BAB I
KASUS
I. IDENTITAS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. N
Usia
: 10 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Semarang
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tanggal Masuk RS
: 18-09-2015
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 18 September 2015
pukul 10.20 WIB
A. Keluhan utama
: ruam kulit
dengan minyak kayu putih di oles ke bagian yang merah yang dibeli sendiri
oleh penderita di apotik pada hari ke 2 gejala, dan keluhan tidak mereda.
Keluhan serupa
sebelumnya pada usia 6 bulan, dengan ruam kulit yang terdapat di wajah,
kaki, dan tangan. Pada waktu tersebut, pasien pernah diobati namun ibu
pasien lupa salep yang digunakan.
Alergi
: Ada. Alergi makanan, udang
Asma
: Disangkal
Diabetes Melitus
: Disangkal
Jantung
: Disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa
: Disangkal
Alergi
Asma
Jantung
: Disangkal
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 September 2015 pukul 10.35
WIB
STATUS GENERALIS
a. Keadaan Umum
b. Kesadaran
: Kompos mentis
GCS
c. Vital Sign
d. Status gizi
: 32 x/m
: 36,70C (aksila)
e. Kulit
Warna
: Sawo matang
Sianosis
: Tidak ada
Ptekie
: tidak ada
f. Kepala
h. Telinga
i. Hidung
j. Mulut
k. Lidah
l. Tonsil
m. Faring
: Tidak hiperemis
n. Leher
o. Thorak
Paru-paru
: Inspeksi
: Bentuk
Retraksi
: Simetris
: tidak ada
: Ekspansi napas
: Simetris
Fremitus taktil
: simetris
: ICS 5 linea
midclavicula dextra
Peranjakan hepar
: ICS 6 linea
midclavicula dextra
Auskultasi
Perkusi
:
Batas jantung kanan : ICS 4 linea midclavicula
dextra
Batas jantung kiri
sinistra
Batas pinggang jantung
p. Abdomen
Inspeksi
:
: Bentuk
Umbilicus
: Datar
: Ditengah, inflamasi (-)
Massa (-),
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Lien
Ginjal
q. Ekstremitas
Akral
: hangat
CRT
: <2 dtk
Sianosis
: tidak ada
Edema
: (-/-)
: tidak teraba.
STATUS DERMATOLOGI
Inspeksi :
a. Lokasi
b. Efloresensi
c. Diameter
Palpasi :
a. Suhu : sama dengan kulit sekitar
b. Permukaan : rata
c. Nyeri (-)
Status Venerologi: Tidak dilakukan.
IV.
RESUME
ANAMNESIS
Orang tua pasien datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan timbul ruam
di kedua kaki anaknya semenjak 3 hari SMRS, disertai nyeri (-), gatal (+).
Riwayat Pengobatan
kayu putih di oles ke bagian yang ruam yang dibeli sendiri oleh penderita di
apotik pada hari ke 2 gejala, dan keluhan tidak mereda.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa
V. DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis kontak
Dermatitis Seboroik
Skabies
VI.
USULAN PEMERIKSAAN
VII.
Laboratorium
DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Atopik bentuk Infantil
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Hindari semua faktor luar yang mungkin menimbulkan manifestasi klinis
2. Menjauhi alergen pemicu
3. Hindari pemakaian bahan yang merangsang seperti sabun keras dan bahan
pakaian dari wol
Sistemik
1. Antihistamin golongan H1 untuk mengurangi gatal dan sebagai penenang
2. Kortikosteroid jika gajala klinis berat dan sering mengalami kekambuhan
PROGNOSIS
Umumnya baik jika faktor pencetus dihindari
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad fungsionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: ad bonam
BAB II
PEMBAHASAN
II.1Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis dan
residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anakanak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita (dermatitis atopi, rhinitis alergika, asma
bronkhiale, dan konjungtivitis alergika).
Kata atopi pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah
yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai
kepekaan dalam keluarganya. Misalnya : asma bronchial, rhinitis alergika,
dermatitis atopi, dan konjungtivitis alergika. (Djuanda, 2011)
II.2 SINONIM
Banyak istilah dermatitis atopik lain yang digunakan, misalnya : ekzema
konstitusional, fleksural eczema, disseminated neurodermatitis, prurigo basiler.
(Djuanda, 2011)
II.3 EPIDEMIOLOGI
Oleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat maka untuk
menginterpretasikan hasil penelitian epidemiologi harus berhati-hati. Berbagai
penelitian menyatakan bahwa prevalensi DA makin meningkat sehingga
merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia
dan Negara industri lain, prevalensi DA pada anak mencapai 10-20%, sedangkan
1-3 % terjadi di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, Asia Tengah,
prevalensi DA jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak m enderita DA daripada
pria dengan rasio 1,3:1. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap
prevalensi DA misalnya jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi,
penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya
penggunakan antibiotik, berpotensi menaikan jumlah penderita DA.(Kliegman,
2012)
10
11
12
Eosinofilia.
Kadar
CAMP-phosphodiesterase
monosit
meningkat,
disertai
13
Laktasi: makin lama mendapat air susu ibu makin kecil kemungkinan
untuk mendapat dermatitis atopik. Hal tersebut perlu dicermati karena
perkembangan penyakit berhubungan dengan alergen lingkunagan dan
status ibu (misanya perokok)
14
15
berat
yang
melebihi
50%
permukaan
tubuh
dapat
dan
eksudasi
karena
garukan.
Lambat
laun
terjadi
16
sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik. Pada umumnya
DA. remaja atau dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung menurun
dan membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia
pertengahan; hanya sebagian kecil terus berlangsung sampai tua. Kulit
penderita DA. yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila
terpajan oleh bahan iritan eksogen. (Wollf, 2007)
Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis tangan, kirakira 70% suatu saat dapat mengalaminya. DA. pada tangan dapat
mengenai punggung maupun telapak tangan, sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak. DA. di tangan biasa timbul pada wanita muda setelah
melahirkan anak pertama, ketika sering terpajan sabun dan air sebagai
pemicunya.
Berbagai kelainan dapat menyertai DA, misalnya: hipedinearis
palmaris, xerosis kutis, iktiosis, pomfoliks, pitiriasis alba, keratosis pilaris,
lipatan Dennie Morgan, penipisan alis bagian luar (tanda Hertoghe),
keilitis, katarak subkapsular anterior, lidah geografik, liken spinulosus, dan
keratokonus (bentuk kornea yang abnormal). Selain itu penderita DA.
cenderung mudah mengalami kontak urtikaria, reaksi anafilaksis terhadap
obat, gigitan atau sengatan serangga. (Djuanda, 2011)
II.7 DIAGNOSIS
Diagnosis DA. didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan
Rajka yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang dikoordinasi
oleh Williams (1994). (Djuanda, 2011)
Kriteria mayor
-
Pruritus
17
Gambar 1. Dermatitis pada muka dan fleksura. Dikutip dari: Kim, 2015
Kriteria minor
Pitiriasis alba
18
Keilitis
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Aksentuasi perifolikular
Diagnosis DA. harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor.
Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu:
Tiga kriteria mayor berupa:
-
pruritus,
19
Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang
tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.
Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat
penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak di bawah 4 tahun).
20
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1
Laboratorium
Tidak ada hasil laboratorium yang spesifik yang dapat dipergunakan untuk
menegakkan diagnosis dermatitis atopik. Hasil yang dapat ditemukan pada
dermatitis atopik, misalnya kenaikkan kadar IgE dalam serum, mengurangnya
jumlah sel-T ( terutama T-supresor) dan imunitas seluler, jumlah eosinofil
dalah darah relatif meningkat. (Davey, 2006)
Dermatografisme putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon yakni berturutturut akan terlihat: Garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna
merah disekitarnya selama beberapa detik, edema timbul setelah beberapa
menit. Penggoresan pada penderita yang atopi akan bereaksi belainan. Garis
merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik sampai
5 menit, sedangkan edema tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme
putih. (Davey, 2006)
21
Percobaan histamin
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita dermatitis atopi eritema
akan berkurang dibandingkan orang lain sebagai kontrol. Kalau obat tersebut
disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit orang normal.
(Wolff, 2008)
Gambaran klinis
Berminyak, squama, riwayat keluarga tidak ada
Plak pada daerah ekstensor, skalp, gluteus, pitted nail
Gatal, soliter, riwayat keluarga tidak ada
Riwayat kontak, ruam di tempat kontak, riwayat keluarga
tidak ada
Papul, sela jari, positif ditemukan tungau
Riwayat, pemeriksaan fisik. Pemeriksaan banyak sesuai
dengan penyakit
Vesikel berkelompok di daerah lipata
Plak dengan sentral healing, KOH negatif
Riwayat infeksi berulang
22
II.9 PENATALAKSANAAN
Kulit penderita DA. cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh
karena itu penting untuk mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang
memperberat dan memicu siklus gatal-garuk, misalnya sabun dan deterjen;
kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar, pajanan terhadap panas atau dingin
yang ekstrim. Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya larut minimal
terhadap lemak dan mempunyai pH netral. Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih
dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan formaldehid atau bahan kimia
tambahan. Mencuci pakaian dengan deterjen harus dibilas dengan baik, sebab sisa
deterjen dapat bersifat iritan. Kalau selesai berenang harus segera mandi untuk
membilas klorin yang biasanya digunakan pada kolam renang. Stres psikik juga
dapat menyebabkan eksaserbasi DA. (Djuanda, 2011)
23
Acapkali serangan dermatitis pada bayi dan anak dipicu oleh iritasi dari
luar, misalnya terlalu sering dimandikan; menggosok terlalu kuat; pakaian terlalu
tebal, ketat atau kotor; kebersihan kurang terutama di daerah popok; infeksi lokal;
iritasi oleh kencing atau feses; bahkan juga medicated baby oil. Pada bayi penting
diperhatikan kebersihan daerah bokong dan genitalia; popok segera diganti, bila
basah atau kotor. Upaya pertama adalah melindungi daerah yang terkena terhadap
garukan agar tidak memperparah penyakitnya. Usahakan tidak memakai pakaian
yang bersifat iritan (misalnya wol, atau sintetik), bahan katun lebih baik. Kulit
anak/bayi dijaga tetap tertutup pakaian untuk menghindari pajanan iritan atau
trauma garukan. (Djuanda, 2011)
Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab; hindari pembersih
antibakterial karena berisiko menginduksi resistensi. (Djuanda, 2011)
Menurut Kim dalam jurnalnya (Kim, 2015), penatalaksanaan DA meliputi:
a. Farmakologi
dan
Mimyx
(unggul
tetapi
lebih
mahal
dan
hubungannya
dengan
pelembab):
Hidrokortison,
Imunomodulator:
Tacrolimus
dan
pimecrolimus
(inhibitor
hanya
sebagai
indikasi);
omalizumab
(antibodi
24
25
26
minggu), aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif misalnya pada
muka dan lipatan. Cara pemakaian dioleskan 2 kali sehari. (Djuanda, 2011)
Pimekrolimus dan takrolimus tidak dianjurkan pada anak usia kurang dari
2 tahun. Penderita yang diobati dengan pimekrolimus dan takrolimus dinasehati
untuk memakai pelindung matahari karena ada dugaan bahwa kedua obat tersebut
berpotensi menimbulkan kanker kulit. (Djuanda, 2011)
Sementara klaim ini sedang diselidiki lebih lanjut, obat hanya digunakan
jika terdapat indikasi yaitu untuk dermatitis atopik pada orang yang lebih dari 2 y
dan hanya jika terapi lini pertama gagal. terapi ini jauh lebih mahal daripada
kortikosteroid dan seharusnya hanya digunakan sebagai terapi lini kedua. (Kim,
2015)
Preparat ter. Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti-inflamasi
pada kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi akut. Sediaan dalam bentuk
salap hidrofilik, misainya yang mengandung likuor karbonis detergen 5% sampai
10 %, atau crude coal tar 1 % sampai 5%.(Djuanda, 2011)
Antihistamin. Pengobatan DA. dengan antihistamin topikal tidak
dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Dilaporkan
bahwa aplikasi topikal krim doksepin 5% dalam jangka pendek (satu minggu),
dapat mengurangi gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila
dipakai pada area yang luas akan menimbulkan efek samping sedatif. (Djuanda,
2011)
PENGOBATAN SISTEMIK
Kortikosteroid.
Kortikosteroid
sistemik
hanya
digunakan
untuk
27
hidroksisin atau difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan
doksepin hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade
reseptor histamih H1 dan H2, dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam
hari pada orang dewasa. (Djuanda, 2011)
Anti-infeksi. Pada DA. ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk
yang belum resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau, klaritromisin,
sedang untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin, oksasilin, atau generasi
pertama sefalosporin. (Djuanda, 2011)
Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks kortikosteroid
dihentikan sementara dan diberikan per oral asiklovir 400 mg 3 kali per hari
selama 10 hari, atau 200 mg 4 kali per hari selama 10 hari. (Djuanda, 2011)
Interferon. IFN-y diketahui menekan respons IgE dan menurunkan fungsi
dan proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN-y rekombinan menghasilkan
perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.
Siklosporin. DA. yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional
dapat diberikan pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis
jangka pendek yang dianjurkan per oral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin adalah
obat imunosupresif kuat yang terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan
cyclophilin (suatu protein intraselular) menjadi satu kompleks yang akan
menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Tetapi, bila
pengobatan dengan siklosporin dihentikan umumnya penyakitnya akan segera
kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbal yaitu peningkatan kreatinin
dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi.
(Djuanda, 2011)
TERAPI SINAR (phototherapy)
Untuk
DA.
yang
berat
dan
luas
dapat
digunakan
PUVA
28
Probiotik
Probiotik telah direkomendasikan sebagai pilihan terapi untuk pengobatan
dermatitis atopik. Hal ini dikarenakan produk bakteri ini dapat
menyebabkan respon imun dari Th 1 seri bukannya Th 2 dan karena itu
bisa menghambat perkembangan produksi antibodi alergi, IgE. Beberapa
laporan manfaat terbatas dalam peran pencegahan dan terapi. Sebuah
meta-analisis dari 25 uji plasebo acak terkontrol yang melibatkan 4.031
subjek menemukan bahwa pemberian probiotik saat prenatal dan postnatal
mengurangi kadar IgE pada bayi dan dapat melindungi terhadap sensitisasi
untuk alergi tetapi mungkin tidak melindungi terhadap asma.(Hand, 2013)
Pada bulan Januari 2015, Organisasi Alergi Dunia merekomendasikan
penggunaan probiotik oleh ibu hamil dan menyusui untuk mencegah
perkembangan DA. Rekomendasi ini didasarkan pada meta-analisis dari
29 studi yang digunakan probiotik oleh ibu hamil mengurangi kejadian
eksim sebesar 9% selama masa follow up 1-5 tahun dan penggunaan oleh
wanita menyusui dikaitkan dengan 16% pengurangan eksim selama masa
follow up 6 bulan. Konsumsi probiotik oleh menyusui bayi dikaitkan
dengan penurunan 5% pada eksim selama 6 bulan sampai 6 tahun masa
tindak lanjut. (Johnson, 2014)
Pada pasien dengan penyakit berat, dan terutama pada orang dewasa,
fototerapi,
methotrexate
(MTX),
azathioprine,
cyclosporine,
29
Pakaian harus lembut di sebelah kulit. Katun nyaman dan dapat berlapis di
musim dingin. Produk wol harus dihindari.
Pakaian harus dicuci dalam deterjen ringan tanpa pemutih atau pelembut
kain.
30
KOMPLIKASI
Infeksi sekunder.
PROGNOSIS
Sulit meramalkan prognosis DA. pada seseorang. Prognosis lebih buruk
bila kedua orang tuanya menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontan
pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus
menetap pada usia di atas 30 tahun. Penyembuhan spontan DA. yang diderita
sejak bayi pernah dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar 40-60%,
terutama kalau penyakitnya ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa
31
84% DA. anak berlangsung sampai masa remaja. Ada pula laporan, DA. pada
anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20% menghilang, dan 65 % berkurang
gejalanya. Lebih dari separo DA. remaja yang telah diobati kambuh kembali
setelah dewasa.
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang balk DA. yaitu:
-
anak tunggal
asma bronkial atau hay fever. Penderita atopi mempunyai risiko menderita
dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan. (Djuanda, 2011)
32
DAFTAR PUSTAKA
33