Polip Nasi
Polip Nasi
1.1 Definisi
Polip panjang, bertangkai; merupakan massa lunak, licin, bening / translusen
kadang keabuan / kemerahan.
Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga
hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Bentuk
menyerupai buah anggur, lunak dan dapat digerakkan. Polip timbul dari dinding
lateral hidung. Polip yang diakibatkan proses inflamasi biasanya bilateral (Schlosser
& Woodworth 2009; Mangunkusumo & Wardani 2007).
Polip nasi adalah suatu proses inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus
paranasi yang ditandai dengan adanya massa yang edematous pada rongga hidung
(Erbek et al,2007).
Polip nasi dapat pula didefinisikan sebagai kantong mukosa yang edema, jaringan
fibrosus, pembuluh darah, sel-sel inflamasi dan kelenjar (Tos & Larsen,2001).
Polip nasi muncul seperti anggur pada rongga hidung bagian atas, yang berasal dari
dalam kompleks ostiomeatal. Polip nasi terdiri dari jaringan ikat longgar, edema, selsel inflamasi dan beberapa kelenjar dan kapiler dan ditutupi dengan berbagai jenis
epitel, terutama epitel pernafasan pseudostratified dengan silia dan sel goblet
(Fokkens et al,2007).
1.2 Etiologi dan Patogenesis
Alergi ditengarai sebagai salah satu faktor predisposisi polip hidung karena mayoritas
polip hidung mengandung eosinofil, ada hubungan polip hidung dengan asthma dan
pemeriksaan hidung menunjukkan tanda dan gejala alergi. Suatu metaanalisis
menemukan 19% dari polip hidung mempunyai IgE spesifik yang merupakan
manifestasi alergi mukosa hidung (Kirtsreesakul, 2005).
Ketidakseimbangan vasomotor dianggap sebagai salah satu faktor predisposisi polip
hidung karena sebagian penderita polip hidung tidak menderita alergi dan pada
pemeriksaan tidak ditemukan alergen yang dapat mencetuskan alergi. Polip hidung
biasanya mengandung sangat sedikit pembuluh darah. Regulasi vaskular yang tidak
baik dan meningkatnya permeabilitas vaskular dapat menyebabkan edema dan
pembentukan polip hidung (Kirtsreesakul, 2005).
Fenomena Bernouilli terjadi karena menurunnya tekanan akibat konstriksi udara yang
mengalir melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada
daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terisap oleh tekanan negatif sehingga
mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan
mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit di kompleks ostiomeatal di
meatus media. Walaupun demikian polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung
atau sinus paranasi dan sering kali bilateral atau multiple.
Ruptur epitel mukosa hidung akibat alergi atau infeksi dapat mengakibatkan prolaps
lamina propria dari mukosa. Hal ini akan memicu terbentuknya polip hidung
(Kirtsreesakul, 2005).
Infeksi merupakan faktor yang sangat penting dalam pembentukan polip hidung. Hal
ini didasari pada percobaan yang menunjukkan rusaknya epitel dengan jaringan
granulasi yang berproliferasi akibat infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus atau Bacteroides fragilis (merupakan bakteri yang banyak
ditemukan pada rhinosinusitis) atau Pseudomonas aeruginosa yang sering ditemukan
pada cystic fibrosis (Lund, 1995).
Banyak teori yang menyatakan bahwa polip merupakan manifestasi utama dari
inflamasi kronis, oleh karena itu kondisi yang menyebabkan inflamasi kronis dapat
menyebabkan polip nasi. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan polip nasi
seperti alergi dan non alergi, sinusitis alergi jamur, intoleransi aspirin, asma, sindrom
Churg-Strauss (demam, asma, vaskulitis eosinofilik, granuloma), fibrosis kistik,
Primary ciliary dyskinesia, Kartagener syndrome (rinosinusitis kronis, bronkiektasis,
situs inversus), dan Young syndrome (sinopulmonary disease, azoospermia, polip
nasi).
Patogenesis polip nasi masih belum diketahui. Perkembangan polip telah
dihubungkan dengan inflamasi kronik, disfungsi sistem saraf autonom dan predisposisi
genetik. Berbagai keadaan telah dihubungkan dengan polip nasi, yang dibagi menjadi
rinosinusitis kronik dengan polip nasi eosinofilik dan rinosinuritis kronik dengan polip
nasi non eosinofilik, biasanya neutrofilik.
1.3 Klasifikasi
A. Bentuk
1. multiple paling sering dijumpai berasal dari sinus / selulae etmoidalis
2. soliter berasal dari sinus maksilaris
B. Jenis
1. seromucous : permukaan licin, lunak bila disentuh
2. fibroudimatus : permukaan lebih kasar, terasa padat bila disentuh
Insidense : > terutama dewasa muda, jarang pada anak
1.4 Gejala
1.
2.
3.
4.
5.