Modul pratikum ini akan menjelaskan dan membahas tentang cara pengukuran
dan pengolahan data geofisika dengan menggunakan metoda geolistrik. Metoda ini
adalah salah satu metoda yang ada dalam bidang geofisika yang mempelajari sifat aliran
listrik di dalam bumi. Sifat ini dipelajari dengan melakukan pengukuran di atas dan di
bawah (logging) permukaan bumi yang meliputi pengukuran medan potensial dan arus,
baik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat penginjeksian arus ke dalam bumi.
Metoda geolistrik ini terdiri dari metoda tahanan jenis (Resistivity), potensial diri (Self
Potential) dan polarisasi terinduksi (Induced Polarization).
Di dalam modul pratikum ini, metoda yang digunakan dibatasi pada metoda
tahanan jenis dan potensial diri yang pengukurannya dilakukan di permukaan, kemudian
dilanjutkan dengan pengukuran yang dilakukan di bawah permukaan dalam lubang bor
(logging). Untuk metoda polarisasi terinduksi dikarenakan peralatan yang memadai
belum ada, maka metoda ini belum dapat dipratikumkan.
Pengukuran di atas permukaan terdiri dari enam modul, yaitu metoda tahanan
jenis empat modul (modul metoda tahanan jenis 1D, 2D, 3D dan Mise-a-la-masse) dan
metoda potensial diri dua modul (modul metoda mapping dan gridding). Sedangkan
pengukuran di dalam lubang bor terdiri dari dua modul, yaitu modul penentuan saturasi
air formasi dan penentuan porositas batuan formasi.
Dalam satu kegiatan modul pratikum, pratikan diwajibkan mengikuti tes
pendahuluan yang dilakukan sebelum pratikum dimulai, membuat laporan pendahuluan
yang dikumpulkan sebelum pratikum dimulai, mengikuti pratikum dan membuat laporan
akhir dari kegiatan pratikum. Laporan akhir dikumpulkan paling lambat satu minggu dari
kegiatan pratikum.
Di akhir modul pratikum ini dilampirkan prosedur penggunaan alat
Resistivitimeter dan Mini data logger. Dengan demikian sebelum pratikum dimulai
pratikan dapat mempelajari terlebih dahulu peralatan yang akan digunakan. Sehingga
kesalahan prosedur pengukuran seminimal mungkin dapat dihindarkan.
KONSEP DASAR
METODA TAHANAN JENIS
(terjadi polarisasi muatan bahan saat bahan dialiri listrik). Konduksi elektrolitik terjadi
jika batuan/mineral bersifat porus dan pori-pori tersebut terisi cairan-cairan elektrolitik.
Pada kondisi ini arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik. Kondisi elektronik terjadi
jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan
dalam batuan/mineral oleh elektron bebas.
Berdasarkan harga tahanan jenis () listriknya batuan/mineral digolongkan
menjadi tiga yaitu :
1. Konduktor baik
2. Konduktor buruk
3. Isolator
: > 107 m
V
ohm
I
..........................................(1)
Resistivitas
E
m
J
..........................................(2)
Konduktivitas
1
m 1
..........................................(3)
Dimana :
V
: medan listrik
I
A
A A
L
V IR
........... ..............................................................................(4)
L
A
..........................................................................................(5)
A V A
L
I L
..........................................................................................(6)
I J . A
......................................................................................................(7)
Berdasarkan hukum Ohm, hubungan antara kerapatan arus listrik J dengan medan listrik
E dan konduktifitas medium
J E
......................................................................................................(8)
Apabila E adalah medan konservatif, maka dapat dinyatakan dalam bentuk gradien
potensial V sebagai:
E V
.......................................................................................................
(9)
Subsitusiskan persamaan (8) ke persamaan (9), sehingga diperoleh kerapatan arus J
sebagai berikut
J V
....................................................................................................(10)
Apabila tidak ada sumber muatan yang terakumulasi pada daerah regional, maka:
J E 0
V 2V 0
atau
........................................................................................(11)
Untuk ruang homogen isotropi maka
....................................................................................................(12)
derajat dua. Persamaan tersebut juga berlaku pada kondisi batas dua medium yang
memiliki konduktivitas berbeda. Dengan menggunakan syarat batas misalnya dua
medium homogen isotropis dalam arah x dengan konduktivitas 1 dan 2 , berlaku:
E x1 E x2 ; 1 E z1 2 E z2 ; V 1 V2 ................................................................(13)
atau
d 2V 2 dV
0
dr 2 r dr
........................................................................................(14)
........................................................................................(15)
Pemecahan persaman tersebut dapat dilakukan melalui integral atau dengan pemecahan
persamaan diferensial. Dengan mengintegralkan dua kali jawaban umum persamaan
Laplace untuk kasus ini adalah seperti persamaan (16) dibawah ini:
V=-
A
B
r
....................................................................................................(16)
dengan A dan B adalah konstanta integrasi yang nilainya bergantung pada syarat batas.
Untuk r
V=-
A
r
....................................................................................................(17)
jadi beda potensial listrik (V) yang terjadi mempunyai nilai yang berbanding terbalik
dengan jari-jari atau jarak bidang eqipotensial dari titik sumber (r).
(Telford, 1990)
Ez
V
z
Ez
A
r d
A
z
r
z dr
r
z 0
........................................................................................(18)
z 0
zA
r3
z 0
0 , ............................................(19)
Dalam hal ini arus mengalir melalui permukaan setengah bola menjadi:
I = 2 r 2 J 2r 2
dV
2A ................................................................(20)
dr
I
2
....................................................................................................(21)
Sehingga diperoleh:
I 1
2 r
atau
2 r
V
I
................................................................(22)
Dengan J adalah rapat arus, adalah konduktivitas, A adalah luas penampang bola, V
adalah potensial, I adalah arus listrik dan adalah tahanan jenis.
Persamaan (22) merupakan persamaan equipotensial permukaan setengah bola
yang berada di bawah permukaan tanah seperti pada Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Sumber arus berupa titik pada permukaan bumi homogen (Telford dkk., 1990).
P1
P2
r1
C2
Permukaan
r2
r3
r4
Gambar 3. Skema dua elekektroda arus dan dua elektroda potensial dipermukaan tanah yang homogen
isotropis (Telford dkk., 1990; Reynolds, 1997).
Perubahan potensial sangat drastis pada daerah dekat sumber arus, sedangkan
pada daerah antara C1 dan C2 gradien potensial kecil dan mendekati linier. Dari alasan
ini, pengukuran potensial paling baik dilakukan pada daerah diantara C 1 dan C2 yang
mempunyai gradien potensial linier. Untuk menentukan perbedaan potensial antara dua
titik yang ditimbulkan oleh sumber arus listrik C 1 dan C2, maka dua elektroda potensial
misalnya P1 dan P2 ditempatkan di dekat sumber seperti pada Gambar 3.
Gambar 4. Penampang tegak garis-garis equipotensial dan aliran arus untuk dua titik sumber arus di
permukaan tanah yang homogen (Telford dkk., 1990).
Dengan menerapkan persamaan (22), maka potensial pada pada titik P 1 yang
disebabkan elektroda C1 adalah: (Telford dkk., 1990)
I 1
2 r1
V11
........................................................................................(23)
Karena arus pada kedua elektroda sama besar tetapi berlawanan arah, maka potensial di
titik P1 oleh elektroda C2 diperoleh:
I 1
2 r2
V12
........................................................................................(24)
Sehingga potensial total pada titik P1 oleh C1 dan C2 dapat dituliskan sebagai:
V11 V12
I
2
1 1
r1 r2
............................................................................(25)
Dengan cara yang sama diperoleh potensial pada titik P2 oleh C1 dan C2 adalah;
V21 V22
I
2
1
1
r3 r4
............................................................................(26)
I
2
1 1
r1 r2
1 1
r3 r4
................................................................(27)
Di mana r1, r2, r3 dan r4 adalah besaran jarak, seperti dapat dilihat pada Gambar 3
Susunan seperti ini berkaitan dengan empat elektroda yang terbentang secara normal
digunakan dalam pekerjaan medan tahanan jenis.
Pada beberapa literatur, penurunan persamaan (27) dapat juga dituliskan dari
beda potensial pada elektroda M dan N yang terjadi akibat dua buah elektroda arus A dan
B dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini :
Gambar 5. Pasangan elektroda arus dan potensial yang umum digunakan dalam survei tahanan jenis.
Dari gambar diatas, potensial pada elektroda M oleh karena arus pada elektroda A
dan B dapat dinyatakan dengan :
VM
1 1
1
2 AM MB
...............................................................(28)
dan potensial di N akibat arus pada titik elektroda A dan B juga dapat dinyatakan dengan
VN
1 1
1
2 AN NB
...............................................................(29)
1 1
1 1
1
2 AM MB AN NB
........................................(30)
atau
K
V
I
................................................................(31)
dengan
1
1 1
1
K 2
AM MB AN NB
....................................................(32)
Persamaan (27) dan persamaan (30) adalah sama. K disebut faktor geometri,
yaitu besaran koreksi letak kedua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda
arus.Faktor geometri sangat penting dalam pendugaan tahanan jenis. A adalah elektroda
arus 1 (C1), M adalah elektroda potensial 1 (P1), N adalah elektroda potensial 2 (P2) dan
B adalah elektroda arus 2 (C2).
C.2. Konfigurasi Elektroda dan Faktor Geometri
Gambar 6 memperlihatkan beberapa konfigurasi elektroda dan faktor geometri
yang dikenal dalam metoda tahanan jenis. (Loke, 2000).
Gambar 6. Beberapa konfigurasi elektroda yang digunakan dalam survei metoda geolistrik tahanan
jenis dan faktor geometrinya. (Loke, 2000)
Dengan C1 dan C2 adalah elektoda-elektroda arus, P1 dan P2 adalah elektrodaelektroda potensial, a adalah spasi elektroda, n adalah perbandingan jarak antara
elektroda C1 dan P1 dengan spasi a dipole C2-C1 atau P1-P2. L adalah panjang bentangan
maksimum. K adalah faktor geometri yaitu besaran koreksi letak kedua elektroda
potensial terhadap letak kedua elektroda arus.
C.3. Konsep Resistivitas Semu
Bumi diasumsikan mempunyai sifat homogen isotropis. Dengan asumsi ini,
resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya dan tidak tergantung atas
spasi elektroda. Pada kenyataannya, bumi terdiri dari lapisan-lapisan dengan yang
berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan
tersebut. Maka harga resistivitas yang terukur bukan merupakan harga resistivitas untuk
satu lapisan saja, hal ini terutama untuk spasi elektroda yang lebar.
Resistivitas semu ini dirumuskan dengan :
a K
V
I
........................................................................................(33)
Survei ini berguna untuk menentukan letak dan posisi kedalaman benda
11
anomali di bawah permukaan. (Virgo, 2003). Konfigurasi elektroda yang dipakai pada
metoda ini adalah konfigurasi Wenner, Wenner-Schlumbeger dan Dipole-Dipole.
Sedangkan hasil pengolahan data metoda 1-D ini dapat dilihat pada Gambar 9.
dst
Langkah 2
Langkah 1
C1
P1
P2
C2
C1 P1 P2 C2
Gambar 9. Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 1-D (Virgo, 2007)
12
Gambar 10. Susunan elektroda dan urutan pengukuran geolistrik tahanan jenis 2-D (Loke, 2000)
Gambar 11. Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 2-D (Virgo, 2007)
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Elektroda Arus
Elektroda Potensial
Gambar 12. Teknik pengukuran metoda tahanan jenis 3-D untuk gris 5 x 5 (Loke, 1999)
Gambar 13.a. Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 3-D untuk irisan
horizontal (Virgo, 200X).
14
Gambar 13.b. Contoh distibusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 3-D untuk irisan
vertikal (Virgo, 200X).
15
Arus yang diberikan dan voltase yang terbentuk pada titik-titik di permukaan
tanah dipetakan dengan memakai voltmeter sesuai dengan stasiun referensi. Distribusi
potensial ini akan merefleksikan geometri dari massa (tubuh anomali), sehingga
diharapkan dapat menghasilkan beberapa informasi mengenai bentuk dari tubuh massa.
Pada medium homogen yang ditutupi oleh konduktor, garis eqipotensial akan
terkonsentrasi disekitar konduktor (Gambar 14.A). Namun pada kenyataannya, garis
eqipotensial akan berbelok disekitar badan bijih konduktif yang bentuknya tak beraturan
(Gambar 14.B) dan dapat digunakan untuk membatasi ruang yang luas untuk melihat
gambaran yang lebih efektif daripada menggunakan metode pemetaan lateral. Metode
Mise-a-la-masse khususnya digunakan dalam mengecek apakah mineral konduktif
tertentu diisolasi oleh massa tertentu. Pada daerah yang topografinya kasar akan
dibutuhkan koreksi topografi (terrain corrections).
V
.........................................................................................(34)
I
16
Dimana :
a = Tahanan jenis semu
x
V = Tegangan
I
= Arus listrik
Gambar 14. Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda Mise-a-la-masse
(Virgo, 2007).
17
(a)
PARAMETER
MODEL
DATA
PERHITUNGAN
PEMODELAN
KE DEPAN
(b)
Gambar 15. (a) Ilustrasi pemodelan ke depan. F adalah operator pemetaan, m adalah fungsi yang
menggambarkan model bumi, dan d adalah data pengukuran (Oldenburg, 1998). (b) Diagram alir proses
pemodelan ke depan.
Jika data dan model masing-masing dinyatakan oleh vektor berikut, (Menke,
1989)
d = [d1, d2, d3,., dN]T ; m = [m1, m2, m3,., mM]T ...........................(35)
maka secara umum hubungan antara data dan model dapat dinyatakan oleh,
d = g(m)
........................................................................................(36)
atau
d1
d2
d N
G11
G21
G1M
G2 M
G N 1 G N 2 G NM
G12
G22
m1
m2
mN
....................................................(37)
dimana G adalah matriks (NxM) yang sering disebut sebagai matriks Kernel, yang juga
berfungsi untuk menghitung respon (data) dari suatu model. Parameter model m tidak
dapat diperoleh dengan melakukan inversi matriks G, karena matriks Kernel ini bukan
matriks bujursangkar.
18
Model Space
Data space
(a)
PARAMETER
MODEL
PEMODELAN
KE DEPAN
MODIFIKASI
PARAMETER
MODEL
N
DATA
PERHITUNGAN
FIT ?
DATA LAPANGAN
Y
SOLUSI/MODEL
(b)
Gambar 16. (a) Ilustrasi pemodelan inversi. F adalah operator pemetaan ke depan, m adalah fungsi yang
menggambarkan model bumi, dan d adalah data pengukuran (Oldenburg, 1998; 6). (b) Diagram alir proses
pemodelan inversi.
di =
j 1
Gij mj ; i = 1, 2,...., N
....................................................(38)
19
E=
(
j 1
Gij mj - di ) 2
................................................................(39)
i 1
M
E=
(
j 1
i 1
Gij mj - di ) ( Gik mk - di )
k 1
atau
E = dT d - dT G m [G m]T d + [G m]T G m
............................(41)
Berdasarkan prinsip kalkulus, jika suatu fungsi bernilai minimum maka turunan
terhadap variabel bebasnya akan berharga nol (meskipun tidak semua turunan fungsi
berharga nol selalu berkaitan dengan harga minimum fungsi tersebut).
Untuk mencari solusi dari persamaan (40), maka persamaan ini harus diturunkan
terlebih dahulu terhadap parameter model m, yaitu:
E
- dT G - GT d +GT G m + [G m]T G
= 2 (-GT d + GT G m )
................................................................(42)
............................................................................(43)
20
terikat oleh distribusi titik datum dalam psuedosection. Subrutin dari pemodelan ke
depan digunakan untuk menghitung nilai tahanan jenis semu dan teknik optimasi leastsquare non linier digunakan untuk rutin inversi. Format inputan ke dalam perangkat
lunak di atas harus dalam notepad atau wordpad.
G.1.Format Input Data Program Res2Dinv
Baris 1 :
Baris 2 :
Baris 3 :
Baris 4 :
Baris 5 :
Baris 6 :
Baris 7 :
Baris 8 :
Baris 9 :
Untuk mengakhiri input data, ketikkan 4 angka 0 pada empat baris terakhir.
G.2. Format Input Data Program Res3Dinv
Baris 1 :
Baris 2 :
Baris 3 :
Baris 4 :
Baris 5 :
Baris 6 :
Line 7 :
Baris 8 :
Baris 9 :
Untuk mengakhiri input data, ketikkan 4 angka 0 pada empat baris terakhir.
21
MODUL 1
PRATIKUM METODA TAHANAN JENIS 1-D
A. Tujuan Pratikum
Dengan melakukan pengukuran menggunakan metoda tahanan jenis 1-D, maka
distribusi nilai tahanan jenis secara vertikal yang berubah terhadap kedalaman dapat
diketahui. Dengan demikian informasi litologi batuan atau anomali yang menjadi target
pengukuran juga dapat diketahui.
Dalam pratikum ke-1 ini, pratikan diharapkan dapat/mampu :
Mengenal dan memahami fenomena kelistrikan di bawah permukaan bumi.
Mengenal dan memahami prinsip kerja alat ukur metoda tahanan jenis.
Melakukan pengukuran metoda tahanan jenis 1-D dengan menggunakan
konfigurasi elektroda yang berbeda, yaitu Wenner, Wenner-Schlumberger dan
dipole-dipole.
Melakukan pengolahan dan analisis data metoda tahanan jenis 1-D dengan
menggunakan teknik kurva matching atau dengan menggunakan perangkat lunak
1-D.
Melakukan interpretasi dan memberikan rekomendasi dari hasil pengukuran
dengan metoda tahanan jenis 2-D.
Menerapkan pengukuran metoda tahanan jenis 1-D untuk menyelesaikan kasuskasus eksplorasi dangkal sederhana.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pratikum ini adalah:
Alat ukur metoda tahanan jenis yaitu resistivity meter merk Naniura.
Accu sebagai sumber arus DC.
Batang elektroda arus dan potensial.
Kabel penghubung.
Meteran
Multitester
22
2.
3.
4.
5.
6.
23
7.
8.
9.
C1
P1
C1
P1
a
Gambar 7. Teknik Akuisisi Lateral Mapping
24
C1
P1
P2
C2
a
n=1
n=2
n=3
Gambar 8. Teknik Akuisisi Vertikal Sounding
Resistivity 2D
Metode ini merupakan gabungan dari lateral mapping dan vertikal sounding,
digunakan untuk menentukan distribusi tahanan jenis semu secara vertikal per
kedalaman. Pengukurannya dilakukan dengan cara memasang elektroda arus dan
potensial pada satu garis lurus dengan spasi tetap, kemudian semua elektroda
dipindahkan atau digeser sepanjang permukaan sesuai dengan arah yang telah ditentukan
sebelumnya. Untuk setiap posisi elektroda akan didapatkan harga tahanan jenis semu.
25
Dengan membuat peta kontur tahanan jenis semu akan diperoleh pola kontur yang
menggambarkan adanya tahanan jenis yang sama. (Loke, 1999).
26
27
28
29
30
31
32
33
34