. Steroid lain seperti
betametason, hidrokortison, deksametason, dan tidak dianjurkan karena efek samping lebih berat.
Namun karena pasien BPJS maka dipilih obat metilprednisolon yang memiliki sediaan injeksi
intravena (iv 125 mg/8 jam). Antibiotik tidak diberikan karena tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.
Monitor vital sign, tanda-tanda komplikasi, dan berat badan dilakukan setiap hari. Evaluasi
harus dilakukan sampai 4 minggu untuk menentukan apakah pasien sensitif steroid ataukah resisten
steroid. Jika pasien tidak berespons baik terhadap terapi steroid maka dipilih obat imunosupresan
lain seperti Levamisole, cyclosporin A, cyclofosfamid, atau michofenolat mofetil.
Pada kasus ini seharusnya dilakukan pemeriksaan USG Abdomen untuk mengetahui
gambaran ascites dan gambaran kerusakan ginjal sehingga penanganannya lebih tepat. Biopsi ginjal
dan pemeriksaan Antinuclear Antibody (ANA) untuk menentukan etiologi dari sindrom nefrotik
dengan tepat sehingga terapi dapat lebih tepat.

32

3. Bagaimana Prognosis pada pasien ini?

Prognosis
Quo ad Vitam

: ad bonam

Quo ad Fungsional

: dubia ad bonam

Quo ad Sanationam

: ad bonam

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo A, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi ke-Empat. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
2. Christian, Martin. 2013. Guideline for the assessment and management of nephrotic
syndrome in children and young people. Nottingham: Nottingham Unversity Hospitals.
3. Bagga & Mantan. Nephrotic syndrome in children. Indian J Med Res 122, July 2005, pp 1328
4. Lau, Keith, et al. "Steroid Responsive Nephrotic Syndrome in IgA Nephropathy with
FSGS." The Internet Journal of Nephrology 4 (2008)
5. Seigneux. 2009. Management of patients with nephrotic Syndrome. Swiss Medwkly 2009 ;
139 (2930) : 416422
6. Kodner, Charles. 2009. Nephrotic Syndrome in Adults: Diagnosis and Management.
Kentucky: Am Fam Physician. 2009;80(10):1129-1134
7. Trachtman, Howard. 2012. Common Diseases: Minimal Change Nephrotic Syndrome.
Nephrology Self Assessment Program 11 (2012) 19-20.
8. Trachtman, Howard. 2012. Common Diseases: Focal Segmental Glomerulosclerosis.
Nephrology Self Assessment Program 11 (2012) 20.

34

Anda mungkin juga menyukai