Anda di halaman 1dari 23

Nama: Isnaini Ashar

NIM : 20101021029

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP


PENATALAKSANAAN PATIENT SAFETY DI RUANG RAWAT INAP RS PKU
MUHAMMADIYAH BANTUL
Obyek Penelitian
(Penatalaksanaan Patient Safety)

Faktor-faktor patient
safety :
Kepemimpinan
Individu:
Pengetahuan
Sikap
Budaya
Infrastruktur
Lingkungan

Obyek
empirik

Sembilan solusi patient safety:


Perhatikan nama obat, rupa dan
ucapan
Pastikan identitas pasien
Komunikasi secara benar
Pastikan tindakan benar
Kendalikan cairan elektrolit pekat
Pastikan akurasi pemberian obat
Hindari salah kateter
Gunakan injeksi sekali pakai
Tingkatkan kebersihan tangan

Obyek
empirik

Tujuh langkah patient


safety :
Bangun kesadaran nilai
patient safety
Pimpin dan dukung
staf RS
Integrasikan aktivitas
pengelolaan risiko
Kembangkan
sistem
pelaporan
Libatkan
dan
komunikasi dengan
pasien
Belajar dan berbagi
pengalaman tentang
patient safety
Cegah cedera

Obyek
empirik

1. Landasan Ontologis dalam Penelitian ini


A. Patient Safety
Patient safety (keselamatan pasien) adalah pasien bebas dari harm (cedera) yang
termasuk didalamnya adalah penyakit, cedera fisik, psikologis, sosial, penderitaan, cacat,
kematian, dan lain-lain yang seharusnya tidak seharusnya terjadi atau cedera yang potensial,
terkait dengan pelayanan kesehatan (KKP-RS, 2007).
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes R.I. 2006).
Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) terdiri dari sistem pelaporan insiden,
analisis, belajar dan riset dari insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk
menekan kesalahan, penetapan berbagai pedoman, standar, indikator keselamatan pasien
berdasarkan pengetahuan dan riset, keterlibatan dan pemberdayaan pasien, pengembangan
toksonomi: konsep, klasifikasi, norma, istilah dan sebagainya. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanankan
suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event

yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,
tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Faktor-faktor yang mempengaruhi performa dan penerapan patient safety di rumah sakit
adalah sebgai berikut:
a. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah diakui sebagai hal penting dalam menentukan arah
organisasi, mengembangkan budaya, memastikan pelayanan dan mempertahankan
organisasi yang efektif. Pemimpin mengubah keadaan dengan terlebih dahulu memeriksa
situasi saat ini, melihat ke depan untuk kemungkinan masa depan dan mengenali area
untuk perbaikan. Mereka kemudian menciptakan sistem baru atau mengubah sistem
dalam hal perbaikan. Kebanyakan sistem yang sistematis membahas masalah keselamatan
pasien dan peningkatan kualitas telah mengidentifikasi peran penting bagi kepemimpinan
di bidang keselamatan pasien dan kualitas pelayanan. Kunci peran kepemimpinan di
tingkat nasional untuk keselamatan pasien adalah pengetahuan, pengembangan dan
pembelajaran dan promosi praktek yang baik yang telah ditugaskan, baik dalam lembaga
nasional atau sebuah rumah sakit (The Comission on Patient Safety and Quality
Assurance of Irlandia, 2008).
Dasar dari perubahan organisasi untuk budaya patient safety, komitmen pemimpin
merupakan elemen yang sangat penting dalam usaha untuk meningkatkan mutu dan
safety. Pemimpin harus mempromosikan patient safety sebagai inti dari partisipasi pada
aktivitas patient safety. Pemimpin harus melakukan perubahan seperti melakukan

perubahan seperti kebijakan melaporkan tindakan kesalahan tanpa hukuman dan


merahasiakan pelapor (Bates, Gandhi & Frankel, 2003).
Jajaran direksi, manajer, dan ketua pelayanan klinis bersama-sama dengan serius,
visible dan komitmen tinggi harus membuat sistem pelayanan yang konsisten bermutu
tinggi. Komitmen tersebut dapat dimulai membuat tujuan dan misi rumah sakit serta
strategi yang diterapkan sesuai dengan peningkatan kualitas dan safety (Kovner dan
Neuhauser, 2004).
b. Individu
Ada tiga dimensi penting tenaga kesehatan professional yang harus dinilai dalam
organisasi untuk meningkatkan safety dan mutu. Pertama, pemimpin harus memastikan
bahwa menempatkan pekerja dengan benar agar performa kerja yang dihasilkan sesuai
dengan tujuan. Kedua, pemimpin harus memastikan pekerja yang dimiliki mempunyai
keterampilan untuk menjalankan fungsinya sehingga pelayanan yang diberikan bermutu
dan safety. Rumah sakit harus dapat mengadakan pendidikan berkelanjutan untuk
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan para staf. Ketiga, rumah sakit
membutuhkan tim yang dapat bekerja secara efektif. Kerjasama tim berarti setiap anggota
mengetahui bahwa dirinya adalah tim, mengetahui tugas dan tanggungjawabnya dalam
tim, dan dapat saling membantu dalam tim (Kovner dan Neuhauser, 2004).
1)

Pengetahuan Perawat tentang Patient Safety


Menurut Notoatmodjo, (2003) pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.


Pengetahuan tentang patients safety atau kognitif tentang patients safety mencakup

ingatan mengenai hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
Pengetahuan perawat tentang patient safety sangat penting untuk mendorong
pelaksanaan program patient safety. perawat harus mengetahui pengertian patient
safety, unsur-unsur yang ada dalam patient safety, tujuan patient safety, upaya
patient safety serta perlindungan diri selama kerja. Program patient safety merupakan
suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Di dalam
sistem tersebut meliputi penilaian risiko seperti risiko jatuh atau infeksi silang,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden atau kejadian tidak diharapkan, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
(DepKes RI, 2006).
Program patient safety tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan

tindakan

yang

seharusnya

dilakukan

dan

meningkatkan

pertanggungjawaban rumah sakit terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien


(DepKes RI, 2006).
2)

Sikap Perawat tentang Patient Safety


Sikap dapat dianggap suatu predisposisi umum untuk berespon atau bertindak

secara positif atau negatif terhadap suatu obyek atau orang disertai emosi positif atau

negatif. Dengan kata lain, sikap perlu penilaian, ada penilaian positif, negatif dan
netral tanpa reaksi afektif apapun (Maramis, 2009).
Berkaitan dengan pengertian diatas pada umumnya pendapat yang banyak
diikuti ialah bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur
sikap, yaitu komponen kognitif, yaitu komponen yang berisikan informasi yang
dimiliki seseorang tentang orang lain atau benda (objek dari sikapnya); komponen
afektif, yaitu komponen yang berisikan perasaan-perasaan seseorang terhadap suatu
objek; dan komponen perilaku, yaitu komponen yang berisikan cara yang
direncanakan seseorang untuk bertindak atau berperilaku terhadap objek (Muchlas,
2008).
Perawat harus menunjukkan sikap yang positif dalam mendukung program
patient safety sehingga melaksanakan praktik keperawatan secara aman. Sikap
mendukung pencegahan penularan penyakit. Mencuci tangan adalah salah satu
komponen precaution standard yang efektif dalam mencegah transmisi infeksi.
Selain itu penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan masker untuk
mencegah risiko kontak dengan pathogen (WHO, 2007).
Kerja sama tim sangat dibutuhkan dalam peningkatan keselamatan pasien.
Prisip komunikasi terbuka antar tenaga kesehatan dalam praktik professional. Adanya
mekanisme monitor dan evaluasi terhadap implementasi pelayanan yang diberikan
kepada pasien. Prinsip komunikasi terbuka tenaga kesehatan juga dengan pasien dan
keluarganya bila ada risiko atau kejadian yang tidak diharapkan. Pasien berhak
mendapat dukungan dan perlindungan bila terjadi kejadian tidak diharapkan. Rumah

sakit harus memastikan ada program konseling kepada pasien dan juga keluarganya
setelah terjadi kejadian tidak diharapkan (The Comission on Patient Safety and
Quality Assurance of Irlandia, 2008).
c. Budaya
Perubahan budaya adalah semboyan baru dalam patient safety. Tujuan utama dalam
perubahan budaya adalah transparansi sistem, yang didefinisikan sebagai kesediaan
penyedia dan pasien untuk secara terbuka dan nyaman mengekspresikan keprihatinan
mereka tentang pemberian perawatan dengan cara mengidentifikasi kekurangan dan
mengarah ke penghapusan kesalahan, mitigasi, atau manajemen yang tepat. Perubahan
budaya, dan peningkatan dalam identifikasi hal itu penting dalam rangka untuk kemudian
dapat mengidentifikasi dan memperbaiki sistem perawatan (Bates, Gandhi & Frankel,
2003).
Dalam arti negatif masalah budaya merujuk pada profesional dan sikap dan
perilaku yang organisasi biasanya ditandai dengan resistensi terhadap intervensi dengan
otonomi klinis dan kemampuan manajerial, dan antipati terhadap perubahan. Sebaliknya,
budaya keselamatan suatu organisasi dapat digambarkan sebagai produk dari nilai-nilai
individu dan kelompok, sikap, persepsi, kompetensi dan pola perilaku yang menentukan
komitmen untuk, dan gaya dan kemampuan dari suatu organisasi manajemen kesehatan
dan manajemen keselamatan. Organisasi dengan budaya keselamatan yang positif
dicirikan oleh komunikasi saling percaya, oleh persepsi bersama pentingnya keselamatan,
dan oleh kepercayaan dalam keberhasilan langkah-langkah pencegahan (The Comission
on Patient Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008).

Program patient safety dengan jelas didefinisikan dalam tujuan, personel rumah
sakit, dan anggaran. Yang melatarbelakangi budaya patient safety adalah pembelajaran
lingkungan tentang masalah kualitas dan safety pelayanan. Pembelajaran lingkungan ini
harus didukung oleh semua sumber daya yang ada untuk memonitor dan mengevaluasi
error atau ketidaksesuaian dalam pemberian pelayanan. Hal ini akan memerlukan
komunikasi antar staf, termasuk pelaporan error atau kesalahan, kondisi bahaya, atau
kendala lain dalam mutu pelayanan. Hal ini juga akan memunculkan inovasi dan
pembelajaran bersama melalui kolaborasi dan pembandingan (Kovner dan Neuhauser,
2004).
d. Infrastruktur
Dua elemen penting untuk peningkatan safety dan mutu adalah disain proses
pelayanan dan ketersediaan infrastruktur informasi. Pekerjaan dapat dirancang untuk
menghindari ketergantungan pada memori dengan menggunakan fungsi yang memandu
pengguna untuk tindakan yang tepat atau keputusan berikutnya, penataan tugas penting
sehingga kesalahan tidak dapat dibuat, menyederhanakan proses dan standarisasi proses
kerja di seluruh unit yang ada (Kovner dan Neuhauser, 2004).
Informasi berkualitas tinggi harus menjadi inti dari pengambilan keputusan
kesehatan di semua tingkat, dari perawatan pasien individu untuk perencanaan dan
pengelolaan pelayanan di tingkat lokal dan nasional. Namun, akses ke informasi dalam
kesehatan sering terbatas dan terfragmentasi. Catatan pasien di banyak daerah perawatan
yang berbasis kertas atau, jika komputerisasi, yang dalam format yang tidak dapat dibagi
dengan mudah antara penyedia layanan. Informasi manajemen dikumpulkan dalam

kesehatan biasanya untuk tujuan keuangan atau administrasi bukannya diarahkan pada
hasil perawatan klinis dan keselamatan dan kualitas pelayanan (The Comission on Patient
Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008).
e. Lingkungan
Tidak mungkin untuk mempertimbangkan konsep perawatan yang aman dan efektif
yang diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam isolasi dari lingkungan fisik dan
pengaturan di mana perawatan diberikan. Dalam pencegahan infeksi, desain lingkungan
perawatan pasien harus memenuhi persyaratan aman, perawatan berkualitas tinggi
dengan mempertimbangkan hal berikut (The Comission on Patient Safety and Quality
Assurance of Irlandia, 2008):
1) Memaksimalkan kenyamanan dan martabat pasien.
2) Menjamin kemudahan pelaksanaan perawatan profesional.
3) Membuat ketentuan yang sesuai untuk anggota keluarga dan pengunjung.
4) Meminimalkan risiko infeksi.
5) Meminimalkan risiko efek samping lain seperti jatuh atau kesalahan pengobatan.
6) Mengelola transportasi pasien.
7) Memungkinkan untuk fleksibilitas penggunaan dari waktu ke waktu dan
persyaratan perencanaan pelayanan selanjutnya.
B. Langkah-Langkah Patient Safety
Pelaksanaan patient safety meliputi:
a. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS yaitu (Daud, 2007):

1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication
names).
Nama obat yang mirip dan membingungkan merupakan salah satu penyebab
terjadinya kesalahan obat. Rekomendasinya adalah memperbaiki penulisan resep
dengan cara memperbaiki tulisan tangan atau membuat resep elektronik. Obat yang
ditulis adalah nama dagang dan nama generik, dosis, kekuatan, petunjuk pemakaian,
dan indikasinya untuk membedakan nama obat yang terdengar atau terlihat mirip.
2) Pastikan identifikasi pasien.
Cek ulang secara detail identifikasi pasien untuk memastikan pasien yang
benar sebelum dilakukan tindakan. Libatkan pasien dalam proses identifikasi. Pada
pasien koma, kembangkan Standar Prosedur Operasional (SPO) pendekatan nonverbal biometric.
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.
Alokasi waktu yang cukup pada patugas untuk bertanya dan memberi respon.
Repeat back dan read back yaitu penerima informasi membacakan ulang informasi
yang telah ditulisnya untuk memastikan bahwa informasi telah diterima secara benar.
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Verifikasi pada tahap pre-prosedur untuk pasien yang dimaksud, prosedur, sisi
dan jika ada implant atau protesis. Tugas petugas dalam memberikan tanda agar tidak
terjadi salah persepsi serta harus melibatkan pasien. Melakukan time out pada semua
petugas sebelum memulai prosedur.

5) Kendalikan cairan elektrolit pekat.


Memonitor, meresepkan, menyiapkan, mendistribusi, memverifikasi, dan
memberikan cairan pekat seperti Potasium Chloride (KCL) sesuai rencana agar tidak
terjadi KTD. Standarisasi dosis, unit pengukuran, dan terminology merupakan hal
yang penting dalam penggunaan cairan pekat. Hindari pencampuran antar cairan
pekat.
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan yang sering timbul adalah saat peresepan dan pemberian obat.
Rekonsiliasi obat adalah salah suatu proses yang dirancang untuk mencegah
kesalahan pemberian obat saat pengalihan pasien.
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang.
Solusi terbaik adalah mendesain alat yang mencegah salah sambung dan tepat
digunakan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik.
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Salah satu kekhawatiran adalah tersebarnya virus HIV, virus hepatitis B, virus
hepatitis C akibat penggunaan jarum suntik yang berulang. Kembangkan program
pelatihan untuk petugas kesehatan mengenai prinsip pengendalian infeksi,
penyuntikan yang aman, dan manajemen limbah benda tajam.
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

Bukti nyata bahwa kebersihan tangan dapat menurunkan insiden infeksi


nosokomial. Kebijakan yang mendukung adalah tersedianya air secara terus menerus
dan tersedianya cairan cuci tangan yang mengandung alkohol pada titik-titik
pelayanan pasien.
b. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
(DepKes RI, 2006):
1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan dan
budaya yang terbuka dan adil.
2) Pimpin dan dukung staf RS, bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas
tentang keselamatan pasien di RS.
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem dan proses pengelolaan
risiko, serta lakukan identifikasi dan penilaian hal yang potensial bermasalah.
4) Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf dapat dengan mudah melaporkan
kejadian/insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS.
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien.
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dorong staf untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu
timbul.
7) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, gunakan informasi
yang ada tentang kejadian/ masalah untuk melakukan perubahan pada sistem
pelayanan.

2. Landasan Epistemologis dalam Penelitian ini

A. Kerangka Pikir
Faktor-faktor
patient safety :
1. Kepemimpinan
2. Individu:
a. Pengetahu
a. an
Pengetahuan
b.
Sikap
b. Sikap

3. Budaya
4. Infrastruktur
5. Lingkungan

Tujuh langkah patient


safety :
1. Bangun kesadaran
nilai patient safety
2. Pimpin dan dukung
staf RS
3. Integrasikan
aktivitas
pengelolaan risiko
4. Kembangkan sistem
pelaporan
5. Libatkan
dan
komunikasi dengan
pasien
6. Belajar dan berbagi
pengalaman tentang
patient safety
7. Cegah cedera

Sembilan solusi patient


safety:
1. Perhatikan nama obat,
rupa dan ucapan
2. Pastikan identitas pasien
3. Komunikasi secara benar
4. Pastikan tindakan benar
5. Kendalikan
cairan
elektrolit pekat
6. Pastikan
akurasi
pemberian obat
7. Hindari salah kateter
8. Gunakan injeksi sekali
pakai
9. Tingkatkan
kebersihan
tangan

Penatalaksanaan
Patient safety

1. Pengetahuan
Pengetahuan tentang patient safety adalah segala apa yang diketahui oleh perawat
tentang patient safety. Indikator untuk mengukur variabel pengetahuan adalah
keselamatan pasien, unsur utama keselamatan pasien, tujuan tindakan keselamatan

pasien, upaya patient safety, dan perlindungan diri. Untuk mengukur variabel
pengetahuan, maka peneliti menggunakan angket atau kuisioner, dengan setiap
pertanyaan bila dijawab benar diberi skor 1, dan bila dijawab salah diberi skor 0.
Untuk penilaian pengetahuan, maka menggunakan nilai:
a. Tinggi dengan nilai 13 16
b. Sedang dengan nilai 9 12
c. Rendah dengan nilai 0 8
2. Sikap
Sikap adalah tanggapan responden terhadap program patient safety, tanggapan
tersebut dapat positif ataupun negatif. Indikator untuk mengukur variabel sikap adalah
tindakan pencegahan penularan penyakit, pencegahan kesalahan, kerja sama dalam tim,
komunikasi dengan pasien dan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Untuk
mengukur variabel sikap, maka peneliti menggunakan angket atau kuisioner yang berisi
pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Untuk pernyataan positif dengan nilai:
a. Sangat setuju (SS) dengan nilai 4
b. Setuju (S) dengan nilai 3
c. Tidak setuju (TS) dengan nilai 2
d. Sangat tidak setuju (STS) dengan nilai 1

Untuk pernyataan negatif dengan nilai:


a. Sangat setuju (SS) dengan nilai 1
b. Setuju (S) dengan nilai 2
c. Tidak setuju (TS) dengan nilai 3
d. Sangat tidak setuju (STS) dengan nilai 4
Kriteria penilaian:
Baik

= 52 - 68

Cukup

= 39 - 51

Kurang baik

= 17 38

3. Penatalaksanaan patient safety


Pelaksanaan program patient safety adalah hasil kerja atau ukuran sukses bagi
perawat dalam pelaksanaan program patient safety. Indikator untuk mengukur variabel
tersebut adalah sembilan solusi keselamatan pasien: perhatikan nama obat, identifikasi
pasien, komunikasi saat serah terima pasien, tindakan benar pada sisi tubuh yang benar,
kendalikan cairan elektrolit pekat, akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan,
hindari salah kateter dan salah sambung slang, gunakan alat injeksi sekali pakai, dan
kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial. Untuk mengukur variabel
penatalaksanaan patient safety, maka peneliti menggunakan angket atau kuisioner yang
berisi pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Untuk pernyataan positif dengan nilai:
a.

Selalu (SL) dengan nilai 4

b.

Sering (SR) dengan nilai 3

c.

Jarang (JR) dengan nilai 2

d.

Tidak Pernah (TP) dengan nilai 1

Untuk pernyataan negatif dengan nilai:


a. Selalu (SL) dengan nilai 1
b. Sering (SR) dengan nilai 2
c. Jarang (JR) dengan nilai 3
d. Tidak Pernah (TP) dengan nilai 4
Kriteria penilaian:
Baik

= 83 - 108

Cukup

= 61 - 82

Kurang baik

= 27 60

B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional, karena peneliti ingin
menjelaskan hubungan atau kaitan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis yang
telah dirumuskan (Sekaran, 2007). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional
karena pengukuran variable bebas dan variable terkontrol dalam satu waktu.
C. Analisis Data
1. Deskripsi Data
Analisis ini untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik masing-masing
variabel yang diteliti. Analisis ini disajikan dalam bentuk tabel dengan distribusi frekwensi

sebagai informasi untuk mendiskripsikan semua variabel penelitian yaitu pengetahuan ,sikap
dan penatalaksanaan patient safety.
2. Uji Prasyarat
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normalitas data masing-masing
variabel. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov
dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Kriteria Uji Kolmogorov-Smirnov
adalah jika nilai Uji Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0.05, maka sebaran data
berdistribusi normal.

3. Uji Hipotesis
a. Uji regresi linier berganda
Model empirik yang digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis dalam
penelitian ini dengan analisa regresi ganda. Penggunaan analisis ini bertujuan untuk
menguji kebermaknaan pengaruh antara variabel X (independen) dan variabel Y
(dependen). Model pengaruh antara variabel X dan Y dalam penelitian ini didefinisikan
dengan persamaan sebagai berikut (Wahyuni, 2009):
Y = a + B 1 X 1 + B2 X 2 + e
Keterangan :
Y = Pelaksanaan Program Patients Safety
a = bilangan konstanta
X1 = pengetahuan tentang patient safety

X2 = sikap terhadap patients safety


e = Error Term (kesalahan penaksiran)
B 1, B 2 = koefesien regresi masing masing variabel

b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui signifikansi pengaruh semua variabel bebas
secara bersama sama terhadap variabel terikat. Perhitungan uji ini dengan menggunakan
bantuan program aplikasi computer dengan kriteria jika nilai F hitung lebih besar dari F
tabel yang berarti secara bersama-sama ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat (Wahyuni, 2009).
c. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji hipotesis secara parsial, yakni dengan
membandingkan t hitung dengan t tabel. Uji signifikansi dalam penelitian ini adalah
sebesar 5 %, dengan ketentuan jika t hitung > t tabel, berarti Ha diterima dan Ho ditolak.
Jika t hitung < t tabel, berarti Ho diterima Ha ditolak.
d. Kontribusi (Koefisien korelasi ganda)
Koefisien ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kekuatan pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R berkisar 0 sampai 1, jika nilai
koefisien R hitung semakin mendekati angka 1 maka variabel independennya semakin
kuat kontribusinya terhadap variabel dependen.

3. Landasan Aksiologis dalam Penelitian ini

1. Bagi Rumah Sakit


a.

Sebagai sumbangan informasi bagi rumah sakit sebagai usaha untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dalam memberikan keselamatan kepada pasien (patient
safety).

b.

Memberikan gambaran yang lebih konkrit dan dapat di jadikan sumber pijakan atau
masukan dalam memberikan alternatif dalam memecahkan masalah dan mengelola
mutu pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan program patients safety.

c.

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan sebagai ujung tombak pemberi
pelayanan kesehatan sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

d.

Sebagai tolok ukur tentang keberhasilan program patiens safety.yang sedang


dilaksanakan di rumah sakit, serta dijadikan bahan evaluasi selanjutnya.

2. Bagi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi tambahan untuk bahan kajian tentang mutu pelayanan
keperawatan rumah sakit dibidang patient safety.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat dalam menerapkan teori dan mendapatkan gambaran dan
pengalaman praktis dalam penelitian tentang pelayanan kesehatan khususnya dibidang
patient safety.

4.

Pandangan dari Sudut Agama

Islam sangat menghargai tugas kesehatan, karena tugas ini adalah tugas kemanusiaan yang
sangat mulia, sebab menolong sesama manusia. Menurut Islam hubungan antara petugas
kesehatan dengan pasien adalah sebagai hubungan penjual jasa dengan pemakai jasa, sebab
pasien dapat memanfaatkan ilmu, keterampilan dan keahlian petugas kesehatan, sedangkan
petugas kesehatan memperoleh imbalan atas profesinya berupa gaji atau honor. Petugas
kesehatan harus menghargai dan menghormati hak-hak pasien serta menjalankan dengan sebaikbaiknya kewajibannya.
Kewajiban memberikan pelayanan ke pasien harus sesuai dengan ilmu, keahlian,
ketrampilan serta kompetensinya dan mengutamakan keselamatan pasien. Sesuai sabda nabi :
Barangsiapa melakukan praktek kedokteran atau pengobatan, sedangkan ia bukan ahlinya, maka
ia harus bertanggung jawab menanggung kerugian. HR. Abu Daud, Nasai, Ibn. Majah, dan
Hakim. Oleh karena itu pasien berhak menuntut tanggung jawab petugas kesehatan atas musibah
yang menimpanya karena kesalahan atau kelalaian petugas kesehatan.

5.

Pandangan Pribadi
Keselamatan pasien (patient safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah

sakit. Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien
sesuai dengan sumpah Hipocrates pada 2400 tahun yang lalu yaitu Primum non nocere (first, no
harm). Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pelayanan kesehatan
khususnya di rumah sakit menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya kejadian tidak
diharapkan apabila tidak dilakukan dengan hati-hati.
Petugas kesehatan harus selalu meningkatkan pengetahuan serta keterampilannya sesuai
dengan kompetensinya agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal dengan
mengutamakan keselamatan pasien. Keselamatan pasien akan berdampak pada mutu pelayanan

kesehatan. semakin baik tingkat keselamatan pasien, maka akan diikuti dengan baiknya mutu
pelayanan yang diberikan.
6.

Kesimpulan
Pelayanan kesehatan merupakan sebuah industry yang didalamnya banyak mengandung

risiko, baik risiko terhadap pasien maupun pemberi pelayanan kesehatan. Oleh karena itu,
dikembangkanlah budaya safety. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko.
Pengetahuan perawat tentang patient safety sangat penting untuk mendorong pelaksanaan
program patient safety. perawat harus mengetahui pengertian patient safety, unsur-unsur yang
ada dalam patient safety, tujuan patient safety, upaya patient safety serta perlindungan diri
selama kerja. Perawat harus menunjukkan sikap yang positif dalam mendukung program patient
safety sehingga melaksanakan praktik keperawatan secara aman. Pengetahuan dan sikap perawat
tentang patient safety secara individu dan bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap penatalaksanaan program patient safety.

DAFTAR PUSTAKA
Daud, AW. 2007. Sembilan solusi keselamatan pasien. Jurnal IMRK Edisi 2 & 3, No 1
DepKes RI. 2006. Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit. Jakarta

Duncan, WJ., Ginter, PM., Swayne, LE. 1998. Handbook of health care management. Blackwell.
Malden
Harris, Mary G. 2006. Managing health service (2nd edition). Elsevier. Australia
Hidayat, Aziz A. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta
KKP-RS. 2006. Pedoman pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP). Jakarta
Kovner, AR & Neuhauser, D. 2004. Health service management. Health Administration Press.
Washington
Maramis, Willi. 2009. Perilaku dalam pelayanan kesehatan. Airlangga University Press.
Surabaya
Marseno, Rhudy. 2011. Patient safety (keselamatan pasien rumah sakit). Diakses 5 Agustus
2011, dari http://marsenorhudy.wordpress.com/2011/01/07/patient-safetiy-keselamatanpasien-rumah-sakit.
Muchlas, M. 2008. Perilaku organisasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Notoadmojo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta
Nursalam. 2011. Manajemen keperawatan. Salemba Medika. Jakarta
Potter, PA. & Perry, AG. 2010. Fundamental of Nursing (Terjemahan). Salemba Medika. Jakarta
Sekaran, Uma. 2007. Research methods for business (Terjemahan). Salemba Empat. Jakarta.
Taylor, C., Lillis, C., LeMone, P., 2005. Fundamentals of Nursing. Liipincott William & Wilkin.
Philadelphia

The comission of patient safety and quality assurance of Irlandia. 2008. Building a Culture of
Patient Safety. The Stationary Office. Dublin
Varkey, Prathibha. 2010. Medical quality management. Jones and Bartlett publisher. USA

Anda mungkin juga menyukai