Anda di halaman 1dari 28

PENGANTAR MODEL INPUT OUTPUT

I.

PENDAHULUAN
Konsep keterpaduan program pembangunan ekonomi menjadi semakin
penting dalam era Pembangunan Jangka Panjang. Secara ideal, output dari
suatu program pembangunan bisa menjadi input bagi program pembangunan
lainnya. Program pembangunan yang bersifat ego-sektor semakin tidak
populer karena diyakini akan merugikan kepentingan pembangunan secara
keseluruhan.
Dalam perekonomian yang lebih luas, hubungan antar kegiatan
ekonomi juga menunjukkan keterkaitan yang semakin kuat dan dinamis.
Jenis-jenis kegiatan baru bermunculan untuk mengisi kekosongan mata rantai
kegiatan yang semakin panjang dan kait mengait. Kemajuan di suatu sektor
tidak mungkin dapat dicapai tanpa dukungan sektor-sektor lain. Begitu juga
sebaliknya, hilangnya kegiatan suatu sektor akan berdampak terhadap
kegiatan sektor lain. Berbagai hubungan antar-kegiatan ekonomi (interindustry relationship) selanjutnya dapat direkam dalam suatu instrumen yang
dikenal dengan model input-output (I-O).
Di Indonesia, Tabel I-O mulai dikenal pada akhir Pelita I. LIPI merupakan
lembaga yang pertama kali menyusun Tabel I-O untuk Indonesia, yaitu
dengan metode non-survai. Kemudian, Biro Pusat Statistik (BPS) bekerjasama
dengan Institute of Developing Economies (IDE) menyusun Tabel I-O
Indonesia untuk data tahun 1971 dengan menggunakan metode survai. Sejak
itu, BPS menyusun Tabel I-O Indonesia secara berkala setiap 5 tahun sekali
(BPS, 1995).
Pada awalnya, penggunaan model I-O untuk perencanaan dan analisis
ekonomi kurang dikenal oleh para analis dan praktisi perencana
pembangunan. Setelah melalui proses yang agak lama dan meningkatnya
kebutuhan untuk menggunakan Tabel I-O sebagai instrumen perencanaan
yang bersifat lintas sektoral maka penggunaan model I-O telah semakin
meningkat.
Dari sisi analisis ekonomi, model I-O juga telah banyak digunakan.
Untuk menyebut beberapa contoh: analisis dampak ekonomi sektor
pariwisata,
dampak
pertumbuhan
ekonomi
terhadap
penggunaan
sumberdaya alam, teknologi dan lingkungan merupakan analisis yang
menggunakan model Input-Output.

II.

KERANGKA DASAR MODEL INPUT-OUTPUT


Hubungan antara susunan input dan distribusi output merupakan teori
dasar yang melandasi model I-O. Secara sederhana, model I-O menyajikan
informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antarsatuan kegiatan ekonomi untuk suatu waktu tertentu yang disajikan dalam
bentuk tabel. Isian sepanjang baris menunjukkan alokasi output dan isian
menurut kolom menunjukkan pemakaian input dalam proses produksi .

Sebagai model kuantitatif, model I-O mampu memberi gambaran


menyeluruh tentang:
(1)

struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai


tambah masing-masing kegiatan ekonomi di suatu daerah

(2)

struktur input antara (intermediate input), yaitu penggunaan


barang dan jasa oleh kegiatan produksi di suatu daerah

(3)

struktur penyediaan barang dan jasa baik yang berupa produksi


dalam negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor, dan

(4)

struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh


kegiatan produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi,
investasi dan ekspor.

Kerangka dasar model I-O terdiri atas empat kuadran seperti disajikan
pada Gambar 1.
Kuadran I

Menunjukkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dan


digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi
di suatu perekonomian. Kuadran ini menunjukkan distribusi
penggunaan barang dan jasa untuk suatu proses produksi
sehingga
disebut
juga
sebagai
transaksi
antara
(intermediate transaction).

Kuadran II

Menunjukkan permintaan akhir (final demand) dan impor.


Permintaan akhir yaitu penggunaan barang dan jasa bukan
untuk proses produksi yang biasanya terdiri atas konsumsi
rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan
modal tetap bruto, perubahan persediaan (stock),
dan
ekspor.

Kuadran III

Memperlihatkan input primer dari sektor-sektor produksi,


yaitu semua balas jasa setiap faktor produksi yang biasanya
meliputi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak
tidak langsung neto.

Kuadran IV

Memperlihatkan input primer yang langsung didistribusikan


ke sektor-sektor permintaan akhir. Informasi ini digunakan
dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau dikenal
dengan sebutan data Social Accounting Matrix (SAM). Dalam
penyusunan Tabel I-O, kuadran ini tidak disajikan.

Gambar 1. Kerangka Dasar Model Input-Output


Kuadran I : Transaksi antar kegiatan
(nxn)

Kuadran II : Permintaan akhir


(nxm)

Kuadran III : Input primer sektor produksi

Kuadran IV : Input primer permintaan

Page 2 of 28

(pxn)

akhir
(pxm)

Tiap kuadran dinyatakan dalam bentuk matriks, masing-masing


dengan dimensi seperti tertera pada Gambar 1. Bentuk seluruh matriks ini
menunjukkan kerangka model I-O yang berisi uraian statistik mengenai
transaksi barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu
periode tertentu. Kumpulan sektor produksi pada kuadran pertama, yang
berisi kelompok produsen, memanfaatkan berbagai sumberdaya dalam
menghasilkan barang dan jasa yang secara makro disebut sebagai sistem
produksi. Sektor di dalam sistem produksi ini dinamakan sektor endogen.
Sedangkan sektor di luar sistem produksi, yaitu yang berada di kuadran
kedua, ketiga dan keempat dinamakan sektor eksogen. Dengan demikian,
dapat dilihat secara jelas bahwa model I-O membedakan dengan tegas sektor
endogen dengan sektor eksogen. Output, selain digunakan dalam sistem
produksi dalam bentuk permintaan antara, juga digunakan di luar sistem
produksi dalam bentuk permintaan akhir. Input yang digunakan dalam sistem
produksi ada yang berasal dari dalam sistem produksi berupa input antara
dan juga ada yang berasal dari luar sistem produksi yang disebut input
primer.
Tabel I-O pertama kali diperkenalkan oleh W. Leontief pada tahun 1930an. Tabel I-O adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi
barang dan jasa yang terjadi antar sektor produksi di dalam suatu ekonomi
dengan bentuk penyajian berupa matriks.
Angka-angka di dalam Tabel I-O menunjukkan hubungan dagang antar
sektor yang berada dalam perekonomian suatu wilayah. Setiap baris
menunjukkan secara rinci jumlah penjualan dari sebuah sektor, yang tertera
pada kolom penjual, ke berbagai sektor, yang tertulis di bawah label pembeli.
Karena sebuah sektor tidak menjual barangnya kepada semua sektor yang
ada, maka umum dijumpai angka nol dalam sebuah baris di dalam Tabel I-O.
Adapun kolom dalam Tabel I-O mencatat berbagai pembelian yang dilakukan
sebuah sektor terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor
yang ada di dalam wilayah tersebut. Jika angka-angka yang berada pada
kolom suatu sektor juga banyak dijumpai angka nol, hal ini karena sebuah
sektor tidak selalu membeli barang dan jasa dari seluruh sektor yang ada di
perekonomian negara tersebut.
Selain transaksi antar sektor, ada lagi beberapa transaksi yang dicatat
dalam sebuah Tabel I-O. Perusahaan-perusahaan di dalam suatu sektor
menjual hasil produknya ke konsumen (rumah-tangga), pemerintah, dan
perusahaan di luar negeri, ditambah lagi sebagian hasil produksi juga
dijadikan bagian dari investasi oleh sektor lainnya. Penjualan-penjualan yang
baru saja disebutkan ini dapat dikelompokkan ke dalam satu neraca yang
disebut konsumsi akhir. Dalam hal pembelian, selain barang dan jasa dari
berbagai sektor, perusahaan juga membutuhkan jasa tenaga kerja dan
memberikan kompensasi pada pemilik modal atau kapital. Pembayaran jasa

Page 3 of 28

kepada tenaga kerja dan pemilik modal disebut pembayaran untuk nilai
tambah. Selain itu perusahaan juga membeli barang dan jasa dari luar
negeri, dengan kata lain, perusahaan mengimpor barang dan jasa. Transaksi
impor barang dan jasa ini dicatat pada baris impor. Dengan demikian,
lengkaplah transaksi-transaksi perdagangan dari berbagai sektor yang ada di
dalam suatu negara. Secara sederhana simplifikasi dari Tabel I-O dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Simplifikasi Tabel Input Output


Sektor

Sektor Pembeli

Penjual

...

x11

x12

x21

x22

.
.

1
2
.
.
.
n
Nilai
Tambah
Impor
Total
Input

Konsumsi

Total

Akhir

Produksi

...

x1n

f1

X1

...

x2n

f2

X2

xn1

xn2

...

xnn

fn

Xn

V1

v2

...

vn

M1

m2

...

mn

X1

X2

...

Xn

Dari Tabel I-O pada Tabel 1 dapat dibuat dua persamaan neraca yang
berimbang:
n

ij

Baris:

fi Xi

Kolom:

i 1,..., n

j 1

ij

v j m j X j j 1,..., n

i 1

dimana xij adalah nilai aliran barang atau jasa dari sektor i ke sektor j; fi
adalah total konsumsi akhir; vj adalah nilai tambah dan mj adalah impor.
Definisi neraca yang berimbang adalah jumlah produksi (keluaran) sama
dengan jumlah masukan.
Aliran antar industri dapat ditransformasi menjadi koefisien-koefisien
dengan mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelian adalah tetap

Page 4 of 28

untuk sebuah tingkat total keluaran (dengan kata lain, tidak ada economies
of scale) dan tidak ada kemungkinan substitusi antara sebuah bahan baku
masukan dan bahan baku masukan lainnya (dengan kata lain, bahan baku
masukan dibeli dalam proporsi yang tetap). Koefisien-koefisien ini adalah:

aij xij / X j

atau

xij aij X j

Dengan menggabungkan kedua persamaan di atas diperoleh:


n

ij

X j fi X i

i 1,..., n

j 1

Atau dalam notasi matriks persamaan tersebut dapat ditulis sebagai

AX f X dimana

aij Anxn ; f i f nx1 ;

dan X i X nx1 . Dengan memanipulasi

persamaan di atas didapat hubungan dasar dari Tabel I-O adalah :


(I - A) -1 f

=X

dimana (I - A )-1 dinamakan sebagai matriks kebalikan Leontief (matriks


multiplier masukan). Matriks ini mengandung informasi penting tentang
bagaimana kenaikan produksi dari suatu sektor (industri) akan menyebabkan
berkembangnya sektor-sektor lainnya. Karena setiap sektor memiliki pola
(pembelian dan penjualan dengan sektor lain) yang berbeda-beda, maka
dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektorsektor lainnya berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief merangkum seluruh
dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektorsektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai multiplier
(ij). Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks (I A)-1.

III.

ASUMSI-ASUMSI
Secara konsepsional, ada 3 (tiga) asumsi dasar yang melandasi
penyusunan model I-O dan model-model ekonomi yang diturunkan dari Tabel
I-O berangkat dari asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Asumsi homogenitas, yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya
memproduksi satu jenis output dengan struktur input tunggal dan
bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor.
2.

Asumsi proporsionalitas, yang mensyaratkan bahwa dalam


proses produksi hubungan antara input dengan output merupakan
fungsi linier, yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu
naik atau turun sebanding (berbanding lurus) dengan kenaikan atau
penurunan output sektor yang dihasilkan.

3.

Asumsi aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa


efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh
masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa di luar
sistem Tabel I-O semua pengaruh luar diabaikan.

Dengan asumsi-asumsi tersebut, model analisis I-O mempunyai


keterbatasan-keterbatasan, antara lain: karena rasio input-output konstan

Page 5 of 28

sepanjang periode analisis, produsen tidak dapat menyesuaikan perubahanperubahan inputnya atau mengubah proses peroduksi. Selain itu, hubungan
yang tetap ini berarti bahwa apabila input suatu sektor diduakalikan maka
outputnya akan dua kali juga. Asumsi semacam ini menolak adanya
pengaruh perubahan teknologi ataupun produktivitas yang berarti perubahan
kuantitas dan harga input sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga
output.

IV.

KONSEP DAN DEFINISI


Dalam penyusunan Tabel I-O maupun analisis ekonomi yang
menggunakan model I-O, terdapat beberapa besaran (variable) yang perlu
dijelaskan. Besaran tersebut menyangkut output, input antara, input primer
(nilai tambah), permintaan akhir, dan impor.
a. Output
Output merupakan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh
seluruh sektor-sektor ekonomi yang ada di dalam suatu system ekonomi.
Ada tiga jenis produksi yang dicakup dalam penyusunan output setiap
sector, yaitu:
1. Produk utama (main product), adalah produk yang memiliki nilai dan
atau kuantitas paling dominan di antara produk-produk yang
dihasilkan, atau dengan kata lain adalah produksi yang memberikan
nilai terbesar pada keseluruihan kegiatan usaha perusahaan
2. Produk ikutan (by product) adalah produk yang secara otomatis
terbentuk pada saat menghasilkan produk utama, dengan kata lain
adalah produksi yang dihasilkan bersama produksi utama dalam suatu
proses yang tunggal. Teknologi yang digunakan untuk mendapatkan
produk utama dan produk ikutan merupakan teknologi tunggal.
3. Produk sampingan (secondary product) adalah produk yang dihasilkan
sejalan dengan produk utama tetapi menggunakan teknologi yang
berbeda, dengan kata lain adalah produksi yang dihasilkan bersama
produksi utama tetapi tidak dari suatu proses yang sama.
Untuk lebih jelasnya diberikan ilustrasi sebagai berikut: Andaikan
seseorang berusaha di bidang penggilingan padi. Dari penggilingan padi ini
dihasilkan beras, merang, dan dedak, selain itu mesin penggilingan padi
tersebut dapat membangkitkan listrik. Listrik ini dijual ke lingkungan sekitar.
Listrik yang dijual ini dimasukkan sebagai produk sampingan karena
teknologinya berbeda. Sedangkan beras dimasukkan sebagai produk utama,
dan untuk merang dan dedaknya dimasukkan sebagai produk ikutan karena
teknologinya menyatu dengan teknologi produk beras.
Untuk menghitung output suatu sektor, produk ikutan dimasukkan
sebagai bagian dari output sektor yang bersangkutan, sedangkan produksi
sampingan dihitung di sektor yang sesuai dengan karakteristiknya. Dalam
contoh ini, listrik yang dihasilkan oleh penggilingan padi dan dijual
digolongkan ke dalam sektor listrik.

Page 6 of 28

Secara umum pengertian mengenai output dan acara memperkirakan


output telah dijelaskan. Namun untuk beberapa sektor, agak berbeda atau
bersifat khusus seperti sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor
keuangan, dan sektor pemerintahan. Dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Output sektor bangunan adalah seluruh nilai proyek yang telah
diselesaikan selama periode perhitungan tanpa memperhatikan
apakah bangunan tersebut sudah selesai seluruhnya atau belum dan
berlokasi pada wilayah domestik. Oleh karena itu, output dari sektor ini
pada umumnya diperoleh berdasarkan parkiraan
b. Output sektor perdagangan mencakup seluruh margin perdagangan
yang timbul dari kegiatan perdagangan pada suatu wilayah domestik.
Margin perdagangan adalah selisih antara nilai penjualan dengan nilai
pembelian dari komoditas-komoditas yang diperdagangkan dikurangi
dengan biaya pengangkutan yang dikeluarkan dalam rangka
memperdagangkan komoditas-komoditas tersebut.
c. Output sektor bank terdiri dari jasa pelayanan di bidang perbankan
(service charge) dan imputasi jasa bank (imputed service charge) yaitu
selisih antara bunga yang diterima dengan bunga yang harus dibayar.
d. Output sektor pemerintahan terdiri atas belanja
penyusutan barang-barang modal milik pemerintah

pegawai

dan

Dalam kerangka model I-O, output biasanya dinotasikan dengan X (Xi


atau Xj) sedangkan dalam penyajian Tabel I-O biasanya, output diberikan
kode 210.

b. Input Antara
Input antara mencakup penggunaan berbagai barang dan jasa oleh
suatu sektor dalam kegiatan produksi. Barang dan jasa tersebut berasal dari
produksi sektor-sektor lain, dan juga produksi sendiri. Barang-barang yang
digunakan sebagai input antara biasanya habis sekali pakai, seperti bahan
baku, bahan penolong, bahan bakar, dan sejenisnya. Dalam model I-O,
pengggunaan input antara diterjemahkan sebegai keterkaitan antara sektor
dan dinotasikan sebagai Xij, yaitu input antara yang berasal dari produksi
sektor I yang digunakan oleh sektor j dalam rangka menghasilkan output Xj.
xij disebut sebagai total input antara sektor j, dan dalam Tabel I-O biasanya
diberikan kode 190.
Dalam suatu Tabel I-O, input antara dinilai dengan dua jenis harga.
Input antara atas dasar harga pembeli menggunakan harga beli konsumen
sebagai dasarnya. Dan dalam harga tersebut tentunya margin distribusi

Page 7 of 28

(keuntungan pedagang dan ongkos angkut) sudah termasuk di dalamnya.


Sebaliknya input antara atas dasar harga produsen menggunakan harga
pabrik sebgai dasarnya, yang tentunya margin distribusi tidak termasuk di
dalamnya. Margin distribusi selanjutnya diperlukan sebagai input yang
berasal dari sektor perdagangan dan angkutan.
Input antara juga sebenarnya mencakup dua komponen, komponen
input yang berasal dari produksi suatu wilayah/daerah sendiri dan komponen
impor (dari kota lain dan luar negeri). Oleh karena itu suatu Tabel I-O yang
ingin menggambarkan secara langsung hubungan produksi domestik dengan
berbagai sektor pemakai, harus memisahkan komponen impor dari setiap
unit antara. Dalam model I-O, analisis dengan menggunakan input antara
domestik lebih sering dipakai.

c. Input Primer (Nilai Tambah)


Input primer atau lebih dikenal dengan nilai tambah merupakan balas
jasa yang diciptakan/diberikan kepada faktor-faktor produksi yang berperan
dalam proses produksi. Balas jasa tersbut mencakup upah dan gaji, surplus
usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Upah dan gaji merupakan balas
jasa yang diberikan kepada buruh/karyawan, baik dalam bentuk uang
maupun barang, termasuk dalam upah dan gaji juga adalah semua tunjangan
(perumahan, kendaraan, dan kesehatan) dan bonus, uang lembur yang
diberikan perusahaan kepada pekerja. Semua pendapatan pekerja tersebut
masih dalam bentuk bruto atau sebelum dipotong pajak penghasilan.
Surplus usaha mencakup sewa properti (tanah, hak cipta/patent),
bunga neto (bunga yang diterima dikurangi bunga yang dibayar) dan
keuntungan perusahaan. Keuntungan perusahaan dalam bentuk bruto, yaitu
sebelum dibagikan kepada pemilik saham berupa deviden dan sebelum
dipotong pajak perusahaan/perseroan. Penyusutan merupakan nilai
penyisihan keuntungan perusahaan untuk akumulasi pengganti barang modal
yang habis dipakai.
Sedangkan pajak tak langsung merupakan pajak yang dikenakan
pemerintah untuk setiap transaksi penjualan yang dilakukan oleh perusahaan
seperti pajak pertambahan nilai (PPn). Dalam model I-O, nilai tambah
biasanya dinotasikan dengan Vj, dan untuk setiap komponennya
menggunakan notasi h. Jadi Vhj merupakan nilai tambah yang diciptakan di
sektor j untuk komponen h. Untuk dalam Tabel I-O, umumnya komponen nilai
tambah berkode 201 sampai dengan 204 dan jumlah nilai tambah untuk
setiap sektor diberi kode 209.

d. Permintaan Akhir dan Impor


Permintaan akan barang dan jasa dibedakan antara permintaan oleh
sektor-sektor produksi untuk proses produksi disebut permintaan antara, dan
permintaan oleh konsumen akhir disebut permintaan akhir. Dalam Tabel I-O,
permintaan akhir mencakup pengeluaran konsumsi rumah tangga,
Page 8 of 28

pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan


stok, ekspor, dan impor.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga (kode 301) mencakup semua
pembelian barang dan jasa oleh rumah tangga, baik untuk makanan maupun
non-makanan. Termasuk pula pembelian barang-barang tahan lama (durable
goods) seperti perlengkapan rumah tangga, kendaraan bermotor, dan
sebagainya. Satu-satunya pembelian yang tidak termasuk dalam konsumsi
rumah tangga adalah bangunan tempat tinggal, karena dianggap sebagai
pembentukan modal di sektor persewaan bangunan. Konsumsi rumah tangga
mencakup pula barang-barang hasil produksi sendiri dan pemberian pihak
lain.
Pengeluaran konsumsi pemerintah (kode 302)
mencakup semua
pembelian barang dan jasa oleh pemerintah yang bersifat rutin (current
expenditure), termasuk pembayaran gaji para pegawai (belanja pegawai).
Sedangkan pengeluaran pembangunan untuk pengadaan sarana dan
berbagai barang modal, termasuk dalam pembentukan modal. Pembentukan
modal tetap (kode 303) mencakup semua pengeluaran untuk pengadaan
barang modal baik dilakukan oleh pemerintah maupun perusahaanperusahaan
swasta
(bisnis).
Barang
modal
dapat
terdiri
dari
bangunan/konstruksi, mesian dan peralatan, kendaraan dan angkutan serta
barang modal lainnya.
Sedangkan perubahan stok (kode 304) sebenarnya juga merupakan
pembentukan modal (tidak tetap) yang diperoleh dari selisih antara stok akhir
dan stok awal periode perhitungan. Stok biasanya dipegang oleh produsen
merupakamn hasil produksi yang belum sempat dijual, oleh pedagang
sebagai barang dagangan yang belum sempat dijual dan oleh konsumen
sebagai bahan-bahan/inventory yang belum sempat digunakan.
Ekspor dan impor (kode 305 dan 409) merupakan kegiatan atau
transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu wilayah/daerah dengan
penduduk luar wilayah/daerah, baik penduduk kota lain maupun luar negeri.
Perbandingan ekspor dan impor baik keseluruhan maupun untuk setiap
kelompok komoditi menunjukkan terjadinya surplus atau defisit perdagangan
antara suatu wilayah/daerah dengan kota lain atau luar negeri.

V.

JENIS TABEL TRANSAKSI

Tabel transaksi adalah tabel yang menggambarkan besarnya nilai transaksi


barang dan jasa antara sektor-sektor kegiatan ekonomi. Atas dasar harga,
terdapat dua jenis tabel transaksi, yaitu: tabel transaksi atas dasar harga
pembeli dan tabel transaksi atas dasar harga produsen. Sedangkan
berdasarkan perlakuan impor dibedakan menjadi: tabel transaksi total,
dimana impor diperlakukan secara bersaing dan tabel transaksi domestik,
dimana impor diperlakukan secara tidak bersaing.
Tabel transaksi atas dasar harga pembeli adalah tabel transaksi yang
menggambarkan nilai transaksi barang dan jasa antar kegiatan ekonomi yang

Page 9 of 28

dinyatakan atas dasar harga pembeli. Dalam tabel transaksi ini unsur margin
perdagangan dan biaya angkutan masih tergabung dalam nilai input bagi
sektor yang membeli. Dalam penyusunan Tabel I-O, tabel transaksi ini yang
pertama kali disusun. Contoh tabel transaksi atas dasar harga pembeli untuk
3 sektor ekonomi disajikan pada Tabel 2.
Tabel transaksi atas dasar harga produsen adalah tabel transaksi yang
menggambarkan nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang
dinyatakan atas dasar harga produsen. Artinya, dalam tabel transaksi ini
unsur margin perdagangan dan biaya angkutan telah dipisahkan sebagai
input yang dibeli dari sektor perdagangan dan angkutan. Dengan
mengeluarkan unsur margin perdagangan dan biaya angkutan dari tabel
transaksi atas dasar harga pembeli akan diperoleh tabel transaksi atas dasar
harga produsen.
Tabel 2. Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Pembeli (Rp.
Perdag
Total
Total
Total
angan
Permin Permin
Impo
Permin
dan
-taan
-taan
r
Sektor
1
2
3
-taan
Angkut
Antara Akhir
an
1
2.040 43.770 2.319 48.129 42.243 90.373 3.394 8.588
2
6.436 63.136 19.52 89.097 154.947 244.044 42.64 31.521
5
5
3
2.546 6.924 13.82 23.292 63.721 87.014 7.072 -40.109
2
Total Biaya
Antara
11.023 113.82 35.66 160.519 260.912 421.430 53.11 0
9
6
1
Nilai
Tambah
67.368 56.049 84.38 207.801
Bruto
4
Total Input
78.391 169.87 120.0 368.320
9
50
Sumber : Diolah dari Biro Pusat Statistik, 1994
Sektor 1 meliputi sektor pertanian dan pertambangan
Sektor 2 meliputi sektor industri, listrik, gas & air minum, bangunan
Sektor 3 meliputi sektor lainnya

Miliar)

Tabel 3. Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen (Rp.


Perdaga
Total
Total
Total
ngPermin Permin
Impo
Sektor
1
2
3
Permin
an dan
-taan
-taan
r
-taan
Angkuta
Antara Akhir
n
1
1.811 41.130 1.906 44.848 36.938 81.785 3.394
0
2
5.582 54.121 16.462 76.164 136.359 212.523 42.64
0
5
3
3.629 18.579 17.299 39.507 87.615 127.122 7.072
0
Total
Biaya
Antara
Nilai
Tambah

11.02 113.82 35.666 160.519 260.912 421.430 53.11


3
9
1
67.36 56.049 84.384 207.801

Page 10 of 28

Total
Total
PenyeOutput
diaan
78.391
169.87
9
120.05
0

90.373
244.04
4
87.014

368.32
0

421.43
0

Miliar)
Total
Total
PenyeOutput
diaan
78.391
169.87
9
120.05
0

81.785
212.52
3
127.12
2

368.32
0

421.43
0

Bruto

Total
Input

78.39 169.87 120.05 368.320


1
9
0

Sumber : Diolah dari Biro Pusat Statistik, 1994

Tabel transaksi domestik adalah tabel transaksi yang menggambarkan


besarnya nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang hanya
berasal dari produksi dalam negeri. Tabel transaksi ini diperoleh dengan
memisahkan nilai transaksi barang dan jasa yang berasal dari impor, baik
transaksi antara maupun permintaan akhir, dari transaksi total. Jumlah impor
masing-masing kolom disajikan sebagai vektor baris tersendiri. Data pada
vektor baris ini sekaligus menunjukkan rincian barang dan jasa menurut
sektor yang menggunakan barang dan jasa tersebut. Penyajian model I-O
dengan memunculkan impor sebagai vektor baris dapat dilihat pada Tabel 4 .
Tabel 4. Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen (Rp. Miliar)

1.789

38.070

1.894

Total
Total
Total
Permin- PerminPermin- Impor
taan
taan
taan
Antara
Akhir
41.752
36.639
78.391
0

78.391

78.391

4.909

35.757

13.974

51.639

115.239

169.879

169.879

3.423

17.795

15.569

30.788

83.262

120.050

169.87
9
120.05
0

Total
Biaya
Antara

10.120

91.622

31.437

133.180

235.140

368.320

368.32
0

368.320

Impor

902

22.207

4.230

27.339

25.772

53.111

53.111

Nilai
Tambah
Bruto

67.368

56.049

84.384

207.801

78.391

169.87
9

120.050 368.320

Sektor

Total
Input

Perdagan
Total
g-an dan
Output
Angkutan

Total
Penyediaan

120.050

Sumber : Diolah dari Biro Pusat Statistik, 1994.

Tabel transaksi seperti disajikan pada Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4


hanyalah merupakan suatu laporan neraca mengenai keadaan suatu
perekonomian pada kurun waktu tertentu. Tabel tersebut tentunya masih
mempunyai kemampuan analisis yang terbatas.
Untuk keperluan analisis yang lebih menyeluruh, terutama analisis
untuk identifikasi sektor-sektor andalan, akan dibahas pula matriks-matriks
dalam bentuk koefisien, yaitu matriks koefisien langsung (direct coefficeint
matrix), matriks kebalikan terbuka (open inverse matrix) yang
menggambarkan koefisien langsung dan tidak langsung serta matriks
kebalikan tertutup (closed inverse matrix) yang menggambarkan koefisien
langsung, tidak langsung, dan yang terimbas (induced). Matriks-matriks
tersebut merupakan matriks yang sangat penting dalam analisis model I-O.

Page 11 of 28

VI. MATRIKS KOEFISIEN LANGSUNG


Matriks koefisien langsung atau sering disebut juga dengan matriks
koefisien I-O seperti disajikan pada Tabel 6, dihitung dengan cara membagi
setiap sel (menurut kolom) dengan total input. Misalnya, untuk kolom sektor
1 Tabel 5, semua sel dibagi dengan 53.186 (total input pada Tabel 5). Matriks
koefisien ini sering digunakan secara membingungkan karena kadang-kadang
ada yang menyebutnya sebagai matriks koefisien teknik, matriks koefisien
teknologi, matriks koefisien input-output ataupun matriks koefisien langsung.
Kadang-kadang, istilah ini juga digunakan untuk seluruh matriks dan kadangkadang hanya mencakup kuadran-antara saja. Lebih sering matriks ini
disebut dengan matriks A, yang unsur-unsurnya adalah a ij. Menggunakan
program spreadsheet matriks ini dengan mudah dapat dihitung. Walaupun
sudah ada perangkat lunak khusus untuk analisis model I-O, modul pelatihan
ini lebih menekankan penggunaan spreadsheet terutama agar proses
pemahamannya lebih mudah.
Tabel 5.Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen (Rp. Miliar)
Sektor
1

Total
Output

4.057

142

3.026

12.559

2.796

13.265

28.620

3.771

718

19.866 23.848

48.202

42.271

3.965

28.621

123.059

2.239

1.799

11.745 26.439

42.223

52.690

58.529

10.023

163.465

10.073

2.664

63.701 56.751

133.190

116.242

65.610

53.289

368.330

7.951

2.155

10.615 36.256

56.978

56.978

34.581 23.479

31.352 61.412

150.824

150.824

9.046

27.339

7.942

17.829

53.111

123.059 163.46
5

368.330

124.184

83.439

53.289

629.242

8.027 26.548

74.278

74.278

Total
Input
Antara
Gaji dan
Upah
Input
Primer
Lainnya
Impor

581

322

Total Input 53.186 28.620

TK (ribu)

39.005

698

22.706

Total
Konsumsi PerminPerminRumah
taan
Ekspor
4
taan
Tangga
Akhir
Antara
Lainnya
3.439
30.206
21.280
320
1.379

9.384

17.390

53.186

Sumber : Diolah dari Biro Pusat Statistik, 1994


Sektor 1 meliputi sektor pertanian
Sektor 2 meliputi sektor pertambangan dan galian
Sektor 3 meliputi sektor industri
Sektor 4 meliputi sektor jasa

Tabel 6. Matriks Koefisien Langsung


Sektor
1

0,0763 0,0002 0,1845 0,0210

Total
Konsumsi PerminPerminRumah
taan
Ekspor
taan
Tangga
Akhir
Antara
Lainnya
0,2820
0,1714
0,0038
0,0259

Page 12 of 28

Total
Output
0,4831

0,0001 0,0050 0,0763 0,0185

0,0999

0,0000

0,0335

0,2489

0,3823

0,0709 0,0251 0,1614 0,1459

0,4033

0,3404

0,0475

0,5371

1,3283

0,0421 0,0629 0,0954 0,1617

0,3621

0,4243

0,7015

0,1881

1,6760

Total Input
Antara
Gaji dan Upah

0,1894 0,0931 0,5176 0,3472

1,1473

,9360

0,7863

1,0000

3,8697

0,1495 0,0753 0,0863 0,2218

0,5329

0,0000

0,0000

0,0000

0,5329

0,6502 0,8204 0,2548 0,3757


0,0109 0,0113 0,1413 0,0553
1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

2,1010
0,2188
4,0000

0,0000
0,0640
1,0000

0,0000
0,2137
1,0000

0,0000
0,0000
1,0000

2,1010
0,4965
7,0000

0,7334 0,0244 0,0652 0,1624

0,9854

0,0000

0,0000

0,0000

0,9854

Input Primer
Lainnya
Impor
Total Input
TK

Sumber : Diolah dari Biro Pusat Statistik, 1994

Koefisien setiap kolom pada Tabel 6 menunjukkan jumlah input yang


dibutuhkan secara langsung oleh setiap sektor dengan nomor di atasnya dari
setiap sektor yang ada di sebelah kirinya. Misalnya, untuk setiap Rp. 10.000
output sektor 1 membutuhkan:
Rp 763 dari sektor 1 (sektor pertanian)
Rp

1 dari sektor 2 (sektor pertambangan dan galian)

Rp 709 dari sektor 3 (sektor industri manufaktur)


Rp 421 dari sektor 4 (sektor jasa)
atau secara total sebanyak Rp 1.894 dari seluruh sektor produksi
lokal.
Selain itu, sebanyak :
Rp 1.495 dalam bentuk gaji dan upah
Rp 6.502 dalam bentuk input primer lainnya, dan
Rp

109 dalam bentuk input yang diimpor

Ini merupakan koefisien input langsung, yang juga disebut sebagai


koefisien pembelian input pada putaran pertama (first-round purchases of
inputs) dan tidak mencerminkan pengaruh tidak langsung (indirect effect)
terhadap perekonomian lokal. Matriks A menunjukkan saling ketergantungan
antar sektor dalam suatu perekonomian; setiap koefisien a ij menunjukkan
jumlah input yang dibutuhkan dari sektor i untuk setiap unit output sektor j.

VII.

MATRIKS KEBALIKAN

1. Matriks Kebalikan Terbuka


Selain pengaruh langsung, terdapat juga serangkaian pengaruh tidak
langsung sebagai suatu gelombang pembelian putaran kedua, ketiga dan
selanjutnya dalam suatu perekonomian. Misalnya, peningkatan permintaan
terhadap output sektor 1 akan membutuhkan input dari semua sektor pada
putaran pertama; sektor-sektor ini kemudian perlu meningkatkan outputnya
agar dapat menyediakan permintaan sektor 1 yang meningkat tadi dan

Page 13 of 28

karenanya perlu membeli input sebagai pengaruh putaran kedua terhadap


suatu perekonomian.
Satu hal penting dalam analisis model I-O adalah penyusunan suatu
tabel yang dapat menunjukkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak
langsung sebagai akibat berubahnya output suatu sektor. Berbagai metode,
yang secara konsepsi serupa, dapat digunakan untuk menghitung pengaruhpengaruh ini. Salah satu teknik yang paling dikenal adalah teknik matriks
kebalikan (matrix inversion) yang biasanya disebut dengan matriks kebalikan
Leontief terbuka (open Leontief inverse), matriks penyelesaian umum terbuka
(open general solution matrix) atau secara sederhana disebut sebagai
matriks kebalikan terbuka (open inverse matrix). Kata terbuka digunakan
untuk menunjukkan bahwa model yang digunakan hanya mencakup sektorsektor produksi atau sektor-antara dan tidak ada satupun sektor permintaan
akhir yang dicakup oleh matriks A.
Matriks kebalikan terbuka untuk contoh kasus disajikan pada Tabel 7
yang dengan menggunakan program spreadsheet matriks ini dengan mudah
dapat dihitung.
Tabel 7. Matriks Kebalikan Terbuka
Sektor
1

Total

1,1052

0,0111

0,2524

0,0719

1,4406

0,0095

1,0100

0,0985

0,0397

1,1576

0,1056

0,0453

1,2449

0,2203

1,6162

0,0682

0,0815

0,1618

1,2246

1,5361

Total

1,2886

1,1478

1,7576

1,5565

5,7505

Tabel 7 menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari


meningkatnya permintaan akhir sektor yang ada diatasnya terhadap sektorsektor yang ada disebelah kiri. Misalnya, meningkatnya permintaan output
sektor 1 sebesar Rp 10.000, setelah memperhitungkan pengaruh langsung
dan tidak langsung, akan meningkatkan output sektor 1 sebesar Rp11.052
(termasuk Rp 10.000 injeksi awal), sektor 2 hanya sebesar Rp 95, sektor 3
sebesar Rp 1.056 dan sektor 4 sebesar Rp 682 sehingga secara total
meningkatkan output perekonomian secara keseluruhan sebesar Rp 12.886.
Setiap sel pada Tabel 2 sebenarnya merupakan angka-angka dampak
berganda yang mengindikasikan besarnya respon yang diharapkan dari
meningkatnya permintaan akhir sebesar Rp 10.000.
Matriks kebalikan terbuka mempunyai sejumlah kegunaan dalam
analisis ekonomi. Yang jelas, matriks ini mempunyai beberapa karakteristik
yang dapat diduga. Pertama, unsur-unsur dalam diagonal utama akan bernilai
1 atau lebih besar. Kedua, unsur-unsur pada tabel adalah positif dan
mencerminkan tingkat saling ketergantungan ekonomi secara terbuka.

2. Matriks Kebalikan Tertutup

Page 14 of 28

Model terbuka yang dibahas di muka hanya menggambarkan suatu


situasi ketika sektor-sektor produksi dalam perekonomian diasumsikan
endogen terhadap sistem, yaitu ketika semua sektor-sektor permintaan akhir
diasumsikan ditentukan oleh faktor-faktor di luar sistem produksi. Jika asumsi
ini tidak memuaskan, model I-O dapat secara sebagaian atau seluruhnya
ditutup.
Kebanyakan pakar I-O setuju dengan asumsi bahwa sektor rumah
tangga merupakan komponen endogen dalam suatu perekonomian, dalam
arti bahwa tingkat produksi adalah penting dalam penentuan tingkat
pendapatan rumah tangga, yang kemudian sebagian besar dibelanjakan
secara lokal dan selanjutnya mempengaruhi tingkat konsumsi, yang lebih
lanjut akan mempengaruhi tingkat output setiap sektor. Pada kasus ini, model
telah memasukkan sektor rumah tangga ke dalam kuadran-antara
(intermediate quadran); dengan cara menggabungkan kolom dan baris
rumah tangga ke dalam kuadran antara.
Matriks baru disebut sebagai matriks yang ditambahkan (augmented
matrix) dan dinyatakan dengan A*. Secara konseptual matriks ini sama
dengan matriks A, kecuali bahwa setiap putaran dalam reaksi ekonomi telah
menggabungkan pendapatan rumah tangga dan peningkatan output sektorsektor untuk memenuhi kebutuhan yang ditimbulkan oleh meningkatnya
pengeluaran rumah tangga karena meningkatnya pendapatan. Dengan
demikian, matriks kebalikan dari model tertutup mencakup dampak berganda
pendapatan dan pengaruh konsumsi. Untuk kasus pada bahasan ini, matriks
kebalikan tertutup disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Matriks Kebalikan Tertutup

1,1804

0,0505

0,3268

0,1921

RumahTangg
a
1,7498
0,3950

0,0223

1,0167

0,1111

0,0601

1,2102

0,0671

1,2773

0,2371

0,1143

1,3752

0,4308

2,1574

0,6915

2,8490

Sektor

Total

Total
2,1448

0,2123

0,1570

0,3045

1,4552

2,1290

0,7575

2,8864

Total

1,6521

1,3384

2,1177

2,1382

7,2463

1,9112

9,1575

Rumah Tangga
Total

0,2457
1,8977

0,1288
1,4672

0,2434
2,3611

0,3932
2,5314

1,0110
8,2573

1,2918
3,2029

2,3028
11,4603

Sel-sel pada matriks kebalikan tertutup merupakan angka dampak


berganda output. Nilainya lebih besar dibandingkan dengan nilai unsur-unsur
pada matriks kebalikan terbuka karena nilai-nilai tersebut juga mencakup
tingkat output yang dibutuhkan untuk memenuhi pengaruh imbasan
konsumsi rumah tangga. Misalnya, setiap peningkatan permintaan output
sektor 1 sebesar Rp. 10.000 akan menyebabkan peningkatan secara
langsung, tidak langsung dan imbasan output sektor 1 sebesar Rp 11.804
(termasuk injeksi awal), sektor 2 sebesar Rp 223, sektor 3 sebesar Rp 2.371
dan sektor 4 sebesar Rp 2.123, menghasilkan peningkatan output sektor
produksi secara total sebesar Rp 16.521.

Page 15 of 28

IX.

TEKNIK PENYUSUNAN TABEL I-O REGIONAL

Untuk alasan praktis (ekonomis maupun politis) atau analitis, arti


regionalisasi analisis ekonomi sering ditekankan oleh perencana maupun
penganalisis herkenaan dengan ekonomi spasial Indonesia. Tak perlu
dikatakan lagi, bahwa konfigurasi geografi negara kita dan pen tingnya
keragaman antar daerah dalam faktor sosial dan tingkat pembangunan
(misalnya kasus Jawa dan luar Jawa dan Indonesia bagian timur dan
sisanya) merupakan heberapa pertimbangan untuk merumuskan kebijakan
pembangunan daerah (jadi, perlunya analisis regional).
Tidak semua model perencanaan nasional adalah cocok untuk
pengetrapan regional. Perencanaan nasional yang dapat diterapkan
memerlukan modifikasi dan penyesuaian yang luas. Studi mengenai
perencanaan regional biasanya dimulai dengan menelusuri berbagai
kemungkinan studi, seperti rnemoelajari pendapatan regional, arus
komoditas, neraca pembayaran, lokasi industri, basis ekonomi,
multiplier dan lain sebagainya. Tidak jarang orang menjadi bingung
untuk mulai dengan model dan studi yang mana. Faktor-faktor yang
perlu dipertimbangkan adalah mulai dari kelengkapan, tersedianya dan
kegunaan data bagi tujuan perencanaan dan kemungkinan untuk
mengkaitkan model yang dipilih dengan yang telah ada.
Dua model dasar bagi analisis makro regional adalah model tipe
Keynesian-neoklasik dan model basis ekonomi. Walaupun sederhana
dalam kerangka, kedua model itu sering tidak cukup untuk memberi
informasi rinci mengenai struktur ekonomi regional. Perbedaan dalam
struktur input industri, capital-output ratio dan koefi sien impor
terkahurkan dalam model agregatif ini. Lebih-lebih lagi, melalui
penggunaan model ini, analisis dampak yang barangkali merupakan segi
penting Yang diharapkan dalam setiap model perencanaan hampirhampir tak dapat dijalankan secara rinci. Adalah dalam hubungan ini
bahwa
teknik
ketergantungan
umum
(general interdependence
technique), seperti input-output, menjadi penting. Setiap segi yang
menggamharkan plus dan minus dalam teknik I-O nasional
terpertahankan dalam analisis I-O di tingkat regional. Dengan kata lain,
asumsi I-O yang telah banyak dikenal terpertahankan dalam analisis IO regional.
Namun demikian, ada segi-segi perekonomian regional penting
yang mempengaruhi ciri-ciri studi I-O regional. Struktur produksi
daerah tertentu mungkin mirip atau berbeda besar dari yang
digambarkan dalam tabel I-O nasional. Tenaga listrik yang diiproduksi
di Aceh dengan disel menunjukkan input mix yang berbeda sekali
dengan tenaga listrik yang dihasilkan dengan batubara di Jawa Barat.
Sebaliknya, buah kalengan merk tertentu yang dikalengkan di Lampung
mungkin mengandung unsur-unsur dan dalam kombinasi yang sama
dengan yang dipergunakan buah kalengan merk itu yang dihasilkan di

Page 16 of 28

lokasi yang berbeda. Masalah lain lagi berkenaan dengan ekspor


regional. Unsur sektor permintaan akhir yang bersifat eksogin ini akan
lebih penting lagi dalam perekonomian regional yang lebih kecil,
seperti Bengkulu dan Nusa Tenggara Timur, karena daerah-daerah ini
pada umumnya lebih tergantung dari perdagangan dengan daerah
lain. Keseluruhan segi-segi ini perlu dicakup dalam proses penyusunan
label I-O daerah.
Seperti halnya dengan I-O nasional, dua metode - survai dan dan
nonsurvey, menyeluruh atau sebagian - dapat dipergunakan dalam
kerangka I-O regional. Namun demikian, serentetan kendala (seperti
dana, tenaga, waktu dan lain sebagainya) praktis tidak memungkinkan
untuk menyusun tabel I-O regional melalui metode survai yang
menyeluruh. Oleh itu, cara yang akan dibahas adalah dengan
mempergunakan I-O nasional - atau bila paling tidak tersedia suatu
Label regional - dan beberapa asumsinya sebagai acuan, menyusun I-O
regional yang diinginkan.
Unsur kunci dalam penyusunan I-O regional adalah jelas
merupakan pemilihan pendekatan untuk mencakup ciri-ciri regional ke
dalam proses. Salah satu pendekatan dasar adalah mempergunakan
regional supply persentage (RSP) yang diperkirakan. RSP ini menggambarkan
persentase output total yang diperlukan dan setiap sektor yang dapat
diharapkan berasal dari daerah yang bersangkutan. Data yang diperlukan
bagi indikator ini adalah E Ri yang menunjukkan ekspor sektor i dari
daerah R; X R menunjukkan output regional sektor i dan impor sektor i ke
daerah R ditunjukkan oleh MR. Persentae (RSP) tersebut diukur dari rasio
antara jumlah yang dihasilkan secara lokal sektor i yang tersedia untuk
pembeli ui daerah R dan jumlah ini ditambah dengan output sektor i yang
diimpor:

Contoh beberapa pcnggunaan regional pertama input-output


ditemukan antara lain dalam karya Isard dan Kuenne (1953) serta
dalam Hirsch (1959). Studi Isard dan Kuenne mempergunakan tabel
nasional koefisien teknik berhubungan dengan prosedur penyesuaian
yang disusun untuk menangkap beberapa corak perekonomian regional
dengan mempergunakan indikator dalam persamaan di atas
Pada dasarnya terdapat tiga koefisien regional. Pertama dan yang
paling langsung adalah koefisien teknik regional (regional technical
coefficient, RTC):

Page 17 of 28

yang dirumuskan untuk menunjukkan kenyataan produksi di daerah R,


dengan XR sebagai arus barang dalam rupiah dari sektor i yang diproduksi
dalam semua daerah ke sektor j di daerah R. Walaupun koefisien ini lebih
mampu menunjukkan kenyataan produksi di daerah yang bersangkutan
daripada tabel rasional, tetapi koefisien ini tak menjawab pertanyaan berapa
setiap input yang diperlukan datang dari dalam daerah R dan berapa yang
diimpor. Oleh karena itu, koefisien ke dua untuk menjawab pertanyaan
pertama adalah:

yang dikenal sebagai koefisien intra-regional antar-industri langsung (direct


intraregional
interindustry
coefficient,
INTRA
IC),
atau,
untuk
membedakannya dari RTC, koefisien ini juga disebut koefisien input
regional (regional input coefficient, RTC).
Koefisien yang ke tiga adalah berhubungan dengan informasi yang
diajukan oleh pertanyaan ke dua , yaitu koefisien yang menunjukkan input i
dalam rupiah diproduksikan oleh perusahaan di daerah selain R, misalkan S,
yang dipergunakan dalam rupiah output sektor j di daerah R. Secara umum
koefisien ini dituliskan sebagai:

Dalam rumus tersebut di atas, R dan S menggambarkan daerahdaerah, dimana S mewakili daerah yang tidak mencakup daerah R.
Jadi, koefisien tersebut disebut koefisien input antar daerah (interregional
input coefficient INTERIC) atau singkatnya koefisien perdagangan.
Oleh karena itu, untuk tujuan penelitian dalam rangka penyusunan
Tabel I-O, berikut ini adalah contoh tiga jenis pertanyaan yang perlu
diajukan:
1. Berapa produk sektor i yang
dibeli tahun yang lalu untuk
membuat output suatu sektor (RIC)?
2. Berapa produk sektor i diproduksi oleh perusahaan di daerah sendiri
yang dibeli daerah sendiri (INTRAIC) tahun yang lalu dan
3. Berapa produk sektor i diproduksikan oleh perusahaan di daerah lain
yang dibeli oleh daerah sendiri (INTERIC) tahun yang lalu?

Page 18 of 28

Terdapat dua jenis analisis dampak yang mempergunakan I-O


regional. Misalnya, peningkatan produk domestik regional bruto (PDRB)
Jawa yang tercermin dalam peningkatan permintaan akhirnya akan
mempengaruhi output sektoral di tingkat nasional. Dampak kuantitatif jenis
ini diukur dengan:

FR adalah vektor permintaan akhir daerah R; A iR adalah koefisien


matriks regional yang dipercleh dengan mengalikan (I-A R)-1 dan XR ; dalam
hal ini (I-AR)-1 adalah inverse matriks diagonal output bruto regional dan X R
adalah suatu matriks yang elemen-elemennya adalah X Ri dan merupakan
arus rupiah barang-barang dan sektor i yang dihasilkan di semua datrah
termasuk daerah R (jadi elemen nasional) ke sektor j di daerah R.
Jenis analisis dampak yang kedua mengukur dampak regional murni
dalam arti dampak perubahan dalam permintaan akhir daerah terhadap
output sektoral yang betul-betul berasal dari daerah. Rumus untuk dampak
ini adalah:

Dengan kata lain, ini adalah counterpart regional bagi ukuran dampak I-O
nasional.
Sayangnya, dalam banyak kasus, informsi mengenai arus yang
berhubungan dengan INTRAIC (dan juga INTERIC berkenaan dengan itu) sulit
diperoleh. Kecuali bila informasi itu tersedia, maka ARR periu diperkirakan.
Adalah
masalah
penernuan
pendekatan
terbaik
untuk
memperkirakan ini yang merupakan pusat minat serentetan penilitian
dalam bidang metode nonsurvai penyusunan I-O regional. Salah satu
jenis adalah metode RSP yang disebut sebelumnya. Bila matriks
diagonal persentase penawaran regional (RSP) disebut B, maka ARR
yang diperkirakan adalah:

sehingga ukuran analisis dampak ke dua adalah:

Sayangnya, dalam banyak kasus, koefisien matriks regional A RRi tidak


tersedia, kecuali bila survei lengkap telah dijalankan untuk memperoleh
arus rupiah barang-harang dari sektor i yang dihasilkan di semua daerah
ke sektor j di daerah yang menjadi sasaran, R, yaitu bagian output total
seluruh sektor j (X) di semua daerah R. Sering, di negara berkembang
hanya Tabel I-O nasional yang tersedia. Oleh karena itu, perhatian diberikan
bagi upaya untuk memperkirakan koefisien regional melalui penggunaan
tabel I-O nasional.

Page 19 of 28

Lebih-lebih lagi, data yang diperlukan bagi indikatoir RSP, yaitu ekspor
dan impor daerah menurut sektor, sering juga tidak mudah tersedia. Di
Indonesia, dewasa ini angka itu dikumpulkan dengan susah-payah. Bila
satuan daerah yang dipergunakan adalah provinsi di salah satu pulau
yang besar, kesulitan itu bahkan menjadi makin besar, terutama karena
data mengenai arus komoditi melalui darat yang biasanya dikumpulkan
melalui sistem jembatan timbang tak lagi tersedia setelah penghapusan
sistem tersebut. Dalam hubungan inilah, maka penggunaan teknik
dengan memanfaatkan tabel I-O nasional dikombinasikan dengan metode
lainnya untuk mengungkap ciri-ciri perekonomian daerah diajukan sebagai
alternatif; setidak-tidaknya sebelum data regional tersedia.
Terdapat banyak metode penyusunan Tabel IO dengan cara non
survei, antara lain metodel Location Quotient (LQ) (baik dengan Simple
Location Quotient (SLQ), Purchase Only Location Quotient (POLQ), maupun
Cross Industry Quotient (CIQ)), metode RAS, metode Analitical Hierarchy
Process (AHP), teknik hibrida (untuk kepulauan), metode entropi (dengan
konsep fisika), gabungan permintaan dan penawaran (supply demand pool,
SDP), modifikasi dari SDP (modification of supply demand pool, MSDP),
metode Analitical Hierarchi Process (AHP), dan lain-lain. Dalam modul ini
hanya akan dijelaskan dengan ringkas penyusunan Tabel IO dengan cara
non survei berupa metode SLQ, RAS, dan AHP. Selain itu, dalam modul ini
juga disampaikan teknik penyusunan Tabel I-de SLO dengan cara semi
survei (kombinasi survei dan non survei).

1. Metode Location Quotient (LQ).


Cara yang sederhana dan barangkali yang paling mudah adalah
metode location quotient (LQ). Pada tahap awal LQ dapat sangat
bermanfaat bagi analisis ekspor dan impor regional, terutamabila
menghadapi tak tersedianya data tentang ekspor dan impor. LQ
merupakan indeks yang membandingkan sumbangan dalam persen
aktivitas tertentu dengan sumbangannya dalam persen beberapa agregasi
dasar. Industri dengan LQ lebih besar daripada satu menunjukkan suatu
"surplus" dalam daerah tertentu dan . oleh karena itu . beberapa
produknya dapat diekspor ke daerah lain. Sebaliknya, daerah-daerah
dengan LQ kurang dari satu merupakan daerah "defisit" sehingga daerah
yang bersangkutan memerlukan impor beberapa produk dan daerah lain
untuk memenuhi permintaan di daerah itu.
Bila VR dan VR masing-masing adalah nilai tambah total sektor i dan semua
sektor di daerah R sedangkan V1 dan V menunjukkan jumlah keseluruhannya di tingkat
nasional, maka location quotient sektor i di daerah R didefinisikan sebagai:

Untuk

mempergunakan

indeks

seperti

Page 20 of 28

itu

untuk

mengungkap

industri eksper dan impor di daerah tertentu, perlu dibuat asumsi. Asumsi
yang paling penting tampaknya adalah untuk mengabaikan kemungkinan
adanya variasi dalam industrial mix antar - daerah. Sebetulnya, bila LQ industri
baja di daerah lebih besar daripada satu, maka mungkin terdapat
konsentrasi aktivitas yang relatif tinggi yang mempergunakan baja secara
intensif di daerah itu dan -bertentangan dengan kesimpulan yang
seharusnya diberikan oleh LQ - tidak terdapat ekspor baja apapun dari
daerah itu.
Namun demikian, dalam tahap pencarian awal sesuatu penelitian,
indeks itu memberikan proxy yang baik mengenai batas dalam analisis
ekspor dan impor sesuatu daerah. Dari segi data yang diperlukan, jelas
bahwa kuosien ini tidak memerlukan pengumpulan dan pengolahan data
yang luas. Informasi mengenai nilai tambah sektoral di daerah adalah siap
tersedia dari PDRB untuk 33 provinsi di Indonesia.
LQiR dengan nilai kurang dari satu menunjukkan bahwa industri i
adalah kurang terkonsentrasi di daerah R daripada di negara yang
bersangkutan dan pada dirinya, menunjukkan bahwa daerah R kurang
mampu untuk memenuhi permintaan daerahnya sendiri dalam produk
industri. Bila keadaannya adalah demikian, maicz INTRAIC yang cocok dapat
diperkirakan dari koefisien a ij nasional dengan mengalikannya dengan LQi it
Sebaliknya, bila LQR 1 >1, maka diasumsi kan bahwa "surplus" daerah R
akan diekspor ke sisa negara yang bersangkutan dan -oleh karenanyakoefisien nasional merupakan INTRAIC daerah R. Jadi:

Output regional yang diperkirakan adalah:

dalam rumus tersebut F Rr adalah permintaan akhir regional total dari


permintaan akhir sektor r, dan fRiRradalah koefisien pembe Tian permintaan
akhir regional yang diperkirakan dari permintaan akhir regional r dari
industri i. Yang terakhir ini diperkirakan dengan jalan yang persis sama de
ngan aRRij yang dibicarakan sebelumnya (tergantung dari nilai LQR ,),
dengan fir nasional adalah rasio antara penjualan nasional i kepada
permintaan akhir sektor r dan pembelian nasional permintaan akhir sektor
r ang telah disesuaikan menjadi:

Page 21 of 28

Dewasa ini terdapat usaha untuk menemukar koefisien alternatif


untuk memperbaiki ketepatan elemen regional, seperti LQ dalam
keseluruhan urosedur teknik non-survai. Yang paling akhir adalah
koefisien pembelian regional (regional purchase coefficient) yang dikembangkan oleh peneliti-peneliti di Regional Science Research Institute di
Amherst.
Massachusetts.
Namun
demikian,
dengan
mempertimbangkan faktor, penggunaan metode LQ tam paknya
cukup baik pada tahap pencarian penyusunan I-O regional di Indonesia.

2. Metode Tipe RAS


Metode
lain
lagi
untuk
menyusun
I-O
regional
dengan
mempergunakan Label I-O nasional adalah metode tipe RAS. Misalkan A
adalah matriks koofisien input tahel nasional. Tiga jenis data yang
diperlukan untuk meregionalkan I-O nasional melalui metode ini adalah
output sektoral regional X R, penjualan intra-industri total U R (vektor
kolom), dan pembelian intra-industri total V R (vektor baris). Jumlah yang
tidak diketahui yang masih perlu diperkirakan hanyalah n 2 (n adalah
jumlah sektor ekonomi), sementara hanya 3n informasi yang diketahui.
Oleh karena itu, bila perbedaan antara n 2 dan 3n adalah besar, metode ini
mempunyai manfaat potensial yang besar dalam aplikasinya dalam
kenyataan.
Pengkalian matriks nasional A dengan matriks diagonal X R
menghasilkan matriks antar industri regional 'langkah pertama" Z R. Berikut
ini menunjukkan langkah dalam proses perhitungan:

Jelas, bahwa jumlah baris maupun jumlah kolom Z (Ril tidak akan
sama dengan U R atau V R masing-masing. Jadi, perkiraan langkah pertama
penjualan antar-industri total adalah:

Dan pembelian antar-industri total adalah:

Dalam persamaan tersebut diatas d i adalah vektor kolom i. Oleh karena


itu, suatu proses penyesuaian diperlukan. Proses ini dimulai dengan
mengambil rasio antara penjualan antar-industri yang sesungguhnya dengan
yang diperkirakan:

Page 22 of 28

atau, karena lengkah pertama menunjukkan langkah prosedur, maka


dapat ditulis dalam bentuk umum:

dalam persamaan tersebut k adalah jumlah langkah perhitungan yang


membawakan perbedaan antara UR dan U(k)R maupun antara VR dan V(k)R
menjadi tidak signifikan atau mencapai tingkat yang dapat diterima dan
ditentukan sebelumnya.
Perkiraan langkah pertama matriks koefisien regional dengar jumlah
baris yang dijamin tepat adalah:

dimana R(i) adalah matriks diagonal r(i)1.


Demikian pula, dengan mengambil rasio antara pembelian antarindustri yang sebenarnya dan nilai yang diperkirakan, diperoleh:

atau dalam bentuk umum:

Oleh karena itu, untuk menyesuaikan jumlah kolom diambil perkalian berikut:

dimana S(i) adalah matriks diagonal s(i) j. Atau dengan mempergunakan


notasi sebelumnya dan menggantikan AR(i)row-sum dengan AR untuk
menghindari notasi yang membingungkan, diperoleh:

yang menunjukkan asal nama teknik perhitungan, yaitu metode RAS.


Prosedur yang diuraikan di atas diulang hingga semua elemen dalam
U - U(k)R dan VR - V(k)R keduanya adalah lebih kecil dari pada atau sama
dengan angka kecil positif 0 yang ditcntukan sebelumnya. Bila tahap
demikian itu dicapai setelah k-langkah iterasi, matriks koefisien regional
R

Page 23 of 28

yang diinginkan adalah:

Untuk tujuan perencanaan, sejalan dengan model perencanaan


nasional yang dipergunakan oleh lembaga perencanaan Indonesia,
Bappenas, dipergunakan AR yang diperhaiki atau diproyelcsikan. Prosedur
RAS kemudian dapat dipergunakan setelah nilai vektor U R dan V R diduga
(forecasted) ke dalam tahun T di masa_depan dengan mempergunakan
metode tertentu (misalnya ekonometri). Dengan kata lain, masalahnya
menjadi mirip dengan memperbaharui Tabel I-O nasional tahun 2005
untuk memperoleh tabel 2008.
Terdapat kemungkinan bahwa dalam satu atau dua daerah yang
ditelaah, beberapa anus intra-industri xR atau xRR diketahui dari survai.
Karena XR juga diketahui, maka hal ini berarti bahwa a R atau aRR diketahui
secara eksogen. Pada umumnya koefisien yang diketahui adalah bagi
yang disebut industri "kunci" dalam perekonomian. Bila demikian, maka
dapat dir.rguilakan metode RAS standar yang dimodifikasi. Dalam konteks
nasional, metode tersebut pernah dipakai dalam proses memperbaharui IO Indonesia untuk beberapa tahun, seperti tahun 1983, 1988, 1993, 1998,
2003, dan terakhir 2008..

3. Analytical Hierarchy Process.


Suatu metode yang sama sekali berbeda untuk memperkirakan
matriks I-O regional adalah metode yang mempergunakan data primer
tentang persepsi yang diperoleh dengan mewawancarai secara langsung
orang-orang yang merupakan ahli atau bukan, yang mengenal masalah
hubungan antar sector dalam kerangka I-O dalam kenyataan. Jelaslah,
bahwa penggunaan metode ini adalah paling tepat sebagai cross-checking
hasil yang diperoleh melalui teknik nonsurvai yang dibahas di atas atau
untuk memperkirakan koefisien I-O bila arus output sek -toral di tingkat
regional pun tak ada. Metode yang dikenal sebagai analytical hierarchy
process (AHP) ini, pada dasarnya merupakan basil gabungan antara teori
scaling dan teori hierarkhi, Tidak seperti teknik non-survai, metode AHP
mengandalkan penilaian orang mengenai hubungan tcrtcntu antara
berbagai atribut, seperti kekuatan sektor dibandingkan dengan
sektor lain dalam alokasi output sektor yang bersangkutan ke permintaan
antara. Oleh karena itu, input yang perlu diolah dalam model ini adalah
dalam bentuk data ordinal. Namun demikian, karena sifat-sifat yang
dihadapi orang tidak hanya dapat berbeda menurut waktu dan tempat,
tetapi - lebih serius lagi - juga dalam hubungannya dengan sifat lain, input
tersebut harus menggambarkan penilaian dalam perbandingan; yaitu
urutan (ranking) pentingnya suatu sifat dengan yang lain; jadi suatu
matriks yang menggambarkan pembandingan pasangan (pairwise
comparison). Setelah terbentuk matriks semacam itu, maka perlu

Page 24 of 28

diketemukan eigen vector matriks tersebut dengan eigen value yang


terbesar. Eigen vextor ini menggambarkan urutan prior -tas dar eigen
value merupakan ukuran konsistensi peni'aian. Metode AHP mempunyai
berbagai aplikasi, rnulai dari masalah prioritisasi, alokasi sumber,
pemecahan konflik dan masalah cost-benefit hingga masalah
interdependensi umum (seperti masalah I-O).
Bagi suatu wilayah perekonomian yang baru berkembang di mana
ketersediaan data masih sangat terbatas dan sistem data yang berlaku
belum terintegrasi antara satu jenis data dengan jenis data lainnya,
penyusunan Tabel IO dengan metodoiogi yang biasa akan memberikan hasil
yang sangat bias, kecuali jika diadakan suatu survei atau sensus secara
menyeluruh agar dapat mencakup dan menangkap keterkaitan yang terjadi
antar berbagai sektor di dalam ekonomi. Untuk itu, bantuan metonologi
penyusunan Tabel IO dengan menggunakan AHP (Analytical Hierarchy
Process) akan sangat membantu, mengingat metologi ini tidak memerlukan
tumpukan data sekunder yang mendalam tentang keadaan perekonomian
tersebut sehingga memungkinkan kita untuk membuat judgements atau
penilaian atas besarnya keterkaitan relatif antar sektor dan besarnya
kontribusi atau kepentingan relatif dari masing-masing sektor dalam
perekonomian.
Penggunaan AHP untuk menghitung/mengestimasi koefisien teknologi
I-a mencakup 2 langkah: Pertama, memanfaatkan judgements untuk
menentukan kontribusinya atau impak relatif dari masing-masing sektor
terhadap perekonomian. Ini, pada dasarnya, merupakan 'apriori'
atau'constant value' dari sektor tersebut. Langkah kedua adalah analisis
terhadap interdepensi antara sektor-sektor tersebut.
Mudahnya, analisis ketergantungan dibuat dengan melihat berapa
besar output dari suatu sektor dibandingkan secara relatif terhadap sektorsektor lain yang digunakan sebagai input bagi sektor tertentu. lni merupakan
pengukuran pengaruh suatu sektor terhadap sektor lain relatif dibandingkan
pengaruh dari sektor- sektor lain terhadap sektor yang sama.
Langkah-Iangkah
pengerjaan
penyusunan
menggunakan metode AHP adalah sebagai berikut:

Tabel

I-O

dengan

1. Menentukan sektor-sektor yang penting dalam perekonomian dengan


melihat kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Misalkan berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu
daerah diperoleh bahwa sektor-sektor penting dalam perekonomian
daerah itu adalah :
-

Pertanian (AGR)
Industri Manufaktur (MFG)
Konstruksi (CONSTR)
Jasa Transportasi (TRANS)
Jasa Perdagangan (TRADE)
Jasa lainnya (OTHERS)

Page 25 of 28

2. Menentukan kesalingtergantungan
masing sektor penting tersebut.

(interdependensi)

antara

masing-

Saling ketergantungan antar sektor harus dapat ditelaah sedemikian rupa


sehingga diperoleh matriks ketergantungan sebagai berikut :

AGR
MFG
CONSTR
TRANS
TRADE
OTHERS

AGR

MFG

CONSTR

*
*
0
*
0
0

*
*
*
0
0
0

0
*
*
0
0
0

TRANS
0
*
0
*
*
0

TRADE
*
0
0
*
*
0

OTHERS
0
0
0
0
*
*

Simbol * menyatakan ada keterkaitan antar sektor, sementara simbol 0 menyatakan sebaliknya.

3. Menentukan pengaruh relatif (the relative impact) dari berbagai sektor


tersebut terhadap perekonomian.
Perolehan skala kepentingan reIatif dari masing-masing sektor terhadap
perekonomian, melalui proses judgement untuk membangun matriks
pairwise comparison berikut :
Contribution
to economy
AGR
MFG
C:ONSTR
TRANS
TFADE
OTHERS

AGR

MFG

CONSTR

TRANS

TRADE

OTHER

Weight

1
1
1
1
1
1
1.00

4. Menentukan kepentingan relatif dari pemanfaatan output (the relative


strength of utilization) setiap sektor oleh sektor-sektor lainnya.
Langkah selanjutnya adalah membandingkan setiap sektor menurut
kontribusi yang mereka terima dari setiap sektor lainnya, atau dengan
kata lain, perbandingan relatif dari besarnya output yang dialokasikan
oleh masing-masing sektor sebagai input bagi setiap sektor lainnya.
Judgement dan perbandingan pada langkah ini sangat berdasar pada
matriks ketergantungan yang telah kita peroleh dari langkah 2.
Contoh :
Prioritas kepentingan sektor dalam hal menyediakan input bagi sektor
AGR.
Contribution
to AGR
AGR
MFG
TRANS

AGR

MFG

TRANS

4
1
1/3

2
3
1

Page 26 of 28

Weight

4. Teknik Semi Survei (Kombinasi Survei dan Non Survei)


Langkah umum pertama yang dilakukan dalam penyusunan Tabel
Input-Output dengan cara non survei adalah penyusunan klasifikasi sektor,
dimana seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah dikelompokkan ke dalam
sektor-sektor ekonomi. Salah satu pertimbangan yang digunakan dalam
penyusunan klasifikasi ini adalah di dasarkan pada satuan komoditi atau
kegiatan ekonomi yang mempunyai kesamaan dalam produk yang dihasilkan
atau kesamaan dalam kegiatan- kegiatan yang dilakukan. Pertimbangan lain
adalah bahwa kegiatan ekonomi yang mempunyai peran menonjol dan
sangat penting atau dianggap cukup strategis di Kota Pontianak juga
dijadikan sebagai satu sektor tersendiri.
Langkah kedua, adalah pengumpulan data/informasi dari berbagai
sumber yang cukup relevan untuk digunakan sebagai dasar dalam
memperkirakan output, nilai tambah atau setidak-tidaknya harus cukup
memadai untuk menyusun struktur input dari masing-masing sektor
berdasarkan klasifikasi yang telah disusun.
Pengumpulan data untuk penyusunan Tabel Input-Output suatu wilayah
umumnya dilakukan dengan teknik semi survei (semi survey technique),
dengan kegiatan sebagai berikut:
a) Memanfaatkan sebesar mungkin data struktur input sektoral yang
telah tersedia. Hasil pendataan perusahaan industri besar dan sedang,
Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) dan berbagai data dari
sumber lain juga telah dimanfaatkanuntuk keperluan ini.
b) Memanfaatkan data sekunder dari berbagai sumber baik pemerintah
maupun swasta.
c) Melakukan Survei Khusus Input-Output (SKIO) dalam rangka menyusun
struktur input sektoral. Kegiatan ini dilakukan secara terbatas,
utamanya pada sektor-sektor yang tidak memiliki data sama sekali,
disamping untuk melengkapi data yang ada.
Langkah ketiga, adalah melakukan/perkiraan output (kontrol tetap),
perkiraan nilai tambah bruto sektoral, penyusunan struktur (koefisien) input
untuk masing-masing sektor serta penyusunan struktur input untuk masingmasing komponen permintaan akhir. Hasil yang dicapai pada langkah ketiga
akan menjadi bahan dasar (utama) dalam menyusun Tabel I-O suatu wilayah.
Langkah keempat, adalah pengolahan dan penyusunan tabel transaksi
antara sektor ekonomi sehingga terbentuk secara lengkap matriks InputOutput. Langkah terakhir, adalah proses rekonsiliasi antara sektor baris
kolom. Proses ini ilakukan berulang-ulang disertai pengecekan terhadap
kelayakan dan konsistensi data, yang kemudian dilanjutkan dengan
pembuatan tabel-tabel analisis.

----###----

Page 27 of 28

DAFTAR PUSTAKA
Azis, Iwan Jaya dan Djojodipuro, Marsudi, Ilmu Ekonomi Regional dan
Beberapa Aplikasinya di Indonesia, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta,
1994
Biro Pusat Statistik Indonesia, Tabel Input Output, Jakarta, 1994.
Brodjonegoro, Bambang Permadi,
Indonesia, Jakarta, 1992

Analitical Hierarchy Process, Universitas

Page 28 of 28

Anda mungkin juga menyukai