Etika Profesi Ok
Etika Profesi Ok
ETIKA PROFESI
Dr Tanudjaja, SH,CN,MH.*
literatur:
(1)Dr. Shidharta,SH,Mhum., Moralitas Profesi Hukum (suatu tawaran
kerangka berpikir), Refika Aditama, Bandung, 2006.
(2)Prof.Abdulkadir Muhammad,SH., Etika Profesi Hukum,Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001.
(3)Drs.Abdul Kadir Wahid,SH., Anang Sulistyono,SH., Etika Profesi
Hukum Dan Nuansa Tantangan Profesi Hukum Di Indonesia, Tarsito,
Bandung, 1997.
(4)I Gede A.B.Wiranata,SH,MH., Dasar-dasar Etika dan Moralitas
(Pengantar Kajian Etika Profesi Hukum), Citra Aditya Bakti, Bandung,
2005.
(5)Suhrawardi K.Lubis,SH., Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
2002.
(6)Hadi Herdiansyah dkk, Rekaman Proses
kehidupan
sehari-hari
ditengah-tengah
kehidupan
sosial
wejangan-wejangan,
khotbah-khotbah,
patokan-patokan,
moralitas
publik
banyak
ditentukan
oleh
pelaksanaan
meskipun
harus
mengacu
pada
kepentingan
sosial
ada pula sikap moral yang perlu direnungkan secara mendalam sebelum
ditetapkan menjadi suatu keputusan. Sikap moral itulah yang pada
umumnya dijadikan pedoman bagi manusia ketika mengambil suatu
tindakan. Renungan terhadap moralitas tersebut merupakan pekerjaan
etika. Dengan demikian,setiap manusia siapapun dan apapun profesinya
membutuhkan perenungan-perenungan atas moralitas yang terkait
dengan profesinya. Dalam konteks inilah lalu timbul suatu cabang etika
yang disebut etika profesi.
Etika merupakan hasil perenungan dari moralitas yang dirasakan perlu
adanya etika dalam kehidupan, karena merupakan kewajiban moral untuk
mewujudkan sesuatu yang baik baik bagi diri sendiri, kelompok,
masyarakat, maupun bangsa dan negara.
Pendapat Imanuel Kant, diterjemahkan oleh Lili Tjahjadi tentang
membedakan moralitas menjadi dua:
(1)moralitas hetronom, sikap dimana kewajiban ditaati dan dilaksanakan
bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena sesuatu yang
berasal dari luar kehendak sipelaku sendiri, misalnya karena mau
mencapai tujuan yang diinginkan ataupun karena perasaan takut pada
penguasa yang memberi tugas kewajiban itu;
(2)moralitas otonom, kesadaran manusia akan kewajiban yang ditaatinya
sebagai suatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sebagai hal
yang baik. Didalam moralitas otonom orang mengikuti dan menerima
hukum bukan lantaran mau mencapai tujuan yang diinginkannya taupun
lantaran takut pada penguasa, melainkan itu dijadikan kewajiban sendiri
berkat nilainya yang baik. Moralitas demikian menurut Kant disebut
sebagai otonom kehendak yang merupakan prinsip tertinggi moralitas,
keanekaragaman
gaya
hidup
dan
banyak
kepribadian.
daerah asal yang bervariasi, agama berbeda, dan sebagainya. Kita ada
ditengah-tengah pandangan mengenai etika dan moral yang beraneka
ragam bahkan tidak jarang saling bertentangan sehingga kita bingung
mengikuti moralitas yang mana. Untuk menentukan pilihan itulah perlu
refleksi kritis etika.
2.Kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang kian lama
menuju modernisasi. Meski masih belum dijumpai batasan baku tentang
makna modernisasi, konsep ini membawa perubahan besar dalam
struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang akibatnya menentang
pandangan-pandangan moral tradisional.
3.Proses perubahan sosial budaya dan moral ternyata tidak jarang
digunakan berbagai pihak untuk memancing di air keruh. Adanya
pelbagai ideologi yang ditawarkan sebagai penuntun hidup, masingmasing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus
hidup. Etika dapat dijadikan tatanan untuk mengkritisi secara objektif
dan memberi penilaian agar tidak mudah terpancing, tidak naif, atau
ekstrem untuk cepat-cepat menolak hanya karena masih relatif baru dan
belum biasa.
4.Etika juga diperlukan oleh kaum agama yang disatu pihak menemukan
dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, dilain pihak
sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup
diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah
itu
Refleksi kritis etika tidak hanya untuk menentukan moralitas mana yang
dipakai karena terdapat norma yang bertentangan. Refleksi kritis etika
merupakan alat untuk memecahkan permasalahan moral, seperti
(mengkaji
tentang
kesusilaan
dalam
tantanan
hidup
kenegaraan).
Filosofia produktiva (pencipta) (filsafat yang mengkaji dan membimbing
serta menuntun manusia tentang pengetahuan sehingga menjadikan
manusia produktif melalui sebuah ketrampilan yang bersifat khusus).
Aristoteles merupakan tokoh filsafat yang menempatkan etika sebagai
pembahasan utama dalam tulisannya Ethika Nichomachela dengan
pendapatnya, tata pergaulan dan penghargaan seorang manusia, yang
tidak didasarkan oleh egoisme atau kepentingan individu, akan tetapi
didasarkan kepada hal-hal yang alruistik, yaitu memperhatikan orang
lain.
Menurut Srisumantri yang dikutip dari Liliana, filsafat dalam
perkembangannya antara lain mencakup:
1.epistimologi (filsafat pengetahuan);
problema-problema
dan
tipe-tipe
argumen
yang
memandang kerja itu sekedar untuk memenuhi nafkah, namun ada pula
yang memandang kerja sebagai upaya menggapai kedudukan dan
kehormatan. Orientasi nilai budaya ketiga dari hakikat kerja adalah
bahwa bekerja merupakan upaya terus menerus untuk berkarya yakni
dengan mencapai hasil yang lebih baik dan lebih baik lagi.
Thomas Aquinas berpendapat, perwujudan kerja mempunyai empat
tujuan sebagai berikut:
1.dengan bekerja, orang dapat memenuhi apa yang menjadi
kebutuhan hidup sehari-harinya;
2.dengan adanya lapangan kerja, maka pengangguran dapat
dihapuskan/dicegah. Ini juga berarti bahwa dengan tidak adanya
pengangguran,maka kemungkinan timbulnya kejahatan dapat
dihindari pula;
3.dengan surplus hasil kerjanya, manusia juga dapat berbuat amal
bagi sesamanya;
4.dengan kerja orang dapat mengontrol atau mengendalikan gaya
hidupnya.
Profesi oleh berbagai ahli diartikan sebagai pekerjaan dengan
keahlian khusus menuntut pengetahuan tinggi, dengan berbagai pelatihan
khusus.
Menurut pendapat Brandels yang dikutip oleh A.Pattern Jr, dikutip dari
Supriadi, untuk dapat disebut sebagai profesi,pekerjaan itu sendiri harus
mencerminkan adanya dukungan yang berupa:
1.ciri-ciri
anggota
organisasi/pelaku-pelaku
yang
sama-sama,
otonomi
dalam
melaksanakan
pekerjaan
mereka,dan
pekerjaan itu tidak amat dimengerti oleh masyarakat yang lebih luas;
5)secara publik dimuka umum mengucapkan janji untuk memberi
bantuan kepada mereka yang membutuhkan dan akibatnya mempunyai
tanggung jawab dan tugas khusus.
sosial
kemasyarakatan,
kemudian
berpengaruh
pada
1.dasar
ilmiah
berupa
ketrampilan
untuk
merumuskan
sesuatu
memungkinkan
dipupuknya
hubungan
pribadi
dalam
persoalan,
tidak
mementingkan
diri
sendiri,
tidak
otoritas
kekuasaan.
Sebagai
contoh
seorang
terdakwa
Karena interaksi ini, profesi hukum bukan lagi profesi yang bebas
nilai. Ia juga bukan profesi yang demikian eksklusifnya yang berdiri
diatas menara gading dan karena itu memiliki sistem nilai yang secara
ekstrem berbeda dengan nilai-nilai masyarakat pada umumnya. Profesi
hukum adalah profesi yang berintegrasi dengan masyarakat luas,
sehingga nilai-nilai yang dianggap baik oleh masyarakat juga harus
dijadikan ukuran dalam etika profesi tersebut, demikian pula sebaliknya.
UBI JUS INCERTUM,IBI JUS NULLUM ><SUMMUN IUS SUMMA
INJURIA.
Kaum legisme= asas hukum harus ditegakkan, sedangkan kaum
realisme=kepastian hukum dikejar akan melukai hukum membuat hukum
menjadi kaku karena menggeneralisir semua keadaan.
Etika profesi harus dinamis mengikuti perkembangan masyarakat sesuai
dengan dengan prinsip-prinsip moral yang berkembang dan hidup di
masyarakat, karena logika dari terbentuknya hukum karena kehendak
masyarakat guna kepentingan masyarakat. Cicero mengemukakan
dimana ada masyarakat disana pasti ada hukum (ubi societas ibi ius).
Beberapa nilai moral profesi hukum yang harus mendasari
kepribadian profesional hukum sebagai berikut:
1)kejujuran. Faktor kejujuran memegang kendali yang terbesar untuk
mengarah pada profesional karena profesi mempunyai keahlian
khusus,sedangkan masyarakat (orang awam) tidak/kurang memahami
dapat dengan mudah menjadi obyek pembohongan/ penipuan;
2)bersikap apa adanya. Mempunyai pengertian menghayati dan
menunjukkan diri dengan apa adanya, berani memberi nasihat kepada
klien sesuai dengan kondisi hukum klien
Merupakan
keberanian
untuk
bersikap
dalam
terhadap
diri
sendiri.
Penyandang
profesi
memiliki
terhadap
masyarakat.
Masyarakat
dapat
memperoleh
dapat
berjalan
dengan
maksimal
maka
mekanisme
tidak dapat digantikan oleh tanggung gugat secara hukum, bahkan moral
pertanggungjawabannya diwakilkan pada kode etik melalui Dewan
Kehormatan. Terdapat pertanggungjawaban lain yang tidak dapat
terselesaikan yaitu tanggung jawab hati nurani serta dampaknya terhadap
nama baik penyandang profesi.
7. ETIKA BERKAITAN DENGAN HUKUM
Etika merupakan bagian dari filsafat yang selalu berupaya menuju
pada kebaikan kehidupan manusia baik secara lahir maupun batin,
sedangkan hukum untuk mengatur tata kehidupan manusia baik individu,
kelompok maupun masyarakat/publik, sehingga hak orang lain tidak
berbenturan dengan hak orang lain serta adanya keseimbangan antara hak
dan kewajiban.
Paul Scholten menyatakan, bahwa baik hukum maupun moral (etika)
kedua-duanya mengatur perbuatan-perbuatan manusia sebagai manusia.
Keduanya sama, yaitu mengatur perbuatan-perbuatan kita.
Hukum dan etika memiliki nilai kemanfaatan yang sama yaitu mencitacitakan tertib kehidupan masyarakat serta memberi jawaban atas
kebutuhan keadilan masyarakat dengan penegakan nilai-nilai kebenaran.
Etika dalam perkembangannya dikodifikasikan dalam bentuk kode etik
oleh setiap kelompok sosial bahkan didukung berlakunya oleh peraturan
perundangan sehingga kode etik itu sendiri bukanlah etika pada
umumnya tetapi menyatu dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Meskipun demikian tetap memberikan nuansa yang berbeda dari segi
sanksi yang dijatuhkan bila terjadi pelanggaran. Sanksi pelanggaran kode
etik sesuai dengan kesepakatan kelompok yang dituangkan dalam kode
etik, pada umumnya dalam bentuk sanksi administratif. Kewenangan atas
keputusan melebihi sanksi administratif merupakan kewenangan
dari anggota-anggota
konsumen,
melarang
pelaku
usaha
periklanan
PENGAWASAN
PROFESI
SERTA
TERHADAP
PENINDAKAN
PENYANDANG
ORGANISASI
PROFESI
YANG
pembagian
kerja,
kekuasaan,
dan
akan tetapi letak perbedaan pada tujuan dari suatu organisasi terpengaruh
oleh latar belakang dari sejarah perkembangannya, karena mendapat
pengaruh dari fungsi profesi berdasarkan kondisi jaman yang tidak lain
memiliki perbedaan atas kebutuhan masyarakat atas fungsi profesi itu
sendiri.
Terbentuknya beberapa Organisasi profesi hukum menimbulkan dilema
dalam penegakan etika profesi, karena setiap organisasi profesi memiliki
Kode Etik masing-masing. Anggota dari suatu organisasi dapat pindah ke
organisasi lain apabila akan dijatuhi sanksi dari organisasinya, sehingga
penegakan etika profesi hanya sebagai wacana ataupun cita-cita dari
organisasi profesi. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Shidarta
sebagai berikut:
secara jujur harus diakui, bahwa pengembangan etika profesi
hukum di Indonesia kurang berjalan dengan baik dalam dunia
hukum kita. Banyak pelanggaran etika profesi yang tidak mendapat
penyelesaian secara tuntas, bahkan terkesan didiamkan. Lembaga
semacam Dewan atau Majelis Pertimbangan Profesi yang bertugas
menilai pelanggaran etika masih belum berwibawa dimata para
anggotanya. Kondisi demikian menyebabkan bahan kajian etika
profesi hukum di Indonesia menjadi sangat kering dan berhenti
pada ketentuan-ketentuan normatif yang abstrak. Padahal kajian ini
pasti akan lebih menarik jika dibentangkan bersama contoh kasus
nyata yang dihadapi para fungsionaris hukum kita. Munculnya
berbagai organisasi profesi sejenis dengan Kode Etiknya sendirisendiri, semakin mengurangi nilai kajian ini dimata orang-orang
yang mempelajari etika profesi hukum.
1.standar-standar
etika
menjelaskan
dan
menetapkan
merupakan
pelanggaran
terhadap
Kode
Etik.
Sedemikian
Lubis sebagai berikut: dengan demikian, tempat Kode Etik itu adalah
dalam perangkat hukum khusus yang memang mempunyai karakteristik
khusus, akan tetapi mempunyai fungsi penting di dalam masyarakat
profesi, karena rasa hormat terhadap etika profesi inilah yang
memelihara kredibilitas profesi itu dimata masyarakat.
Kredibilitas profesi Advokat dimasyarakat bukan semata-mata demi
kepentingan Advokat, tetapi harus dikembalikan pada tujuan keberadaan
Advokat yang terdiri dari berbagai kepentingan dan hal tersebut dapat
ditelaah dari sifat pemberlakuan Kode Etik. Sesuai yang dikemukakan
oleh Oemar Seno Adji bahwa:
Kode Etik sebagai wadah peraturan-peraturan perilaku yang
disepakati bersama oleh masyarakat profesi, pada umumnya
mengandung
hak-hak
dan
kewajiban-kewajiban
bagi
para
kultural
yang
kurang
mendukung
kultur
secara
berlebihan,
karena
pemahaman
dan
sebagai
dasar
bagi
supremasi hukum.
pada perkembangan dunia ilmu pengetahuan yang makin modern,
maka peran organisasi profesi makin luas demi kepentingan umum. Hal
tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Shidarta sebagai berikut:
organisasi profesi merupakan wadah penting untuk pembinaan
profesi. Pembinaan ini terutama ditujukan kepada manusia-manusia
yang menyandang profesi tersebut, yakni masyarakat atau
komunitas profesi. Setiap profesi selalu didukung oleh sistem nilai
yang dituangkan dalam standar kualifikasi dan kompetensi dari
penyandang profesi ini. Sistem nilai ini juga tercermin dari Kode
Etik profesi, anggaran dasar, dan anggaran rumah tangga organisasi
profesi, dan sebagainya. Sistem nilai tersebut juga hadir dalam
praktek keseharian yang dilakukan dalam hubungan antara para
penyandang profesi dengan para pengguna jasa mereka. Dengan
kata lain, sistem nilai ini mengejawantah sebagai budaya (kultur)
profesi, atau sebaliknya, penyandang profesi adalah pendukung
kebudayaan.
Peran organisasi profesi tidak hanya pengawasan dan penindakan,
akan tetapi
keberhasilan,
akan
tetapi
penyandang
profesi
apabila
dengan
kemampuan
intelektual
guna
menyelesaikan
TINGKAT
PERTAMA
OLEH
DEWAN
KEHORMATAN CABANG/DAERAH
1)Dewan Kehormatan menerima pengaduan tertulis disertai bukti,
kemudian menyampaikan kepada teradu paling lambat 14 hari;
2)Paling lambat 21 hari teradu memberi jawaban tertulis disertai bukti
surat, bila tidak memberi jawaban maka DPC/D menyampaikan
pemberitahuan kedua dengan peringatan apabila dalam waktu 14 hari
sejak tanggal surat peringatan tidak memberi jawaban dianggap
melepaskan hak jawabnya;
3)tidak ada jawaban dapat diputus tanpa kehadiran kedua belah pihak;
4)Jawaban yang diadukan diterima maka menetapkan hari sidang dengan
panggilan secara patut (3hari);
5)pengadu dan teradu harus hadir sendiri, dapat didampingi penasehat
serta berhak mengajukan saksi dan bukti;
6)sidang
pertama
Dewan
Kehormatan
menjelaskan
tata
cara
keras
(pelanggaran
berat,
mengulangi
dan/
tidak
organisasi
kewajiban-kewajiban
terutama
kewajiban
oleh
perkumpulan,
menghormati,
mematuhi,
suasana
kekeluargaan
dan
kebersamaan
dalam
dengan
mencantumkan
nama
dan
jabatannya,
- kegiatan sponsor.
d)Bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum;
e)menandatangani akta yang minutanya dibuat pihak lain;
f)mengirimkan minuta untuk ditandatangani klien;
g)berusaha atau berupaya klien notaris lain berpindah kepadanya;
h)memaksa klien agar membuat akta kepadanya;
i)melakukan usaha-usaha persaingan tidak sehat;
j)menetapkan honorarium lebih rendah dari penetepan perkumpulan;
k)mempekerjakan karyawan kantor notaris lain tanpa persetujuan;
l)menjelaskan dan atau mempersalahkan rekan notaris atau akta yang
dibuatnya. Kesalahan serius membahayakan klien notaris wajib
memberitahukan kepada rekan;
m)membentukkelompok rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan
tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi/lembaga;
n)menggunakan/mencantumkan gelar tidak sesuai dengan peraturan
perundangan;
o)melakukan pelanggaran terhadap kode etik, antara lain namun tidak
terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap:
-Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
-penjelasan pasal 19 ayat 2 undang-undang tentang Jabatan Notaris;
-sumpah jabatan Notaris;
p)Hal-hal menurut ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran rumah
Tangga atau keputusan organisasi profesi (INI).
5.PENGECUALIAN
Beberapa hal merupakan pengecualian tidak termasuk pelanggaran,
sebagai berikut:
PEMERIKSAAN
DAN
PENJATUHAN
SANKSI
PADA
TINGKAT PERTAMA:
a)dugaan pelanggaran kode etik baik diketahui oleh dewan Kehormatan
daerah/laporan dari Pengurus Daerah ataupun pihak lain kepada Dewan
Kehormatan Daerah, selambat-lambatnya 7 hari kerja harus segera
mengadakan sidang.
b)Ternyata ada dugaan kuat pelanggaran kode etik maka dalam 7 hari
kerja Dewan Kehormatan Daerah berkewajiban memanggil anggota;
c)Dewan Kehormatan Daerah akan memutuskan setelah mendengarkan
keterangan dan pembelaan teradu disertai dengan sanksinya;
d)Keputusan melanggar atau tidak melanggar selambat-lambatnya 15
hari kerja setelah tanggal sidang dimana notaris telah didengar
keterangan dan atau pembelaannya;
e)anggota dipanggil tidak datang tanpa kabar dalam waktu 7hari kerja,
maka panggilannya akan diulang 2 kali dengan jarak waktu 7 hari kerja;
f)setelah panggilan ketiga juga tidak datang tanpa kabar dengan alasan
apapun, maka Dewan Kehormatan Daerah akan bersidang dan
menentukan putusannya;
g)sanksi
pemberhentian
sementara
(schorsing)
atau
pemecatan
PEMERIKSAAN
DAN
PENJATUHAN
SANKSI
PADA
TINGKAT BANDING:
a)putusan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan
(onzetting) dari keanggotaan perkumpulan dapat dimohonkan banding
dalam waktu tiga puluh hari kerja setelah tanggal penerimaan putusan;
b)permohonan naik banding dikirim tercatat atau dikirim langsung ke
Dewan Kehormatan Wilayah tembusan Dewan Kehormatan Pusat,
pengurus pusat, wilayah,daerah;
c)Dewan Kehormatan Daerah dalam waktu 7 hari mengirim berkas
kepada Dewan kehormatan Pusat;
d)setelah diterima 7 hari Dewan Kehormatan Wilayah memanggil
anggota guna melakukan pembelaan,selanjutnya putusan dalam 30 hari
kerja;
e)anggota tidak hadir tanpa pertanggungjawaban diputus 7 hari setelah
Dewan kehormatan Wilayah menerima permohonan banding;
f)Dewan Kehormatan Wilayah mengirim putusannya tembusannya
dewan Kehormatan Daerah, pengurus wilayah, pengurus daerah dan
pengurus pusat INI pusat dalam waktu 7 hari kerja setelah putusan;
g)apabila
putusan
Dewan
Kehormatan Wilayah
karena
Dewan
11.
PEMERIKSAAN
DAN
PENJATUHAN
SANKSI
PADA
TINGKAT TERAKHIR
a)putusan penjatuhan sanksi pemecatan sementara atau pemecatan dari
keanggotaan perkumpulan dapat diajukan pemeriksaan tingkat terakhir
kepada Dewan kehormatan Pusat dalam waktu 30 hari kerja setelah
penerimaan surat putusan dewan Kehormatan Wilayah;
b)permohonan dengan surat tercatat atau langsung kepada Dewan
Kehormatan Pusat dan tembusannya kepada
Dewan Kehormatan