NIM : 20101021029
Faktor-faktor patient
safety :
Kepemimpinan
Individu:
Pengetahuan
Sikap
Budaya
Infrastruktur
Lingkungan
Obyek
empirik
Obyek
empirik
Obyek
empirik
yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,
tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Faktor-faktor yang mempengaruhi performa dan penerapan patient safety di rumah sakit
adalah sebgai berikut:
a. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah diakui sebagai hal penting dalam menentukan arah
organisasi, mengembangkan budaya, memastikan pelayanan dan mempertahankan
organisasi yang efektif. Pemimpin mengubah keadaan dengan terlebih dahulu memeriksa
situasi saat ini, melihat ke depan untuk kemungkinan masa depan dan mengenali area
untuk perbaikan. Mereka kemudian menciptakan sistem baru atau mengubah sistem
dalam hal perbaikan. Kebanyakan sistem yang sistematis membahas masalah keselamatan
pasien dan peningkatan kualitas telah mengidentifikasi peran penting bagi kepemimpinan
di bidang keselamatan pasien dan kualitas pelayanan. Kunci peran kepemimpinan di
tingkat nasional untuk keselamatan pasien adalah pengetahuan, pengembangan dan
pembelajaran dan promosi praktek yang baik yang telah ditugaskan, baik dalam lembaga
nasional atau sebuah rumah sakit (The Comission on Patient Safety and Quality
Assurance of Irlandia, 2008).
Dasar dari perubahan organisasi untuk budaya patient safety, komitmen pemimpin
merupakan elemen yang sangat penting dalam usaha untuk meningkatkan mutu dan
safety. Pemimpin harus mempromosikan patient safety sebagai inti dari partisipasi pada
aktivitas patient safety. Pemimpin harus melakukan perubahan seperti melakukan
ingatan mengenai hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
Pengetahuan perawat tentang patient safety sangat penting untuk mendorong
pelaksanaan program patient safety. perawat harus mengetahui pengertian patient
safety, unsur-unsur yang ada dalam patient safety, tujuan patient safety, upaya
patient safety serta perlindungan diri selama kerja. Program patient safety merupakan
suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Di dalam
sistem tersebut meliputi penilaian risiko seperti risiko jatuh atau infeksi silang,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden atau kejadian tidak diharapkan, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
(DepKes RI, 2006).
Program patient safety tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan
tindakan
yang
seharusnya
dilakukan
dan
meningkatkan
secara positif atau negatif terhadap suatu obyek atau orang disertai emosi positif atau
negatif. Dengan kata lain, sikap perlu penilaian, ada penilaian positif, negatif dan
netral tanpa reaksi afektif apapun (Maramis, 2009).
Berkaitan dengan pengertian diatas pada umumnya pendapat yang banyak
diikuti ialah bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur
sikap, yaitu komponen kognitif, yaitu komponen yang berisikan informasi yang
dimiliki seseorang tentang orang lain atau benda (objek dari sikapnya); komponen
afektif, yaitu komponen yang berisikan perasaan-perasaan seseorang terhadap suatu
objek; dan komponen perilaku, yaitu komponen yang berisikan cara yang
direncanakan seseorang untuk bertindak atau berperilaku terhadap objek (Muchlas,
2008).
Perawat harus menunjukkan sikap yang positif dalam mendukung program
patient safety sehingga melaksanakan praktik keperawatan secara aman. Sikap
mendukung pencegahan penularan penyakit. Mencuci tangan adalah salah satu
komponen precaution standard yang efektif dalam mencegah transmisi infeksi.
Selain itu penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan masker untuk
mencegah risiko kontak dengan pathogen (WHO, 2007).
Kerja sama tim sangat dibutuhkan dalam peningkatan keselamatan pasien.
Prisip komunikasi terbuka antar tenaga kesehatan dalam praktik professional. Adanya
mekanisme monitor dan evaluasi terhadap implementasi pelayanan yang diberikan
kepada pasien. Prinsip komunikasi terbuka tenaga kesehatan juga dengan pasien dan
keluarganya bila ada risiko atau kejadian yang tidak diharapkan. Pasien berhak
mendapat dukungan dan perlindungan bila terjadi kejadian tidak diharapkan. Rumah
sakit harus memastikan ada program konseling kepada pasien dan juga keluarganya
setelah terjadi kejadian tidak diharapkan (The Comission on Patient Safety and
Quality Assurance of Irlandia, 2008).
c. Budaya
Perubahan budaya adalah semboyan baru dalam patient safety. Tujuan utama dalam
perubahan budaya adalah transparansi sistem, yang didefinisikan sebagai kesediaan
penyedia dan pasien untuk secara terbuka dan nyaman mengekspresikan keprihatinan
mereka tentang pemberian perawatan dengan cara mengidentifikasi kekurangan dan
mengarah ke penghapusan kesalahan, mitigasi, atau manajemen yang tepat. Perubahan
budaya, dan peningkatan dalam identifikasi hal itu penting dalam rangka untuk kemudian
dapat mengidentifikasi dan memperbaiki sistem perawatan (Bates, Gandhi & Frankel,
2003).
Dalam arti negatif masalah budaya merujuk pada profesional dan sikap dan
perilaku yang organisasi biasanya ditandai dengan resistensi terhadap intervensi dengan
otonomi klinis dan kemampuan manajerial, dan antipati terhadap perubahan. Sebaliknya,
budaya keselamatan suatu organisasi dapat digambarkan sebagai produk dari nilai-nilai
individu dan kelompok, sikap, persepsi, kompetensi dan pola perilaku yang menentukan
komitmen untuk, dan gaya dan kemampuan dari suatu organisasi manajemen kesehatan
dan manajemen keselamatan. Organisasi dengan budaya keselamatan yang positif
dicirikan oleh komunikasi saling percaya, oleh persepsi bersama pentingnya keselamatan,
dan oleh kepercayaan dalam keberhasilan langkah-langkah pencegahan (The Comission
on Patient Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008).
Program patient safety dengan jelas didefinisikan dalam tujuan, personel rumah
sakit, dan anggaran. Yang melatarbelakangi budaya patient safety adalah pembelajaran
lingkungan tentang masalah kualitas dan safety pelayanan. Pembelajaran lingkungan ini
harus didukung oleh semua sumber daya yang ada untuk memonitor dan mengevaluasi
error atau ketidaksesuaian dalam pemberian pelayanan. Hal ini akan memerlukan
komunikasi antar staf, termasuk pelaporan error atau kesalahan, kondisi bahaya, atau
kendala lain dalam mutu pelayanan. Hal ini juga akan memunculkan inovasi dan
pembelajaran bersama melalui kolaborasi dan pembandingan (Kovner dan Neuhauser,
2004).
d. Infrastruktur
Dua elemen penting untuk peningkatan safety dan mutu adalah disain proses
pelayanan dan ketersediaan infrastruktur informasi. Pekerjaan dapat dirancang untuk
menghindari ketergantungan pada memori dengan menggunakan fungsi yang memandu
pengguna untuk tindakan yang tepat atau keputusan berikutnya, penataan tugas penting
sehingga kesalahan tidak dapat dibuat, menyederhanakan proses dan standarisasi proses
kerja di seluruh unit yang ada (Kovner dan Neuhauser, 2004).
Informasi berkualitas tinggi harus menjadi inti dari pengambilan keputusan
kesehatan di semua tingkat, dari perawatan pasien individu untuk perencanaan dan
pengelolaan pelayanan di tingkat lokal dan nasional. Namun, akses ke informasi dalam
kesehatan sering terbatas dan terfragmentasi. Catatan pasien di banyak daerah perawatan
yang berbasis kertas atau, jika komputerisasi, yang dalam format yang tidak dapat dibagi
dengan mudah antara penyedia layanan. Informasi manajemen dikumpulkan dalam
kesehatan biasanya untuk tujuan keuangan atau administrasi bukannya diarahkan pada
hasil perawatan klinis dan keselamatan dan kualitas pelayanan (The Comission on Patient
Safety and Quality Assurance of Irlandia, 2008).
e. Lingkungan
Tidak mungkin untuk mempertimbangkan konsep perawatan yang aman dan efektif
yang diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam isolasi dari lingkungan fisik dan
pengaturan di mana perawatan diberikan. Dalam pencegahan infeksi, desain lingkungan
perawatan pasien harus memenuhi persyaratan aman, perawatan berkualitas tinggi
dengan mempertimbangkan hal berikut (The Comission on Patient Safety and Quality
Assurance of Irlandia, 2008):
1) Memaksimalkan kenyamanan dan martabat pasien.
2) Menjamin kemudahan pelaksanaan perawatan profesional.
3) Membuat ketentuan yang sesuai untuk anggota keluarga dan pengunjung.
4) Meminimalkan risiko infeksi.
5) Meminimalkan risiko efek samping lain seperti jatuh atau kesalahan pengobatan.
6) Mengelola transportasi pasien.
7) Memungkinkan untuk fleksibilitas penggunaan dari waktu ke waktu dan
persyaratan perencanaan pelayanan selanjutnya.
B. Langkah-Langkah Patient Safety
Pelaksanaan patient safety meliputi:
a. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS yaitu (Daud, 2007):
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication
names).
Nama obat yang mirip dan membingungkan merupakan salah satu penyebab
terjadinya kesalahan obat. Rekomendasinya adalah memperbaiki penulisan resep
dengan cara memperbaiki tulisan tangan atau membuat resep elektronik. Obat yang
ditulis adalah nama dagang dan nama generik, dosis, kekuatan, petunjuk pemakaian,
dan indikasinya untuk membedakan nama obat yang terdengar atau terlihat mirip.
2) Pastikan identifikasi pasien.
Cek ulang secara detail identifikasi pasien untuk memastikan pasien yang
benar sebelum dilakukan tindakan. Libatkan pasien dalam proses identifikasi. Pada
pasien koma, kembangkan Standar Prosedur Operasional (SPO) pendekatan nonverbal biometric.
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.
Alokasi waktu yang cukup pada patugas untuk bertanya dan memberi respon.
Repeat back dan read back yaitu penerima informasi membacakan ulang informasi
yang telah ditulisnya untuk memastikan bahwa informasi telah diterima secara benar.
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Verifikasi pada tahap pre-prosedur untuk pasien yang dimaksud, prosedur, sisi
dan jika ada implant atau protesis. Tugas petugas dalam memberikan tanda agar tidak
terjadi salah persepsi serta harus melibatkan pasien. Melakukan time out pada semua
petugas sebelum memulai prosedur.
A. Kerangka Pikir
Faktor-faktor
patient safety :
1. Kepemimpinan
2. Individu:
a. Pengetahu
a. an
Pengetahuan
b.
Sikap
b. Sikap
3. Budaya
4. Infrastruktur
5. Lingkungan
Penatalaksanaan
Patient safety
1. Pengetahuan
Pengetahuan tentang patient safety adalah segala apa yang diketahui oleh perawat
tentang patient safety. Indikator untuk mengukur variabel pengetahuan adalah
keselamatan pasien, unsur utama keselamatan pasien, tujuan tindakan keselamatan
pasien, upaya patient safety, dan perlindungan diri. Untuk mengukur variabel
pengetahuan, maka peneliti menggunakan angket atau kuisioner, dengan setiap
pertanyaan bila dijawab benar diberi skor 1, dan bila dijawab salah diberi skor 0.
Untuk penilaian pengetahuan, maka menggunakan nilai:
a. Tinggi dengan nilai 13 16
b. Sedang dengan nilai 9 12
c. Rendah dengan nilai 0 8
2. Sikap
Sikap adalah tanggapan responden terhadap program patient safety, tanggapan
tersebut dapat positif ataupun negatif. Indikator untuk mengukur variabel sikap adalah
tindakan pencegahan penularan penyakit, pencegahan kesalahan, kerja sama dalam tim,
komunikasi dengan pasien dan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Untuk
mengukur variabel sikap, maka peneliti menggunakan angket atau kuisioner yang berisi
pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Untuk pernyataan positif dengan nilai:
a. Sangat setuju (SS) dengan nilai 4
b. Setuju (S) dengan nilai 3
c. Tidak setuju (TS) dengan nilai 2
d. Sangat tidak setuju (STS) dengan nilai 1
= 52 - 68
Cukup
= 39 - 51
Kurang baik
= 17 38
b.
c.
d.
= 83 - 108
Cukup
= 61 - 82
Kurang baik
= 27 60
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional, karena peneliti ingin
menjelaskan hubungan atau kaitan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis yang
telah dirumuskan (Sekaran, 2007). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional
karena pengukuran variable bebas dan variable terkontrol dalam satu waktu.
C. Analisis Data
1. Deskripsi Data
Analisis ini untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik masing-masing
variabel yang diteliti. Analisis ini disajikan dalam bentuk tabel dengan distribusi frekwensi
sebagai informasi untuk mendiskripsikan semua variabel penelitian yaitu pengetahuan ,sikap
dan penatalaksanaan patient safety.
2. Uji Prasyarat
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normalitas data masing-masing
variabel. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov
dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Kriteria Uji Kolmogorov-Smirnov
adalah jika nilai Uji Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0.05, maka sebaran data
berdistribusi normal.
3. Uji Hipotesis
a. Uji regresi linier berganda
Model empirik yang digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis dalam
penelitian ini dengan analisa regresi ganda. Penggunaan analisis ini bertujuan untuk
menguji kebermaknaan pengaruh antara variabel X (independen) dan variabel Y
(dependen). Model pengaruh antara variabel X dan Y dalam penelitian ini didefinisikan
dengan persamaan sebagai berikut (Wahyuni, 2009):
Y = a + B 1 X 1 + B2 X 2 + e
Keterangan :
Y = Pelaksanaan Program Patients Safety
a = bilangan konstanta
X1 = pengetahuan tentang patient safety
b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui signifikansi pengaruh semua variabel bebas
secara bersama sama terhadap variabel terikat. Perhitungan uji ini dengan menggunakan
bantuan program aplikasi computer dengan kriteria jika nilai F hitung lebih besar dari F
tabel yang berarti secara bersama-sama ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat (Wahyuni, 2009).
c. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji hipotesis secara parsial, yakni dengan
membandingkan t hitung dengan t tabel. Uji signifikansi dalam penelitian ini adalah
sebesar 5 %, dengan ketentuan jika t hitung > t tabel, berarti Ha diterima dan Ho ditolak.
Jika t hitung < t tabel, berarti Ho diterima Ha ditolak.
d. Kontribusi (Koefisien korelasi ganda)
Koefisien ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kekuatan pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R berkisar 0 sampai 1, jika nilai
koefisien R hitung semakin mendekati angka 1 maka variabel independennya semakin
kuat kontribusinya terhadap variabel dependen.
Sebagai sumbangan informasi bagi rumah sakit sebagai usaha untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dalam memberikan keselamatan kepada pasien (patient
safety).
b.
Memberikan gambaran yang lebih konkrit dan dapat di jadikan sumber pijakan atau
masukan dalam memberikan alternatif dalam memecahkan masalah dan mengelola
mutu pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan program patients safety.
c.
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan sebagai ujung tombak pemberi
pelayanan kesehatan sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
d.
2. Bagi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi tambahan untuk bahan kajian tentang mutu pelayanan
keperawatan rumah sakit dibidang patient safety.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat dalam menerapkan teori dan mendapatkan gambaran dan
pengalaman praktis dalam penelitian tentang pelayanan kesehatan khususnya dibidang
patient safety.
4.
Islam sangat menghargai tugas kesehatan, karena tugas ini adalah tugas kemanusiaan yang
sangat mulia, sebab menolong sesama manusia. Menurut Islam hubungan antara petugas
kesehatan dengan pasien adalah sebagai hubungan penjual jasa dengan pemakai jasa, sebab
pasien dapat memanfaatkan ilmu, keterampilan dan keahlian petugas kesehatan, sedangkan
petugas kesehatan memperoleh imbalan atas profesinya berupa gaji atau honor. Petugas
kesehatan harus menghargai dan menghormati hak-hak pasien serta menjalankan dengan sebaikbaiknya kewajibannya.
Kewajiban memberikan pelayanan ke pasien harus sesuai dengan ilmu, keahlian,
ketrampilan serta kompetensinya dan mengutamakan keselamatan pasien. Sesuai sabda nabi :
Barangsiapa melakukan praktek kedokteran atau pengobatan, sedangkan ia bukan ahlinya, maka
ia harus bertanggung jawab menanggung kerugian. HR. Abu Daud, Nasai, Ibn. Majah, dan
Hakim. Oleh karena itu pasien berhak menuntut tanggung jawab petugas kesehatan atas musibah
yang menimpanya karena kesalahan atau kelalaian petugas kesehatan.
5.
Pandangan Pribadi
Keselamatan pasien (patient safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien
sesuai dengan sumpah Hipocrates pada 2400 tahun yang lalu yaitu Primum non nocere (first, no
harm). Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pelayanan kesehatan
khususnya di rumah sakit menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya kejadian tidak
diharapkan apabila tidak dilakukan dengan hati-hati.
Petugas kesehatan harus selalu meningkatkan pengetahuan serta keterampilannya sesuai
dengan kompetensinya agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal dengan
mengutamakan keselamatan pasien. Keselamatan pasien akan berdampak pada mutu pelayanan
kesehatan. semakin baik tingkat keselamatan pasien, maka akan diikuti dengan baiknya mutu
pelayanan yang diberikan.
6.
Kesimpulan
Pelayanan kesehatan merupakan sebuah industry yang didalamnya banyak mengandung
risiko, baik risiko terhadap pasien maupun pemberi pelayanan kesehatan. Oleh karena itu,
dikembangkanlah budaya safety. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko.
Pengetahuan perawat tentang patient safety sangat penting untuk mendorong pelaksanaan
program patient safety. perawat harus mengetahui pengertian patient safety, unsur-unsur yang
ada dalam patient safety, tujuan patient safety, upaya patient safety serta perlindungan diri
selama kerja. Perawat harus menunjukkan sikap yang positif dalam mendukung program patient
safety sehingga melaksanakan praktik keperawatan secara aman. Pengetahuan dan sikap perawat
tentang patient safety secara individu dan bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap penatalaksanaan program patient safety.
DAFTAR PUSTAKA
Daud, AW. 2007. Sembilan solusi keselamatan pasien. Jurnal IMRK Edisi 2 & 3, No 1
DepKes RI. 2006. Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit. Jakarta
Duncan, WJ., Ginter, PM., Swayne, LE. 1998. Handbook of health care management. Blackwell.
Malden
Harris, Mary G. 2006. Managing health service (2nd edition). Elsevier. Australia
Hidayat, Aziz A. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta
KKP-RS. 2006. Pedoman pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP). Jakarta
Kovner, AR & Neuhauser, D. 2004. Health service management. Health Administration Press.
Washington
Maramis, Willi. 2009. Perilaku dalam pelayanan kesehatan. Airlangga University Press.
Surabaya
Marseno, Rhudy. 2011. Patient safety (keselamatan pasien rumah sakit). Diakses 5 Agustus
2011, dari http://marsenorhudy.wordpress.com/2011/01/07/patient-safetiy-keselamatanpasien-rumah-sakit.
Muchlas, M. 2008. Perilaku organisasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Notoadmojo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta
Nursalam. 2011. Manajemen keperawatan. Salemba Medika. Jakarta
Potter, PA. & Perry, AG. 2010. Fundamental of Nursing (Terjemahan). Salemba Medika. Jakarta
Sekaran, Uma. 2007. Research methods for business (Terjemahan). Salemba Empat. Jakarta.
Taylor, C., Lillis, C., LeMone, P., 2005. Fundamentals of Nursing. Liipincott William & Wilkin.
Philadelphia
The comission of patient safety and quality assurance of Irlandia. 2008. Building a Culture of
Patient Safety. The Stationary Office. Dublin
Varkey, Prathibha. 2010. Medical quality management. Jones and Bartlett publisher. USA