TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi HIV
1. Definisi
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan infeksi
yang menyebabkan penurunan sistem imunitas tubuh. Karakteristik dari
penyakit ini adalah infeksi dan deplesi limfosit T CD4+, serta gejala
imunosupresi yang mengarah ke infeksi oportunistik, neoplasma sekunder,
dan manifestasi neurologis.7
2. Etiologi
HIV merupakan suatu retrovirus pada manusia. HIV terbagi menjadi
2, yaitu HIV-1 dan HIV-2, yang memiliki karakteristik biologik dan genetik
yang sama, namun berbeda pada regulasi dan struktur gennya. Epidemi HIV
secara global terutama disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 merupakan
kausa tersering di Afrika Barat.8
a. Taksonomi HIV9
a) Kingdom:
Virus
b) Famili: Retroviridae
c) Subfamili:
Lentivirinae
d) Genus: Lentivirus
e) Spesies:
Human Immunodeficiency Virus
b. Struktur HIV
diameter
1000
angstrom.
Intinya
berbentuk
kerucut
dan
mengandung: (1) kapsid utama protein p24, (2) protein nukleokapsid p7/p9,
(3) dua salinan RNA genom, (4) tiga enzim virus (protease, reverse
transcriptase, dan integrase). Inti virus dilingkupi sebuah protein matriks
p17, yang terdapat di bawah lapisan selubung lipid virion, yang berasal dari
membran sel hospes. Selubung virion itu memiliki banyak tonjolan
eksternal yang tersusun oleh dua glikoprotein virus, yaitu gp120 permukaan
dan gp41 transmembran.10, 11, 12
c. Siklus hidup HIV
Siklus hidup HIV secara umum berawal dari infeksi sel, produksi
DNA virus dan integrasi ke dalam genom hospes, ekspresi gen virus, serta
produksi partikel virus.13
proses
transkripsi,
mRNA
ditranslasi
menjadi
protein.
diperantarai
dengan
adanya
robekan
lapisan
epitel,
yang
darah yang berpotensi menularkan HIV yakni transfusi darah lengkap (whole
blood), sel darah merah (packed red blood cell), trombosit, leukosit, dan
plasma; sedangkan imunogamaglobulin, globulin imun hepatitis B, vaksin
hepatitis B yang berasal dari plasma, dan globulin imun Rho (O) belum
pernah dilaporkan dapat menularkan HIV. Namun, hal ini jarang terjadi
karena saat ini sudah dilakukan penapisan terhadap darah yang akan
ditransfusikan, yaitu dengan mendeteksi adanya antigen p24 HIV maupun
antibodi HIV dalam darah.15, 19, 20
Penularan HIV secara vertikal dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi
HIV kepada bayinya, baik pada saat kehamilan, saat persalinan, maupun saat
menyusui. Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari
ibu ke anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik.6
a. Faktor ibu
a) Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat
persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu
menyusui bayinya sangat mempengaruhi penularan HIV dari ibu
ke anak. Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika kadar
HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar
b)
10
11
12
petugas laboratorium
5. Patogenesis dan Patofisiologi
Jalur utama masuknya HIV ke tubuh manusia adalah transeksual. HIV
masuk melalui kulit dan mukosa yang tidak intak, dan ditangkap oleh sel
dendritik di lamina propria mukosa genital yang bertindak sebagai antigen
presenting
cell
(APC).
Proses
ini
dikendalikan
molekul
major
13
6. Manifestasi Klinis
Setelah infeksi awal oleh HIV, individu mungkin tetap seronegatif
selama beberapa minggu. Namun individu bersifat menular selama periode
ini. Periode ini disebut juga window period atau masa jendela.21
Selanjutnya, manifestasi klinis infeksi HIV pada tubuh hospes dapat
terbagi menjadi 4 fase:
a. Fase akut
2-4 minggu pasca terinfeksi HIV, lebih dari 50% individu
mengalami gejala-gejala akut yang menyerupai mononukleosis
infeksiosa. Gejala predominan antara lain demam, letargi, sakit kepala,
nyeri tenggorokan, arthralgia, malaise, dan ruam. Temuan klinis
meliputi faringitis; limfadenopati generalisata; ruam makulopapula di
wajah, batang tubuh, dan ekstremitas; serta hepatosplenomegali. Selain
itu, dapat pula ditemukan kelainan neurologis, seperti meningitis,
ensefalitis, cranial nerve palsies, miopati, dan neuropati perifer.
Terjadi leukopenia, namun jumlah T CD4+ masih di atas 500 sel/mm 3.
Selain itu, terdeteksi pula RNA HIV dan antigen p24 yang tinggi
dalam plasma. Resolusi spontan akan terjadi dalam 2 minggu, dan
diikuti penurunan kadar viremia.8, 18, 19
Antibodi HIV mulai terlihat 10-14 hari setelah terinfeksi, dan
pada umumnya akan mengalami serokonversi 3-4 minggu setelah
terinfeksi. Setelah viremia awal, muncul viral set point yang
menggambarkan jumlah virus yang diproduksi (viral load) dan akan
konstan selama beberapa tahun. Semakin tinggi set point saat akhir
masa viremia inisial, semakin mungkin terjadi progresivitas ke arah
AIDS.19
b. Fase laten
Setelah
mengalami
gejala-gejala
akut,
individu
akan
mengalami fase laten sekitar 7-11 tahun. Individu tersebut tidak akan
menunjukkan gejala-gejala selama periode ini. Pada fase ini hanya
14
disfungsi
progresif
sistem
imun.
Gejala
dan
tanda
15
7. Stadium/Klasifikasi Klinis
Penentuan derajat berat infeksi HIV dapat menggunakan stadium klinis
menurut WHO
15
16
nekrosis akut; anemia (< 8 g/dl), dan atau neutropenia (< 500
/mm3), dan atau trombositopenia (< 50.000 /mm3) tanpa penyebab
yang jelas lebih dari satu bulan; dengan atau penampilan/aktivitas
fisik skala III: lemah, berada di tempat tidur kurang dari 50% per
hari dalam bulan terakhir.
d. Stadium klinis IV
Wasting syndrome HIV; pneumonia Pneumocystis; pneumonia
bakterial berat atau radiologik rekuren; infeksi herpes simpleks
kronik (orolabial, genital, atau anorektal lebih dari satu bulan);
kandidiasis esofagus; TB ekstrapulmonal; sarkoma Kaposis;
toksoplasmosis
SSP;
ensefalopati
HIV;
kriptokokosis
koksidiomikosis,
penisilosis);
septikemia
Salmonella non typhoid rekuren; limfoma (serebral atau sel B nonHodgkin); karsinoma servikal invasif; leishmaniasis viseral;
dengan atau penampilan/aktivitas fisik skala IV: sangat lemah,
selalu berada di tempat tidur lebih dari 50% per hari dalam bulan
terakhir.15, 23
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sebagai alat diagnostik
Pemeriksaan penapisan standar untuk infeksi HIV adalah
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), yang disebut juga
enzyme immunoassay (EIA). Sensitifitas pemeriksaan ini 93-98%,
dan spesifitasnya 98-99%. EIA mengandung antigen HIV-1 dan HIV2. EIA terbaru yaitu generasi-4 dapat mendeteksi antibodi terhadap
HIV dan antigen p24 HIV. Hasil pemeriksaannya dinyatakan sebagai
positif (sangat reaktif), negatif (non-reaktif), atau indeterminate
(reaktif parsial). Faktor-faktor yang berkaitan dengan positif palsu
pada EIA adalah adanya antibodi terhadap antigen kelas II (seperti
pada kehamilan, transfusi darah, atau transplantasi), autoantibodi,
17
nantinya
akan
19
sering
dilakukan
apabila
ditemukan
kecenderungan
penurunan.11
Pengukuran kadar RNA HIV serum atau plasma telah menjadi
komponen esensial dalam memantau perkembangan infeksi HIV.
Dua teknik yang umumnya digunakan adalah RT-PCR assay dan
bDNA assay. Keduanya dapat menghitung jumlah kopi RNA HIV
per mililiter serum atau plasma. Pengukuran perubahan kadar RNA
HIV dari waktu ke waktu sangat bermanfaat dalam menggambarkan
hubungan antara kadar virus dan progresivitas penyakit, tingkat viral
turnover, hubungan antara aktivasi sistem imun dan replikasi virus,
dan waktu perkembangan resistensi obat. Kadar RNA HIV plasma
sebaiknya dipantau setiap 4 minggu sampai efektivitas regimen
terapi ditentukan oleh perkembangan status kadar RNA HIV yang
menetap. Dalam kebanyakan kasus, terapi antiretroviral efektif
menurunkan RNA HIV hingga < 50 kopi per mililiter dalam 6 bulan
setelah awal terapi. Selama terapi, kadar RNA HIV sebaiknya
dipantau tiap 3-4 bulan untuk mengevaluasi kelanjutan efektivitas
terapi.11
9. Diagnosis
20
10. Penatalaksanaan
Setelah didiagnosis terinfeksi HIV, maka pasien perlu dirujuk ke
layanan Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP) untuk menjalankan
serangkaian layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, imunologis, dan
virologis. Hal tersebut dilaksanakan untuk menentukan apakah pasien sudah
memenuhi syarat untuk terapi antiretroviral (ARV), menilai status supresi
imun pasien, menentukan infeksi oportunistik yang pernah dan sedang terjadi,
serta menentukan paduan obat ARV yang sesuai. Selain itu, sebelum mendapat
terapi ARV, pasien juga harus dipersiapkan secara matang dengan konseling
kepatuhan karena terapi ARV akan berlangsung seumur hidupnya.2 Prinsip
pemberian terapi ARV antara lain:
a. Terapi ARV tidak bersifat kuratif melainkan supresif; karena infeksi
HIV tidak dapat dieradikasi, terapi akan diberikan seumur hidup
dengan obat-obat yang tersedia.
b. Semua regimen terapi mungkin dapat menyebabkan toksisitas,
beberapa bahkan bisa membahayakan hidup.
21
reverse
transcriptase
nukleosida/nukleotida
22
(TDF),
Zalcitabine
(ddC),
Zidovudine (AZT).
NNRTI:
Berikatan langsung dengan reverse
Delavirdine (DLV), Efavirenz (EFV),
transcriptase
HIV-1
dan
Etravirine (ETV), dan Nevirapine
menyebabkan
blokade
DNA
(NVP).
polimerase yang bergantung RNA
PI:
Amprenavir (APV), Atazanavir (ATV),
Darunavir
(FPV),
(DRV),
Indinavir
Fosamprenavir
(IDV),
Lopinavir
dan DNA.
Mencegah pembelahan poliprotein
Gag-Pol,
sehingga
menghasilkan
Saquinavir
(SQV),
Tipranavir (TPV).
Penghambat fusi:
Enfurvirtide (T-20).
dan
Berikatan
dengan
subunit
gp41
perubahan
konformasi
reseptor
yang
penting
CD4+.
Berikatan dengan enzim integrase,
sehingga
antara
menghambat
DNA
HIV
integrasi
yang
ditranskripsi-balik
sudah
dengan
tahun).
Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV
positif.
Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya.
Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya
kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya.
24
25
26
saat
27
pentingnya
memakai
kondom
untuk
mencegah
penularan HIV.
2. Pencegahan Kehamilan yang Tidak Direncanakan pada Perempuan
dengan HIV
Perempuan dengan HIV berpotensi menularkan virus kepada bayi yang
dikandungnya jika hamil. Karena itu, ODHA perempuan disarankan untuk
mendapatkan akses layanan yang menyediakan informasi dan sarana
kontrasepsi yang aman dan efektif untuk mencegah kehamilan yang tidak
direncanakan. Konseling yang berkualitas, penggunaan alat kontrasepsi yang
aman dan efektif serta penggunaan kondom secara konsisten akan membantu
perempuan dengan HIV agar melakukan hubungan seksual yang aman, serta
menghindari terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan. Perlu diingat
bahwa infeksi HIV bukan merupakan indikasi aborsi.6
28
perempuan dengan HIV yang belum terindikasi untuk terapi ARV bila
memutuskan untuk hamil akan menerima ARV seumur hidupnya. Jika
ibu sudah mendapatkan terapi ARV, jumlah virus HIV di tubuhnya
menjadi sangat rendah (tidak terdeteksi), sehingga risiko penularan HIV
dari ibu ke anak menjadi kecil, Artinya, ia mempunyai peluang besar
untuk memiliki anak HIV negatif. Ibu dengan HIV berhak menentukan
keputusannya sendiri atau setelah berdiskusi dengan pasangan, suami
atau keluarganya. Perlu selalu diingatkan walau ibu/pasangannya sudah
mendapatkan ARV demikian penggunaan kondom harus tetap dilakukan
setiap hubungan seksual untuk pencegahan penularan HIV pada
pasangannya.6
Beberapa kegiatan untuk mencegah kehamilan yang tidak
direncanakan pada ibu dengan HIV antara lain:6
3. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Hamil dengan HIV ke Bayi yang
Dikandungnya
Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah
terinfeksi HIV ini merupakan inti dari kegiatan Pencegahan Penularan HIV
dari Ibu ke Anak. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif
mencakup kegiatan sebagai berikut:6
29
dijalankan
secara
berkesinambungan.
Kombinasi
kegiatan
tersebut
30
dan bayinya.
Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV
dan pencegahannya
Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat
Kunjungan ke rumah (home visit)
Dukungan teman-teman sesama HIV positif, terlebih sesama ibu
dengan HIV
Adanya pendamping saat sedang dirawat
Dukungan dari pasangan
Dukungan kegiatan peningkatan ekonomi keluarga
Dukungan perawatan dan pendidikan bagi anak
Dengan dukungan psikososial yang baik, ibu dengan HIV akan
31
anaknya, serta berperilaku sehat agar tidak terjadi penularan HIV dari dirinya
ke orang lain.6
Informasi tentang adanya layanan dukungan psikososial untuk ODHA
ini perlu diketahui oleh masyarakat luas, termasuk para perempuan usia
reproduktif. Diharapkan informasi ini bisa meningkatkan minat mereka yang
merasa berisiko tertular HIV untuk mengikuti konseling dan tes HIV agar
mengetahui status HIV mereka.6
32
33