Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN

A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal. Nilai normal bilirubin indirek 0,3
1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl.
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus
kalau tidak ditanggulangi dengan baik.
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.
Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa
hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana kadar bilirubin yang
berlebihan dalam darah yang biasa terjadi pada neonatus baik secara
fisologis, patologis maupun keduanya.
B. Epidemiologi
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam
minggu pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus
terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus
ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi
patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian.
C. Derajat Hiperbilirubin Menurut Kramer
Zona
1.
2.
3.
4.
5.

Bagian Tubuh
Kepala sampai leher
Kepala, leher, sampai umbilikus
Kepala, leher, pusar sampai paha
Lengan + tungkai
Kepala sampai ke tumit kaki

D. Klasifikasi
1. Ikterus Fisiologis

Rata-rata Serum
Indirek (Umol/L)
100
150
200
250
>250

Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan
ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati
kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernicterus
dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik
adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Timbul pada hari kedua - ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg%
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%
perhari.
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan
dengan keadaan patologis tertentu.
g. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia
dengan karakteristik sebagai berikut menurut (Surasmi, 2003) bila:
1). Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2). Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3). Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus
< bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4). Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
5). Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 3 minggu,
asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

2.

Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.

Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar


konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12
mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3.

Kern Ikterus.
Suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada

otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus,


hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan
pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20
mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan
bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan
syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.
4.

Ikterus Prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat

hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan


konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan
kenaikan
5.

bilirubin

yang

tidak

terkonjugasi.

Ikterus Hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat

kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk


ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak
sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi
dan regurgitasi.
6.

Ikterus Kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga

empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus

halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum


dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan urobilirubin dalam tinja
dan urin.
E. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena
keadaan sebagai berikut;
1. Polychetemia (Peningkatan jumlah sel darah merah)
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4.Keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat,

kortikosteroid,

kloramfenikol)
5. Hemolisis ekstravaskuler
6. Cephalhematoma
7. Ecchymosis
8. Gangguan fungsi hati: defisiensi glukoronil transferase, obstruksi
empedu (atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia,
hipotiroid jaundice ASI
9. Adanya komplikasi: asfiksia, hipotermi, hipoglikemi, menurunnya
ikatan albumin, lahir prematur, dan asidosis.
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin
adalah:
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari
ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice
fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe
obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan
atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat,
seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati

7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar


8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
G. Komplikasi
Bilirubin encephahalopathi
Kernikterus : kerusakan neurologis, cerebral palis, retardasi mental,
hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yang
melengking.
Asfiksia
Hipotermi
Hipoglikemia
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a) Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin
lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c) Protein serum total.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hepatitis dan atresia billiari.

I. Penatalaksanaan
1.

Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini

2.

(pemberian ASI).
Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,

3.
4.

misalnya sulfa furokolin.


Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
Fenobarbital
Fenobarbital

dapat

mengeksresi

billirubin

dalam

hati

dan

memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil


transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan
clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu
sering digunakan.

5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.


6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah

ditegakkan

hiperbillirubin

patologis dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui


tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan
foto terapi.

J. Pathway

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit :
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama,
apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu
tertentu baik dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada
riwayat kontak dengan penderiata sakit kuning, adakah rwayat operasi
empedu, adakah riwayat mendapatkan suntikan atau transfusi darah.
Ditemukan adanya riwayat gangguan hemolissi darah (ketidaksesuaian
golongan Rh atau darah ABO), polisitemia, infeksi, hematoma,
gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran pencernaan dan ASI,
ibu menderita DM.
b. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
c. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua
merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
d. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,
e.

kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia .


Pola Kebutuhan sehari-hari.
Aktivitas / istirahat : Latergi, malas
Sirkulasi : Mungkin pucat, menandakan anemia.
Eliminasi : Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin

lambat, feses lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin,


urine gelap pekat, hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
Makanan/cairan : Riwayat perlambatan/makan oral buruk, lebih
mungkin disusui dari pada menyusu botol, palpasi abdomen dapat

menunjukkan perbesaran limfa, hepar.


Neurosensori : Hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis dengan
inkompatibilitas Rh berat. Opistetanus dengan kekakuan lengkung

punggung,menangislirih, aktivitas kejang (tahap krisis).


Pernafasan : Riwayat afiksia
Keamanan : Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus , tampak
ikterik pada awalnya di wajah dan berlanjut pada bagian distal

tubuh, kulit hitam kecoklatan sebagai efek fototerapi.


Penyuluhan/Pembelajaran : Faktor keluarga, misal: keturunan
etnik, riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya,
penyakithepar,distrasias

darah

(defisit

glukosa-6-fosfat

dehidrogenase (G-6-PD). Faktor ibu, mencerna obat-obat (misal:


salisilat),

inkompatibilitas Rh/ABO.

Faktor

penunjang

intrapartum, misal: persalinan pratern.


f.

Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus,
ikterus terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu
eritema palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih)
dan termasuk pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepid an
permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali),
pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender,
kulit nerwarna merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus,
reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan
tangisan melengking.

g.

Pemeriksaan Diagnostik
Golongan

darah

bayi

dan

ibu,

mengidentifikasi

inkompatibilitas ABO.
Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 1,5 mg/dL
kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24

jam, atau tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau
15 mg/dL pada bayi pratern.
Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis.
Meter ikterik

transkutan:

mengidentifikasi

bayi

yang

memerlukan penentuan bilirubin serum.


B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan
defikasi sekunder fototherapi.
2. Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
bilirubin, efek fototerapi.
3. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
4. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan
pada bayi.
5. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
C. Intervensi Keperawatan
1.

Risiko /defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan serta
peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan dengan kriteria :
Jumlah intake dan output seimbang
Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL
Intervensi & Rasional :
a. Kaji reflek hisap bayi
(R: mengetahui kemampuan hisap bayi )
b. Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
(R: menjamin keadekuatan intake )
c. Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces
(R: mengetahui kecukupan intake )
d. Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam

(R: turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah tandatanda dehidrasi)


e. Timbang BB setiap hari
(R: mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi).
2.

Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi


Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil
antara 36,5-37 0 C.
Intervensi dan Rasional :
a.

Observasi suhu tubuh (aksilla) setiap 4 - 6 jam


(R: suhu terpantau secara rutin)

b. Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan


kompres dingin serta ekstra minum
(R: mengurangi pajanan sinar sementara)
c. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi
(R: Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari
hipertermi).
3. Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
bilirubin, efek fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria :
Tidak terjadi decubitus
Kulit bersih dan lembab
Intervensi dan Rasional :
a. Kaji warna kulit tiap 8 jam
(R: mengetahui adanya perubahan warna kulit)
b. Ubah posisi setiap 2 jam
(R: mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalam waktu
lama).
c. Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion

pelembab

(R: mencegah lecet)


d. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin
turun menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan
(R: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama)
4. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan
pada bayi.
Tujuan : Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan
orang tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin
dan kooperatif dalam perawatan.
Intervensi dan Rasional:
a. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien
(R: mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit)
b. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan
perawatannya
(R: Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit)
c. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah
(R: meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam
merawat bayi)
5. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi injury akibat fototerapi (misal : konjungtivitis,
kerusakan jaringan kornea)
Intervensi dan Rasional :
a. Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya
(R: mencegah iritasi yang berlebihan).
b. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan
daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat
memantulkan cahaya usahakan agar penutup mata tidak menutupi
hidung dan bibir
(R: mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif )
c. Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya
konjungtivitis tiap 8 jam

(R: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata )


d. Buka penutup mata setiap akan disusukan.
(R: memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan
ibu).
e. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan
(R : memberi rasa aman pada bayi).

Anda mungkin juga menyukai