Anda di halaman 1dari 7

Bacharuddin Jusuf Habibie

Prof. Dr. -Ing. H.

Bacharuddin Jusuf Habibie

Presiden Indonesia ke-3


Masa jabatan
21 Mei 1998 20 Oktober 1999
Wakil
Presiden
Didahului
oleh
Digantikan
oleh

Tidak ada
Soeharto
Abdurrahman Wahid
Wakil Presiden Indonesia ke-7
Masa jabatan
11 Maret 1998 21 Mei 1998
Soeharto

Presiden
Didahului
Try Sutrisno
oleh
Digantikan
Megawati Soekarnoputri
oleh
Menteri Negara Riset dan Teknologi Indonesia ke-4
Masa jabatan
29 Maret 1978 11 Maret 1998
Presiden
Soeharto
Didahului
Soemitro Djojohadikoesoemo
oleh
Digantikan
Rahardi Ramelan
oleh
Kepala Badan Pengusahaan Batam ke-3
Masa jabatan
Maret 1978 Maret 1998
Didahului
JB Sumarlin
oleh

Digantikan
oleh

Lahir
Kebangsaan
Partai politik
Suami/istri
Anak
Alma mater
Profesi
Agama

Junus Effendi Habibie


Informasi pribadi
25 Juni 1936 (umur 80)
Afdeling Parepare, Celebes, Hindia
Belanda
(Parepare, Sulawesi Selatan)
Indonesia
Jerman (Kehormatan)
Golkar
Hasri Ainun Besari
Ilham Akbar
Thareq Kemal
Universitas Indonesia Bandung
Rheinisch-Westflische Technische
Hochschule Aachen
Insinyur
Islam

Tanda tangan
Prof.Dr.Ing.-Dr.Sc.H.C.Mult.Bacharuddin Jusuf Habibie, lahir di Parepare ( Sulawesi
Selatan) Indonesia, pada tanggal 25 Juni 1936.Anak ke-4 dari sembilan putra-putri
keluarga Alwi Abdul Djalil Habibie dan R.A.Tuti Marini Puspowardoyo. Ia hanya
kuliah selama satu tahun di InstitutTeknologi Bandung (ITB), karena pada tahun l955, ia
dikirim oleh ibunya untuk belajar di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule,Aachen,
Jerman. B.J.Habibie menikah dengan dr.Hasri Ainun Habibie, anak ke-4 dari delapan
bersaudara, keluarga Haji Mohammad Besari, pada bulan tanggal 12 Mei l962 dan dikarunia
dua putra dan lima cucu.
Setelah belajar di Jerman selama lima tahun, B.J.Habibie memperoleh

Diplom-

Ingenieur dengan prestasi cum laude dari Fakultas Teknik Mesin jurusan Desain dan
Konstruksi pesawat terbang. B.J. Habibie muda, seorang muslim taat yang sering
berpuasa sunnah Senin dan Kamis, memperoleh gelar Doctor Ingenieur di fakultas teknik
mesin, jurusan Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang dengan predikat summa cum
laude.
B.J. Habibie mengawali karir di Jerman dengan menjadi Kepala Penelitian dan
Pengembangan pada Analisis Struktur di

Hamburger

Flugzeugbau

Gmbh,

Hamburg

(1965-1969) kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri
pesawat terbang komersial dan militer di MBB Gmbh, Hamburg dan Munchen (1969-1973).

Menjadi Wakil Presiden sekaligus Direktur Teknologi MBB Gmbh, Hamburg dan Munchen
(1973-1978), Penasihat Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978).
Sebelumnya, tahun 1977, B.J. Habibie menerima gelar Profesor dari Institut Teknlogi
Bandung (ITB) dengan orasi ilmiah mengenai Konstruksi Pesawat Terbang.
Dalam rangka memenuhi panggilan tanah airnya, pada tahun 1974 B.J. Habibie
kembali ke Indonesia. Dia memulai karirnya

sebagai

penasihat

pemerintah

bidang

teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi yang bertanggung jawab langsung kepada
Presiden Republik Indonesia. Tugas ini diembannya sampai tahun 1978. Setelah itu, ia
diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi sekaligus Ketua Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT). Ia mengemban tugas ini selama lima periode
Kabinet Pembangunan yang berakhir pada tahun 1998. Ia juga menjabat sebagai Ketua
Dewan Riset Nasional.
Sebelum Pemilu 1997, B.J. Habibie

menyampaikan kepada keluarga dan

sahabat-sahabat terdekatnya, bahwa ia berencana mengundurkan diri setelah masa bhakti


di Kabinet Pembangunan VI berakhir. Namun, manusia merencanakan Tuhan yang
menentukan. Pada tanggal 11 Maret 1998, melalui Sidang Umum MPR, ia diangkat sebagai
Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-7.
Pada waktu yang bersamaan, krisis ekonomi melanda kawasan Asia termasuk
Indonesia. Krisis ini pula mengakibatkan munculnya krisis politik dan kepercayaan di
Indonesia. Krisis berlanjut yang lebih parah itu mendorong rakyat Indonesia menuntut
reformasi total. Akhirnya 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran
dirinya. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, pada hari yang sama B.J. Habibie diambil
sumpahnya sebagai Presiden Republik Indonesia ke-3, di depan Ketua Mahkamah Agung
dan seluruh jajarannya.
Presiden B.J. Habibie memangku jabatan presiden selama 512 hari. Di bawah
kepemimpinannya, Bangsa Indonesia bukan hanya sukses melaksanakan Pemilu multi partai
yang bebas dan adil pada 7 Juni 1999, tetapi juga sukses membawa perubahan signifikan
pada stabilitas, demokratisasi dan reformasi di Indonesia.
B.J. Habibie menerima 17 medali penghargaan dari dalam negeri dan 16 dari dunia
internasional.

Termasuk

yang diterimanya

adalah

Grand

Officer

De

la

Legion

Dhonneur, penghargaan tertinggi pemerintah Prancis atas jasa-jasa dan kontribusinya pada
pengembangan teknologi di Indonesia, 1997; Das Grosskreuz, penghargaan tertinggi
pemerintah Jerman atas jasa-jasanya dalam membina hubungan antara Indonesia dan
Jerman;

Penghargaan

Edward

Warner Award yang

dipersembahkan

oleh

Dewan

Eksekutif organisasi internasional penerbangan sipil (ICAO) pada tahun 1994; Bintang
Kehormataan , La Gran Crus de la Orden del Merito Civil, dari pemerintah kerajaan
Spanyol pada tahun 1987. Ia juga menerima sejumlah doktor penghargaan (Doctor of
Honoris Causa) dari beberapa universitas ternama dunia, antara lain: Cranfield Institute
of Technology, Inggris; Chungbuk University, Korea dan beberapa universitas lainnya.
Selama kariernya, ia memegang 47 jabatan penting seperti : Direktur Utama
PT.Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN),Direktur Utama Industri Perkapalan
PT.PAL, Direktur Utama Industri Senjata Ringan (PINDAD), Kepala Otorita Pengembangan
Daerah Industri Pulau Batam, Kepala Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS), Ketua
Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). Sejak l997, ia memangku
jabatan sebagai Presiden Forum Internasional Islam untuk Ilmu Pengetahuan, Teknologi
dan
Sumber Daya Manusia (IIFTIHAR), sampai saat ini B.J. Habibie Pendiri dan Ketua
Dewan Pembina The Habibie Center, sejak 1999.
Sejak 2000, B.J. Habibie juga menjadi anggota sejumlah organisasi internasional
non pemerintah, antara lain: The Inter-Action Council, sebuah organisasi

yang

beranggotakan kurang lebih 40 mantan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dari
berbagai negara. Ia juga anggota Liga Muslim Dunia (Rabhitah Alam Islami) sejak 2001,
organisasi ini berkantor pusat di Mekkah, Arab Saudi. Anggota The National Academic
of Engineering, Amerika Serikat. Yang terbaru, ia menjadi salah satu pendiri Asosiasi
Internasional Bidang Kolegium pakar Etika dan Politik yang didirikan di Bled,Slovenia.
Organisasi ini beranggotakan sejumlah pakar dari berbagai negara.
B.J.Habibie terlibat dalam berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang
antara lain: Fokker F 28, Transall C-130 (transport militer), Hansa Jet 320 (jet eksekutif),
Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dengan teknologi mendarat dan
lepas landas vertikal), CN-235, N- 250 (pesawat dengan teknologi Fly-By-Wire). Ia secara
tidak
langsung terlibat dalam proyek perhitungan dan desain Helikopter jenis BO-105,
Pesawat Tempur dengan multi peran, beberapa peluru kendali dan satelit. B.J. Habibie
telah mempublikasikan sejumlah karya ilmiah dalam bidang thermodinamika, konstruksi,
instatasi aerodinamika, dan mekanika fraktur pesawat terbang.
Masa Kecil di Pare-Pare

Prof. DR(HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharudin Jusuf Habibie yang dikenal lebih akrab sebagai
B.J. Habibie merupakan seorang pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936.
Beliau adalah anak keempat dari delapan bersaudara, dari pasangan RA Tuti Marini
Puspowardojo dan Alwi Abdul Jalil Habibie. Habibie kecil adalah anak yang biasa saja dan
tidak ada hal yang terlalun istimewa dari dirinya. Periang dan optimis serta tidak pernah
menyusahkan orang lain merupakan ciri yang tepat untuk menggambarkan seorang Habibie
kecil. Saya orang yang suka menyendiri. Jadi, tidak ambil pusing. Saya tidak merasa lebih
pintar, tapi juga tidak merasa lebih bodoh, tidak pernah merasa iri dan juga tidak pernah
mengganggu. Im a sweet boy, not a problem maker child, katanya. Kegemaran membaca
buku sudah terlihat sejak kecil, B.J. Habibie termasuk tipe anak yang serius, yang baru
bermain hanya setelah menyelesaikan pekerjaan rumahnya, dan bermain ala Habibie adalah
bermain dengan Blokken (micano, sejenis lego) dan membuat kapal terbang dan lainnya, tak
heran jika cita-cita sebagai insinyur sudah terucap dari mulut Habibie sejak kecil. Kebiasaan
dan kegemaran Habibie ini berbeda dengan anak-anak pada umumnya, bahkan saudarasaudaranya sendiri, tak jarang saudara-saudaranya mengajak Habibie untuk keluar rumah dan
bergaul dengan teman-teman yang lain.
Masa Remaja di Makassar dan Bandung

Tidak berapa lama setelah Alwi Abdul Djalil Habibie meninggal pada tanggal 3 September
1950, B.J. Habibie meninggalkan kota Makassar, berangkat dengan kapal laut milik KPM ke
Pulau Jawa, Bandung. Hal ini merupakan pengalaman pertama baginya untuk meninggalkan
orang tua. Dari sekolah HBS ia Pindah atas keinginannya sendiri ke SMP yang saat itu
bernama Gouverments Middlebare School (sekarang SMP 5) di Jalan Jawa, Bandung. Lalu,
ia melanjutkan ke SMAK di Dago yang dulu dikenal dengan nama Lycium. Di SMA, B.J.
Habibie mulai tampak menonjol prestasinya, terutama dalam pelajaran eksakta, seperti
matematika, mekanika dan lain-lain. Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMAK Dago,
B.J. Habibie melanjutkan pendidikannya ke ITB. Selama menjadi mahasiswa di ITB, dia
masih saja banyak tertarik pada bidang pesawat terbang, terlihat pada kegemaran dan
perhatiannya terhadap Aeromodeling. Ia mempunyai model pesawat terbang yang dibuat
sendiri, dan selalu diperagakan, tetapi model tersebut tak pernah sempat disempurnakan. Ia
juga pernah memasuki Aeromodeling Club, tapi kelihatannya ia tak pernah punya waktu
banyak untuk itu. B.J. Habibie praktis hanya 6 bulan menjadi mahasiswa di ITB.

Masa Pendidikan di Jerman


Tidak disangka, kepulangannya ke Indonesia justru mempertemukannya kembali dengan
Hasri Ainun Besari, teman masa SMA yang pernah ditaksir sekaligus pernah dioloknya
dengan sebutan si hitam gula Jawa, yang saat ini sudah bekerja sebagai dokter di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pertemuan ini kemudian berujung pada pernikahan
pada tanggal 12 Mei 1962. Karena masa cutinya telah habis, Habibie harus kembali ke
Jerman untuk bekerja dan melanjutkan masa studinya untuk meraih gelar Doktor, diusunglah
Ainun bersamanya.
Kembali Ke Tanah Air
Walau memilki karier yang menanjak tinggi di perusahaan Jerman, Habibie masih
merindukan dan yakin bahwa suatu saat dia akan kembali ke Indonesia untuk ikut
membangun tanah air tercinta. Keinginan Habibie tersebut mulai menemukan jalan ketika
dirinya bertemu dengan Ibnu Sutowo (Direktur Utama Pertamina, pada saat itu) yang berbuah
suatu keputusan bulat untuk kembali ke Indonesia pada awal tahun 1974. Sepulangnya ke
Indonesia, Pak Soeharto menugaskan Habibie sebagai Penasihat Presiden Republik Indonesia
memimpin Advanced Technology Division Pertamina. Hal ini merupakan cikal bakal dari
lahirnya BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dan IPTN (Industri Pesawat
Terbang Nusantara) kelak. Setelah itu, Habibie kemudian diangkat Pak Soeharto menjadi
Menteri Riset dan Teknologi.
Di samping menjalankan amanat presiden, Habibie tetap berjuang untuk membangun dan
mengukuhkan industri pesawat terbang di Indonesia. Hingga tibalah saat itu, tahun 1995,
dimana Indonesia yang sedang miskin visi teknologi membuktikan kegagahannya dalam
bidang teknologi tinggi. Uji coba penerbangan N-250/Gatotkoco sukses digelar. N250/Gatotkoco menjadi satu-satunya pesawat turboprop saat itu yang mempergunakan
teknologi fly-by-wire. Indonesia bersiap terbang melalui N-250/Gatotkoco yang akan
menerbangkan negeri ini ke tempat yang lebih tinggi dan bermartabat. Seiring waktu setelah
pembuktian itu, Habibie dilantik sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia, dan keriangan
atas terbangnya N-250/Gatotkoco tak bertahan lama. Reformasi terjadi, kepemimpinan
Presiden Soeharto dengan Orde Barunya tumbang. Hal ini membuat Habibie secara resmi
menjadi Presiden RI ketiga pada 21 Mei 1998. Tantangan baru yang dihadapi oleh Habibie
tidaklah mudah, memulihkan Indonesia di saat genting dan krisis ekonomi merupakan tugas
utama Habibie pada saat itu.

Masa Berkarya di Jerman


Tidak lama setelah kembali ke Jerman, putra pertama Habibie lahir dan diberi nama Ilham
Akbar Habibie. Pada tahun 1965 Habibie meraih gelar doktornya namun tantangan kehidupan
merantau di negeri orang masih terasa karena penghasilan Habibie seorang diri pada saat itu
tak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya. Seiring waktu berlalu putra kedua
mereka, Thareq Kemal Habibie lahir, kebutuhan rumah tangga pun semakin meningkat.
Ainun sempat bekerja sebagai dokter ketika Thareq berusia 4 tahun, namun kemudian Ainun
memutuskan untuk berhenti menjadi dokter ketika mendapati Thareq menderita sakit keras
pada usia 6 tahun. Hari-hari Ainun sebagai ibu rumah tangga penuh pun dihabiskannya untuk
mencurahkan seluruh kasih sayangnya kepada kedua anak dan suaminya yang sedang
berkarier. Pada saat itu Habibie bekerja di MBB (Messerschmidt Bolkow Blohm) salah satu
industri pesawat terbang yang terkenal di dunia. Sebelum bekerja di MBB, Habibie juga
menapaki karier sebagai Kepala Departemen Riset dan Penerbangan Analisis struktur di HFB
(Hamburger Flugzeugbau Bau) GmbH, milik keluarga Blohm di Hamburg. Yang kemudian
bergabung dengan perusahaan pesawat tempur milik keluarga Messerschmidt di Augsburg
dan perusahaan pesawat helikopter dan senjata milik keluarga Bolkow di Stuttgart. Di MBB
inilah jabatan sebagai Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada Pesawat Komersial dan
Angkut Militer diembannya. Empat tahun bekerja, Habibie menjadi orang Indonesia pertama
yang menduduki jabatan kedua tertinggi dalam lingkaran direksi perusahaan Jerman tersebut
dengan jabatan Vice President dan Direktur Pengembangan dan Penerapan Teknologi.

Anda mungkin juga menyukai