Anda di halaman 1dari 22

Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan

negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde
yang mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan
nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945.
Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret
1966. Dengan demikian Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) sebagai tonggak
lahirnya Orde Baru.
Kondisi Ekonomi Pada Masa Orde Baru Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Awal
Masa Orde Baru Pada masa awal Orde Baru. Pembangunan ekonomi di Indonesia
maju pesat. Mulai dari pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan
infrastruktur,dll.
Saat permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha
penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat
inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok
rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada
awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun.
Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah
direncanakan pemerintah. Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/
MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan
pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat kebijakan mengacu pada Tap
MPRS tersebut adalah sebagai berikut.
1)Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan,
seperti :
arendahnya

penerimaan negara
btinggi

dan tidak efisiennya pengeluaran negara


cterlalu

banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank


dterlalu

banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi impor


yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
2)Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3)Berorientasi pada kepentingan produsen kecil. Untuk melaksanakan langkahlangkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
aMengadakan

operasi pajak
b.Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan
dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang. Pemerintah lalu
melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan
secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun).

Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI. 1. Pelita I(1 April 1969 31 Maret 1974)
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah
pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita I lebih menitikberatkan pada sektor
pertanian.

Keberhasilan dalam Pelita I yaitu: a. Produksi beras mengalami kenaikan ratarata 4% setahun.
b. Banyak berdiri industri pupuk, semen, dan tekstil.
c. Perbaikan jalan raya.
d. Banyak dibangun pusat-pusat tenaga listrik.
e. Semakin majunya sektor pendidikan.
2. Pelita II(1 April 1974 31 Maret 1979) Sasaran yang hendak di capai pada
masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana,
mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan
dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikan produksi. Lalu banyak
jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.
3.Pelita III(1 April 1979 31 Maret 1984) Pelita III lebih menekankan pada Trilogi
Pembangunan. Asas-asas pemerataan di tuangkan dalam berbagai langkah
kegiatan pemerataan, seperti pemerataan pembagian kerja, kesempatan kerja,
memperoleh keadilan, pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan
perumahan,dll
4. Pelita IV(1 April 1984 31 Maret 1989) Pada Pelita IV lebih dititik beratkan
pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri
yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang dicapai pada
Pelita IV antara lain. a. Swasembada Pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil
memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil
swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari
FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini
merupakan prestasi besar bagi Indonesia.Selain swasembada pangan, pada
Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
5. Pelita V(1 April 1989 31 Maret 1994)
Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk
memantapakan
swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta
menghasilkan barang ekspor. Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan
jangka panjang tahap pertama.

Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan


mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal
landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi
menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru Pelita VI (1 April 1994 - 31
Maret 1999) Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang
ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian
serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai
pendukungnya. Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas
Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun
rusak. Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997.
Semula berawal dari krisis
moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis
kepercayaan terhadap
pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan. Kondisi ekonomi yang kian
terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan,
hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena
pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian
Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat
rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok
dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang
terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan
pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial
yang demokratis dan berkeadilan. Pembagunan tidak merata tampak dengan
adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa
terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya
ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang
akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan
taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi
pembangunan ekonomi selanjutnya.
Sejarah Indonesia (1966-1998) Orde Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde
Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan
semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada
masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam
jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini
terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain
itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
[rujukan?] Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5
tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut
pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden Soeharto
memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis

mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya.[rujukan?] Salah satu kebijakan pertama
yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi.
Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia
"bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan
partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali
pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima
pertama kalinya.[rujukan?] Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat
tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering
disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai
Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah
Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai
pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat
"dibuang" ke Pulau Buru. Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan
politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus
diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP
ditandai ET (eks tapol).[rujukan?] Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan
ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh
kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya
bahkan seringkali dipilih
dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana.[rujukan?]
Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat.
Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari
PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor
kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan
daerah.[rujukan?] Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang
diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep
akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo.[rujukan?] Soeharto
merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi tujuan, bisa
tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan
pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan
ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital
internasional, Soeharto
mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat
kestabilan politik yang tinggi. Eksploitasi sumber daya Selama masa

pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan


pengeksploitasian sumber daya alam secara besar- besaran menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang
besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya,
jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan
1980-an.[rujukan?] Penataan Kehidupan Politik Jenderal Soeharto Penguasa Orde
Baru Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 merupakan dasar
legalitas dimulainya pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Orde Baru
merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat,
bangsa, dan negara, yang diletakan pada kemurnian
pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Dan juga dapat dikatakan bahwa Orde Baru
merupakan koreksi terhadap penyelewangan pada masa lampau, dan berusaha
untuk menyusun
kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan
stabilitas nasional guna mempercepat proses
pembangunan bangsa. Melalui Ketetapan MPRS No.
XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugaskan oleh
MPRS untuk membentuk Kabinet Ampera. Akibatnya muncul dualisme
kepemimpinan nasional.
Berdasarkan Keputrusan Presiden No. 163 tanggal
25 Juli 1966 dibentuklah Kabinet Ampera.Dalam
kabinet baru tersebut Soekarno tetap sebagai
presiden dan sekaligus menjabat sebagai pimpinan
kabinet. Tetapi ketika kabinet Ampera dirombak pada tanggal 11 Oktober 1966,
jabatan Presiden
tetap dipegang Soekarno, dan Letjen Soeharto
diangkat sebagai perdanamenteri yang memiliki
kekuasaan eksekutif dalam kabinet Ampera yang
disempurnakan. Sesuai dengan Ketetapan MPRS No.

XIII/MPRS/1966, menyebabkan kekuasaan pemerintahan di tangan Soeharto


semakin besar
sejak awal tahun 1967. Pada 10 Januari 1967[rujukan?] Presiden Soekarno
menyerahkan Pelengkap pidato pertanggungjawaban presiden
yang disebut PelNawaksara, tidak diterima oleh
MPRS berdasarkan Keputusan Pimpinan MPRS No.
13/B/1967. Dan pada tanggal 20 Februari
diumumkan tentang penyerahan kekuasaan kepada
pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. Sebagai tindak lanjut lembaga
tertinggi Negara ini
mengeluarkan Ketetapan No. XXXIII/MPRS/1967
tertanggal 12 Maret 1967, yang secara resmi
mencabut seluruh kekuasaan pemerintahan Negara dari Presiden
Soekarno[rujukan?], dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden
Republik
Indonesia. Dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS
itu, situasi konflik yang telah menyebabkan
terjadinya instabilitas politik nasional dapat teratasi.
Dan pada tanggal 27 Maret 1968 Soeharto diangkat
sebagai presiden Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS No.
XLIV/MPRS/1968, sampai presiden baru hasil pemilu ditetapkan.[rujukan?]
Langkah-langkah yang dilakukan adalah: [rujukan?] Pembentukan Kabinet
Pembangunan Kabinet pertama pada masa peralihan kekuasaan
adalah Kabinet Ampera dengan tugasnya Dwi Darma Kabinat Ampera yaitu
menciptakan stabilitas politik dan stabilitasekonomi sebagai
persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional.[rujukan?] Program
Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur Karya Kabinet Ampera
yakni[rujukan?] Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di
bidang sandang dan pangan Melaksanakan pemilihan umum dalam batas
waktu yang ditetapkan, yaitu tanggal 5 Juli 1968 Melaksanakan politik luar negeri
yang bebas
aktif untuk kepentingan nasional Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan
kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya Setelah MPRS pada
tanggal 27 Maret 1968 menetapkan Soeharto sebagai presiden RI untuk

masa jabatan lima tahun, maka dibentuklah Kabinet Pembangunan dengan


tugasnya yang
disebut Panca Krida yang meliputi: 1. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
2. Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum 3. Mengikis habis sisa-sisa
Gerakan 30 September 4. Membersihkan aparatur Negara di pusat dan
daerah dari pengaruh PKI. Pembubaran PKI dan Organisasi massanya Dalam
rangka menjamin keamanan, ketenangan,
serta stabilitas pemerintahan, Soeharto sebagai
pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:[rujukan?] Membubarkan
PKI pada tanggal 12 Maret 1966
yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX/
MPRS/1966 Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di
Indonesia Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15
orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965.
Penyederhanaan Partai Politik Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan
umum yang pertama pada masa Orde Baru
pemerintahan pemerintah melakukan
penyederhaan dan penggabungan (fusi) partaipartai politik menjadi tiga kekuatan social politik.
Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak
didasarkan pada kesamaan ideology, tetapi lebih atas persamaan program.
Tigakekuatan social politik itu adalah:[rujukan?] Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan
PERTI Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI,
Partai Katolik,
Partai Murba, IPKI, dan Parkindo Golongan Karya Penyederhanaan partai-partai
politik ini dilakukan
pemerintah Orde Baru dalam upayamenciptakan
stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan
sebelumnya telah memberikan pelajaran, bahwa
perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama, karena adanya perbedaan ideologi
politik dan

ketidakseragaman persepsiserta pemahaman


Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di
Indonesia. Pemilihan Umum Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil
melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu
tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang
diselenggarakan selama
masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu
memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu.[rujukan?] Pada Pemilu
1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan
Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51 % dengan
perolehan 325 kursi di DPR, dan PPP memperoleh 5,43 %dengan peroleh 27
kursi.[rujukan?] Dan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara hanya
mendapat11 kursi. Hal disebabkan adanya konflik
intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut,
dan PDI pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati
Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP .Penyelenggaraan Pemilu yang
teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik.[rujukan?]
Apalagi Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan
rahasia). Namun dalamkenyataannya Pemilu
diarahkan untuk kemenangan salah satu kontrestan
Pemilu yaituGolkar.Kemenangan Golkar yang selalu
mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu
1997 menguntungkan pemerintah di mana perimbangan suara di MPR dan DPR
didominasi oleh
Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto
menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam
periode, karena pada masa Orde Baru presiden
dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap

pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari


pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.[rujukan?]
Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah
Orde Baru memberikan peran ganda kepada ABRI,
yaitu peran Hankam dan sosial. Peran ganda ABRI ini
kemudian terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI.
Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI
karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang
tentara. Kedudukan TNI dan
POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan
DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan tanpa melalui
Pemilu.[rujukan?] Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari
ABRI didasarkan pada fungsinya sebagai stabilitator
dan dinamisator.Peran dinamisator sebanarnya
telah diperankan ABRI sejak zaman Perang
Kemerdekaan. Waktu itu Jenderal Soedirman telah
melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pimpinan
pemerintahan telah ditahan
Belanda. Demikian juga halnya yang
dilakukanSoeharto ketika menyelamatkan bangsa
dari perpecahan setelah G 30 S PKI,
yangmelahirkankan Orde Baru. Boleh dikatakan
peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada posisiyang terhormat dalam
percaturan politik bangsa selama ini.[rujukan?] Pedomanan Pengahayatan dan
Pengamalan
Pancasila (P4) Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan
gagasan mengenai pedoman untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang
terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa
atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).[rujukan?] Untuk
mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara
murni dan konsekuen, maka sejak

tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh


pada semua
lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan
membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga
dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan
dan kesatuan nasional akan terbentuk dan
terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat
akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
[rujukan?] Dan sejak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas
tunggal dan kehidupan berorganisasi. Semua
bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak
Pancasila sebagai
sebagai asas tunggal merupakan pengkhianatan
terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu
bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi bagian dari sistem
kepribadian, sistem budaya, dan
sistem sosial masyarakat Indonesia. Pancasila
merupakan prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh
karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan
dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi
Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi Pancasila, dan
sebagainya.
Dan Pancasila dianggap memiliki kesakralan
(kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.[rujukan?] Penataan Politik Luar
Negeri Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia
yang bebas aktif kembali dipulihkan. Dan MPR
mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi
landasan politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan
politik luar negeri Indonesia harus didasarkan

kepada kepentingannasional, seperti pembangunan nasional, kemakmuran


rakyat, kebenaran, serta keadilan.[rujukan?] Kembali menjadi anggota PBB Pada
tanggal 28 Desember 1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB).
Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB
dikarenakan pemerintah sadar bahwa banyak
manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 19551964.[rujukan?] Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB
disambut baik oleh negara-negara Asia lainnya
bahkan oleh PBB sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan
dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa siding tahun
1974. Dan Indonesia
juga memulihkanhubungan dengan sejumlah negara
seperti India, Thailand, Australia, dan negara-negara lainnya yang sempat
renggang akibat politik
konfrontasi Orde Lama. Normalisasi Hubungan dengan Negara lain Pemulihan
Hubungan dengan Singapura Dengan perantaraan Dubes Pakistan untuk
Myanmar, Habibur Rachman, hubungan Indonesia dengan Singapura berhasil
dipulihkan kembali.[rujukan?] Pada tanggal 2 Juni 1966 pemerintah Indonesia
menyampaikan nota
pengakuan atas Republik Singapura kepada Perdana Menteri Lee Kuan Yew .
[rujukan?] Dan pemerintah Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan
untuk mengadakan hubungan diplomatik dengan
Indonesia. Pemulihan Hubungan dengan Malaysia Penandatanganan persetujuan
normalisasi hubungan Indonesia- Malaysia Normalisasi hubungan Indonesia
dengan Malaysia
dimulai dengan diadakannya perundingan di
Bangkok pada 29 Mei- 1 Juni 1966 yang
menghasilkan Perjanjian Bangkok. Isi perjanjian tersebut adalah:[rujukan?]
Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah
merekaambil
mengenai kedudukan mereka dalam Federasi
Malaysia. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui
pemulihan hubungan diplomatik. Tindakan permusuhan antara kedua belah
pihak

akan dihentikan. Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan


persetujuan pemulihan hubungan IndonesiaMalaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam Malik (Indonesia) dan Tun Abdul
Razak (Malaysia). Pembekuan Hubungan dengan RRC Pada tanggal 1 Oktober
1967 Pemerintantah
Republik Indonesia membekukan hubungan
diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC). Keputusan tersebut dilakukan
karena RRC telah
mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dengan
cara memberikan bantuan kepada G 30 S PKI baik
untuk persiapan, pelaksanaan, maupun sesudah terjadinya pemberontakan
tersebut.[rujukan?] Selain itu pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan
tindakan teror yang dilakukan orang-orang Cina
terhadap gedung, harta, dan anggota-anggota
Keduataan Besar Republik Indonesia di Peking.
Pemerintah RRC juga telah memberikan
perlindungan kepada tokoh-tokoh G 30 S PKI di luar negeri, serta secara terangterangan menyokong
bangkitnya kembali PKI. Melalui media massanya RRC telah melakukan
kampanye menyerang Orde
Baru. Dan pada 30 Oktober 1967 Pemerintah
Indonesia secara resmi menutup Kedutaan Besar di Peking.[rujukan?] Penataan
Kehidupan Ekonomi Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi Untuk mengatasi
keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama,
pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah: Memperbaharui kebijakan
ekonomi, keuangan,
dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Ketetapan MPRS No.
XXIII/MPRS/1966. [rujukan?] MPRS mengeluarkan garis program pembangunan,
yakni program penyelamatan,
program stabilisasi dan rehabilitasi. Program pemerintah diarahkan pada upaya
penyelamatan ekonomi nasional, terutama
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud
dengan stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan

inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak


terus. Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan
prasarana ekonomi. Hakikat
dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi
berencana yang menjamin berlangsungnya
demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila. Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada
Ketetapan MPRS
tersebut adalah: Mendobrak kemacetan ekonomi dan
memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan
kemacetan. Adapun yang menyebabkan
terjadinya kemacetan ekonomi tersebut adalah: 1. Rendahnya penerimaan
negara. 2. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara. 3. Terlalu banyak dan
tidak efisiennya ekspansi kredit bank. 4. Terlalu banyak tunggakan hutang luar
negeri. 5. Penggunaan devisa bagi impor yang sering
kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana. Debirokrasi untuk memperlancar
kegiatan
perekonomian Berorientasi pada kepentingan produsen kecil Untuk
melaksanakan langkah-langkah
penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru menempuh cara-cara :
[rujukan?] Mengadakan operasi pajak Melaksanakan sistem pemungutan pajak
baru,
baik bagi pendapatan perorangan maupun
kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri
dan menghitung pajak orang. Menghemat pengeluaran pemerintah
(pengeluaran konsumtif dan rutin), serta
menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara. Membatasi kredit bank dan
menghapuskan
kredit impor. Program stabilsasi ini dilakukan dengan cara
membentung laju inflasi. Dan pemerintah Orde Baru
berhasil membendung laju inflasi pada akhir tahun 1967-1968, tetapi harga
bahan kebutuhan pokok naik melonjak. Sesudah dibentuk Kabinet

Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah


mengalihkan kebijakan ekonominya pada
pengendalian yang ketat terhadap gerak harga
barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta
asing. Sejak saat itu ekonomi nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahanbahan pokok dan
valuta asing sejak tahun 1969 dapat dikendalikan pemerintah.[rujukan?]
Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha
memulihkan kemampuan berproduksi. Selama
sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde
Lama, Indonesia mengalami kelumpuhan dan
kerusakan pada prasarana social dan ekonomi.
Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan
dan dijadikan alat
kekuasaan oleh golongan dan kelompok
kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga (negara)
tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai
penyusun perbaikan tata kehidupan rakyat.[rujukan?] Kerjasama Luar Negeri
Pertemuan Tokyo Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat
parah, pemerintahan Orde Lama juga mewariskan
utang luar negeri yang sangat besar yakni mencapai
2,2-2,7 miliar, sehingga pemerintah Orde Baru
meminta negara-negara kreditor untuk dapat
menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 September
1966 pemerintah Indonesia mengadakan perundingan dengan negara-negara
kreditor di Tokyo.[rujukan?] Pemerintah Indonesia akan melakukan usaha
bahwa devisa ekspor yang diperoleh Indonesia
akan digunakan untuk membayar utang yang
selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahanbahan baku. Hal ini mendapat tanggapan baik dari

negara-negara kreditor. Perundinganpun dilanjutkan di Paris, Perancis dan


dicapai kesepakatan sebagai berikut[rujukan?] 1. Pembayaran hutang pokok
dilaksanakan selama
30 tahun, dari tahun 1970 sampai dengan 1999. 2. Pembayaran dilaksanakan
secara angsuran,
dengan angsuran tahunan yang sama besarnya. 3. Selama waktu pengangsuran
tidak dikenakan
bunga. 4. Pembayaran hutang dilaksanakan atas dasar
prinsip nondiskriminatif, baik terhadap negara
kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan
kredit. Pertemuan Amsterdam Pada tanggal 23-24 Februari 1967 diadakan
perundingan di Amsterdam, Belanda yang bertujuan membicarakan kebutuhan
Indonesia akan bantuan
luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan
dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal
dengan IGGI (Intergovernmental Group for Indonesia). Pemerintah Indonesia
mengambil
langkah tersebut untuk memenuhi kebutuhannya
guna pelaksanaan program-program stabilisasi dan
rehabilitasi ekonomi serta persiapan-persiapan pembangunan.[rujukan?] Di
samping mengusahakan bantuan luar negeri tersebut, pemerintah juga
berusaha dan telah berhasil mengadakan
penangguhan serta memperingan syarat-syarat
pembayaran kembali (rescheduling) hutang-hutang peninggalan Orde Lama.
[rujukan?] Melalui pertemuan tersebut pemerintah Indonesia berhasil
mengusahakan bantuan luar negeri. Pembangunan Nasional Trilogi
Pembangunan Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa
Indonesia, maka langkah selanjutnya yang ditempuh
pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan
pembangunan nasional. Pembangunan nasional
yang diupayakan pemerintah waktu itu
direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka
Panjang.[rujukan?] Pambangunan Jangka Pendek dirancang melalui

Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita


memiliki misi pembangunan dalam rangka
mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka
Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah
rangkaian upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang
meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat,
bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional
dilaksanakan dalam upaya mewujudkan tujuan
nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yaitu:[rujukan?] 1.
Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
Indonesia 2. Meningkatkan kesejahteraan umum 3. Mencerdaskan kehidupan
bangsa 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang
dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman
pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur
Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut
adalah kesejahteraan bagi semua lapisan
masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi
Pembangunan adalah :[rujukan?] 1. Pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya
menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat. 2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. 3. Stabilitas nasional
yang sehat dan dinamis. Dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan
pemerintah Orde Baru adalah:[rujukan?] 1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan
pokok
rakyat khususnya pangan, sandang dan
perumahan. 2. Pemerataan memperoleh kesempatan

pendidikan dan pelayanan kesehatan 3. Pemerataan pembagian pendapatan. 4.


Pemerataan kesempatan kerja 5. Pemerataan kesempatan berusaha 6.
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam
pembangunan, khususnya bagi generasi muda
dan kaum wanita. 7. Pemerataan penyebaran pembangunan di
seluruh wilayah Tanah Air 8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Pelaksanaan Pembangunan Nasional Seperti telah disebutkan di muka bahwa
Pembangunan nasional direalisasikan melalui
Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan
Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek
dirancang melalui program Pembangunan Lima
Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah melaksanakan enam
Pelita yaitu: [rujukan?] Pelita I Pelita I dilaksanakan mulai 1 April 1969 sampai 31
Maret 1974, dan menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan
Pelita I
adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan
sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah
pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan
rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya
adalah
pembangunan bidang pertanian sesuai dengan
tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi
melalui proses pembaharuan bidang pertanian,
karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
[rujukan?] Pelita II Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31
Maret 1979. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang,
perumahan,
sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan
memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita
II dipandang cukup berhasil. Pada awal
pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan

pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat
Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.[rujukan?] Pelita III Pelita III dilaksanakan pada
tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984.[rujukan?] Pelaksanaan Pelita III
masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan,
dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan
yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan. Pelita IV Pelita IV dilaksanakan
tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret 1989. Titik berat Pelita IV ini adalah sektor
pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Dan di
tengah berlangsung pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980
terjadi resesi.[rujukan?] Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan
ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan
moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional
dapat berlangsung terus. Pelita V Pelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret
1994. Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada
sector pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi
ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik,
dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun.[rujukan?] Posisi
perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.
Peningkatan ekspor lebih baik dibanding
sebelumnya. Pelita VI Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999.
Program pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan
pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian, serta peningkatan kualitas
sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak pembangunan.[rujukan?] Namun
pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam
negeri yang
mengganggu perekonomian telah menyebabkan
proses pembangunan terhambat, dan juga
menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru. Warga Tionghoa Warga
keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga
keturunan

dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia


dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung
juga menghapus hakhak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek,
dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan
oleh komunitas Tionghoa Indonesia
terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa
tradisional karena pelarangan sama sekali akan
berdampak pada resep obat yang mereka buat yang
hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin.[rujukan?] Mereka pergi hingga ke
Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung
Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan
bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak
menghimpun kekuatan untuk memberontak dan
menggulingkan pemerintahan Indonesia. Satu-satunya surat kabar berbahasa
Mandarin yang
diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang
sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia.
Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia
dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga
di sana. Agama
tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan
pemerintah. Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga
Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai
kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat
Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air.
[rujukan?] Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan
dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang
tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan
oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan[rujukan?].
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik
praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari

dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.[rujukan?] Konflik


Perpecahan Pasca Orde Baru Di masa Orde Baru pemerintah sangat
mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap
hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan
dan kesatuan
bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh
pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat
penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke
Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya.[rujukan?] Namun dampak
negatif yang tidak diperhitungkan
dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi
terhadap penduduk setempat dan kecemburuan
terhadap penduduk pendatang yang banyak
mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan
bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa
di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu
orang Jawa. Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka
antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di
Kalimantan. [1] Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa
diperlakukan tidak adil dalam pembagian
keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga
diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para
transmigran. Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru Perkembangan GDP per
kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah
mencapai lebih dari AS$1.565[rujukan?] Sukses transmigrasi Sukses KB Sukses
memerangi buta huruf Sukses swasembada pangan Pengangguran minimum
Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima
Tahun) Sukses Gerakan Wajib Belajar Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
Sukses keamanan dalam negeri Investor asing mau menanamkan modal di
Indonesia Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam
negeri[rujukan?] Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru [rujukan?] 1.
Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme 2. Pembangunan Indonesia yang tidak
merata dan
timbulnya kesenjangan pembangunan antara
pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena

kekayaan daerah sebagian besar disedot ke


pusat 3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah
daerah karena kesenjangan pembangunan,
terutama di Aceh dan Papua 4. Kecemburuan antara penduduk setempat
dengan para transmigran yang memperoleh
tunjangan pemerintah yang cukup besar pada
tahun-tahun pertamanya 5. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan
pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan
si miskin) 6. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non
pribumi (terutama masyarakat Tionghoa) 7. Kritik dibungkam dan oposisi
diharamkan 8. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh
banyak koran dan majalah yang dibredel 9. Penggunaan kekerasan untuk
menciptakan
keamanan, antara lain dengan program
"Penembakan Misterius" 10. Tidak ada rencana suksesi (penurunan
kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya) 11. Menurunnya kualitas
birokrasi Indonesia yang
terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini
kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa
birokrasi yang efektif negara pasti hancur.[rujukan?] 12. Menurunnya kualitas
tentara karena level elit
terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang
memperhatikan kesejahteraan anak buah. 13. Pelaku ekonomi yang dominan
adalah lebih dari
70% aset kekayaaan negara dipegang oleh
swasta Krisis finansial Asia Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis
keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia ), disertai
kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan
komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh.[rujukan?]Rupiah jatuh, inflasi
meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin para

mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di


tengah gejolak kemarahan massa yang meluas,
Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR
melantiknya untuk masa bakti ketujuh.[rujukan?] Soeharto kemudian memilih
sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pasca-Orde Baru Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat
dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan " Era
Reformasi".[rujukan?] Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di
jajaran
pemerintahan pada masa Reformasi ini sering
membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde
Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era
Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut
sebagai "Era Pasca Orde Baru". Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya
Timor Timur, transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar
dibandingkan
negara lain seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.[rujukan?] Hal ini tak lepas dari
peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang terbukti lebih kokoh
dan kuat menghadapi
perubahan zaman.

Anda mungkin juga menyukai