Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perkembangan dunia industri belakangan ini, pembuatan barang yang
beraneka ragam menjadi syarat mutlak untuk untuk melakukan proses produksi. Hal
tersebut dilakukan agar terjadi inovasi pada barang yang diproduksi. Untuk membuat
barang yang beraneka ragam, dibutuhkan proses produksi dimana proses produksi
juga beragam bentuknya. Dan untuk menambah kecepatan inovasi barang tersebut,
maka dibutuhkanlah proses produksi yang efisien.
Komponen mesin yang terbuat dari logam memiliki bentuk yang beraneka
ragam, umumnya dibuat dengan proses permesinan dari bahan yang berasal dari
proses penuangan (Casting) atau proses pengolahan bentuk (Metal Forming). Oleh
sebab itu, proses permesinan yang dilakukan bermacam macam, sesuai dengan yang
diinginkan. Macam-macam proses permesinan yang dimaksud ditinjau dari jenis
pahat dan gerak relatif antara pahat dengan benda kerja,
1. Proses Bubut (Turning),
2. Proses Gurdi (Drilling),
3. Proses Frais (Milling),
4. Proses Gerindra Rata (Surface Grinding),
5. Proses Gerindra Silndrik (Cylindrical Frinding),
6. Proses Sekrap (Shaping, Planning),
7. Proses Gergaji atau Parut (Sawing, Broaching)
Proses permesinan di atas digunakan sesuai dengan tujuan masing masing. Dimana
tujuan tersebut digunakan untuk membentuk dimensi dari benda produk. Penentuan
proses permesinan juga menentukan kualitas produk.
Kualitas barang produksi yang dianggap baik biasanya ditandai dengan
kualitas permukaan komponen yang baik. Untuk mendapatkan hasil kualitas
permukaan yang sesuai dengan tuntutan perancangan bukanlah hal yang mudah,
karena banyak faktor yang harus diperhatikan. Seorang operator mesin harus
memiliki pengetahuan yang benar tentang penggunaan alat ukur dan mesin supaya
dapat memenuhi permintaan penyelesaian permukaan (surface finish) yang sesuai
dengan perancangan.
Parameter pemesinan yang terdiri dari kecepatan putaran spindel (spindle
speed), kecepatan pemakanan (feed rate), kedalaman pemakanan (depth of cut) dan
penggunaan cairan pendingin (kondisi pemotongan) sangat mempengaruhi dari hasil

produksi. Penelitian ini bertujuan mencari optimasi permesinan milling pada material
dengan kekerasan tinggi dengan metode taguchi. Metode ini digunakan dengan
tujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses dalam waktu yang bersamaan
sehingga diperoleh kondisi yang optimal.
Menurut Wang M.Y. (2004), yang melakukan analisis pengaruh kecepatan
potong, kecepatan pemakanan, kedalaman pemakanan dan geometri pahat terhadap
kekasaran permukaan ketika melakukan slot end milling pada material Al 2014-T6.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa untuk kondisi tanpa
cairan pendingin, kekasaran permukaan sangat dipengaruhi oleh kecepatan potong,
kecepatan pemakanan dan geometri pahat. Sedangkan untuk kondisi dengan cairan
pendingin, faktor yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan adalah
kecepatan pemakanan dan geometri pahat.
Bernardos P.G. dan Vosniakos G.C. (2003) memprediksi hubungan antara
kedalaman pemakanan, kecepatan makan per gigi, kecepatan potong, pahat, cairan
pendingin dan dan gaya potong dengan kekasaran permukaan pada pemesinan
milling paduan aluminium.Penelitian yang dilakukan menggunakan Taguchi design
of experimental dan Artificial Neural Networks. Parameter pemesinan memiliki
pengaruh signifikan terhadap kekasaran permukaan adalah kecepatan putaran spindel
dan kondisi pemotongan. Bertambahnya kedalaman pemakanan ataupun kecepatan
potong tidak meningkatkan hasil kekasaran pada benda uji (Widodo, 2010).
Parameter yang mempengaruhi hasil kualitas permukaan suatu komponen diketahui
bahwa parameter yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kekasaran permukaan
adalan kecepatan potong, kedalaman pemakanan, dan kecepatan pemakanan
(Sunaryo, 2010). Kondisi optimal kekasaran terendah permukaan dapat dicapai pada
kedalaman pemakanan level 3 (1.5 mm), kecepatan potong pada level 1 (20 m/min),
gerak makan pada level 2 (0.33 mm/rev) dengan kombinasi tersebut dihasilkan harga
kekasaran terendah 1,52 m.
Pendinginan menggunakan udara pada proses pemesinan logam diharapkan
menjadi nilai tambah pada usaha pemesinan logam, karena secara ekonomis mampu
mengurangi biaya yang seharusnya digunakan untuk membeli cairan pendingin,
membeli pahat akibat rendahnya umur pahat, serta biaya pengiriman dan pengolahan
limbah. Dari beberapa literatur yang telah disebutkan diatas, pada proses pemesinan
milling terdapat beberapa parameter yang berpengaruh pada kekasaran permukaan
komponen diantaranya adalah kecepatan pemotongan atau kecepatan putaran spindel,

kedalaman pemakanan, geometri pahat, kecepatan pemakanan, dan penggunaan


cairan pendingin.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimal dari parameter
pemesinan terhadap hasil kekasaran permukaan komponen. Bahan yang digunakan
adalah material Aluminium AC4B dikarenakan mengandung unsur silikon yang
dapat meningkatkan ketahanan korosi dan aus, meningkatkan karakteristik casting
dan machining pada paduan. Berdasarkan komposisi silikon dalam paduan, AC4B
memiliki mikrostuktur hipoeutektik.
Untuk proses optimasi, metode eksperimen yang digunakan adalah metode
Taguchi. Metode Taguchi adalah metode eksperimen yang bertujuan untuk
memperbaiki kualitas produk dan proses dalam waktu yang bersamaan menekan
biaya dan sumber daya seminimal mungkin sehingga dicapai kondisi yang optimal
dan efisien (Soejanto dan Irwan, 2009). Solusi yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan optimasi permesinan milling dengan meningkatkan efektifitas
pendinginan udara dengan mengunakan udara yang lebih dingin untuk meningkatkan
fungsi udara sebagai media

pendingin. Dalam ekperimen ini peneliti mencoba

meningkatkan gradien suhu dengan mendinginkan udara melalui penukar kalor. Alat
di desain untuk menyerap panas fluida agar dapat di atur pada kondisi suhu fluida
pada 8-10oC.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh metode taguchi terhadap kualitas hasil permesinan
alumunium AC4B.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh metode taguchi terhadap kualitas hasil
permesinan alumunium AC4B.

1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:

1.

Mengetahui pengaruh metode taguchi terhadap kualitas hasil permesinan

2.
3.

alumunium AC4B.
Memperbaiki kualitas produk dan proses
Menekan biaya dan sumber daya seminimal mungkin sehingga dicapai kondisi
yang optimal dan efisien

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Machinability
Machinability adalah kemampuan material untuk dimesinkan. Suatu bahan
dikatakan machinability adalah, suatu bahan yang mampu di proses lebih lanjut
dengan menggunakan peralatan-peralatan permesinan dan machinability sangat
dipengaruhi oleh jenis dan bentuk pahat yang digunakan Oleh karena itu, hal-hal
yang mempengaruhi suatu bahan dikatakan machinability adalah :

jenis pahat
bahan pahat

keuletan benda kerja


kekerasan benda kerja

Sedangkan faktor-faktor yang menyatakan suatu bahan machinability adalah:

umur pahat
daya yang dibutuhkan untuk memotong
biaya
kondisi permukaan benda kerja yang diperoleh
Dalam hal ini, terlihat bahwa umur pahat, merupakan suatu variabel yang

sangat penting, bahkan sering sangat dominan, maka harus dihindarkan pemahatan/
pembubutan, bila sampai harus merusak pahat (mengurangi umur pahat).
Sesungguhnya ada 2 (dua) faktor paling signifikan yang dapat mempengaruhi
kemampumesinan suatu logam, yakni keuletan dan kekerasannya. Bila kekerasan
logam ditingkatkan, maka penetrasi mata pahat akan semakin sulit, maka dikatakan
logam tersebut tidak atau kurang machinability. Demikian juga, suatu logam yang
tingkat keuletannya tinggi, akan tidak mungkin menghasilkan geram terputus-putus
(segmental chip), oleh karena itu harus diusahakan suatu benda kerja (logam) yang
akan di milling (machining) mempunyai tingkat keuletan yang rendah, walaupun
dalam prakteknya hal ini akan sulit didapat, sebab pada umumnya setiap logam yang
keuletannya berkurang, akan menyebabkan kekerasan logamnya meningkat,
sehingga sulit juga untuk dipotong (kurang machinability) Kemampumesinan yang
baik, bukan berarti penyelesaian permukaan yang baik, tetapi lebih ditujukan kepada
faktor ekonomi yang dikaitkan dengan pembentukan geram (gaya untuk membentuk
geram, terkait dengan biaya).
Secara umum ada 3 (tiga) pengujian yang dapat di aplikasikan untuk
menentukan nilai kemampu mesinan suatu logam, yakni:
a. Menggunakan pahat dengan bentuk tertentu untuk memotong pada
kedalaman dan hantaran tertentu pula (pemotongan berat), bila pahat mampu
berfungsi dengan baik untuk waktu 1 jam (non stop), maka dikatakan benda
itu machinability nya baik.
b. Menggunakan pahat sembarang (selain karbida dan keramik) dan dengan
metode radio aktif, dapat melihat tingkat ke-aus an dari pahatnya. Makin
cepat pahatnya aus, makin rendah tingkat machinability benda kerjanya,
demikian sebaliknya.

c. Sebuah dinamometer dipasangkan untuk mengukur gaya-gaya pahat pada


suatu kondisi pemotongan tertentu. Bahan yang dapat dibubut pada kecepatan
paling tinggi tanpa terjadi perubahan-perubahan besarnya gaya tercatat pada
dinamometer, akan menunjukkan bahwa bahan tersebut yang paling
machinability.
2.2 Proses Permesinan
Proses pemesinan dilakukan dengan cara memotong bagian benda kerja yang
tidak digunakan dengan menggunakan pahat (cuttingtool) sehingga terbentuk
permukaan benda kerja menjadi komponen yang dikehendaki. Proses Miling dapat
diklasifikasikan dalam tiga jenis. Klasifikasi ini ber-dasarkan jenis pahat, arah
penyayatan, dan posisi relatif pahat terhadap benda kerja.
Proses pemesinan milling sering digunakan dalam pembuatan cetakan
(mould), untuk pekerjaan perataan permukaan, pembentukan roda gigi, pembentukan
pola permukaan, dan pekerjaan bor. Pada proses pemesinan milling terdapat beberapa
parameter yang berpengaruh terhadap kekasaran permukaan komponen diantaranya
adalah kecepatan pemotongan atau kecepatan putaran spindel, kedalaman
pemakanan, geometri pahat, kecepatan pemakanan, dan penggunaan cairan
pendingin.
Dalam proses pemesinan dikenal adanya dua macam kondisi pemotongan
yaitu kondisi kering (dry machining) dan kondisi basah (wet machining). Pada proses
kering proses pemotongan benda kerja dilakukan dengan tanpa menggunakan cairan
pendingin. Sedangkan pada proses basah proses pemotongan dilakukan dengan
penambahan cairan pendingin pada permukaan pahat dan benda kerja kerja. Fungsi
cairan pendingin adalah melumasi proses pemotongan khususnya pada kecepatan
potong rendah, mendinginkan benda kerja khususnya pada kecepatan potong tinggi
dan membuang geram dari daerah pemotongan (Widarto, 2008). Pada proses
pemotongan logam, temperatur pahat dan benda kerja akan naik yang disebabkan
karena adanya gesekan diantara keduanya.
2.3 Cooling sistem
Dalam proses pemesinan dikenal adanya dua macam kondisi pemotongan
yaitu kondisi kering (dry machining) dan kondisi basah (wet machining). Pada proses
kering proses pemotongan benda kerja dilakukan dengan tanpa menggunakan cairan

pendingin. Cairan pendingin pada proses pemesinan memiliki beberapa fungsi, yaitu
fungsi utama dan fungsi kedua. Fungsi utama adalah fungsi yang dikehendaki oleh
perencana proses pemesinan dan operator mesin perkakas. Fungsi kedua adalah
fungsi tak langsung yang menguntungkan dengan adanya penerapan cairan pendingin
tersebut. Fungsi utama dari cairan pendingin pada proses pemesinan adalah
melumasi

proses

pemotongan

khususnya

pada

kecepatan

potong

rendah,

mendinginkan benda kerja khususnya pada kecepatan po-tong tinggi dan membuang
geram dari daerah pemotongan (Widarto,2008).
2.4 Temperatur Pemotongan
Pada proses pemotongan logam, temperatur pahat dan benda kerja akan naik
yang disebabkan karena adanya gesekan diantara keduanya. Jika tidak didinginkan
hal ini akan menaikkan laju keausan pahat dan menimbulkan kerusakan pada benda
kerja. Pada proses pemotongan logam, temperatur pahat dan benda kerja akan naik
yang disebabkan karena adanya gesekan diantara keduanya. Jika tidak didinginkan
hal ini akan menaikkan laju keausan pahat dan menimbulkan kerusakan pada benda
kerja.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan
pendinginan metode MQL/MQC diperoleh hasil yang hampir sama dengan
menggunakan pendinginan dromus, tetapi metode MQL/MQC ini memiliki
kekurangan yaitu timbulnya aerosol coolant di daerah pemotongan logam, hal ini
jelas akan membahayakan kesehatan operator.
2.5 Alumunium dan Paduannya
Penggunaan aluminium sebagai logam berada pada urutan yang kedua setelah
besi dan baja, dan merupakan urutan tertinggi diantara logam non ferro. Aluminium
merupakan logam ringan yang mempunyai ketahanan korosi yang baik, hantaran
listrik yang baik dan sifat-sifat lainnya. Untuk menambah sifat mekaniknya,
ditambahkan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni dan sebagainya, secara satu persatu atau
bersama-sama. Dengan penambahan unsur-unsur tadi akan berpengaruh terhadap
sifat baik lainnya, seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian
rendah dan lain-lain.
Material ini dipergunakan dalam bidang yang luas, bukan saja untuk
peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk material pesawat terbang, mobil,
kapal laut, konstruksi dan penggunaan lainnya.
1. Aluminium Murni

Aluminium dapat mencapai kemurnian 99,85%, dengan mengolah


kembali dapat mencapai kemurnian 99,99%. Ketahanan korosi dari
aluminium berubah menurut kemurniannya. Pada umumnya untuk kemurnian
99,0% atau di atasnya dapat digunakan di udara dan akan bertahan dalam
waktu beberapa tahun. Hantaran listrik Al sekitar 65% hantaran listrik
tembaga, tetapi massa jenisnya sekitar sepertiganya sehingga memungkinkan
untuk memperluas penampangnya. Oleh karena itu dapat digunakan untuk
kabel dan dibentuk lembaran tipis (aluminium foil).
2. Paduan Aluminium
Paduan Al di klasifikasikan dalam berbagai standard oleh berbagai
negara di dunia. Standard Aluminium Association (AA) di Amerika
menggunakan penandaan dengan empat angka sebagai berikut :
1xxx adalah Al Murni
2xxx adalah Al Cu
3xxx adalah Al Mn
4xxx adalah Al Si
5xxx adalah Al Mg
6xxx adalah Al Mg Si
7xxx adalah Al Zn
Sebagai contoh paduan Al-Cu dinyatakan dengan angka 2xxx atau 2000,
angka pada tempat kedua menyatakan modifikasi paduan. Jika angka kedua dalam
penandaan ini menunjukan nol, hal ini menyatakan paduan yang orisinil. Urutan
angka 1 sampai 9 digunakan untuk menunjukan modifikasi dari paduan orisinil,
untuk paduan percobaan diberi penandaan awalan X. Dalam paduan Al perubahan
yang berarti dari material disebabkan perlakuan panas, seperti 7075-T6.
a. Paduan Al Cu dan Al Cu Mg (seri 2000)
Mengandung 4% Cu dan 0.5% Mg dan paduan ini dinamakan
duralumin. Salah satu duralumin adalah paduan 2017, komposisi standarnya
adalah aluminium dengan kandungan 4% Cu, 0.5% Mg, 0.5% Mn. Paduan
yang ditingkatkan magnesiumnya dari komposisi standar, yaitu aluminium
dengan kandungan 4.5% Cu, 1.5% Mg, 0.5% Mn yang disebut paduan 2024.
Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang jelek, jadi
apabila ketahanan korosi diperlukan permukaannya dilapisi dengan Al
murni atau paduan Al yang tahan korosi, material yang telah dilapisi
tersebut disebut Al clad.
b.

Paduan Al Mn (seri 3000)

Mn (mangan) adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi


ketahanan korosi, dan digunakan untuk membuat paduan yang tahan korosi.
Paduan aluminium dengan kandungan 1.2% Mn dan 1% Mg disebut paduan
3003 yang dipergunakan sebagai paduan tahan korosi.
c.

Paduan Al Si (seri 4000)


Paduan Al Si sangat baik kecairannya dan cocok untuk paduan
coran. Paduan ini mempunyai ketahanan korosi yang baik, sangat ringan,
koefisien pemuaian yang rendah dan sebagai penghantar panas dan listrik
yang baik. Material ini biasa dipakai untuk torak motor dan sebagai filler las
(setelah dilakukan beberapa perbaikan komposisi).

d.

Paduan Al Mg (seri 5000)


Mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, dengan kandungan 2
3% Mg (magnesium) mempunyai sifat mudah ditempa, diroll dan diekstrusi.
Paduan 5056 merupakan paduan yang paling kuat dalam seri ini. Paduan
5083 yang dianil adalah paduan dengan 4.5% Mg, sifatnya kuat dan mudah
dilas, digunakan sebagai tangki LNG.

e.

Paduan Al - Mg Si (seri 6000)


Paduan ini mempunyai kekuatan yang kurang baik sebagai bahan
tempaan dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya. Tetapi sangat liat,
sangat baik mampu bentuknya untuk penempaan, ekstrusi dan lain-lain.
Salah satu paduan seri 6000 adalah 6063 yang banyak digunakan untuk
rangka konstruksi.

f.

Paduan Al Zn (serie 7000)


Yaitu suatu paduan yang terdiri dari aluminium, 5.5% Zn, 2.5% Mn,
1.5% Cu, 0.3% Cr, 0.2% Mn ini dinamakan paduan 7075. Paduan ini
mempunyai kekuatan tertinggi diantara paduan-paduan lainnya. Penggunaan
paduan ini kebanyakan untuk bahan konstruksi pesawat terbang, selain itu
banyak digunakan sebagai bahan konstruksi.

2.6 Aluminium AC4B


Benda kerja yang digunakan adalah aluminium AC4B mengandung unsur
silikon dalam paduan tersebut dapat meningkatkan ketahanan korosi dan aus,
meningkatkan karakteristik casting dan machining pada paduan. Berdasarkan
komposisi silikon dalam paduan, AC4B memiliki mikrostruktur hipoeutektik.

2.7 Kekasaran Permukaan Benda Kerja


Fokus utama pada industri permesinan modern saat ini adalah pencapaian
kualitas terbaik, akurasi dimensi atau kepresisian hasil permesinan, hasil akhir
permukaan, produktivitas yang tinggi, laju keausan pahat yang rendah, permesinan
yang

ekonomis

dan

peningkatan

performansi

produk

dengan

masih

mempertimbangkan dampak lingkungan. Saat ini, beberapa segmen konsumen


menuntut komponen hasil permesinan dengan krite-ria kekasaran tertentu, selain itu
menuntut juga agar komponen tersebut diproses atau di-kerjakan dalam waktu yang
cepat.
Karakteristik suatu permukaan memegang peranan penting dalam menilai
kualitas hasil permesinan, kekasaran permukaan dibedakan menjadi dua bentuk,
diantaranya:
a.

Ideal Surface Roughness, yaitu: kekasaran ideal yang dapat


dicapai dalam suatu proses permesinan dengan kondisi ideal.

b.

Natural Surface Roughness, yaitu: kekasaran alamiah yang


terbentuk dalam proses permesinan karena adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi proses permesinan di antaranya karena keahlian operator,
getaran yang terjadi pada mesin ketidakteraturan feed mechanisme, adanya
cacat pada material dan gesekan antara chip dan material.

Gambar 2.1 Tekstur permukaan benda kerja (S. Lou, Mike., dkk., 1998).
Untuk mengukur kekasaran permukaan salah satunya digunakan Surface
Roughness Tester seperti pada Gambar 3. Penelitian tentang kekasaran permukaan
sampai saat ini terus dilakukan. Pada Tabel 4 menunjukkan perkembangan penelitian

mengenai kekasaran permukaan.

Gambar 2.2 Surface Roughness Tester Kosaka Japan


2.8 Metode Tauguchi
Taguchi Methods adalah sebuah metode statistik yang dikembangkan oleh
Genichi Taguchi untuk meningkatkan kualitas dari hasil produksi manufaktur,
engineering, biotechnology, marketing, dan edvertising.
Taguchi Methods melibatkan reduksi variasi dari proses melalui desain robust
dari eksperimen. Tujuan utama dari metode ini adalah memproduksi produk yang
high quality dengan cost yang sangat rendah. Taguchi mengembangkan sebuah
metode untuk mendesain eksperimen agar dapat menginvestigasi seberapa besar
pengaruh dari parameter yang berbeda terhadap mean (rata-rata) dan variansi dari
karakteristik performansi proses yang menentukan seberapa baik proses tersebut
berfungsi. Desain ekperimental yang diperkenalkan oleh Taguchi ini melibatkan
orthogonal arrays untuk mengorganisir parameter-parameter yang memberikan efek
pada proses dan tingkatan-tingkatan yang perlu diberi variasi. Taguchi Methods tidak
menguji semua kombinasi yang memungkinkan tetapi cukup menguji beberapa
kombinasi saja. Pengujian ini akan menghasilkan kumpulan dari data yang penting
dapat menentukan faktor apa saja paling memberikan efek kepada kualitas produk
dengan eksperimentasi yang minimum sehingga dapat menghemat waktu dan uang.
Langkah umum dalam Taguchi Methods adalah sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan dari proses atau lebih khususnya lagi target value untuk
pengukuran performansi dari suatu proses.
2. Menentukan parameter desain yang memberikan efek terhadap proses
3. Membuat orthogonal arrays untuk desain parameter yang mengindikasikan
jumlah dan kondisi dari masing-masing eksperimen

4. Menghubungan eksperimen yang diindikasi pada array yang sudah selesai


untuk mengumpulkan data pada efek dari pengukuran performansi
5. Melengkapi data analysis untuk menentukan efek dari berbagai parameter
berbeda pada pengukuran performansi.
Taguchi Methods paling baik digunakan ketika ada intermediate number of
variables (3 sampai 50), interaksi yang kecil antar variable, dan ketika hanya sedikit
variable yang memberikan konstribusi signifikan.
2.9 Desain Ekperimen dengan Metode Taguchi

Metode Taguchi adalah desain eksperimen evaluasi secara serentak terhadap


dua atau lebih faktor atau parameter terhadap kemampuannya untuk mempengaruhi
rata-rata hasil atau variabilitas hasil gabungan dari karakteristik produk atau proses
tertentu. Untuk mencapai hal itu secara efektif level dari kontrol harus dibuat
bervariasi, hasil dari kombinasi pengujian tertentu diamati dan dikumpulkan untuk
selanjutnya dianalisa untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh dan
mengetahui hasil maksimal yang dapat diperoleh. Dalam waktu yang bersamaan
menekan biaya dan sumber seminimal mungkin. Sasaran metode taguchi adalah
menjadikan produk kokoh (robust) atau tidak sensitif terhadap berbagai faktor
gangguan (noise), karena itu sering disebut sebagai desain kokoh (robust design).

Gambar 2.3 Diagram Fishbone Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap


Kekasaran Permukaan (Benardos, P.G., 2003)
Filosofi Taguchi terhadap kualitas terdiri dari dari tiga buah konsep, yaitu:
a.

Kualitas harus didesain ke dalam produk dan bukan sekedar memeriksanya.

b.

Kualitas terbaik dicapai dengan meminimumkan deviasi dari target. Produk


harus didesain sehingga kokoh (robust) terhadap faktor lingkungan yang tidak
dapat dikontrol.

c.

Biaya kualitas harus diukur dengan fungsi deviasi standar tertentu dan
kerugian harus diukur pada seluruh sistem.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Taguchi


Kelebihan dari penggunaan metode Taguchi adalah :
1. Dapat mengurangi jumlah pelaksanaan percobaan jika dibandingkan dengan
menggunakan percobaan full factorial, sehingga dapat menghemat waktu
dan biaya.
2. Dapat melakukan penghematan terhadap rata-rata dan variasi karakteristik
kualitas sekaligus, sehingga ruang lingkup pemecahan masalah lebih luas.
3. Dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik
kualitas melalui perhitungan Average dan Rasio S/N, sehingga faktor- faktor
yang berpengaruh tersebut dapat diberikan perhatian khusus.
Sedangkan kekurangan dari metode Taguchi ini adalah apabila percobaan ini
dilakukan dengan banyak faktor dan interaksi, akan terjadi pembauran beberapa
interaksi oleh faktor utama. Akibatnya, keakuratan hasil percobaan akan berkurang,
jika interaksi yang diabaikan tersebut memang benar-benar berpengaruh terhadap
karakteristik yang diamati.
Orthogonal Array (OA)
Orthogonal Array (OA) merupakan salah satu bagian kelompok dari percobaan
yang hanya menggunakan bagian dari kondisi total, dimana bagian ini barangkali
hanya separuh, seperempat atau seperdelapan dari percobaan faktorial penuh.
Orthogonal Array diciptakan oleh Jacques Handmard pada tahun 1897, dan
mulai diterapkan pada perang dunia II oleh Plackett dan Burman. Matriks Taguchi
secara matematis identik dengan matriks Hardmard, hanya kolom dan barisnya

dilakukan pengaturan lagi. Keuntungan Orthogonal Array adalah kemampuannya


untuk mengevaluasi beberapa faktor dengan jumlah percobaan yang minimum. Jika
pada percobaan terdapat 7 faktor dengan level 2, maka jika menggunakan full
factorial akan diperlukan 27 buah percobaan. Dengan Orthogonal Array, jumlah
percobaan yang perlu dilakukan dapat dikurangi sehingga akan mengurangi waktu
dan biaya percobaan.
Orthogonal Array metode Taguchi telah menyediakan berbagai matriks OA
untuk pengujian faktor-faktor dengan 2 dan 3 level dengan kemungkinan untuk
pengujian multiple level (Ross,[1998],h.70).
Perhitungan Main Effect
Yang dimaksud dengan main effect adalah pengaruh dari masing-masing faktor
dan interaksi terhadap hasil. Perhitungannya sendiri terbagi menjadi dua metode,
yaitu :
-

Metode Average / Metode Standar (Metode Rata-rata)


Perhitungan dengan metode ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
dari masing-masing faktor dan interaksi terhadap nilai tengah dari hasil yang
diharapkan.

Metode S/N Rasio (Signal to Ratio)


Perhitungan dengan metode ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
dari masing-masing faktor dan interaksi terhadap sebaran dari hasil yang
diharapkan.

Rasio S/N digunakan untuk memilih faktor-faktor yang memiliki kontribusi pada
pengurangan variansi suatu respon. Rasio S/N merupakan rancangan untuk
transformasi pengulangan data (paling sedikit dua untuk satu trial) ke dalam suatu
nilai yang merupakan ukuran variansi yang timbul (Ross.[1988],h.172).
Terdapat beberapa jenis rasio S/N sesuai dengan tipe karakteristik kualitas
yaitu smaller the better, nominal is the best, dan larger the better. Rasio S/N yang
digunakan untuk mengevaluasi trial-trial percobaan tergantung pada tipe karakteristik
kualitas yang diamati. Taguchi mengkategorikan faktor-faktor menjadi Controllable
Factors dan Noise Factors. Sebagai contoh, pada percobaan pembuatan kue, terdapat
faktor-faktor yang dapat diidentifikasi yaitu faktor gula, mentega, telur, susu, dan
tepung. Dan semua faktor-faktor tersebut disebut Controlled Factors karena dapat
dikendalikan. Selain itu juga terdapat faktor-faktor eksternal yang tidak didisain ke

dalam percobaan yang mempengaruhi hasil percobaan, misalnya faktor kelembaban,


distribusi suhu oven, dan lain-lain.
Noise Factors dan pengaruhnya terhadap hasil keluaran percobaan dinamakan
noise. Rasio S/N bertujuan untuk mengukur sensitifitas dari karakteristik kulaitas
dari faktor yang dapat dikontrol terhadap pengaruh faktor eksternal yang tidak
dikontrol. Dalam suatu percobaan bertujuan untuk mendapat nilai rasio S/N terbesar,
karena dengan semakin besar rasio S/N maka variasi produk disekitar nilai target
semakin kecil.
Untuk menganalisa hasil eksperimen yang terjadi dari dua pengulangan atau
lebih sebaiknya menggunakan rasio S/N daripada menggunakan metode average,
karena rasio S/N akan memberi 2 macam keuntungan yaitu :
-

Rasio S/N menyediakan petunjuk untuk memilih level optimum berdasarkan


variasi minimum disekitar target dan juga nilai rata-rata yang mendekati target.

Rasio S/N menawarkan perbandingan objektif diantara 2 set percobaan yang


dilihat dari variasi di sekitar target dan penyimpangan rata-rata dari nilai target.
Rumus S/N Ratio :
S / N = 10 log10 (MSD)

MSD (Mean Square Deviation) memiliki 3 jenis, tergantung dari karakteristik


kualitas yang dipakai, yaitu Smaller the better, Nominal is the best, Larger the better.
Taguchis Quality Loss Function
Tujuan dari Quality Control adalah untuk mengontrol atau mengendalikan
variasi fungsional dan masalah-masalah yang berkaitan. Oleh karena tidak adanya
evaluasi secara kuantitatif terhadap masalah kualitas dan kerugian kualitas, masalahmasalah dari QC dan pemecahannya dilihat secara subyektif. Tujuan dari Quality
Cost Function adalah untuk mengevaluasi secara kuantitatif dari kerugian kualitas
yang disebabkan oleh variasi fungsional.

Anda mungkin juga menyukai