SINDROMA NEFROTIK
Disusun oleh :
Radian Rendra Tukan 1102012222
Pembimbing :
Dr. Melly Ismelia Sp.PD
I. Identitas Pasien
Nama
: Tn.I
Nomor CM
: 834xxx
Umur
: 21 th
Alamat
: Kamp.Cipelah, Cisurupan
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Sunda
Status Pernikahan
: Belum Menikah
Status Pekerjaan
: Pelajar
Tanggal Masuk
: 06 / 09 / 2016
Tanggal Keluar
: 09 / 09 / 2016
Jam Masuk
: 06.02 WIB.
Ruangan
: Zamrud
II. Anamnesis
Autoanamnesis, dilakukan tanggal 06 september 2016 di ruang zamrud.
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke RSUD DR. SLAMET GARUT dengan keluhan bengkak pada kedua kaki
sejak 4 hari SMRS. Awalnya bengkak dirasakan muncul sejak 2 bulan SMRS. Pertama kali bengkak
muncul pada pagi hari di kelopak mata dan wajah kemudian ketika siang bengkak di kelopak mata
menghilang. Tetapi bengkak dirasakan berpindah di kedua tungkai bawah 1 bulan SMRS. Bengkak
pada ke dua tungkai dirasakan semakin memberat sejak 4 hari SMRS. Bengkak yang dirasakan
tidak merah maupun panas. mengaku lemas sejak dan nafsu makannya sedikit menurun 4 hari
SMRS. Pasien juga mengeluhkan perut yang menjadi begah sejak 3 hari SMRS. Perut begah ini
juga terasa sepanjang hari, tidak dipengaruhi oleh makanan. Pasien menyangkal adanya nyeri pada
ulu hati di sertai dengan mual dan muntah. Pasien juga menyangkal adanya berat badan yang turun,
pilek, nyeri tenggorok, nyeri ketika menelan. Pasien juga menyangkal adanya nyeri pada
persendian, sering sariawan, dan silau terhadap cahaya matahari. Keluhan sesak napas dan nyeri
dada disangkal oleh pasien. Pasien mengaku BAK frekuensi 3-4x/hari, sedikit-sedikit dan berbuih.
Pasien menyangkal adanya nyeri saat BAK, BAK berdarah maupun berpasir. BAB pasien normal
1x per hari, berwarna kuning kecoklatan, tidak terdapat darah ataupun lendir.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku pernah menderita keluhan nyeri saat BAK, BAK sedikit dan berwarna
seperti teh dan demam 1 tahun lalu dan didiagnosis oleh dr. Spesialis interna sebagai infeksi saluran
kencing. Pasien mengaku 5 bulan yang lalu pernah dirawat di RSUD dr.Slamet Garut selama 4 hari
dengan keluhan bengkak pada ke empat ekstremitas dan perut dan melakukan kontrol rutin tiap 2
minggu ke dr.spesialis Penyakit Dalam. Riwayat penyakit lainnya seperti sakit kuning, maag,
diabetes melitus, penyakit paru-paru dan darah tinggi disangkal.
D.Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku keluarga tidak ada yang menderita keluhan serupa sebelumnya. Juga tidak
ada keluarga yang menderita DM, Hipertensi, Asma, Penyakit Ginjal.
E.Riwayat Alergi
Pasien tinggal dengan kedua orang tua dan sehari hari pasien hanya tinggal dirumah atau
bermain bersama temannya diluar rumah. Saat SMA pasien tinggal di asrama, pasien mengaku saat
di asrama pasien sering menahan BAK, kurang minum dan suka mengonsumsi minuman bersoda.
G. Anamnesis Sistem Organ
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks
Abdomen
Saluran Kemih
Kelamin
Ekstremitas
H. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Nadi
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: 36,6 oC
Keadaan Gizi
: TB 170 cm, BB 65 kg
IMT = 22.49 kg/m2 (Normal=18,5-22,9 kg/m2)
Sianosis
Edema
: Asites (+), wajah (+), ekstremitas atas (-), ekstremitas bawah (+)
Cara Berjalan
: Normal
Mobilitas
: Cukup aktif
Pasien mampu untuk berjalan ke kamar mandi
Aspek Kejiwaan
Kulit
Kepala
: Tingkah laku
: Wajar
: Alam Perasaan
: Biasa
: Proses Berpikir
: Wajar
: Warna
: Jaringan Parut
: Tidak ditemukan
: Pembuluh Darah
: Keringat
: Tampak umum
: Lapisan Lemak
: Cukup
: Efloresensi
: Tidak ditemukan
: Pigmentasi
: Tidak ditemukan
: Suhu Raba
: Hangat
: Kelembapan
: Biasa
: Turgor
: Baik
: Normocephali
: Ekspresi Wajah
: Wajar
: Simetrisitas Muka
: Simetris
: Rambut
: Hitam lurus
Tidak mudah dicabut
4
Mata
: Exophthalmus
:-/-
: Endophtalmus
:-/-
: Kelopak mata
: edema +/+
: Conjungtiva Anemis
:-/-
: Sklera Ikterik
Telinga
:-/-
: Lapang Penglihatan
: Tidak diperiksa
: Deviatio Konjugae
: Tidak diperiksa
: Lensa
: Normal
: Visus
: Tidak diperiksa
: Tidak diperiksa
: Lubang
: Normal
: Serumen
: Tidak diperiksa
: Selaput Pendengaran
: Tidak diperiksa
: Cairan
: Penyumbatan
: Tidak tampak
: Perdarahan
Hidung
: Tidak tampak
Mulut
: Bibir
: normal
: Langit Langit
: Normal
: Faring
: Tidak hiperemis
: Sianosis peroral
: Tidak tampak
: Tonsil
Leher
: T1 T1
bening
di
submandibularis,
kelenjar
subparotis,
: JVP
: 5+2cm2
: Inspeksi
: Palpasi
: Perkusi
Pulmo (depan)
: Inspeksi
: Palpasi
: Perkusi
: Auskultasi
Pulmo (belakang)
: Inspeksi
: Palpasi
: Perkusi
: Auskultasi
Abdomen
: Inspeksi
: Auskultasi
: Perkusi
: Palpasi
Ekstremitas
: Purpura
: Tidak ditemukan
: Petechie
: Tidak ditemukan
: Hematom
: Tidak ditemukan
Inguinal
: Edema
: Varises
: Akral
: Hangat (+/+)
H. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini dilakukan:
1. Hematologi
Darah rutin:
Hemoglobin
: 12,3 mg/dl
(N = 12 16)
Hematokrit
: 37%
(N = 35 47)
Leukosit
: 10.200 /mm3
(N = 3.800 10.600)
Trombosit
: 456.000 /mm3
(N = 150.000 440.000)
Eritrosit
: 4,16 juta/mm3
(N = 3.6 5.6)
Basofil
:0%
(N = 0 2)
Eusinofil
:5%
(N = 2 6)
Batang
:0%
(N = 2 6)
Neutrofil
: 51 %
(N = 50 70)
Limfosit
: 42 %
(N = 30 45)
Monosit
:2%
(N = 2 10)
: Negatif
(N = Negatif)
Albumin
: 1.68 g/dL`
(N = 3.5 5)
AST (SGOT)
: 16 U/L
(N = s/d 31)
ALT (SGPT)
: 9 U/L
(N = s/d 31)
Ureum
: 27 mg/dL
(N = 15-30)
Kreatinin
: 2 mg/dL
(N = 0.5 1.3)
Kolesterol total
: 446 mg/dL
(N = < 200)
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
Trigliserida
: 128 mg/dL
: 167 mg/dL
: 348 mg/dL
GDP
: 104 mg/dL
2. Imonoserologi
HbsAg
3. Kimia klinik :
(N = 70 110)
7
Elektrolit
Natrium
: 141 mEq/L
(N = 135 145)
Kalium
: 5.3 mEq/L
(N = 2.6 5.5)
Klorida
: 108 mEq/L
(N = 98 105)
(N = 4.7 5.2)
4. Foto thoraks PA
Hasil pemeriksaan :
Ginjal kanan dan kiri
Ukuran ginjal tampak normal,echogenitas perenkim tidak meningkat. Batas tekstur
parenkim dengan central echocomplek jelas. Tidak tampak bayangan dengan occustic
shadow. Sistem pelvokalises tidak melebar. Ureter tidak terdeteksi.
Vesica urinaria
Tidak terisi penuh, dinding menebal ireguler, tidak tampak batu/massa.
Kesan
o Sistitis kronis.
o USG kedua ginjal tampak dalam batas normal.
I. Ringkasan Permasalahan
Laki-laki usia 21 tahun, bengkak pada kedua tungkai sejak 4 hari SMRS. Awalnya bengkak
pada kedua kelopak mata yang muncul saat bangun tidur 2 bulan SMRS dan pada kedua tungkai
1 bulan SMRS. Bengkak memberat 4 hari SMRS. Dispneu (-), urin berbuih (+), BAK sedikit
(+). Riwayat penyakit ginjal (+)
Dari pemeriksaan fisik ditemukan edema pada kelopak mata, suara tambahan rhonki +/+
pada lapang paru inferior dekstra dan sinistra, abdomen : redup (+) pada kuadran kanan dan kiri
bawah, undulasi (+). Ekstremitas bawah piting edema (+).
Dari pemeriksaan penunjang, Pemeriksaan kimia klinis : albumin (1.68 g/dL), kolesterol
total (446 mg/dL), Kolesterol LDL (167 mg/dL), Trigliserida (348 mg/dL).
J. Daftar Permasalahan
Diagnosis :
Edema pada ekstremitas bawah + asites ec Sindrom nefrotik
Hipoalbuminemia + hiperkolesterolemia ec Sindrom nefrotik
dd/Penyakit ginjal kronis
dd/GNAPS
dd/Sirosis hepatis
dd/Penyakit autoimun
K. Perencanaan
Terapi
Albumin 20 %
Usulan pemeriksaan
urinalisis
USG abdomen
ANA test
biopsi ginjal
Prognosis
Quo ad Vitam
: Quo ad bonam
Quo ad Fungsional
: Quo ad bonam
Quo ad Sanationam
: ad bonam
10
M. Follow Up
Tanggal
06-092016
S
-Bengkak pada
kaki (+)
-Sesak napas (-)
-Batuk (+)
-Mual-muntah
(-)
-Nyeri ulu hati
(-)
-BAB dan BAK
lancar
-Makan baik
O
KU : SS
KS : CM
T : 90/60 mmHg
N : 86 x / menit
R : 20 x / menit
S : 36,2o C
Mata: CA - / - : SI - / Hidung: PCH ( - )
Mulut: SPO ( - )
Leher: KGB (-)
Cardio :
BJ I - II (+/+) reguler
BJ III - IV (-/-) M ( - ) G ( - )
Pulmo :
VBS ki = ka Rh +/+ Wh -/Abdomen :
BU (+) NT (-) Asites (+),
massa (-)
Edema : atas -/- bawah +/+
Akral dingin (-/-)
A
- Sindrom nefrotik
P
Pd : - Cek urin rutin
Pt :
Infus RL 500cc 20
gtt/menit
Metyl
prednisolon
1x125 mg (PO)
Atorvastatin 1x20 mg
(PO)
Pemeriksaan Urine
Urine Rutin
Kimia Urine
Berat jenis urine
: 1.020/lpb
Blood urine
: POS (+++)
Lekosit esterase
: 15+/-
pH urine
: 5.5
(N = 4.8 7.5)
Nitrit urine
: negatif
(negatif)
Protein urine
: +++
(negatif)
Glukosa urine
: negatif
(negatif)
Keton urine
: negatif
(negatif)
(N = 1.002 1.030)
( N = 0.2 1.0)
11
Billirubin urine
Tanggal
: negatif
(negatif)
Mikroskopis Urine
Eritrosit (hematuria) : 1015/lpb
(N = <1)
Lekosit (piuria)
: 13/lpb
(N = <6)
Sel epitel
: negatif/lpk
Bakteri
: negatif/lpk
(negatif)
Kristal
: negatif/lpk
(negatif)
Silinder
: negatif/lpk
(negatif)
12
07-092016
-Bengkak
pada
kaki (+)
-Batuk (+)
-Sesak napas (-)
Mual-muntah (-)
-Nyeri ulu hati (+)
-BAB lancar (-)
-Nafsu makan baik
KU : SS
- Sindrom nefrotik
KS : CM
T : 100/70 mmHg
N : 86 x / menit
R : 22 x / menit
S : 36,8o C
Mata: CA -/- : SI -/Hidung: PCH (-)
Mulut: SPO (-)
Leher: KGB (-)
Cardio :
BJ I - II (+/+) reguler
BJ III - IV (-/-)
M(-)G(-)
Pulmo :
VBs ki = ka Rh +/+
Wh -/Abdomen :
BU (+) NT (-) Asites
(-), massa (-)
Edema : atas -/bawah -/Akral dingin (-/-)
Farsix
1x1
ampul
(IV)
Albumin 20%
Metyl
prednisolon
1x125 mg (PO)
Atorvastatin 1x20 mg
(PO)
Hematologi (07-09-2016)
Darah rutin:
-
Protein total
Albumin
Tanggal
3.97 g/dL
1.78 g.dL
13
08-092016
-Bengkak
sudah
berkurang
-Batuk (+)
-Sesak napas (-)
-Pusing (-)
-Mual-muntah (-)
-BAB dan BAK
lancar
KU : SS
- Sindrom nefrotik
KS : CM
T : 110/70 mmHg
N : 100 x / menit
R : 22 x / menit
S : 36,1o C
Mata: CA - / - : SI - / Hidung: PCH (-)
Mulut: SPO (-)
Leher: KGB (-)
Cardio :
BJ I - II (+/+) reguler
BJ III - IV (-/-)
M(-)G(-)
Pulmo :
VBs ki = ka Rh +/+ Wh -/Abdomen :
BU (+) NT (-) Asites (-)
Edema : atas -/- bawah +/+
Akral dingin (-/-)
Pd :
- Cek albumin po
drip albumim
Pt :
Infus RL 500
20 gtt/menit
Albumin 20 %
Farsix
1x
ampul (IV)
Metyl
prednisolon
1x125 mg (PO)
Atorvastatin
1x20 mg (PO)
Hematologi (08-09-2016)
Kimia klinik:
Protein total : 4.28 g/dL
Albumin : 2.04 g/dL
Tanggal
14
09-092016
-Bengkak
sudah
berkurang
-Sesak (-)
-Batuk (-)
-pusing (-)
-BAB
dan
BAK lancar
-Makan baik
KU : SS
- Sindrom nefrotik
KS : CM
T : 100/70 mmHg
N : 90 x / menit
R : 20 x / menit
S : 35,6o C
Mata: CA - / - : SI - / - Hidung : PCH
(-)
Mulut: SPO (-)
Leher: KGB (-)
Cardio :
BJ I - II (+/+) reguler
BJ III - IV (-/-) M ( - ) G ( - )
Pulmo :
VBs ki = ka Rh -/+ Wh -/Abdomen :
BU (+) NT (-) Asites (-)
Edema : atas -/- bawah -/Akral dingin (+/+)
Pd :
Pt :
Infus RL 500
20 gtt/menit
Farsix 1x1 am
(IV)
Metyl
prednisolon
1x125 mg (PO
Atorvastatin
1x20 mg (PO)
BLPL
PERTANYAAN KASUS
(S)
1. Bagaimana diagnosa pada pasien ini?
1. Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kedua kaki yang semakin
memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Bengkak yang dirasakan
tidak merah maupun panas. BAK sedikit dan berbuih.
2. Pertama kali bengkak muncul pada pagi hari di kelopak mata dan wajah
kemudian ketika siang bengkak di kelopak mata menghilang.
3. Riwayat mengalami gejala penyakit yang sama diakui pasien. Riwayat infeksi
15
pada saluran kemih juga diakui pasien.
(O)
KU
: Sakit Sedang
KS
: Compos Mentis
: 100/70 mmHg
: 86 x / menit.
: 36,7 oC
Mata
Ekstremitas
Abdomen
Paru
: Rhonki +/+
(P)
Albumin
(A) total
Kolesterol
: 1.68 g/dL`
(N = 3.5 5)
: 446 mg/dL
(N = < 200)
-edema
tungkai +: 167
asites
ec susp sindrom nefrotik dd/ penyakit ginjal kronik dd/
Kolesterol
LDL
mg/dL
Trigliserida
: 348
mg/dL
GNAPS dd/ sirosis
hepatis
dd/ penyakit autoimun
Protein urine
: +++
(negatif)
diatas diagnosis
dapat ditegakkan
adalah sindrom
HasilBerdasarkan
pemeriksaanhallaboratorium
ini sementara
mendukungyang
ditegakkannya
diagnosis
nefrotik
Untuk
lebih
memastikannya
dilakukan
pemeriksaan
sindrom nefrotik.
Hal (SN).
ini sesuai
dengan
definisi
dari SN yaitumaka
keadaan
klinis yang
laboratorium.
terdiri dari edema generalisata (anasarka), hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
proteinuria. Penyebab utama terjadinya SN belum dapat dipastikan, baik primer
ataupun sekunder. Sebenarnya untuk lebih memastikan tipe SN ini adalah dengan
melakukan biopsi ginjal.
SN pada kasus ini didiagnosa banding dengan penyakit ginjal kronis, sirosis
hepatis, dan GNAPS karena gejala klinis yang ditimbulkan sama yakni berupa
edema. Rasio BUN, kreatinin yang tidak meningkat dapat menyingkirkan Penyakit
ginjal kronis. Proteinuria berat yang terjadi yakni +4 dapat menyingkirkan
kemungkinan sirosis hepatis. Menurut epidemiologi insidensi GNAPS lebih sering
pada anak-anak. Sesuai dengan teori di atas hipertensi lebih sering terjadi pada
GNA. Namun pada literatur lain dinyatakan bahwa hipertensi ringan sedang sering
ditemukan pada SN dan menjadi normotensi bersamaan dengan peningkatan
diuresis.
Hal ini berbeda dengan hipertensi pada GNA, dimana sering terjadi
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang
ditandai dengan proteinuria masif (33,5 g/hari atau rasio protein kreatinin pada urin sewaktu >
17
300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia (<25 g /l), dan manifestasi klinis edema perifer. Pada proses
awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. 1
SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya dan SN sekunder yang dapat
disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik, metabolik, obat-obatan, dan lain-lain. 2 Proteinuria masif
merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum rendah,
ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai
komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan
keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta
hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali pada
sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN
dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian
lagi tidak demikian.3,4
II.
EPIDEMIOLOGI
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada usia 2-7
tahun. Rasio laki-laki : perempuan adalah 2:1, sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasio ini
berkisar 1:1. Sindrom nefrotik meningkat pada penggunaan NSAID jangka lama, diabetes mellitus
lebih dari 10 tahun, ataupun riwayat penyakit ginjal. Anak dengan SN atipikal lebih jarang memiliki
minimal change disease dan tidak responsif terhadap terapi steroid dan memerlukan biopsi ginjal
sebelum memulai terapi.
III.
Kriteria
Usia
Fungsi ginjal
Typical SN
1-11 tahun
kreatinin normal
Atypical SN
<1 atau >11 tahun
peningkatan kreatinin
Hematuria
Hipertensi
Riwayat keluarga dengan SN
Mikroskopis
Mungkin terjadi makroskopis
Biasanya normotensi Meningkat
Biasanya tidak ada
Mungkin ada
ETIOLOGI
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer ataupun sekunder akibat
infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.
a. Penyebab Primer
Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas sindrome nefrotik idiopatik (SNI) atau
yang sering disebut juga SN primer. Penyebab SN primer diantaranya terdapat pada tabel berikut.
18
a. Penyebab Sekunder
a. Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra, skistosoma.1
b. Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma : paru, payudara, colon, myeloma
multiple, karsinoma ginjal.1,3,5
c. Jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease).1
d. Metabolik : Diabetes militus, amyloidosis.5
e. Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami, probenesid, kaptopril, heroin.
IV. PATOFISIOLOGI
19
a.
Proteinuria
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan
glomerulus (kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh besarnya molekul dan muatan listrik.
Proteinuria sebagian berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dan hanya
sebagaian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas membran
basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma
dan albumin adalah protein utama yang dieksresikan dalam urin.1,2,6
b.
Hipoalbuminemia
Hipoalbumin disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme
albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk
mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal menurun. Peningkatan
permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagai akibatnya
hipoalbuminemia menurunkan tekanan onkotik plasma koloid, menyebabkan eksudasi cairan ke
interstitial dan meningkatkan edema.2
c.
Hiperlipidemia
20
Kolesterol serum, VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low density lipoprotein),
trigliserida meningkat sedangkan HDL (high density lipoprotein) dapat meningkat, normal atau
meningkat. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipoprotein oleh hati dan penurunan katabolisme
lipid.
d.
Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C, dan plasminogen
activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen,
peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zymogen.2,4
V.
VI.
DIAGNOSIS
21
Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan tanda-tanda retensi cairan seperti bengkak di kedua
kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh, peningkatan berat badan, dan rasa penuh di perut
hingga dapat menyebabkan sesak. Tanyakan juga mengenai riwayat buang air kecil, dalam 24 jam
sudah berapa yang keluar, adakah oligouria. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin
berwarna kemerahan. Kemudian ditanyakan penyakit yang mengarah ke penyebab penyakit ginjal
seperti hipertensi.
Pemeriksaan fisik
Dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata (puffy eyelids), tungkai atau adanya ascites
atau edema skrotum atau labia. Kadang-kadang ditemukan., tanda-tanda hipertensi, dan striae pada
kulit akibat edema.
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang
berikut:
Urinalisis
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada
pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat. 3+ menandakan
kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk
dalam nephrotic range.2
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang mengandung
butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.2
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection. Timed
collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang
sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin 150 mg. Adanya proteinuria masif
merupakan kriteria diagnosis.2, 5
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Jika rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, maka
kadar protein urin per hari sebanyak 3g.2,3
Albumin serum
22
- kualitatif
: ++ sampai ++++
ANA test
USG renal
Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8 tahun, resisten steroid,
dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan. Pada SN
dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsi mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penegakan
diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan
prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan
glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap
steroid.2
Indikasi Saat onset:
-
Hipertensi menetap
Suspek NS sekunder
Darah:
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana sindrom nefrotik dibedakan atas pengobatan dengan imunosupresif dan atau
imunomodulator, dan pengobatan suportif atau simtomatik. Penatalaksanaan ini meliputi terapi
spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada SN sekunder), mengurangi atau
menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, serta mencegah dan mengatasi
penyulit.2,5
24
25
Terapi Kortikosteroid
Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang memberikan
respon terapi yang baik terhadap steroid. Imunosupresan bermanfaat untuk menurunkan inflamasi
yang menyertai penyakit ginjal dan dipertimbangkan jika SN menyebabkan kesakitan pasien, edema
yang mengganggu, ataupun terdapat koagulopati. Pengobatan dengan kortikosteroid dibedakan
antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps.2,5
Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, diantaranya pada orang
dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 8 minggu diikuti 1
mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tappering di 4 bulan berikutnya. Sampai 90%
pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggu namun 50% pasien akan mengalami
kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan.2,5
26
Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap, remisi parsial
dan resisten. Remisi lengkap terjadi jika proteinuria minimal (< 200 mg/24 jam), albumin serum >3
g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika
proteinuria<3,5 g/hari, albumin serum > 2,5 g/dl, kolesterol serum <350 mg/dl, diuresis kurang
lancar dan masih edema. Resisten steroid terjadi jika klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan
perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid.5
Remisi terjadi jika albumin urin negatif atau trace (atau proteinuria < 4mg/m2/jam selama 3
hari berurutan). Kelompok SNSS dalam perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi 4 kelompok,
yaitu SN non-relaps (30%), SN relaps jarang (10-20%), SN relaps sering dan SN dependen steroid
(40-50%).
Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak pernah mengalami relaps setelah
mengalami episode pertama penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps jarang ialah anak yang
mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam periode 6 bulan atau kurang dari 4 kali dalam periode 12
bulan setelah pengobatan inisial. Sindrom nefrotik relaps sering ialah penderita yang mengalami
relaps > 2 kali dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal atau > 4 kali dalam periode 12
bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps terjadi berturut-turut pada saat dosis
steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah pengobatan dihentikan. 5,7
Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan dengan steroid jangka
panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid alternating
dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu
antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut sebagai dosis threshold yang diberikan
minimal selama 3-6 bulan kemudian dicoba untuk dihentikan.5,7
27
enzim yang berperan mengkatalisa perubahan HMG-CoA menjadi mevalonic acid. Hasilnya kerja
obat ini adalah menginduksi reseptor LDL, sehingga menurunkan konsentrasi kolesterol LDL. Obat
penurun lipid ini sangat efektif dalam menurunkan kolesterol total dan LDL. Obat ini akan
memblok sintesis kolesterol dalam hati. Hal ini menstimulasi ekspresi lebih banyak enzim,
cenderung mengembalikan sintesis kolesterol menjadi normal. Indikasi dari obat golongan inhibitor
HMG KoA reduktase adalah Sebagai terapi tambahan terhadap diet untuk mengurangi peningkatan
kolesterol total, kolesterol LDL, apolipoprotein B dan trigliserida pada pasien dengan
hiperkolesterolemia primer, kombinasi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia heterozigothomozigot familial, bila respon terhadap diet dan terapi non-obat lainnya tidak mencukupi. Untuk
mencegah komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah : menurunkan risiko penyakit jantung
yang fatal dan infark jantung nonfatal, stroke dan revaskularisasi, angina pectoris.
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi akut yang mungkin terjadi adalah hipovolemia, infeksi, thrombosis,
hiperlipidemia. Penyakit ginjal akut maupun penyakit ginjal kronik (CKD) juga mungkin terjadi,
terutama apabila terdapat faktor risiko laki-laki, hipertensi tidak terkontrol, insufisiensi renal,
proteinuria berat
Infeksi
Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering adalah selulitis dan
peritonitis. Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G, protein faktor B dan D di urin,
disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu sendiri. Pemakaian imunosupresif menambah risiko
terjadinya infeksi. Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus, sedangkan sepsis pada
SN sering disebabkan oleh kuman Gram negatif. Peritonitis primer umumnya disebabkan oleh
kuman Gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga perlu diterapi dengan penisilin
parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ketiga, seperti sefotaksim atau seftriakson
selama 10-14 hari. Di Amerika Serikat tidak digunakan antibiotik ataupun intervensi lain untuk
mencegah infeksi, sedangkan di Inggris, penderita SN dengan edema anasarka dan asites masif
diberikan antibiotik profilaksis berupa penisilin oral 125 mg atau 250 mg, dua kali sehari sampai
asites berkurang.1,2,5,7
29
Hipertensi
Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi sebagai
akibat efek samping steroid. Pengobatan hipertensi pada SN dengan golongan ACE inhibitor,
Angiotensin Receptor Blocker.
Hipovolemia
Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak
terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan tanda
hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan
asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri abdomen. Hipovalemia
diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau
albumin 1 g/kg berat badan.1,2,5,7
Hiperkoagulabilitas
Keadaan hiperkoagulabilitas meningkatkan risiko tromboemboli. Selain disebabkan oleh
penurunan volume intravaskular, keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan
faktor pembekuan darah antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh
penurunan konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli
akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar
antitrombin III < 70%, pada orang tua atau pada keadaan imobilisasi. Pada SN dengan risiko tinggi,
pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan
dipiridamol. Heparin hanya diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg
intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena.1,2,5,7
30
Hiperlipidemia
Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam
lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak
selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik dengan kadar albumin serum
dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan tekanan
onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid
dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN juga menurun. Hiperlipidemia pada
SNSS biasanya bersifat sementara, kadar lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada
keadaan ini cukup dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas
dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih belum jelas. Manfaat
pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat atau inhibitor HMGCoA reduktase (statin) masih diperdebatkan.1,2,5,7
X.
PROGNOSIS
Pengobatan SN dan komplikasinya saat ini telah menurunkan morbiditas dan mortalitas
yang berhubungan dengan sindrom. Saat ini, prognosis pasien dengan SN bergantung pada
penyebabnya. Remisi sempurna dapat terjadi dengan atau tanpa pemberian kortikosteroid.2
31
Hanya sekitar 20% pasien dengan glomerulosklerosis fokal mengalami remisi proteinuria,
10 % lainnya membaik namun tetap proteinuria. Banyak pasien yang mengalami frequent relaps,
menjadi dependen-steroid, atau resisten-steroid. Penyakit ginjal kronik dapat muncul pada 25-30
% pasien dengan glomerulosklerosis fokal segmental dalam 5 tahun dan 30-40 % muncul dalam 10
tahun.2
Orang dewasa dengan minimal-change nephropathy memiliki kemungkinan relaps yang
sama dengan anak-anak. Namun, prognosis jangka panjang pada fungsi ginjal sangat baik, dengan
resiko rendah untuk gagal ginjal.2 Pemberian kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67%
kasus SN nefropati lesi minimal, remisi lengkap atau parsialpada 50% SN nefropati membranosa
dan 20%-40% pada glomerulosklerosis fokal segmental. Efek samping pemakaian kortikosteroid
jangka lama seperti nekrosis aseptik, katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus perlu
diperhatikan.2,4
Respon yang kurang terhadap steroid dapat menandakan luaran yang kurang baik. Prognosis
dapat bertambah buruk disebabkan (1) peningkatan insidens gagal ginjal dan komplikasi sekunder
dari SN, termasuk episode trombotik dan infeksi, atau (2) kondisi terkait pengobatan, seperti
komplikasi infeksi dari pemberian imunosupressive.2 Penderita SN non relaps dan relaps jarang
mempunyai prognosis yang baik, sedangkan penderita relaps sering dan dependen steroid
merupakan kasus sulit yang mempunyai risiko besar untuk memperoleh efek samping steroid. SN
resisten steroid mempunyai prognosis yang paling buruk.2
Pada SN sekunder, prognosis tergantung pada penyakit primer yang menyertainya. Pada
nefropati diabetik, besarnya proteinuria berhubungan langsung tingkat mortalitas. Biasanya, ada
respon yang baik terhadap ACE inhibitor, dengan penurunan proteinuria, dan level subnefrotik.
Jarang terjadi remisi nyata. Risiko penyakit kardiovaskular meningkat seiring penurunan fungsi
ginjal, beberapa pasien akan membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal. 2 Pada amiloidosis
primer, prognosis tidak baik, bahkan dengan kemoterapi intensif. Pada amiloidosis sekunder, remisi
penyebab utama, seperti rheumatoid arthritis, diikuti dengan remisi amiloidosis dan ini
berhubungan dengan SN.2
32
Pada pasien ini juga diberikan obat KSR (kalsium klorida) untuk mencegah terjadinya hipokalemia
pada pemberian furosemid (farsix).
Pengobatan hiperlipidemia pada sindrom nefrotik tidak esensial karena tidak memperbaiki
fungsi ginjal. Namun menurut literatur, pemberian simvastatin dapat menurunkan risiko penyakit
jantung koroner pada SN. Pada pasien ini diberikan atorvastatin 20 mg tab 1x1/hari. Obat ini adalah
golongan inhibitor HMG KoA reduktase dan sebagai obat penurun lipid yang sangat efektif dalam
menurunkan kolesterol total dan LDL. Obat ini akan memblok sintesis kolesterol dalam hati. Hal ini
menstimulasi ekspresi lebih banyak enzim, cenderung mengembalikan sintesis kolesterol menjadi
normal. Oleh karena pada kasus SN, kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida sangat tinggi,
pasien ini membutuhkan obat simvastatin supaya kadar profil lipid dalam batas normal.
Diberikan juga transfusi albumin 1 kolf karena albumin pasien sangat rendah (1,67 g/dl).
Albumin harganya cukup mahal dan juga tidak terlalu bermanfaat. Namun terapi albumin dipilih
bersamaan dengan terapi untuk menutupi kebocoran glomerular yang terjadi.
Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi reaksi peradangan pada ginjal terutama jika
ternyata pasien memiliki penyakit autoimun untuk mengurangi proteinuria. Kortikosteroid yang
direkomendasikan adalah prednisone, prednisolone, atau metilprednisolon. Steroid lain seperti
betametason, hidrokortison, deksametason, dan tidak dianjurkan karena efek samping lebih berat.
Namun karena pasien BPJS maka dipilih obat metilprednisolon yang memiliki sediaan injeksi
intravena (iv 125 mg/8 jam). Antibiotik tidak diberikan karena tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.
Monitor vital sign, tanda-tanda komplikasi, dan berat badan dilakukan setiap hari. Evaluasi
harus dilakukan sampai 4 minggu untuk menentukan apakah pasien sensitif steroid ataukah resisten
steroid. Jika pasien tidak berespons baik terhadap terapi steroid maka dipilih obat imunosupresan
lain seperti Levamisole, cyclosporin A, cyclofosfamid, atau michofenolat mofetil.
Pada kasus ini seharusnya dilakukan pemeriksaan USG Abdomen untuk mengetahui
gambaran ascites dan gambaran kerusakan ginjal sehingga penanganannya lebih tepat. Biopsi ginjal
dan pemeriksaan Antinuclear Antibody (ANA) untuk menentukan etiologi dari sindrom nefrotik
dengan tepat sehingga terapi dapat lebih tepat.
33
Prognosis
Quo ad Vitam
: ad bonam
Quo ad Fungsional
: dubia ad bonam
Quo ad Sanationam
: ad bonam
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo A, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi ke-Empat. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
2. Christian, Martin. 2013. Guideline for the assessment and management of nephrotic
syndrome in children and young people. Nottingham: Nottingham Unversity Hospitals.
3. Bagga & Mantan. Nephrotic syndrome in children. Indian J Med Res 122, July 2005, pp 1328
4. Lau, Keith, et al. "Steroid Responsive Nephrotic Syndrome in IgA Nephropathy with
FSGS." The Internet Journal of Nephrology 4 (2008)
5. Seigneux. 2009. Management of patients with nephrotic Syndrome. Swiss Medwkly 2009 ;
139 (2930) : 416422
6. Kodner, Charles. 2009. Nephrotic Syndrome in Adults: Diagnosis and Management.
Kentucky: Am Fam Physician. 2009;80(10):1129-1134
7. Trachtman, Howard. 2012. Common Diseases: Minimal Change Nephrotic Syndrome.
Nephrology Self Assessment Program 11 (2012) 19-20.
8. Trachtman, Howard. 2012. Common Diseases: Focal Segmental Glomerulosclerosis.
Nephrology Self Assessment Program 11 (2012) 20.
35