Service20130410160702 PDF
Service20130410160702 PDF
KABUPATEN MOROWALI
NOMOR 10
TAHUN 2012
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI
NOMOR 10 TAHUN 2012
TENTANG
Menimbang
a.
b.
c.
d.
Mengingat
1.
2.
bahwa
untuk
mengarahkan
pembangunan
di
Kabupaten Morowali, dengan memanfaatkan ruang
wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi,
selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
dan
pertahanan keamanan, berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 perlu disusun rencana tata ruang wilayah;
bahwa dalam rangka
mewujudkan keterpaduan
pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat
maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan
lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;
bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan
Pemerintah No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu menetapkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Morowali
dengan Peraturan Daerah.
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua;
Undang-undang Nomor 51 tahun 1999 tentang
pembentukkan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali,
dan Kabupaten Banggai Kepulauan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 179, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3900)
sebagaimana telah diubah dan disempurnakan dengan
1
3.
4.
5.
6.
7.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Morowali.
2. Kepala Daerah adalah Bupati Morowali.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Morowali.
4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang
udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan kehidupannya.
6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
8. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budidaya.
10. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
12. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
14. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
15. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
16. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
17. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam
dan sumberdaya buatan.
18. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
19. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
33. Sumber Daya Air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya.
34. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 Km2.
35. Cekungan Air Tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
36. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
37. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non
pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
38. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
39.Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD
adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di
Kabupaten Morowali dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam
koordinasi penataan ruang di daerah.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 2
Penataan ruang Kabupaten Morowali bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berbasis potensi
sumber daya alam maupun sumber daya manusia dengan dukungan sarana dan
prasarana wilayah yang memadai.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 3
Kebijakan penataan ruang Kabupaten Morowali, terdiri atas:
a. Pengembangan wilayah berbasis konsep agropolitan dan minapolitan yang
berorientasi pada sumberdaya lokal dan kebutuhan pasar;
b. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia di bidang pertanian dan kelautan,
serta bidang-bidang pendukungnya;
c. Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah darat maupun laut dan pulau-pulau kecil secara merata dan
berhirarki yang menunjang system produksi hasil pertanian, perikanan laut
dan pelayanan dasar masyarakat;
d. Pengembangan sumberdaya utama dan sumberdaya lainnya dengan
memperhatikan kesinambungan, daya dukung lahan, daya tampung kawasan;
dan
e.
f.
Pasal 4
(1) Strategi mengembangkan wilayah berbasis konsep agropolitan dan
minapolitan yang berorientasi pada sumberdaya lokal dan kebutuhan pasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, terdiri atas :
a. Mengembangkan kawasan sesuai potensinya yang dihubungkan dengan
pusat kegiatan untuk mendukung agropolitan dan minapolitan dengan
komoditas yang berpotensi terhadap kebutuhan pasar tanpa mengabaikan
potensi sumber daya alam lainnya;
b. Mengembangkan sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan
ke pusat-pusat pemasaran sampai terbuka akses ke pasar nasional;
c. Mengembangkan kawasan agropolitan dan minapolitan untuk mendorong
pertumbuhan kawasan perdesaan ;
d. Mengendalikan kawasan pertanian secara ketat;
e. Meningkatkan ketersediaan teknologi tepat guna;
f. Mengembangkan sistem usaha pertanian;
g. Meningkatkan perlindungan lahan pertanian dengan cara mencegah
terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke kegiatan lain; dan
h. Mengembangkan system pertanian yang terintegrasi dari hulu hingga hilir
dalam penyelenggaraan kegiatan agrobisnis, agroindustri dan agrowisata.
(2) Strategi peningkatan kualitas sumberdaya manusia di bidang pertanian
dan kelautan, serta bidang-bidang pendukungnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf b, terdiri atas :
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang bekerja
di sektor pertanian, kelautan, pariwisata, pertambangan dan bidangbidang pendukung lainnya;
b. Mengembangkan sistem usaha pertanian dan kelautan berbasis
masyarakat;
c. Meningkatkan motivasi masyarakat dalam melakukan usaha pariwisata
yang terintegrasi dengan program-program pengembangan pertanian dan
kelautan; dan
d. Meningkatkan penggunaan teknologi tepat guna.
(3) Strategi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah darat maupun laut dan pulau-pulau kecil
secara merata dan berhirarki yang menunjang system produksi hasil
pertanian, perikanan laut dan pelayanan dasar masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, terdiri atas :
a. Meningkatkan interkoneksi antara kawasan perkotaan baik Kolonodale
sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat-Pusat Kegiatan Lokal
Prioritas (PKL) yaitu Kota Bungku, Pusat-Pusat Pelayanan Kawasan (PPK),
yaitu ibukota-ibukota kecamatan, maupun Pusat-pusat Pelayanan
Lingkungan (PPL), yaitu pusat-pusat permukiman yang tidak termasuk
dalam PKL maupun PPK, antara kawasan perkotaan dengan pusat-pusat
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Pasal 6
Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Morowali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf a, terdiri atas :
a. PKW;
b. PKL;
c. PKLp;
d. PPK; dan
e. PPL
PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Kolonodale di
Kecamatan Petasia;
PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Bungku di
Kecamatan Bungku Tengah dan Beteleme di Kecamatan Lembo;
PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu Wosu di Kecamatan
Bungku Barat, Kaleroang di Kecamatan Bungku Selatan, dan Ulunambo di
Kecamatan Menui Kepulauan;
PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. Padei Darat di Kecamatan Menui Kepulauan;
b. Padei Laut di Kecamatan Menui Kepulauan;
c. Samarenga di Kecamatan Menui Kepulauan;
d. Bahodopi di Kecamatan Bahodopi;
e. Bahonsuai di Kecamatan Bumi Raya;
f. Lantula Jaya di Kecamatan Wita Ponda;
g. Tomata di Kecamatan Mori Atas;
h. Mayumba di Kecamatan Mori Utara;
i. Lembah Sumara di Kecamatan Soyo Jaya;
j. Baturube di Kecamatan Bungku Utara; dan
k. Tanasumpu di Kecamatan Mamosalato.
PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas :
8
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Pasal 7
(1) Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Morowali
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Sistem jaringan transportasi darat;
b. Sistem jaringan transportasi laut; dan
c. Sistem jaringan transportasi udara.
(2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 8
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf a, terdiri atas :
a. Jaringan jalan;
b. Jaringan prasarana lalu lintas;
c. Jaringan layanan lalu lintas;
d. Jaringan pelabuhan penyeberangan; dan
e. Jaringan rel kereta api.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Jaringan Jalan Kolektor Primer K1 yang ada di Kabupaten Morowali,
terdiri atas :
1. Ruas jalan Kolonodale Tompira;
2. Ruas jalan Tompira Wosu;
3. Ruas jalan Wosu Bungku;
4. Ruas jalan Bungku Bahodopi;
5. Ruas jalan Bahodopi batas Provinsi Sultra;
6. Ruas jalan Tiwaa (batas Kab. Poso) Tomata;
7. Ruas jalan Tomata Beteleme; dan
8. Ruas jalan Beteleme Tompira.
b. Jaringan jalan Strategis Nasional (K2) yang ada di Kabupaten Morowali,
terdiri atas :
9
(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas :
a. Lintasan angkutan barang, terdiri atas :
1. Bungku Buleleng;
2. Bungku - Kolonodale;
3. Bungku Beteleme - Lawangke;
4. Bungku Bumi Raya;
5. Bungku Wita Ponda;
6. Bungku Bahodopi; dan
7. Bungku Bahomotefe.
b. Trayek angkutan penumpang, terdiri atas :
1. Bungku - Buleleng;
2. Bungku - Bahodopi;
3. Bungku - Lawangke;
4. Bungku Kolonodale; dan
5. Bungku Bahomotefe.
(5) Jaringan pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d.
yaitu pelabuhan penyeberangan dari Menui Kepulauan ke Morowali Daratan
terdiri atas:
a. Pelabuhan Ulunambo di Pulau Menui;
b. Pelabuhan Buranga di Pulau Menui;
c. Pelabuhan Masadiang di Pulau Masadiang;
d. Pelabuhan Pulau Dua di Pulau Dua;
e. Pelabuhan Pulau Tiga di Pulau Tiga; dan
(6) Jaringan Rel Kereta Api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, yaitu
jaringan rel kereta api yang menghubungkan Poso dengan Kolaka yang
melewati Kabupaten Morowali.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf b, meliputi :
a. Tatanan kepelabuhanan; dan
b. Alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Morowali sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Pelabuhan Nasional sebagai pelabuhan Pengumpul, terdiri atas :
1. Pelabuhan Bungku di Kecamatan Bungku Tengah;
2. Pelabuhan Kolonodale di Kecamatan Petasia; dan
3. Pelabuhan Wosu di Kecamatan Bungku Barat.
b. Pelabuhan Pengumpan Primer (Regional), terdiri atas :
1. Pelabuhan Sambalagi di Kecamatan Bungku Selatan; dan
2. Pelabuhan Menui di Kecamatan Menui Kepulauan.
c. Pelabuhan Pengumpan Sekunder (Lokal), terdiri atas :
1. Pelabuhan Bungku di Kecamatan Bungku Tengah;
2. Pelabuhan Bahodopi di Kecamatan Bahodopi;
12
13
(3)
Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdiri adalah Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di
sekitar Bandara Udara Umbele.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
(1)
(2)
Pasal 11
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. Sistem jaringan energi;
b. Sistem jaringan telekomunikasi;
c. Sistem jaringan sumber daya air; dan
d. Sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
Sistem jaringan prasarana lainnya digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
(1)
(2)
Pasal 12
Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf
a, meliputi :
a. Pembangkit tenaga listrik; dan
b. Jaringan prasarana energi.
a. Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), terdapat di Desa Baturube
Kecamatan Bungku Utara, Kel. Kolonodale Kecamatan Petasia, Desa
Tomata Kecamatan Mori Atas, Desa Tompira Kecamatan Petasia,
Desa Bahoruru Kecamatan Bungku Tengah, Desa Kaleroang
Kecamatan Bungku Selatan, Kelurahan Ulunambo di Kecamatan
Menui Kepulauan, Desa Masadian Kecamatan Menui Kepulauan,
Desa Umbele Kecamatan Bungku Selatan, Desa Paku Kecamatan
Bungku Selatan, Desa Lemo Kecamatan Bungku Selatan, Desa
Matarape Kecamatan Menui Kepulauan, Desa Bahodopi Kecamatan
Bahodopi, Desa Tambayoli Kecamatan Soyo Jaya, Desa Tanasumpu
Kecamatan Mamosalato; dan
b. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA), terdapat di Desa Sakita
Kecamatan Bungku Tengah, Desa Buleleng Kecamatan Bungku
Pesisir, Desa Wawopada Kecamatan Lembo, Desa Karaupa
Kecamatan Wita Ponda dan Desa Tiu Kecamatan Petasia.
Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas :
a. Jaringan pipa minyak dan gas bumi, terdiri atas :
1. Jaringan pipa transmisi gas bumi JOB Medco Tomori jalur CPP
SNO TP BUYER dari sumber gas (Blok) Toili; dan
2. Depo BBM Pertamina di Kelurahan Bahoue Kec. Petasia.
b. Jaringan transmisi tenaga listrik, terdiri atas :
1. gardu induk, terdapat di Desa Bahoruru Kecamatan Bungku Tengah,
Desa Tompira Kecamatan Petasia, Kecamatan Menui Kepulauan,
14
(2)
(3)
Pasal 13
Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1) huruf b, terdiri atas :
a. Sistem jaringan kabel; dan
b. Sistem jaringan seluler;
Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas jaringan kabel terdapat di Kolonodale Kecamatan Petasia, Bungku di
Kecamatan Bungku Tengah, Beteleme Kecamatan Lembo, Wosu di
Kecamatan Bungku Barat, Bahodopi di Kecamatan Bahodopi, Lantula Jaya
di Kecamatan Wita Ponda, Bahonsuai di Kecamatan Bumi Raya, Tomata di
Kecamatan Mori Atas.
Sistem jaringan seluler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat di semua Kecamatan Kabupaten Morowali.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
(1)
(2)
Pasal 14
Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1) huruf c, dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih dan
irigasi dengan cara rencana pengembangan wilayah terdiri atas :
a. Wilayah Sungai (WS);
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. Bendung;
d. Daerah Irigasi (DI);
e. Prasarana air baku untuk air bersih; dan
f. Jaringan air bersih ke kelompok pengguna.
WS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. WS Strategis Nasional yaitu WS Laa Tambalako mencakup DAS Salato,
DAS Morowali, DAS Sumare dan DAS Bahonbelu.
b. WS lintas Provinsi terdiri atas :
1. WS Pompengan Laroenai; dan
15
(3)
(4)
(4)
(5)
(6)
(7)
17
(6)
(1)
(2)
Pasal 15
Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf d, terdiri atas :
a. Sistem pengelolaan persampahan;
b. Sistem jaringan air minum;
c. Sistem sanitasi atau air limbah;
d. Sistem jaringan drainase; dan
e. Jalur evakuasi bencana.
Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada pasal 15 ayat
(1) huruf a terdiri atas :
a. Tempat penampungan sementara (TPS) di Kelurahan Ulunambo
Kecamatan Menui Kepulauan, Desa Kaleroang di Kecamatan Bungku
Selatan, Desa Bahodopi Kecamatan Bahodopi, Desa Tofuti, Kelurahan
Tofoiso, Kelurahan Mendui, Kelurahan Marsaoleh, Kelurahan Lamberea,
Kelurahan Matano, Desa Sakita, Desa Matansala, Desa Bahoruru, Desa
Ipi, Desa Bente, Desa Bahomohoni, Desa Bahomoleo, Desa Bahomante,
Desa Lanona Kecamatan Bungku Tengah, Desa Wosu Kecamatan
Bungku Barat, Desa Bahonsuai Kecamatan Bumi Raya, Desa Lantula
Jaya Kecamatan Wita Ponda, Desa Beteleme Kecamatan Lembo,
Kelurahan Kolonodale, Kelurahan Bahontula, Kelurahan Baho Ue, Kec.
Petasia, Desa Bungintimbe, Desa Tomata Kecamatan Mori Atas, Desa
Taliwan Kecamatan Mori Utara, Desa Lembasumara Kecamatan Soyo
Jaya, Desa Baturube Kecamatan Bungku Utara, Desa Tanasumpu
Kecamatan Mamosalato; dan
18
(3)
(4)
(5)
(6)
(1)
Pasal 16
Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan
budidaya.
19
(2)
Pasal 17
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri atas :
a.
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
b.
Kawasan perlindungan setempat;
c.
Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
d.
Kawasan rawan bencana alam;
e.
Kawasan lindung geologi; dan
f.
Kawasan lindung lainnya.
Paragraf 1
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
Pasal 18
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a adalah hutan lindung, tersebar di
seluruh Kecamatan Kabupaten dengan total luas area kurang lebih 472.734,88
Ha terdiri atas :
a.
Kawasan hutan Torukuno di Kecamatan Menui Kepulauan;
b.
Kawasan hutan Tangofa di Kecamatan Bungku Selatan;
c.
Kawasan hutan Bete-Bete di Kecamatan Bahodopi;
d.
Kawasan hutan Bahontobungku di Kecamatan Bungku Tengah;
e.
Kawasan hutan Wosu di Kecamatan Bungku Barat;
f.
Kawasan hutan Lantula jaya di Kecamatan Bumi Raya;
g.
Kawasan hutan Emea di Kecamatan Witaponda;
h.
Kawasan hutan Ganda-ganda di Kecamatan Petasia;
i.
Kawasan hutan Lanumor di Kecamatan Lembo;
j.
Kawasan hutan Tomata di Kecamatan Mori Atas;
k.
Kawasan hutan Mayumba di Kecamatan Mori Utara;
l.
Kawasan hutan Lembah Sumara di Kecamatan Soyo Jaya;
m. Kawasan hutan Tokala atas di Kecamatan Bungku Utara; dan
n.
Kawasan hutan Lijo di Kecamatan Mamosalato.
Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat
(1)
Pasal 19
Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
huruf b, terdiri atas :
a.
Kawasan sempadan pantai;
b.
Kawasan sempadan sungai;
c.
Kawasan sekitar danau/waduk;
d.
Kawasan sekitar mata air;
e.
Kawasan lindung spiritual;
f.
Kawasan kearifan lokal lainnya; dan
20
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
g.
Kawasan Ruang Terbuka Hijau.
h.
Kawasan Mangrove.
Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat di : Kecamatan Menui Kepulauan, Kecamatan Bahodopi, Kecamatan
Bungku Selatan, Kecamatan Bungku Tengah, Kecamatan Bungku Barat,
Kecamatan Bumi Raya, Kecamatan Wita Ponda, Kecamatan Petasia,
Kecamatan Soyo jaya, dan Kecamatan Mamosalato;
Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat di : Kecamatan Bahodopi Sungai Baho Dopi dan Sungai La
Siumbatu , Kecamatan Bungku Tengah Sungai La Rongsangi, dan Baho Ipi,
Kecamatan Bungku Barat Baho Mangoni, Kecamatan Bumi Raya
BahomBelu, Kecamatan Wita Ponda Ue Lantula, Kecamatan Petasia Koro
Tiu, Koro Langkei, Koro Laa, Koro Lamoito, Kecamatan Beteleme Koro
Tambaleko, dan Koro Puawu, Koro Pontangoa, dan Koro La, Kecamatan Mori
Atas Sungai Koro Laa, Kecamatan Soyo Jaya Koro Soyo dan Koro Sumara,
Kecamatan Bungku Utara Koro Morowali, Koro Ula, Koro Tiworo, dan Koro
Tirongan, Kecamatan Mamosalato Kuala Bongka, Koro Sikoy, dan Koro
Tanasumpu;
Kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, terdapat di : Kecamatan Petasia yaitu Danau Tiu, dan Danau Sampalowo,
Kecamatan Bungku Utara Yaitu Danau Rano Bae dan Danau Rano Kodi;
Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdapat di : Kecamatan Petasia yaitu Danau Tiu, dan danau Sampalowo dan
Kecamatan Bungku Utara Danau Rano Bae dan Danau Rano Kodi;
Kawasan lindung spiritual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurf e,
terdapat di : Desa Pulau Tiga Kecamatan Menui Kepulauan dan Desa Tokala
Atas Kecamatan Bungku Utara;
Kawasan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f,
terdapat di Gunung Tokala Kecamatan Bungku Utara; dan
Kawasan Ruang Terbuka Hijau sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf g,
terdapat di seluruh Ibu Kota Kecamatan Kabupaten Morowali, Kawasan Kota
Terpadu Mandiri Desa Bahomohoni Kecamatan Bungku Tengah, Pusat
Perkantoran Fonusingko Kecamatan Bungku Tengah.
Paragraf 3
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
(1)
(2)
Pasal 20
Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf c, terdiri atas :
a.
Kawasan suaka margasatwa;
b.
Kawasan cagar alam;
c.
Kawasan pantai berhutan bakau; dan
d.
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Kawasan Suaka Margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
yaitu :
a.
Kawasan Suaka Margasatwa Pantai Burung Maleo terdapat di Kec.
Bungku Barat; dan
21
b.
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 21
Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf
d, terdiri atas :
a.
Kawasan rawan tanah longsor;
b.
Kawasan rawan gelombang pasang; dan
c.
Kawasan rawan banjir.
Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat di Kec. Petasia, Kec. Soyo Jaya, Kec. Bungku Utara dan Kec.
Mamosalato;
Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdapat di Kecamatan Menui Kepulauan, Kecamatan Bungku
Selatan, Kecamatan Bahodopi, Kecamatan Bungku Tengah, Kecamatan
Bungku Barat, Kecamatan Bumi Raya, Kecamatan Wita Ponda, Kecamatan
Soyo Jaya, Kecamatan Bungku Utara dan Kecamatan Mamosalato; dan
Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat
di Kecamatan Petasia, Kecamatan Soyo Jaya, dan Kecamatan Bungku Utara.
Paragraf 5
Kawasan Lindung Geologi
(1)
Pasal 22
Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e,
terdiri atas :
a.
Kawasan cagar alam geologi;
22
(2)
(3)
b.
Kawasan rawan bencana alam geologi; dan
c.
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
adalah kawasan keunikan bentang alam danau rano di Kec. Soyo Jaya.
Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
a.
Kawasan rawan gempa bumi, terdapat di Kec.Menui Kepulauan, dan
Kec. Mori Atas;
b.
Kawasan rawan gerakan tanah, terdapat dikawasan rawan bencana
sesar naik Soyo Jaya-Bungku Utara - Mamosalato, rawan bencana
sesar naik Bungku Barat - Bumi Raya Witaponda, kawasan rawan
bencana sesar geser Mamosalato, Soyo Jaya, dan Bungku Tengah;
c.
Kawasan yang terletak di zona patahan aktif, terdapat di Kec. Menui
Kepulauan; dan
d.
Kawasan rawan abrasi; terdapat di Kec. Menui Kepulauan, Kec.Bungku
Selatan, Kec. Bahodopi, Kec. Bungku Tengah, Kec. Bungku Barat, Kec.
Bumi Raya, Kec. Wita Ponda dan Kec. Bungku Utara.
Paragraf 6
Kawasan Lindung Lainnya
(1)
(2)
Pasal 23
Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf f,
yaitu kawasan lindung terumbu karang terdapat di : Kecamatan Menui
Kepulauan, Kecamatan Bungku Selatan, Kecamatan Petasia, Kecamatan
Bungku Utara dan Kecamatan Mamosalato;
Kawasan lindung terumbu karang merupakan kawasan konservasi laut
daerah.
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 24
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri atas :
a.
Kawasan peruntukan hutan produksi;
b.
Kawasan peruntukan pertanian;
c.
Kawasan peruntukan perikanan;
d.
Kawasan peruntukan pertambangan;
e.
Kawasan peruntukan industri;
f.
Kawasan peruntukan pariwisata;
g.
Kawasan peruntukan permukiman; dan
h.
Kawasan peruntukan lainnya.
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
(1)
Pasal 25
Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 huruf a, terdiri atas :
a.
Kawasan hutan produksi terbatas;
b.
Kawasan hutan produksi tetap; dan
23
(2)
(3)
(4)
c.
Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdapat di semua wilayah Kecamatan;
Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdapat di semua wilayah Kecamatan; dan
Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c terdapat di semua wilayah Kecamatan.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian
(1)
(2)
(3)
Pasal 26
Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf b, terdiri atas :
a.
Kawasan peruntukan tanaman pangan;
b.
Kawasan peruntukan perkebunan; dan
c.
Kawasan peruntukan peternakan.
Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdapat di :
a.
Kecamatan Menui Kepulauan;
b.
Kecamatan Bungku Selatan;
c.
Kecamatan Bahodopi;
d.
Kecamatan Bungku Tengah;
e.
Kecamatan Bungku Barat;
f.
Kecamatan Bumi Raya;
g.
Kecamatan Wita Ponda;
h.
Kecamatan Petasia;
i.
Kecamatan Lembo;
j.
Kecamatan Mori Atas;
k.
Kecamatan Soyo Jaya;
l.
Kecamatan Bungku Utara;
m. Kecamatan Mamosalato; dan
n.
Kecamatan Mori Utara;
Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, terdiri atas :
a.
Kawasan peruntukan perkebunan kakao, terdapat di Kecamatan
Mamosalato, Kecamatan Bungku Utara, Kecamatan Soyo Jaya,
Kecamatan Petasia, Kecamatan Mori Atas, Kecamatan Wita Ponda,
Kecamatan Bumi Raya, Kecamatan Bungku Barat, Kecamatan Bungku
Tengah, Kecamatan Bahodopi, Kecamatan Bungku Selatan, dan
Kecamatan Menui Kepulauan;
b.
Kawasan peruntukan perkebunan cengkeh, terdapat di Kecamatan
Menui Kepulauan, Kecamatan Bungku Selatan, Kecamatan Bungku
Tengah, Kecamatan Lembo, dan Kecamatan Bungku Utara;
c.
Kawasan peruntukan perkebunan kelapa, terdapat di Kecamatan Menui
Kepulauan, Kecamatan Bungku Selatan, Kecamatan Bahodopi,
Kecamatan Bungku Tengah , Kecamatan Bungku Barat, dan
Kecamatan Bungku Utara;
24
d.
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
Pasal 27
Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf c,
terdiri atas :
a.
Kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b.
Kawasan peruntukan budidaya perikanan; dan
c.
Kawasan pengolahan ikan.
Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, tersebar pada perairan Kabupaten Morowali.
Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri atas :
a.
Kawasan
budidaya
laut
terdapat
di
Kecamatan
Menui
Kepulauan,Kecamatan Bungku Selatan, Kecamatan Wita Ponda,
Kecamatan Bumi Raya, Kecamatan, dan Bungku Utara.
b.
Kawasan budidaya tambak terdapat di Kecamatan Bumi Raya,
Kecamatan Petasia, Kecamatan Wita Ponda, dan Kecamatan Bungku
Tengah.
25
c.
(4)
(1)
(2)
(3)
Pasal 28
Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf d,
terdiri atas :
a.
Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara; dan
b.
Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi;
Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a.
Kawasan peruntukan pertambangan nikel terdapat di Kecamatan
Bungku Selatan, Kecamatan Bahodopi, Kecamatan Bungku Tengah dan
Kecamatan Petasia;
b.
Kawasan peruntukan pertambangan batubara terdapat di Kecamatan
Mori Atas;
c.
Kawasan peruntukan pertambangan chromit terdapat di kecamatan
bungku barat.
Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi tambang minyak bumi dan gas
alam terdapat di wilayah Kecamatan Bungku Utara.
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pasal 29
Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf
e, terdiri atas :
a.
Kawasan peruntukan industri berbasis bahan baku pertanian;
b.
Kawasan peruntukan industri berbasis bahan baku perikanan;
c.
Kawasan peruntukan industri berbasis bahan baku pertambangan; dan
d.
Kawasan peruntukan industri rumah tangga.
Kawasan peruntukan industri berbasis bahan baku pertanian dan
perkebunan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, terdapat di Kota
Terpadu Mandiri (KTM) Bungku Kecamatan Bungku Tengah, Ungkaya
Kecamatan Wita Ponda, Tompira Kecamatan Petasia,
Kawasan peruntukan industri berbasis bahan baku perikanan dan hasil laut
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, terdapat di Desa Bente Kecamatan
Bungku Tengah, Desa Bahonsuai Kecamatan Bumi Raya,
Kawasan peruntukan industri
berbasis bahan baku pertambangan
sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf c, terdapat di Kecamatan Bahodopi,
Kecamatan Petasia, Kecamatan Bungku Barat, Kecamatan Bungku Tengah
dan Kecamatan Bungku Selatan; dan
Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud ayat 1
huruf d, terdapat di seluruh Kecamatan.
26
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Pasal 30
Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf f,
terdiri atas :
a.
Kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b.
Kawasan peruntukan pariwisata alam;
c.
Kawasan peruntukan pariwisata cagar alam dan marga satwa;
d.
Kawasan peruntukan pariwisata buatan (pertanian/agriwisata); dan
e.
Kawasan peruntukan pariwisata ziarah.
Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, Yaitu :
a.
Situs rumah Raja dan Mesjid Tua terdapat di Kecamatan Bungku
Tengah;
b.
Situs rumah Raja Mori terdapat di Kecamatan Petasia; dan
c.
Rumah Suku Wana terdapat di Kecamatan Bungku Utara.
Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b,
yaitu :
a.
Suaka Marga Satwa Laut Pulau Tiga terdapat di Kecamatan Menui
Kepulauan;
b.
Taman Wisata Laut Teluk Tomori terdapat di Kecamatan Petasia;
c.
Taman Wisata Alam Laut Pulau Tokobae terdapat di Kecamatan
Bungku Selatan;
d.
Rekreasi Pulau Sangata terdapat di Kecamatan Menui Kepulauan;
e.
Permandian Tumpukan/Sakita terdapat di Kecamatan Bungku Tengah;
f.
Air Terjun Wosu terdapat di Kecamatan Bungku Barat;
g.
Wisata Sungai/Arung Jeram, Permandian Air Panas, Permandian
Panapa, Permandian Korowalelo terdapat di Kecamatan Lembo;
h.
Permandian Gontara terdapat di Kecamatan Mori Atas;
i.
Batu Payung terdapat di Kecamatan Petasia; dan
j.
Pasir Putih, Pantai Siliti, Air Terjun Waranpadoa terdapat di Kecamatan
Bungku Utara.
Kawasan peruntukan pariwisata cagar alam dan marga satwa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu :
a.
Cagar Alam Morowali terdapat di Kecamatan Bungku Utara dan Kec.
Soyo Jaya; dan
b.
Taman Buru Landusa Tomata terdapat di Kecamatan Mori Atas.
Kawasan peruntukan pariwisata buatan (pertanian/agriwisata) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, yaitu :
a.
Wisata Agro Perkebunan Kelapa Sawit terdapat di Kecamatan Bungku
Barat; dan
b.
Wisata Agro Perkebunan Kelapa terdapat di Kecamatan Mori Atas.
Kawasan peruntukan pariwisata ziarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, yaitu :
a.
Makam Raja Bungku terdapat di Kecamatan Bungku Tengah;
b.
Makam Raja Mori terdapat di Kecamatan Petasia; dan
c.
Kubur Keramat Desa Tokala terdapat di Kecamatan Bungku Utara.
27
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman
(1)
(2)
(3)
Pasal 31
Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf g, terdiri atas :
a.
Kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
b.
Kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagimana dimaksud ayat (1)
huruf a,; dan
Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud ayat
(1) huruf b. dengan luas kurang lebih 138.102 Ha.
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
Pasal 32
Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf
h, terdiri atas :
a.
Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan; dan
b.
Kawasan peruntukan lainnya.
Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagimana dimaksud
ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a.
Komando Rayon Militer (Koramil) yang berada di kecamatan-kecamatan
di wilayah Kabupaten Morowali;
b.
Kompi Senapan B, Yonif 714/Sintuwu Maroso di Desa Molino
Kecamatan Petasia.
c.
Polres Morowali yang berada di Desa Korowou;
d.
Polsek yang berada di Kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten
Morowali; dan
e.
Kompi Brimob yang berada di Desa Lemboroma Kecamatan Lembo.
Kawasan peruntukan penggunaan lainnya sebagimana dimaksud ayat (1)
huruf b, dengan luas kurang lebih 293.088,78 Ha.
Pasal 33
Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 Pasal 32, dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu
fungsi kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum
Peraturan Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan setelahadanya kajian komprehensif dan setelah mendapat
rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya mengkoordinasikan
penataan ruang di Kabupaten Morowali.
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
(1)
Pasal 34
Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Morowali terdiri atas :
a.
Kawasan Strategis Nasional;.
28
(2)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
b.
Kawasan Strategis Provinsi; dan
c.
Kawasan Strategis Kabupaten.
Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 35
Kawasan Strategis Nasional yang ada di Kabupaten Morowali sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a, yaitu :
a.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan kawasan andalan
sektor unggulan Pertanian, perikanan, pariwisata, perkebunan agro
industri, dan pertambangan;
b.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan kawasan andalan
laut sektor unggulan perikanan dan pariwisata.
Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan kawasan andalan sektor
unggulan Pertanian, perikanan, pariwisata, perkebunan agro industri, dan
pertambangan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a yaitu Kawasan
Andalan Kolonodale dsk;
Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan kawasan andalan laut
sektor unggulan perikanan dan pariwisata sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf b yaitu Kawasan Andalan Laut Teluk Tolo Kep. Banggai dsk.
Pasal 36
Kawasan Strategis Provinsi yang ada di Kabupaten Morowali sebagaimana
dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi; dan
b. Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumberdaya alam dan teknologi tinggi.
Kawasan Strategis Provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a yaitu :
a. Kota Terpadu Mandiri (KTM) Bungku; dan
b. Kawasan Teluk Matarape.
Kawasan Strategis Provinsi dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumberdaya alam dan teknologi tinggi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf
b yaitu Kawasan Teluk Tolo.
Pasal 37
Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(1) huruf c yaitu :
a. kawasan strategis Kabupaten dari sudut kepentingan ekonomi;
b. kawasan strategis Kabupaten dari sudut kepentingan sosial budaya;
c. kawasan strategis Kabupaten dari sudut pendayagunaan sumber daya
alam dan/atau tekhnologi; dan
d. kawasan strategis Kabupaten dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup.
Kawasan strategis Kabupaten dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu : Kawasan Minapolitan, meliputi
29
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
Pasal 38
Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berpedoman pada rencana struktur
ruang dan pola ruang.
Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan
dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan
pendanaannya.
Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2)
disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan
dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Investasi Swasta dan kerja sama pendanaan.
Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
30
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
(1)
(2)
Pasal 40
Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten digunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten.
Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a.
ketentuan umum peraturan zonasi;
b.
ketentuan perizinan;
c.
ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d.
larangan.
Bagian Ketiga
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
(1)
(2)
Pasal 41
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi
pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi oleh pemerintah
kabupaten.
Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :
a.
ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b.
ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya;
c.
ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem perkotaan;
d.
ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem transportasi; dan
e.
ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan prasarana.
Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Lindung
Pasal 42
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b, terdiri atas;
a.
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan resapan air;
b.
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai;
c.
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai;
d.
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar mata air;
e.
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar alam;
f.
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan taman wisata alam;
g.
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan;
h.
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan RTH;
i.
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana tanah longsor;
j.
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana banjir;
k.
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan gelombang pasang; dan
l.
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan imbuhan air tanah.
31
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 43
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan resapan air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 huruf a ditetapkan dengan mempertimbangkan ;
a. dilarang untuk semua jenis kegiatan yang mengganggu fungsi resapan
air;
b. diizinkan terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang
memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
c. dibolehkan untuk wisata alam dengan syarat tidak mengubah bentang
alam;
d. dibolehkan untuk kegiatan pendidikan dan penelitian dengan syarat
tidak mengubah bentang alam; dan
e. diharuskan menyediakan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan
terbangun yang sudah ada;
f. disyaratkan penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap
kegiatan budi daya terbangun yang diajukan izinnya, yakni keharusan
agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan bertambahnya debit air
ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 huruf b dengan memperhatikan :
a. Kegiatan yang diperbolehkan adalah berupa jalur hijau.
b. Kegiatan yang dapat dikembangkan adalah pariwisata
c. Bangunan yang diperbolehkan adalah papan reklame, rambu-rambu,
pemasangan kabel listrik, telepon, PDAM, pemasangan prasarana air,
tiang jembatan
d. Masing-masing kegiatan dan bangunan yang disebutkan di atas memiliki
persyaratan tidak boleh merubah bentang alam
e. Kegiatan yang terbatas Kegiatan pertanian dengan jenis tanaman
tertentu
f. Kegiatan lainnya dilarang seperti permukiman, industri, komersial dan
kegiatan budidaya lainnya selain kegiatan yang diperbolehkan
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 huruf c dengan mempertimbangkan :
a. dilarang semua kegiatan dan bangunan pada kawasan sempadan sungai;
b. dilarang semua kegiatan dan bangunan yang mengancam kerusakan dan
menurunkan kualitas sungai;
c. dibolehkan aktivitas wisata alam petualangan dengan syarat tidak
mengganggu kualitas air sungai;
d. dibolehkan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
e. ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang
dimaksudkan untuk pengelolaan badan air atau pemanfaatan air;
f. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman
rekreasi;
g. penetapan lebar sempadan sungai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar mata air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 huruf d dengan memperhatikan :
a. dilarang semua jenis kegiatan yang menyebabkan pencemaran kualitas
air, kondisi fisik kawasan, dan daerah tangkapan air;
32
(5)
(6)
(7)
f.
g.
(8)
(9)
i.
j.
35
(1)
(2)
Pasal 45
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan produksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dengan memperhatikan :
a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kelestarian
sumberdaya hutan;
b. kemampuan untuk melakukan pemulihan kondisi sumberdaya alam;
c. mengutamakan pemanfaatan hasil hutan melalui pembangunan hutan
tanaman industri;
d. larangan pendirian bangunan pada hutan produksi kecuali hanya untuk
menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan;
e. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan
pengamanan kawasan dan pemanfaatan hasil hutan;
f. pengembangan fungsi hutan produksi menjadi hutan berfungsi lindung;
g. ketentuan jarak penebangan pohon yang diperbolehkan di kawasan
hutan produksi lebih besar dari 500 meter dari tepi waduk, lebih besar
dari 200 meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa,
lebih besar dari 100 meter dari tepi kiri kanan sungai, 50 meter dari kiri
kanan tepi anak sungai, lebih besar dari 2 kali kedalaman jurang dari
tepi jurang, lebih besar dari 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang
terendah dari tepi pantai;
h. dalam kawasan hutan produksi tidak diperkenankan adanya kegiatan
budidaya kecuali kegiatan kehutanan dan pembangunan sistem jaringan
prasarana wilayah dan bangunan terkait dengan pengelolaan budidaya
hutan produksi;
i. kegiatan
kehutanan
dalam
kawasan
hutan
produksi
tidak
diperkenankan menimbulkan gangguan lingkungan seperti bencana
alam;
j. kawasan hutan produksi tidak dapat dialih fungsikan untuk kegiatan
lain di luar kehutanan;
k. sebelum kegiatan pengelolaan hutan produksi dilakukan wajib dilakukan
studi kelayakan dan studi amdal yang hasilnya disetujui oleh tim
evaluasi dari lembaga yang berwenang;
l. ketentuan konversi hutan produksi dengan skor lebih kecil dari 124 di
luar hutan suaka alam dan hutan konservasi, serta secara ruang
dicadangkan untuk pengembangan infrastruktur, pertanian dan
perkebunan;
m. ketentuan luas kawasan hutan dalam setiap DAS atau pulau, paling
rendah 30% dari luas daratan; dan
n. ketentuan luas hutan lebih kecil dari 30 % perlu menambah luas hutan,
dan luas hutan lebih besar dari 30 % tidak boleh secara bebas
mengurangi luas kawasan hutan di kabupaten/kota.
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 huruf b dengan memperhatikan :
a. pertanian budidaya lahan kering tidak produktif dapat dialihfungsikan
dengan syarat-syarat yang diatur oleh pemerintah kabupaten dan atau
oleh Kementerian Pertanian;
36
(3)
(4)
37
(5)
(6)
(7)
(8)
j.
(9)
Pasal 46
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf c, terdiri atas:
a.
peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Nasional (PKN) disusun dengan
memperhatikan :
1. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala
internasional dan nasional yang didukung dengan fasilitas dan
infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang
dilayaninya; dan
2. pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman
dengan tingkat intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi
yang kecenderungan pengembangan ruangnya kearah kearah vertikal.
b.
peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Lokal (PKL) disusun dengan
memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala
kabupaten/kota yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan
yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya.
c.
peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) harus disusun
dengan mematuhi ketentuan mengenai pemanfaatan ruang untuk kegiatan
ekonomi berskala distrik/kecamatan yang didukung dengan fasilitas dan
41
infrastruktur perkotaan
dilayaninya.
yang
sesuai
dengan
Paragraf 4
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Transportasi
Pasal 47
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem transportasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf d, meliputi ;
a.
Peraturan Zonasi untuk Jaringan Jalan Kabupaten yang terkait dengan ;
1. pengendalian pemanfaatan ruang di sepanjang jalan Kabupaten dengan
tingkat intensitas rendah hingga menengah, yang kecenderungan
pengembangan ruangnya dibatasi.
2. perlindungan terhadap fungsi kawasan lindung.
3. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di
sepanjang sisi jalan provinsi.
4. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan kabupaten yang
memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan.
5. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan kabupaten dengan tingkat
intensitas rendah hingga menengah yang kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi.
6. pelarangan ketentuan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di
sepanjang sisi jalan kabupaten.
7. penetapan ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, ruang pengawasan
jalan dan garis sempadan bangunan di sisi jalan.
8. pengaturan persimpangan tidak sebidang pada kawasan padat lalu
lintas, setelah melalui kajian teknis dan budaya.
9. pembatasan pemanfatan ruang selain ruang lalu lintas di ruang milik
jalan pada jalan kolektor primer.
10. kewajiban melakukan analisis dampak lalu lintas (andall) sebagai
persyaratan izin mendirikan bangunan bagi pemanfaatan ruang di
sepanjang sisi jalan yang berpotensi mengganggu arus lalu lintas.
11. di sepanjang sistem jaringan jalan kabupaten tidak diperkenankan
adanya kegiatan yang dapat menimbulkan hambatan lalu lintas regional.
12. di sepanjang sistem jaringan jalan kabupaten tidak diperkenankan
adanya akses langsung dari bangunan ke jalan.
13. pemanfaatan ruang di sepanjang sistem jaringan jalan kabupaten harus
memilki sempadan bangunan yang sesuai dengan ketentuan setengah
rumija +1.
b. peraturan zonasi untuk terminal. Ketentuan umum peraturan zonasi terkait
dengan terminal ditetapkan pada jenjang RTRW Kabupaten, dengan
memperhatikan hal tentang lokasi terminal tipe B dan C diarahkan untuk
berada di luar batas kota dan memiliki akses ke jalan Kolektor primer sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.
c. peraturan zonasi untuk jaringan jalur kereta api dan stasiun yang terkait
dengan ;
1. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api dilakukan
dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan
pengembangan ruangnya dibatasi.
42
44
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur
ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang
diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah,
dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini.
Pasal 51
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi
berwenang sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 52
(1) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (1), terdiri atas :
a. Insentif yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang
mendukung pengembangan kawasan, yaitu dalam bentuk :
1.
Keringanan pajak dan/atau retribusi;
2.
Pemberian kompensasi;
3.
Imbalan;
4.
Sewa ruang;
5.
Penyediaan infrastruktur;
6.
Kemudahan prosedur perizinan; dan
7.
Penghargaan
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 53
(1) Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (1), terdiri atas :
a. Disinsentif yang dikenakan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang
menghambat pengembangan kawasan, yaitu dalam bentuk :
1. Pengenaan pajak dan retribusi yang tinggi;
2. Pembatasan penyediaan infrastruktur;
3. Pengenaan kompensasi; dan
4. Penalty.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif diatur
dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Larangan
Pasal 54
(1) Setiap orang dilarang melakukan :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang
dan pola ruang;
b. Pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW Kabupaten;
46
(2)
(3)
(4)
(5)
(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (4) huruf
a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, hufuf g dan huruf h dikenakan sanksi
administratif berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
e. Pencabutan izin;
f. Pembatalan izin;
g. Pembongkaran bangunan;
h. Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. Denda administratif.
(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (5) huruf c
dikenakan sanksi administratif berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
47
e.
f.
g.
Pembongkaran bangunan;
Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
Denda administratif.
BAB VIII
KELEMBAGAAN
Pasal 56
(1) Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah,
dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan
Bupati.
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 57
Dalam kegiatan mewujudkan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak:
a. Mengetahui rencana tata ruang;
b. Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. Mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang
izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang menimbulkan kerugian.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 58
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang; dan
d. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 59
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada Pasal 58 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan
kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
48
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara
turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya
dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan
ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan
seimbang.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 60
Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara lain
melalui:
a. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 61
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a, pada
tahap perencanaan tata ruang dapat berupa :
a. Memberikan masukan mengenai :
1. Persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. Pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau kawasan;
4. Perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. Penetapan rencana tata ruang.
b. Menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang.
c. Melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
Pasal 62
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, dalam
pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. Masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. Kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. Kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
d. Peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang
darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
e. Kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara
dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya
alam; dan
f. Kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 63
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c, dalam
pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:
49
a.
b.
c.
d.
e.
Pasal 64
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara
langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan
kepada bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 65
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun
sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan
mudah oleh masyarakat.
Pasal 66
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(1)
(2)
Pasal 67
RTRW Kabupaten sebagaiamana dimaksud dilengkapi dengan lampiran
berupa buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Morowali tahun 2012
2032 dan album peta skala 1 : 50.000 .
Buku RTRW Kabupaten Morowali dan album peta sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah
ini.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 68
Rencana tata ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten;
d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor;
e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. Penataan ruang kawasan strategis Kabupaten.
(1)
Pasal 69
Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Morowali adalah 20
(dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
50
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(1)
(2)
Pasal 71
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan penatan ruang Daerah yang telah ada
dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti
berdasarkan Peraturan Daerah ini.
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
a. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
b. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan :
1. Untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah
ini;
51
ttd
ANWAR HAFID
Diundangkan di Bungku
Pada tanggal 13 September 2012
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN MOROWALI,
ttd
SYAHRIR ISHAK
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI NOMOR 10 TAHUN 2012
52
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOROWALI
NOMOR 10 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN MOROWALI TAHUN
2012 - 2032
I.
UMUM
Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK)
merupakan pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka
panjang kabupaten, penyusunan rencana pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan
perkembangan antar wilayah kabupaten, serta keserasian antar sektor,
penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, penataan ruang kawasan
strategis kabupaten dan penataan ruang kawasan.
Oleh karena itu, RTRW kabupaten disusun dengan memperhatikan dinamika
pembangunan yang berkembang antara lain tantangan globalisasi, otonomi
dan aspirasi daerah, keseimbangan perkembangan antar kawasan, kondisi
fisik wilayah yang rentan terhadap bencana alam di wilayah kabupaten,
dampak pemanasan global, pengembangan potensi kelautan dan pesisir,
pemanfaatan ruang kota pantai, penanganan kawasan perbatasan antar
kabupaten dan antar propinsi, dan peran teknologi dalam pemanfaatan ruang.
Untuk mengantisipasi dinamika pembangunan tersebut, upaya pembangunan
kabupaten juga harus ditingkatkan melalui perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih baik agar seluruh pikiran dan
sumber daya dapat diarahkan berhasil guna dan berdaya guna. Salah satu
hal penting yang dibutuhkan untuk mencapai hal tersebut adalah
peningkatan keterpaduan dan keserasian pembangunan di segala bidang
pembangunan yang secara spasial dirumuskan dalam RTRW kabupaten.
Pembangunan sumber daya alam dilakukan secara terencana, rasional,
optimal, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya
dukungnya, dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
memperkuat struktur ekonomi yang memberikan efek pengganda yang
maksimum terhadap pengembangan industri pengolahan dan jasa dengan
tetap memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup
serta keaneka ragaman hayati guna mewujudkan pembangunan
berkelanjutan.
54
Pasal (6)
Cukup Jelas
Pasal (7)
Cukup Jelas
Pasal (8)
Cukup Jelas
Pasal (9)
Cukup Jelas
Pasal (10)
Cukup Jelas
Pasal (11)
Cukup Jelas
Pasal (12)
Cukup Jelas
Pasal (13)
Cukup Jelas
Pasal (14)
Cukup Jelas
Pasal (15)
Cukup Jelas
Pasal (16)
Ayat (1)
Rencana pola ruang merupakan gambaran pemanfaatan ruang wilayah,
baik untuk pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budidaya.
Pasal (17)
Cukup Jelas
Pasal (18)
Yang dimaksud dengan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan
dibawahnya
adalah
kawasan
yang
fungsinya
dapat
mempertahankan fungsi kawasan yang ada dibawahnya.
Pasal (19)
Cukup Jelas
Pasal (20)
Cukup Jelas
Pasal (21)
Cukup Jelas
Pasal (22)
Cukup Jelas
Pasal (23)
Cukup Jelas
Pasal (24)
Cukup Jelas
Pasal (25)
Cukup Jelas
Pasal (26)
Cukup Jelas
Pasal (27)
55
Cukup Jelas
Pasal (28)
Cukup Jelas
Pasal (29)
Yang dimaksud dengan kawasan peruntukan industri adalah bentangan
lahan diperuntukkan bagi kegiatan industri yang terdiri dari kawasan
industri dan zona industri.
Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri
yang dilengkapi prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan
dikelola secara terpadu oleh suatu lembaga atau institusi tertentu.
Zona industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan
indstri dimana prasarana dan sarana penunjangnya masih dikelola secara
individual.
Pasal (30)
Cukup Jelas
Pasal (31)
Cukup Jelas
Pasal (32)
Cukup Jelas
Pasal (33)
Cukup Jelas
Pasal (34)
Cukup Jelas
Pasal (35)
Cukup Jelas
Pasal (36)
Cukup Jelas
Pasal (37)
Cukup Jelas
Pasal (39)
Ayat (1)
Indikasi program utama merupakan petunjuk yang memuat usulan
program utama, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan dalam
rangka mewujudkan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana
tata ruang. Indikasi program utama merupakan acuan utama dalam
penyusunan program pemafaatan ruang yang merupakan kunci dalam
pencapaian tujuan penataan ruang, serta acuan sektor dalam
menyusun rencana strategis beserta besaran infestasi. Indikasi program
utama lima tahunan disusun untuk jangka waktu rencana 20 (dua
puluh) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal (40)
Ayat (1)
56
Cukup jelas
Pasal (56)
Cukup jelas
Pasal (57)
Cukup jelas
Pasal (58)
Cukup jelas
Pasal (59)
Cukup jelas
Pasal (60)
Cukup jelas
Pasal (61)
Cukup jelas
Pasal (62)
Cukup jelas
Pasal (63)
Cukup jelas
Pasal (64)
Cukup jelas
Pasal (65)
Cukup jelas
Pasal (66)
Cukup jelas
Pasal (67)
Cukup jelas
Pasal (68)
Cukup jelas
Pasal (69)
Cukup jelas
Pasal (70)
Cukup jelas
Pasal (71)
Cukup jelas
Pasal (72)
Cukup jelas
58