3 - Modul Sesi 1 - 3
3 - Modul Sesi 1 - 3
I.
PENDAHULUAN
Konsep keterpaduan program pembangunan ekonomi menjadi semakin
penting dalam era Pembangunan Jangka Panjang. Secara ideal, output dari
suatu program pembangunan bisa menjadi input bagi program pembangunan
lainnya. Program pembangunan yang bersifat ego-sektor semakin tidak
populer karena diyakini akan merugikan kepentingan pembangunan secara
keseluruhan.
Dalam perekonomian yang lebih luas, hubungan antar kegiatan
ekonomi juga menunjukkan keterkaitan yang semakin kuat dan dinamis.
Jenis-jenis kegiatan baru bermunculan untuk mengisi kekosongan mata rantai
kegiatan yang semakin panjang dan kait mengait. Kemajuan di suatu sektor
tidak mungkin dapat dicapai tanpa dukungan sektor-sektor lain. Begitu juga
sebaliknya, hilangnya kegiatan suatu sektor akan berdampak terhadap
kegiatan sektor lain. Berbagai hubungan antar-kegiatan ekonomi (interindustry relationship) selanjutnya dapat direkam dalam suatu instrumen yang
dikenal dengan model input-output (I-O).
Di Indonesia, Tabel I-O mulai dikenal pada akhir Pelita I. LIPI merupakan
lembaga yang pertama kali menyusun Tabel I-O untuk Indonesia, yaitu
dengan metode non-survai. Kemudian, Biro Pusat Statistik (BPS) bekerjasama
dengan Institute of Developing Economies (IDE) menyusun Tabel I-O
Indonesia untuk data tahun 1971 dengan menggunakan metode survai. Sejak
itu, BPS menyusun Tabel I-O Indonesia secara berkala setiap 5 tahun sekali
(BPS, 1995).
Pada awalnya, penggunaan model I-O untuk perencanaan dan analisis
ekonomi kurang dikenal oleh para analis dan praktisi perencana
pembangunan. Setelah melalui proses yang agak lama dan meningkatnya
kebutuhan untuk menggunakan Tabel I-O sebagai instrumen perencanaan
yang bersifat lintas sektoral maka penggunaan model I-O telah semakin
meningkat.
Dari sisi analisis ekonomi, model I-O juga telah banyak digunakan.
Untuk menyebut beberapa contoh: analisis dampak ekonomi sektor
pariwisata,
dampak
pertumbuhan
ekonomi
terhadap
penggunaan
sumberdaya alam, teknologi dan lingkungan merupakan analisis yang
menggunakan model Input-Output.
II.
(2)
(3)
(4)
Kerangka dasar model I-O terdiri atas empat kuadran seperti disajikan
pada Gambar 1.
Kuadran I
Kuadran II
Kuadran III
Kuadran IV
Page 2 of 28
(pxn)
akhir
(pxm)
Page 3 of 28
kepada tenaga kerja dan pemilik modal disebut pembayaran untuk nilai
tambah. Selain itu perusahaan juga membeli barang dan jasa dari luar
negeri, dengan kata lain, perusahaan mengimpor barang dan jasa. Transaksi
impor barang dan jasa ini dicatat pada baris impor. Dengan demikian,
lengkaplah transaksi-transaksi perdagangan dari berbagai sektor yang ada di
dalam suatu negara. Secara sederhana simplifikasi dari Tabel I-O dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut :
Sektor Pembeli
Penjual
...
x11
x12
x21
x22
.
.
1
2
.
.
.
n
Nilai
Tambah
Impor
Total
Input
Konsumsi
Total
Akhir
Produksi
...
x1n
f1
X1
...
x2n
f2
X2
xn1
xn2
...
xnn
fn
Xn
V1
v2
...
vn
M1
m2
...
mn
X1
X2
...
Xn
Dari Tabel I-O pada Tabel 1 dapat dibuat dua persamaan neraca yang
berimbang:
n
ij
Baris:
fi Xi
Kolom:
i 1,..., n
j 1
ij
v j m j X j j 1,..., n
i 1
dimana xij adalah nilai aliran barang atau jasa dari sektor i ke sektor j; fi
adalah total konsumsi akhir; vj adalah nilai tambah dan mj adalah impor.
Definisi neraca yang berimbang adalah jumlah produksi (keluaran) sama
dengan jumlah masukan.
Aliran antar industri dapat ditransformasi menjadi koefisien-koefisien
dengan mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelian adalah tetap
Page 4 of 28
untuk sebuah tingkat total keluaran (dengan kata lain, tidak ada economies
of scale) dan tidak ada kemungkinan substitusi antara sebuah bahan baku
masukan dan bahan baku masukan lainnya (dengan kata lain, bahan baku
masukan dibeli dalam proporsi yang tetap). Koefisien-koefisien ini adalah:
aij xij / X j
atau
xij aij X j
ij
X j fi X i
i 1,..., n
j 1
AX f X dimana
=X
III.
ASUMSI-ASUMSI
Secara konsepsional, ada 3 (tiga) asumsi dasar yang melandasi
penyusunan model I-O dan model-model ekonomi yang diturunkan dari Tabel
I-O berangkat dari asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Asumsi homogenitas, yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya
memproduksi satu jenis output dengan struktur input tunggal dan
bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor.
2.
3.
Page 5 of 28
sepanjang periode analisis, produsen tidak dapat menyesuaikan perubahanperubahan inputnya atau mengubah proses peroduksi. Selain itu, hubungan
yang tetap ini berarti bahwa apabila input suatu sektor diduakalikan maka
outputnya akan dua kali juga. Asumsi semacam ini menolak adanya
pengaruh perubahan teknologi ataupun produktivitas yang berarti perubahan
kuantitas dan harga input sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga
output.
IV.
Page 6 of 28
pegawai
dan
b. Input Antara
Input antara mencakup penggunaan berbagai barang dan jasa oleh
suatu sektor dalam kegiatan produksi. Barang dan jasa tersebut berasal dari
produksi sektor-sektor lain, dan juga produksi sendiri. Barang-barang yang
digunakan sebagai input antara biasanya habis sekali pakai, seperti bahan
baku, bahan penolong, bahan bakar, dan sejenisnya. Dalam model I-O,
pengggunaan input antara diterjemahkan sebegai keterkaitan antara sektor
dan dinotasikan sebagai Xij, yaitu input antara yang berasal dari produksi
sektor I yang digunakan oleh sektor j dalam rangka menghasilkan output Xj.
xij disebut sebagai total input antara sektor j, dan dalam Tabel I-O biasanya
diberikan kode 190.
Dalam suatu Tabel I-O, input antara dinilai dengan dua jenis harga.
Input antara atas dasar harga pembeli menggunakan harga beli konsumen
sebagai dasarnya. Dan dalam harga tersebut tentunya margin distribusi
Page 7 of 28
V.
Page 9 of 28
dinyatakan atas dasar harga pembeli. Dalam tabel transaksi ini unsur margin
perdagangan dan biaya angkutan masih tergabung dalam nilai input bagi
sektor yang membeli. Dalam penyusunan Tabel I-O, tabel transaksi ini yang
pertama kali disusun. Contoh tabel transaksi atas dasar harga pembeli untuk
3 sektor ekonomi disajikan pada Tabel 2.
Tabel transaksi atas dasar harga produsen adalah tabel transaksi yang
menggambarkan nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang
dinyatakan atas dasar harga produsen. Artinya, dalam tabel transaksi ini
unsur margin perdagangan dan biaya angkutan telah dipisahkan sebagai
input yang dibeli dari sektor perdagangan dan angkutan. Dengan
mengeluarkan unsur margin perdagangan dan biaya angkutan dari tabel
transaksi atas dasar harga pembeli akan diperoleh tabel transaksi atas dasar
harga produsen.
Tabel 2. Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Pembeli (Rp.
Perdag
Total
Total
Total
angan
Permin Permin
Impo
Permin
dan
-taan
-taan
r
Sektor
1
2
3
-taan
Angkut
Antara Akhir
an
1
2.040 43.770 2.319 48.129 42.243 90.373 3.394 8.588
2
6.436 63.136 19.52 89.097 154.947 244.044 42.64 31.521
5
5
3
2.546 6.924 13.82 23.292 63.721 87.014 7.072 -40.109
2
Total Biaya
Antara
11.023 113.82 35.66 160.519 260.912 421.430 53.11 0
9
6
1
Nilai
Tambah
67.368 56.049 84.38 207.801
Bruto
4
Total Input
78.391 169.87 120.0 368.320
9
50
Sumber : Diolah dari Biro Pusat Statistik, 1994
Sektor 1 meliputi sektor pertanian dan pertambangan
Sektor 2 meliputi sektor industri, listrik, gas & air minum, bangunan
Sektor 3 meliputi sektor lainnya
Miliar)
Page 10 of 28
Total
Total
PenyeOutput
diaan
78.391
169.87
9
120.05
0
90.373
244.04
4
87.014
368.32
0
421.43
0
Miliar)
Total
Total
PenyeOutput
diaan
78.391
169.87
9
120.05
0
81.785
212.52
3
127.12
2
368.32
0
421.43
0
Bruto
Total
Input
1.789
38.070
1.894
Total
Total
Total
Permin- PerminPermin- Impor
taan
taan
taan
Antara
Akhir
41.752
36.639
78.391
0
78.391
78.391
4.909
35.757
13.974
51.639
115.239
169.879
169.879
3.423
17.795
15.569
30.788
83.262
120.050
169.87
9
120.05
0
Total
Biaya
Antara
10.120
91.622
31.437
133.180
235.140
368.320
368.32
0
368.320
Impor
902
22.207
4.230
27.339
25.772
53.111
53.111
Nilai
Tambah
Bruto
67.368
56.049
84.384
207.801
78.391
169.87
9
120.050 368.320
Sektor
Total
Input
Perdagan
Total
g-an dan
Output
Angkutan
Total
Penyediaan
120.050
Page 11 of 28
Total
Output
4.057
142
3.026
12.559
2.796
13.265
28.620
3.771
718
19.866 23.848
48.202
42.271
3.965
28.621
123.059
2.239
1.799
11.745 26.439
42.223
52.690
58.529
10.023
163.465
10.073
2.664
63.701 56.751
133.190
116.242
65.610
53.289
368.330
7.951
2.155
10.615 36.256
56.978
56.978
34.581 23.479
31.352 61.412
150.824
150.824
9.046
27.339
7.942
17.829
53.111
123.059 163.46
5
368.330
124.184
83.439
53.289
629.242
8.027 26.548
74.278
74.278
Total
Input
Antara
Gaji dan
Upah
Input
Primer
Lainnya
Impor
581
322
TK (ribu)
39.005
698
22.706
Total
Konsumsi PerminPerminRumah
taan
Ekspor
4
taan
Tangga
Akhir
Antara
Lainnya
3.439
30.206
21.280
320
1.379
9.384
17.390
53.186
Total
Konsumsi PerminPerminRumah
taan
Ekspor
taan
Tangga
Akhir
Antara
Lainnya
0,2820
0,1714
0,0038
0,0259
Page 12 of 28
Total
Output
0,4831
0,0999
0,0000
0,0335
0,2489
0,3823
0,4033
0,3404
0,0475
0,5371
1,3283
0,3621
0,4243
0,7015
0,1881
1,6760
Total Input
Antara
Gaji dan Upah
1,1473
,9360
0,7863
1,0000
3,8697
0,5329
0,0000
0,0000
0,0000
0,5329
2,1010
0,2188
4,0000
0,0000
0,0640
1,0000
0,0000
0,2137
1,0000
0,0000
0,0000
1,0000
2,1010
0,4965
7,0000
0,9854
0,0000
0,0000
0,0000
0,9854
Input Primer
Lainnya
Impor
Total Input
TK
VII.
MATRIKS KEBALIKAN
Page 13 of 28
Total
1,1052
0,0111
0,2524
0,0719
1,4406
0,0095
1,0100
0,0985
0,0397
1,1576
0,1056
0,0453
1,2449
0,2203
1,6162
0,0682
0,0815
0,1618
1,2246
1,5361
Total
1,2886
1,1478
1,7576
1,5565
5,7505
Page 14 of 28
1,1804
0,0505
0,3268
0,1921
RumahTangg
a
1,7498
0,3950
0,0223
1,0167
0,1111
0,0601
1,2102
0,0671
1,2773
0,2371
0,1143
1,3752
0,4308
2,1574
0,6915
2,8490
Sektor
Total
Total
2,1448
0,2123
0,1570
0,3045
1,4552
2,1290
0,7575
2,8864
Total
1,6521
1,3384
2,1177
2,1382
7,2463
1,9112
9,1575
Rumah Tangga
Total
0,2457
1,8977
0,1288
1,4672
0,2434
2,3611
0,3932
2,5314
1,0110
8,2573
1,2918
3,2029
2,3028
11,4603
Page 15 of 28
IX.
Page 16 of 28
Page 17 of 28
Dalam rumus tersebut di atas, R dan S menggambarkan daerahdaerah, dimana S mewakili daerah yang tidak mencakup daerah R.
Jadi, koefisien tersebut disebut koefisien input antar daerah (interregional
input coefficient INTERIC) atau singkatnya koefisien perdagangan.
Oleh karena itu, untuk tujuan penelitian dalam rangka penyusunan
Tabel I-O, berikut ini adalah contoh tiga jenis pertanyaan yang perlu
diajukan:
1. Berapa produk sektor i yang
dibeli tahun yang lalu untuk
membuat output suatu sektor (RIC)?
2. Berapa produk sektor i diproduksi oleh perusahaan di daerah sendiri
yang dibeli daerah sendiri (INTRAIC) tahun yang lalu dan
3. Berapa produk sektor i diproduksikan oleh perusahaan di daerah lain
yang dibeli oleh daerah sendiri (INTERIC) tahun yang lalu?
Page 18 of 28
Dengan kata lain, ini adalah counterpart regional bagi ukuran dampak I-O
nasional.
Sayangnya, dalam banyak kasus, informsi mengenai arus yang
berhubungan dengan INTRAIC (dan juga INTERIC berkenaan dengan itu) sulit
diperoleh. Kecuali bila informasi itu tersedia, maka ARR periu diperkirakan.
Adalah
masalah
penernuan
pendekatan
terbaik
untuk
memperkirakan ini yang merupakan pusat minat serentetan penilitian
dalam bidang metode nonsurvai penyusunan I-O regional. Salah satu
jenis adalah metode RSP yang disebut sebelumnya. Bila matriks
diagonal persentase penawaran regional (RSP) disebut B, maka ARR
yang diperkirakan adalah:
Page 19 of 28
Lebih-lebih lagi, data yang diperlukan bagi indikatoir RSP, yaitu ekspor
dan impor daerah menurut sektor, sering juga tidak mudah tersedia. Di
Indonesia, dewasa ini angka itu dikumpulkan dengan susah-payah. Bila
satuan daerah yang dipergunakan adalah provinsi di salah satu pulau
yang besar, kesulitan itu bahkan menjadi makin besar, terutama karena
data mengenai arus komoditi melalui darat yang biasanya dikumpulkan
melalui sistem jembatan timbang tak lagi tersedia setelah penghapusan
sistem tersebut. Dalam hubungan inilah, maka penggunaan teknik
dengan memanfaatkan tabel I-O nasional dikombinasikan dengan metode
lainnya untuk mengungkap ciri-ciri perekonomian daerah diajukan sebagai
alternatif; setidak-tidaknya sebelum data regional tersedia.
Terdapat banyak metode penyusunan Tabel IO dengan cara non
survei, antara lain metodel Location Quotient (LQ) (baik dengan Simple
Location Quotient (SLQ), Purchase Only Location Quotient (POLQ), maupun
Cross Industry Quotient (CIQ)), metode RAS, metode Analitical Hierarchy
Process (AHP), teknik hibrida (untuk kepulauan), metode entropi (dengan
konsep fisika), gabungan permintaan dan penawaran (supply demand pool,
SDP), modifikasi dari SDP (modification of supply demand pool, MSDP),
metode Analitical Hierarchi Process (AHP), dan lain-lain. Dalam modul ini
hanya akan dijelaskan dengan ringkas penyusunan Tabel IO dengan cara
non survei berupa metode SLQ, RAS, dan AHP. Selain itu, dalam modul ini
juga disampaikan teknik penyusunan Tabel I-de SLO dengan cara semi
survei (kombinasi survei dan non survei).
Untuk
mempergunakan
indeks
seperti
Page 20 of 28
itu
untuk
mengungkap
industri eksper dan impor di daerah tertentu, perlu dibuat asumsi. Asumsi
yang paling penting tampaknya adalah untuk mengabaikan kemungkinan
adanya variasi dalam industrial mix antar - daerah. Sebetulnya, bila LQ industri
baja di daerah lebih besar daripada satu, maka mungkin terdapat
konsentrasi aktivitas yang relatif tinggi yang mempergunakan baja secara
intensif di daerah itu dan -bertentangan dengan kesimpulan yang
seharusnya diberikan oleh LQ - tidak terdapat ekspor baja apapun dari
daerah itu.
Namun demikian, dalam tahap pencarian awal sesuatu penelitian,
indeks itu memberikan proxy yang baik mengenai batas dalam analisis
ekspor dan impor sesuatu daerah. Dari segi data yang diperlukan, jelas
bahwa kuosien ini tidak memerlukan pengumpulan dan pengolahan data
yang luas. Informasi mengenai nilai tambah sektoral di daerah adalah siap
tersedia dari PDRB untuk 33 provinsi di Indonesia.
LQiR dengan nilai kurang dari satu menunjukkan bahwa industri i
adalah kurang terkonsentrasi di daerah R daripada di negara yang
bersangkutan dan pada dirinya, menunjukkan bahwa daerah R kurang
mampu untuk memenuhi permintaan daerahnya sendiri dalam produk
industri. Bila keadaannya adalah demikian, maicz INTRAIC yang cocok dapat
diperkirakan dari koefisien a ij nasional dengan mengalikannya dengan LQi it
Sebaliknya, bila LQR 1 >1, maka diasumsi kan bahwa "surplus" daerah R
akan diekspor ke sisa negara yang bersangkutan dan -oleh karenanyakoefisien nasional merupakan INTRAIC daerah R. Jadi:
Page 21 of 28
Jelas, bahwa jumlah baris maupun jumlah kolom Z (Ril tidak akan
sama dengan U R atau V R masing-masing. Jadi, perkiraan langkah pertama
penjualan antar-industri total adalah:
Page 22 of 28
Oleh karena itu, untuk menyesuaikan jumlah kolom diambil perkalian berikut:
Page 23 of 28
Page 24 of 28
Tabel
I-O
dengan
Pertanian (AGR)
Industri Manufaktur (MFG)
Konstruksi (CONSTR)
Jasa Transportasi (TRANS)
Jasa Perdagangan (TRADE)
Jasa lainnya (OTHERS)
Page 25 of 28
2. Menentukan kesalingtergantungan
masing sektor penting tersebut.
(interdependensi)
antara
masing-
AGR
MFG
CONSTR
TRANS
TRADE
OTHERS
AGR
MFG
CONSTR
*
*
0
*
0
0
*
*
*
0
0
0
0
*
*
0
0
0
TRANS
0
*
0
*
*
0
TRADE
*
0
0
*
*
0
OTHERS
0
0
0
0
*
*
Simbol * menyatakan ada keterkaitan antar sektor, sementara simbol 0 menyatakan sebaliknya.
AGR
MFG
CONSTR
TRANS
TRADE
OTHER
Weight
1
1
1
1
1
1
1.00
AGR
MFG
TRANS
4
1
1/3
2
3
1
Page 26 of 28
Weight
----###----
Page 27 of 28
DAFTAR PUSTAKA
Azis, Iwan Jaya dan Djojodipuro, Marsudi, Ilmu Ekonomi Regional dan
Beberapa Aplikasinya di Indonesia, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta,
1994
Biro Pusat Statistik Indonesia, Tabel Input Output, Jakarta, 1994.
Brodjonegoro, Bambang Permadi,
Indonesia, Jakarta, 1992
Page 28 of 28