Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunanian-"tidak, tanpa" dan aesthtos,


"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. 1
Tindakan anestesi yang memadai, meliputi tiga komponen:
1. Hipnotik (tidak sadarkan diri, tidur, hilang kesadaran = mati ingatan)
2. Analgesia (bebas nyeri, hilang perasaan/sakit = mati rasa)
3. Relaksansia (relaksasi otot = mati gerak)
Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang
bersifat reversibel. Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang
memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang. Cara kerja anestesi umum
selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga
merelaksasi seluruh otot. Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas,
selain deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama
operasi dilakukan.1,2
Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal
tube)kedalam trakea via oral atau nasal. Tujuan dilakukannya intubasi endotrakeal adalah untuk
membersihkan saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah
aspirasi serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi.
Karsinoma gaster merupakan suatu tumor epitel pada mukosa gaster yang bersifat
malignan dengan diferensiasi kelenjar. Standar terapi untuk karsinoma gaster adalah
gastrectomy, berupa radical total gastectomy dan subtotal radical gastrectomy.3,4

BAB II
1
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Anestesi
Kata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan
tidak sadar yang bersifat sementara.Berdasarkan analisis kata anestesi (an=tidak, aestesi =
rasa ) dan reanimasi (re=kembali, animasi/animation=gerak=hidup)
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunanian-"tidak, tanpa" dan aesthtos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh.1
Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi
pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan pasien di operasi maupun
tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi
inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.2
Ada beberapa ahli yang menambahkan Ilmu anestesi dan reanimasi yaitu cabang ilmu
kedokteran yang mempelajari tatalaksa untuk mematikan rasa, baik rasa nyeri, takut dan rasa
tidak nyaman yang lain sehingga pasien nyaman dan ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk
menjaga / mempertahankan hidup dan kehidupan pasien selama mengalami kematian akibat
obat anesthesia.3
Tindakan anestesi yang memadai, meliputi tiga komponen: 3,4
1. Hipnotik (tidak sadarkan diri, tidur, hilang kesadaran = mati ingatan)
2. Analgesia (bebas nyeri, hilang perasaan/sakit = mati rasa)
3. Relaksansia (relaksasi otot = mati gerak)

Guedel membagi stadium anestesia sebagai berikut :,3,4


2

Stadium

Keterangan
2

I (stadium analgesia)

Dari pemberian induksi sampai hilangnya


kesadaran
Mulai dari kehilangan kesadaran sampai
permulaan dari pernafasan yang teratur
Dari permulaan pernapasan yang teratur
sampai henti nafas.
- Plane 1 ( dari pernafasan teratur hingga
berhentinya pergerakan bola mata)
- Plane 2 ( berhentinya gerakan bola
mata hingga permulaan dari paralisis
otot intercostalis)
- Plane 3 ( dari permulaan hingga
komplit
paralise
dari
otot-otot
intercostalis)
- Plane 4 ( dari paralisis otot intercostalis
yang
komplit
hingga
paralisis
diaphragm)
Dari permulaan paralise diaphragma hingga
henti jantung

II (stadium eksitasi)
III (stadium pembedahan)

IV (stadium paralisis)

Stadium

Volume
Kecil

Pupil
Ukuran
Kecil

Tidak
teratur

Besar

Lebar

Stadium III
Plane 1

Teratur

Besar

Kecil

Plane 2

Teratur

Sedang

lebar

Diverge
n

Kornea

Plane 3

Teratur,
pause
setelah
ekspirasi

Sedang

lebar

Menetap
ditengah

Faring, peritoneum

Tidak
teratur

Kecil

Stadium I

Stadium II

Plane 4

Respirasi
Rhitme
Tidak
teratur

Depresi- reflex
Letak
Diverge
n

Diverge
n

Tidak ada

Bulu mata
Kelopak mata

Kulit konjungtiva

Menetap
ditengah
Melebar
maksima
l

Sfingter ani, karina

Stadium IV

Menetap
ditengah

Untuk menentukan prognosis, ASA (American Society of Anesthesiologists) membuat


klasifikasi berdasarkan status fisik pasien pra anestesi yang membagi pasien kedalam 5
kelompok atau kategori sebagai berikut: ,3,4
Golongan

Status Fisik
Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri, misalnya

penderita dengan hernia inguinalis tanpa kelainan lain, orang tua


sehat dan bayi muda yang sehat.
Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan disebabkan

II

III

IV

oleh penyakit yang akan dibedah, misalnya penderita dengan


obesitas, penderita bronchitis dan penderita DM ringan yang akan
menjalani apendektomi
Penyakit sistemik berat,

misalnya

penderita

DM

dengan

komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendicitis akut


Penyakit gangguan sistemik berat yang membahayakan jiwa yang
tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, missal
insufisiensi koroner atau MCI
Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan

dilakukan sebagai pilihan terakhir, missal penderita syok berat


karena perdarahan akibat kehamilan di luar uterus yang pecah.
Table 2. Prognosis menurut ASA

Apabila tindakan pembedahannya dilakukan secara darurat, dicantumkan tanda E


(emergency) dibelakang angka, misalnya ASA 1 E.3,4
2.2. Klasifikasi Anestesi
Obat bius memang diciptakan dalam berbagai sediaan dan cara kerja. Namun, secara
umum obat bius atau istilah medisnya anestesi ini dibedakan menjadi tiga golongan yaitu
anestesi lokal, regional, dan umum. 1.2

a. Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang mampu menghambat konduksi saraf
/ blockade pompa natrium pada dinding syaraf secara reversibel pada bagian tubuh yang spesifik.
Pada anestesi umum, rasa nyeri hilang bersamaan dengan hilangnya kesadaran penderita.
Sedangkan pada anestesi lokal (sering juga diistilahkan dengan analgesia lokal), kesadaran
penderita tetap utuh dan rasa nyeri yang hilang bersifat setempat (lokal).
Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya, sulam
bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi
berlubang, hingga merawat luka terbuka yang disertai tindakan penjahitan.
Anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan :
1. Golongan Ester: kokain, benzokain, prokain, kloropokain
2. Golongan amida: lidokain, mepivakain, bupivacaine, ropivakain
Anestesi lokal bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan yang hanya perlu
waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat hanya mampu dipertahankan selama
kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari itu, maka akan diperlukan injeksi
tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri. 1,2
b. Anestesi Regional
Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang pasiennya perlu dalam
kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi yang lebih besar, bila pasien tak sadar.
Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi usus buntu, operasi pada lengan dan tungkai.
Anesthesia regional terdiri dari :
1. Blok sentral : blok spinal, epidural, dan kaudal ( yang paling sering dikerjakan)
2. Blok perifer : blok pleksus brakialis, aksiler, ,dll
Caranya dengan menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register
rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi
mampu menghentikan impuls saraf di area itu. Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ
5

melalui sistem saraf tadi lalu terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak.
Dan sifat anestesi atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.
Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh karena
tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka pasien yang sudah di
anestesi regional masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi, walaupun tidak merasakan nyeri
di daerah yang sedang dioperasi.1, 2,3
c. Anestesi Umum
Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama narkose
umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversibel) . Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk
tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang,
misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan
lain-lain.
Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran,
dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka, selama penggunaan anestesi juga
diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital
melakukan fungsinya selama operasi dilakukan.
General anestesi merupakan tehnik yang paling banyak dilakukan pada berbagai macam
prosedur pembedahan. Tehnik ini menghilangkan kesadaran yang bersifat pulih kembali
(reversible) dan meniadakan nyeri secara sentral.1,2,3
2.3 Jenis dan Metode Pemberian Obat Anestesi
Premedikasi Anestesi
Yang dimaksud dengan premedikasi yaitu pemberian obat-obatan sebelum anesthesia
yang ada hubungannya dengan anesthesia.Premedikasi adalah salah satu unsure yang penting
yang harus dilaksanakan pre-operatif.

Tujuan dari premedikasi adalah :


1.
2.
3.
4.
5.

Menghilangkan rasa sakit


Menghilangkan / mengurangi rasa takut
Menurunkan metabolisme basal
Mengurangi sekresi kelenjar-kelenjar terutama saliva dan tractus respiraturius bagian atas
Mencegah reflek-reflek yang tidak diharapkan, misalnya cardiac arrhythmia karena obat

anesthesia
6. Menghilangkan side efek dari obat-obatan sebelum premedikasi dan obat-obat anesthesia
sendiri
7. Dengan memberikan obat-obatan premedikasi, dosis obat-obat anesthesia dapat dikurangi
karena efek potensiasi
8. Menciptakan amnesia
9. Mengurangi cairan lambung dan mengurangi muntah pasca bedah
Obat obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah :
1. Obat antikholinergik
2. Obat sedative
3. Obat analgetik narkotik. 1,4,7
1. Obat antikholinergik
Obat golongan antikholinergik adalah obat-obatan yang berkhasiat menekan /
menghambat aktivitas kholinergik atau parasimpatis.Obat

antikholinergik digunakan untuk

mencegah salvasi dan sekresi bronkus sebagai respon terhadap objek kering didalam
mulut,seperti pipa nafas atau pipa trakea. Beberapa zat inhalasi juga mengiritasi dan merangsang
aktivitas sekretorik, tetapi zat-zat ini hamper tinggal riwayat saja.Reflek laring bekerja aktif pada
tingkatan ringan anestesi, dan saliva dalam jumlah kecil pun dapat menyebabkan spasme
laring.Pencegahan salvasi pun amat penting sebelum penggunaan ketamin.Obat ini juga
melindungi jantung dari aritmia.

Tujuan utama pemberian obat golongan ini untuk premedikasi adalah:1


a. Mengurasi sekresi kelenjar : saliva, saluran cerna dan saluran nafas
b. Mencegah spasme laring dan bronkus
c. Mengurangi motilitas usus
d. Mencegah bradikardi
e. Melawan efek depresi narkotik terhadap pusat nafas, 1,4
7

Obat golongan antikholinergik yang digunakan dalam praktik anesthesia adalah preparat
Alkoloid Belladona, yang turunannya adalah sulfas atropine dan skopolamin.Mekanisme kerja
asetil kolinpada organ yang diinervasi oleh serabut otonom parasimpatis atau serabut saraf yang
mempunyai neurotransmitter asetil kolin.alkaloid belladonna menghambat muskarinik secara
kompetitif yang timbul oleh asetil kolin pada sel efektor organ utama pada kelenjar eksorin, otot
polos dan otot jantung.
Cara pemberian dan dosis yang diberikan :
a. Intramuskular, dosis 0,01 mg/kg BB, diberikan 30-45 menit sebelum induksi.
b. Intravena, dosis 0,005 mg/kg BB, diberikan 5-10 menit sebelum induksi.
Kontraindikasi
Alkaloid belladonna ini tidak diberikan pada pasien yang menderita : demam, takikardi,
glukoma dan tirotoksikosis.1,4,7
2. Obat golongan sedative
Obat golongan sedative adalah obat-obat yang berkhasiat anti cemas dan menimbulkan
rasa kantuk.Tujuan pemberian obat-obat golongan ini adalah untuk memberikan susasana
nyaman bagi pasien prabedah, bebas dari rasa cemas dan takut, sehingga pasien menjadi tidak
peduli dengan lingkungannya. Untuk keperluan ini, obat golongan sedative / tranquilizer yang
sering digunakan adalah :1,4,7
a. Derivat fenothiazin (prometazin)
b. Derivate benzodiasepin (diazepam dan midazolam)
c. Derivate butirofenon (dehidrobenzperidol)
d. Derivate barbiturate (pentobarbital)
e. Antihistamin (derivate defenhidramin)
3. Obat golongan analgetik narkotik
Berdasarkan struktur kimia, analgetik narkotik atau opioid, dibedakan menjadi 3
kelompok :
a. Alkaloid opium : morfin dan kodein
b. Derivate semisintetik : diasetilmorfin (heroin), hidromorfin, oksimorfon,
hidrokodon dan oksikodon.
8

c. Derivate sintetik
Fenilpiperidine
Benzmorfans
Morfinans
Propionanilides
Tramadol

: petidin, fentanil, sulfentanil dan alfentanil


: pentazosin, fenazosin dan siklazosin
: lavorvanol
: metadon

Sebagai analgetik, opioid bekerja secara sentral pada reseptor-reseptor opioid yang
diketahui ada 4 reseptor, yaitu:1,4,7
a. Reseptor Mu
Morpin bekerja secara agonis pada reseptor ini. Stimulasi pada reseptor ini
menyebabkan analgesia, rasa segar, euphoria, dan depresi respirasi.
b. Reseptor Kappa
Stimulasi reseptor ini menyebabkan analgesia, sedasi dan anesthesia.Morpin
bekerja pada reseptor ini.
c. Reseptor Sigma
Stimulasi reseptor ini menimbulkan perasaan disforia, halusinasi, pupil midriasis
dan stimulasi respirasi.
d. Reseptor Beta
Pada manusia peran reseptor ini belum diketahui dengan jelas.Diduga
memperkuat reseptor Mu.1,4,7
Golongan narkotik yang sering digunakan sebagai obat premedikasi adalah petidin dan
morfin.Sedangkan fentanil digunakan sebagai suplemen anesthesia.Morfin mempunyai kekuatan
10 kali petidin, yang artinya dosis morpin sepersepuluh petidin, sedangkan fentanil 100 kali dari
petidin. Untuk premedikasi, petidin diberikan intramuscular dengan dosis 1 mg/kg BB atau
intravena 0,5 mg/kg BB, sedangkan morpin sepersepuluh petidin, sedangkan fentanil
seperseratus petidin.
Pemberian narkotik harus hati-hati pada pasien orang tua atau bayi dan keadaan umum
yang buruk.Tidak boleh diberikan pada pasien yang mendapatkan preparat penghambat
monoamine oksidase, pasien asma dan penderita penyakit hati.
Efek samping dan tanda intoksikasi dari penggunaan narkotik ini adalah:
a. Memperpanjang masa pulih anesthesia
b. Depresi pusat nafas
c. Pupil miosis
9

d.
e.
f.
g.

Spasme bronkus pada pasien asama terutama akibat morpin


Kolik abdomen akibat spasme sfinter kandung kemih
Mual muntah dan hipersalivasi
Gatal-gatal seluruh tubuh.7

Beberapa obat pilihan premedikasi yang paling disukai antara lain:

Indiksi Anestesi
Induksi anastesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar
sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan.
Untuk persiapan indukai anestesia sebaiknya kita ingat kata STATICS :

S = Scope

Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope.


Pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus
cukup terang.

T = tubes

Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5
tahun dengan balon (cuffed).

A = Airway

Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung


faring (naso tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien
tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas.

T = Tape

Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I = Introducer

Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

10

C = Connector

Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.

S = Suction

Penyedot lendir, ludah dan lain lainnya.1,4

2.4 Anestesi Umum


Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, pertimbangan utamanya
adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu
keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang
tersedia.
Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak menimbulkan efek
samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar,
stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali,
tanpa efek yang tidak diinginkan.
Perhatian utama pada anestesi umum adalah keamanan dan keselamatan pasien, dan salah
satu faktor penentunya adalah kestabilan hemodinamik selama tindakan induksi dilakukan, hal
ini dapat dicapai apabila obat anestesi tersebut dapat memberikan level anestesi yang adekuat
untuk pembedahan tanpa menimbulkan depresi yang serius terhadap fungsi hemodinamik. 1,2
Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993) mempunyai sifat-sifat antara
lain: pada dosis yang aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot yang cukup, cara
pemberian mudah, mula kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang
merugikan. Selain itu obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas
keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi pasien.
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak
mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni end-organ
(jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak
mengiritasi pasien.2
Anestesi umum dapat diberikan secara:
a. Melalui Intravena
11

Obat-obat anestesia intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena,
baik obat berkhasiat hipnotik, ataupun analgetik maupun pelumpuh otot.
Setelah masuk kedalam pembuluh darah vena, obat-obat ini akan diedarkan ke seluruh
jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju ke target organ masing-masing
dan akhirnya dieksresikan, sesuai dengan farmakokinetiknnya masing-masing.1,4
1. Benzodiazepine
Anggota tertentu dalam kelompok obat sedative hypnosis seperti diazepam, lorazepam,
dan midazolam, yang dipergunakan pada prosedur anestesi (dasar-dasar farmakologi
benzodiazepin) diazepam dan lorazepan tidak larut dalam air dan penggunaan intravenanya
memerlukan vehikulum yang tidak encer, sehingga pemberian intravena dapat menyebabkan
iritasi luka. Formulasi mudah larut dalam air dan kurang iritasi tetapi mudah larut dalam lemak
pada pH fisiologis serta mudah melewati pembuluh darah otak.
efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid
(GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sistem kanal klorida terbuka dan terjadi
hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat
dieksitasi. hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol,
antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.4,7
2. Anestesi analgesik opioid
Dosis besar analgesik opioid telah digunakan untuk anestetik umum, terutana pada
penderita operasi jantung atau operasi besar lainnya ketika sirkulasi dalam keadaan minimal.
Pemberian morfin, secara intravena dengan dosis 1 sampai 3 per kg digunakan dalam keadaan
sirkulasi yang berat.Diberikan dosis tinggi, tak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak
digunakan untuk pasien dengan kelainan jantung.Untuk induksi dosis 20-50mg/kgBB, rumatan
dosis 0,3-1 mg/kgBB/mnt.4,7
3. Etomidat : Etomidat merupakan imidazol karboksilasi yang digunakan untuk induksi anestesi
dan teknik anestesi secara seimbang yang tidak boleh diberikan untuk jangka lama. Kelebihan
utama dari anestestik ini yaitu depresi kardiovaskular dan respirasi yang minimal.7
4. Ketamin : Ketamin menimbulkan anestesi disosiatif yang ditandai dengan kataton, amnesia,
dan analgesia. Mekanisme kerjanya adalah dengan cara menghambat efek membrane eksitator
neurotrasmiter asam glutamate pada subtype reseptor.Kurang disenangi karena sering takikardi,
12

HT, hipersalivasi, nyeri kepala. Paska anestesi mual, muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Dosis bolus iv 1-2mg/kgBB, im 3-10mg/kgBB.Dikemas dalam cairan bening kepekatan 5%,
10%, 1%.7
5. Propofol : Merupakan derivate fenol dengan nama kimia di-iso profil fenol.pertama kali
digunakan pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Berbentuk cairan berwarna putih seperti susu,
tidak larut dalam air dan bersifat asam. Dikemas dalam bentuk ampul, berisi 20ml/ampul, yang
mengandung 10mg/ml. pemberian dosis 2mg/kg BB, pemulihan kesadaran berlangsung cepat,
pasien akan bangun setelah 4-5 menit tanpa efek samping.
Farmakokinetik: Propofol didegradasi di hati melalui metabolisme oksidatif hepatic oleh
cytochrome P-450. namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga
ekstrahepatik. Metabolisme hepatic lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat
dan terlarut air sementara metabolisme asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. kurang
dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin.7
6. Fentanil : merupakan obat narkotik sintetik yang paling banyak digunakan. Mempunyai
potensi 1000 kali lebih kuat dari petidin atau 50-100 kali lebih kuat dari morpin.Mulai kerja dan
masa kerjanya cepat.Pada awal digunakan sebagai obat analgesia nerolept yang di kombinasikan
dengan droperidol.Untuk analgesia dosis, 1-2ug/kg BB, diberikan IM.Untuk induksi anesthesia,
100-200ug/kg BB secara intravena, dan untuk suplemen analgesia, 1-2 ug/kg BB, secara
intravena.7
b. Intramuscular: Tiopental : anestesi injeksi pada pembedahan kecil seperti di mulut, efek
samping menekan pernafasan.7
c. Melalui inhalasi
Obat anesthesia inhalasi adalah obat-obat anesthesia yang berupa gas atau cairan mudah
menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien.Campuran gas atau uap obat anesthesia dan
oksigen masuk melalui aliran udara inspirasi, mengisi seluruhrongga paru, selanjutnya
mengalami difusi dari alveoli ke kapiler paru sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas.4,7
Berdasarkan kemasannya, obat anesthesia umum inhalasi dibagi atas 2 macam:
1. Obat anesthesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap, yaitu:
1. Derivat halogen hidro karbon
13

a. Halotan
b. Trikhloroetilin
c. Chloroform
2. Derivat eter
a. Dietil eter
b. Metoksifluran
c. Enfluran
d. Isofluran
2. Obat anesthesia umum inhalasi yang berupa gas
a. Nitrous oksida
b. Siklopropan
1. Halotan : Merupakan cairan tidak berwarna, berbau harum tidak mudah terbakar atau
meledak, tidak iritatif dan tidak tahan terhadap sinar matahari. Apabila kena sinar matahari,
akan mengalami dekomposisi.Efek sampingnya yaitu dengan menekan pernafasan, aritmia,
dan hipotensi. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2,03,0% bersama-sama dengan N2O.4,7
2. Isofluran : Merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak
eksplosif, tidak mengandung zat pengawet dan relative tidak larut dalam darah tepi cukup
iritatif terhadap jalan nafas sehingga pada saat induksi sering menimbulkan batuk dan tahan
nafas. Proses induksi dan pemulihannya relative cepat dibandingkan dengan obat-obat
anesthesia inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat dibandingkan dengan
sevofluran. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasiadalah 2,0-3,0%
bersama N2O.4,7
3. Nitrous Oksida (N2O)
merupakan gas tak berwarna, berbau harum manis, tidak mudah terbakar dan tidak mudah
meledak tetapi membantu proses kebakaran akibat gas lain. Dalam praktek anesthesia, N 2O
digunakan sebagai obat dasar dari anesthesia umum inhalasi dan selalu dikombinasikan
dengan oksigen dengan perbandingan antaraN2O : O2= 70:30 (pasien normal), 60:40 (untuk
pasien yang memerlukan tunjangan oksigen lebih banyak), 50:50 (untuk pasien yang
beresiko tinggi).4,7
Cara kerja :
- N2O tidak terikat pada Hb tetapi terikat langsung di plasma, tidak bereaksi dengan
-

jaringan ikat tubuh atau kimia


sifat anesthetik yang disebabkannya mungkin karena lepasnya ikatan O 2 dari sel-sel
otak
14

dengan campuran 20% O2 dan 80% N2O, analgetiknya lebih kuat bila dibandingkan

dengan 20% N2O dan 80% O2


sifat anestheticnya pada umumnya cukup dengan perbandingan O2 : N2O (masingmasing 50%)

Side efect :
-

mempercepat depresi obat-obat thio pentone terhadap respirasi


dapat terjadi ketulian post operatif karena perbedaan daya larut N 2O dan N2 di telinga

tengah
dapat terjadi anastesi yang lama jika terjadi difusi gas ke dalam rongga usus / pleura

2.5 Komplikasi dan Bahaya Anestesi


a. Komplikasi anestesi
Komplikasi yang terjadi pada periode perioperatif dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi
sendiri dan atau kondisi pasien. Komplikasi segera dapat timbul pada waktu pembedahan atau
kemudian segera ataupun belakangan setelah pembedahan.
Komplikasi anestesi dapat berakhir dengan kematian atau tidak diduga walaupun
tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Menurut Ellis & Campbell (1986), secara
umum komplikasi anestesi yang sering dijumpai antara lain: 2,3
1. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik yang dapat terjadi sebagai komplikasi anestesi antara lain: pembuluh
darah, intubasi, dan saraf superfisialis.
a. Pembuluh Darah : Kesalahan teknik dalam venapunksi dapat menyebabkan memar,
eksavasasi obat yang dapat menyebabkan ulserasi kulit di atasnya, infeksi lokal,
tromboflebitis serta kerusakan struktur berdekatan, terutama arteri dan saraf.
Beberapa obat yang mencakup Benzodiazepin dan Propanidid menyebabkan
tromboflebitis. Kanulasi vena yang lama lebih mungkin menyebabkan tromboflebitis
dan infeksi.
15

b. Intubasi : Kerusakan sering terjadi pada bibir dan gusi akibat intubasi trachea oleh
orang yang tidak berpengalaman.. Jika dibiarkan tidak terdeteksi, intubasi nasotrachea
dapat menyebabkan epistaksis yang tak menyenangkan dan kadangkadang sonde
dapat membentuk saluran di bawah mukosa hidung, intubasi hidung sering
memfraktura concha (Ellis & Campbell, 1986). Kerusakan pada struktur tonsila dan
larynx (terutama pita suara) untungnya sering terjadi..
2. Saraf Superfisialis: Tekanan langsung terus menerus akan merusak saraf,
3. Pernafasan
Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak terdeteksi,
atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti pulmonal
hipostatik, plurisi, dan superinfeksi.
Yang paling ditakuti adalah obstruksi saluran pernapasan akut selama atau segera setelah
induksi anestesi. Spasme Larynx dan penahanan napas dapat sulit dibedakan serta dapat
timbul sebagai respon terhadap anestesi yang ringan, terutama jika saluran pernapasan
dirangsang oleh uap anestesi iritan atau materi asing yang mencakup sekresi dan
kandungan asam lambung. Intubasi yang gagal dapat menjadi mimpi buruk, bila mungkin
terjadi aspirasi lambung, seperti pasien obstetri dan kedaruratan yang tak dipersiapkan.
Gagal pernapasan terutama merupakan fenomena pasca bedah, biasanya karena
kombinasi kejadian. Kelamahan otot setelah pemulihan dari relaksan yang tidak adekuat,
depresi sentral dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk dan ventilasi alveolus
yang tak adekuat sekunder terhadap nyeri luka bergabung untuk menimbulkan gagal
pernapasan restriktif dengan retensi CO2 serta kemudian narcosis CO2, terutama jika
PO2 dipertahankan dengan pemberian oksigen. 3
4.

Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi, aritmia
jantung, dan payah jantung. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang
dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat
disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan, overdosis obat
16

anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia, hipertensi, dan


reaksihipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi transfusi.
Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi
hipertensi disebabkan oleh analgesa dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk, penyakit
hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat. Sementara faktor-faktor
yang mencetuskan aritmia adalah hipoksia, hiperkapnia, tindakan intubasi, gangguan
elektrolit, dan pengaruh beberapa obat tertentu.2,3

5. Hati
Penyebab hepatitis pasca bedah dapat disebabkan oleh halotan. Insidens virus Hepatitis A
aktif dalam populasi umum mungkin jauh lebih lazim, yang diperkirakan sekitar 100400
per sejuta pada suatu waktu. Mungkin bahwa zat anestesi mengurangi kemanjuran
susunan kekebalan dan membuat pasien lebih cenderung ke infeksi yang mencakup
hepatitis virus. Anestesi Halotan berulang dalam interval 6 minggu mungkin harus
dihalangi.
6. Suhu tubuh
Akibat venodilatasi perifer yang tetap ditimbulkan anestesi menyebabkan penurunan
suhu inti tubuh. Selama pembedahan yang lama, terutama dengan pemaparan vesera, bisa
timbul hipotermi yang parah, yang menyebabkan pengembalian kesadaran tertunda,
pernapasan dan perfusi perifer tidak adekuat. Masalah pernapasan akan dirumitkan, jika
kebutuhan oksigen meningkat sebagai akibat menggigil selama masa pasca bedah. 3
b. Bahaya anestesi
Bahaya utama anestesi dapat disebabkan banyak penyebab. Sebagian penyebab pada
mulanya tidak berarti, tetapi jika bahaya tersebut tidak diperhatikan sama sekali, atau
tidak diatasi dengan baik, maka bahaya akan terjadi. Bahaya lain mungkin tidak
berbahaya tetapi merupakan sumber utama ketidaknyamanan, nyeri, atau iritasi terhadap
penderita. Bahaya anestesi yang mungkin dapat terjadi antara lain:

17

1. Kematian dalam keadaan atau akibat anestesi


Kematian dalam keadaan teranestesi mungkin tidak sepenting kematian akibat
anestesi, atau komplikasinya. Jika perdarahan masif yang terjadi selama pembedahan
tidak dapat dikontrol, hal ini tentu saja termasuk kematian dalam keadaan teranestesi
tetapi bukan akibat anestesi walaupun ahli anestesi telah mempunyai peran yang
penting untuk berusaha mempertahankan hidup penderita dengan secepatnya
melakukan transfusi darah.
Kematian akibat anestesi mungkin disebabkan oleh hipoksia dan henti jantung yang
saling terkait, pada kedua kasus kematian dapat disebabkan oleh gangguan
penyediaan oksigen otak dan /atau jantung baik primer (yang disebabkan oleh
hipoksia respiratorik) maupun sekunder (sebagai akibat terhentinya sirkulasi setelah
henti jantung. Bahaya lain akibat anestesi yang dapat mematikan karena anestesi
adalah anafilaksis akut karena obat yang digunakan pada anestesi, dan hipertermia
yang ganas. 3
2. Hipoksia atau anoksia respiratorik selama anestesi
Hipoksia atau anoksia terjadi selama anestesi akibat kegagalan sebagian atau total
maupun hambatan terhadap penyediaan oksigen ke otak. Keadaan seperti ini dapat
terjadi pada semua titik mulai dari sumber penyediaan oksigen, mesin anestesi,
saluran pernapasan atas dan bawah, paruparu, pembuluh darah utama sampai
kapiler, dan akhirnya sampai kepada pemindahan oksigen ke dan dalam sel. Sebagian
sel akan pulih dari hipoksia atau bahkan anoksia yang berlangsung dalam beberapa
menit, tetapi pada otak akan terjadi kerusakan yang irreversibel setelah 46 menit
kekurangan oksigen, demikian juga yang terjadi jika jantung berhenti dengan efektif
(henti jantung). 3
2.6 Intubasi Endotrakeal

18

Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea


sehingga jalan napas bebas hambatan dan napas mudah dibantu atau dikendalikan. Ekstubasi
trakea adalah tindakan pengeluaran pipa endotrakeal.6
1. Tujuan
Pembersihan saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan napas agar tetap paten, mencegah
aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenisasi.

2. Indikasi pemasangan ETT9


1. Proteksi jalan nafas

Hilangnya refleks pernafasan ( cedera cerebrovascular, kelebihan dosis obat)

Obstruksi jalan nafas besar ( epiglotitis, corpus alienum, paralisis pita suara) baik secara
anatomis maupun fungsional.

Perdarahan faring ( luka tusuk, luka tembak pada leher)

Tindakan profilaksis ( pasien yang tidak sadar untuk pemindahan ke rumah sakit lain atau
pada keadaan di mana potensial terjadi kegawatan nafas dalam proses transportasi pasien)

2. Optimalisasi jalan nafas

Saluran untuk pelaksanaan pulmanary toilet darurat (sebagai contoh : penghisapan atau
bronchoscopy untuk aspirasi akut atau pun trakheitis bakterialis berat)

Tindakan untuk memberikan tekanan positif dan kontinu yang tinggi pada jalan nafas
( respiratory distress syndrome pada orang dewasa dan penyakit membran hyalin)
( Dibutuhkan tekanan inspirasi yang tinggi atau PEEP).

3. Ventilasi mekanik.
Ventilasi mekanik pada kegagalan respirasi yang dikarenakan :

Pulmonar : penyakit asma, penyakit paru obstruktif kronik, emboli paru, pneumonia.
( Work of breathing berlebihan)

Penyakit jantung atau edema pulmoner

Neurologi : berkurangnya dorongan respirasi (Gangguan kontrol pernafasan dari susunan


saraf pusat)
19

Mekanik : disfungsi paru-paru pada flail-chest atau pada penyakit neuromuskuler

Hiperventilasi therapeutik untuk pasien pasien dengan peningkatan tekanan


intrakranial.

3. Peralatan6
Sebelum mengerjakan intubasi trakea, dapat diingat kata STATICS
S : scope, laringioskop dan stetoskop
T : tubes, pipa endotrakeal
A : airway tubes, pipa orofaring/nasofaring
T : tape, plester
I : introducer, stilet, mandrin
C: connector, sambungan-sambungan
S : suction, penghisap lendir

A. Pipa Endotrakea1
Pipa endotrakea menghantar gas anastetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat
dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter.
Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan dewasa berbeda, penampang lintang trakea bayi
dan anak kecil dibawah usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D, maka
untuk bayi, anak kecil digunakan pipa trakea tanpa cuff dan untuk anak yang besar dan dewasa
menggunakan cuff, supaya tidak bocor. Penggunaan cuff pada bayi dan anak kecil dapat
membuat trauma selaput lendir trakea dan selain itu jika kita ingin mmenggunakan pipa trakea
dengan cuff pada bayi harus menggunakan ukuran pipa trakea yang diameternya lebih kecil dan
ini membuat resiko tahanan napas lebih besar.
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau hidung
(nasotracheal tube). Di pasaran bebas dikenal beberapa ukuran dan perkiraan ukuran yamg dapat
dlihat pada tabel dibawah ini:
20

Usia
Diameter (mm)
Prematur
2.0-2.5
Neonatus
2.5-3.5
1-6 bulan
3.0-4.0
-1 tahun
3.5-3.5
1-4 tahun
4.0-5.0
4-6 tahun
4.5-5.5
6-8 tahun
5.0-5.5*
8-10 tahun
5.5-6.0*
10-12 tahun
6.0-6.5*
12-14 tahun
6.5-7.0
Dewasa (wanita)
6.5-8.5
Dewasa (pria)
7.5-10.0
*tersedia dengan atau tanpa kaf (cuff)

Skala French
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28-30
28-30
32-34

Jarak sampai bibir


10 cm
11 cm
11 cm
12 cm
13 cm
14 cm
15-16 cm
16-17 cm
17-18 cm
18-22 cm
20-24 cm
20-24 cm

Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:


Diameter dalam pipa trakea (mm)

= 4.0 + umur (tahun)

Panjang pipa orotrakeal (cm)

= 12 + umur (tahun)

Panjang pipa nasotrakeal (cm)

= 12 + umur (tahun)

B. Laringoskopi dan Intubasi1


Fungsi laring adalah mencegah benda asing masuk paru laringoskopi adalah alat yan
digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea
dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop:
1. Bilah, daun (blade) lurus (Machintos) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa
Kesulitan memasukkan pipa trakea berhubungan dengan variasi anatomi yang dijumpai.2

Gambar 1. Laringoskop berdaun lurus dan lengkung9


21

C. Pipa orofaring/nasofaring. Alat ini digunakan untuk mencegah obstruksi jalan napas karena
jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak di intubasi6
4. Kesulitan intubasi:1

Leher pendek berotot


Mandibula menonjol
Maksila/gigi depan menonjol
Uvula tidak terlihat (mallapati 3 atau 4)
Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
Gerak vertebra servikal terbatas

5. Komplikasi intubasi :6
a. Komplikasi tindakan laringioskopi dan intubasi:
1)Malposisi: intubasi esofagus, intubasi endobronkial, malposisi laryngeal cuff.
2) Trauma jalan napas: kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah, atau mukosa mulut, cedera
tenggorokan, dislokasi mandibula, dan diseksi retrofangeal.
3) Gangguan refleks: hipertensi, takikardi, tekarian intrakranial meningkat, tekanan
intraokular meningkat, dan spasme laring.
4) Malfungsi tuba: perforasi cuff.
b. Komplikasi pemasukan pipa endotrakeal:
1) Malposisi: ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial, malposisi
laringeal cuff.
2) Trauma jalan napas: inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit hidung.
3) Malfungsi tuba: obstruksi.

22

c. Komplikasi setelah ekstubasi:


1) Trauma jalan napas: edema dan stenosis (glotis, subglotis, atau trakea), suara serak/
parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.
2) Gangguan refleks: spasme laring.
6. Teknik pemasangan ETT
1. Alat dan Bahan9

Laryngoscope lengkap dengan handle dan blade-nya

Pipa endotrakeal ( orotracheal ) dengan ukuran : perempuan no. 7; 7,5 ; 8 . Lakilaki : 8 ; 8,5. Keadaan emergency : 7,5

Forceps (cunam) magill ( untuk mengambil benda asing di mulut)

Benzokain atau tetrakain anestesi lokal semprot

Spuit 10 cc atau 20 cc

Stetoskop, ambubag, dan masker oksigen

Alat penghisap lendir

Plester, gunting, jelli

Stilet

2. Persiapan intubasi endotrakeal


Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alatalat dan memposisikan pasien. ETT
sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff ETT sebaiknya di tes terlebih dahulu dengan spuit
10 milliliter. Jika menggunakan stylet sebaiknya dimasukkan ke ETT. Berhasilnya intubasi
sangat tergantung dari posisi pasien, kepala pasien harus setentang dengan pinggang
anestesiologis atau lebih tinggi untuk mencegah ketegangan pinggang selama laringoskopi.
Persiapan untuk induksi dan intubasi juga melibatkan preoksigenasi rutin. Preoksigenasi dengan
nafas yang dalam dengan oksigen 100 %.
Persiapan untuk intubasi antara lain :
a) Jalur intravena yang adekuat
23

b) Obatobatan yang tepat untuk induksi dan relaksasi otot


c) Pastikan alat suction tersedia dan berfungsi
d) Peralatan yang tepat untuk laringoskopi termasuk laryngoskop dengan blade yang tepat, ETT
dengan ukuran yang diinginkan, jelly, dan stylet
e) Pastikan lampu laringoskop hidup dan berfungsi serta cuff ETT berfungsi
f) Sumber oksigen, sungkup dengan ukuran yang tepat, ambu bag dan sirkuit anestesi yang
berfungsi
g) Monitor pasien termasuk elektrokardiografi, pulse oksimeter dan tekanan darah noninvasive
h) Tempatkan pasien pada posisi Sniffing Position selama tidak ada kontraindikasi

Gambar 2. Sniffing Position


i) Alatalat untuk ventilasi
j) Alat monitoring karbon dioksida untuk memastikan ETT dalam posisi yang tepat

24

Gambar 3. Alatalat Intubasi Endotrakeal


Cara Intubasi Endotrakeal

Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan
tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan dan lapangan pandang

akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut.


Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta
epiglotis.
Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga
tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V. Jeratan
bibir antara gigi dan blade laringoskop sebaiknya dicegah. Tracheal tube diambil
dengan tangan kanan dan ujungnya dimasukkan melewati pita suara sampai balon
pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta
untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan
jelas. Bila mengganggu, stylet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan
dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa

25

dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasidengan

plester.
Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan
auskultasi dada dengan steteskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila
dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi intubasi
endotrakeal yang terlalu dalam akan terdapat tandatanda berupa suara nafas kanan
berbeda dengan suara nafas kiri, kadangkadang timbul suara wheezing, sekret lebih
banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi
seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila
terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrium atau gaster akan
mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadangkadang
keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru.
Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan
oksigenasi yang cukup.

26

Gmbar 4. Teknik pemasangan ETT9

27

2.7.

Terapi Cairan pada Pembedahan

Komposisi Cairan Tubuh dan Distribusinya


Kandungan air pada saat bayi baru lahir sekitar 75% berat badan. Usia 1 bulan 655,
dewasa pria 605 dan waita 50%, sisanya ialah zat padat seperti protein, lemak, karbohidrat dan
lain-lainnya.

Jumlah cairan tubuh berkisar antara 40-65% dari berat badan (rata-rata 55%) pada lakilaki dan 47% wanita. Cairan tubuh terdiri dari 2 bagian. Bagian ekstra celluler (plasma darah
dan cairan interstitial yang jumlahnya dari jumlah caira tubuh). Cairann intra celluler yang
jumlahnya dari jumlah cairan tubuh. Makin banyak lemak tubuh seseorang maka akan
semakin sedikit persentase cairannya. 1,2
Cairan Pemeliharaan
Tujuannya adalah untuk menggganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru dan
keringat, jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu:
1
2
3
4

Dewasa
Anak-anak
Bayi
Neonates

: 1,5-2 ml/kgbb/jam
: 2-4 ml/kgbb/jam
: 4-6 ml/kgbb/jam
: 3 ml/kgbb/jam (2)

Kebutuhan cairan basal:


1. 4ml/kgbb/jam untuk berat badan 10 kg pertama
2. 2ml//kgbb/jam untuk berat badan 10 kg kedua
3. 1 ml/kgbb/jam untuk sisa berat badan

Derajat Dehidrasi Menurut WHO

28

Klinis
1.
2.
3.
4.

Kesadaran umum
Mata cekung,
Air mata
Mulut dan lidah

5.
6.
7.
8.
9.

kering
Haus
Turgor
Nadi
Tekanan darah
Air kemih

Dehidrasi

Dehidrasi sedang

ringan (5%)
Composmentis
Normal
Ada
Lembab
Minum normal
Baik
Normal
Normal
Normal

(5-10%)
Gelisah,
lesu
Cekung
Kering
Kering
Haus
Jelek
Cepat
Turun
oligouria

Dehidrasi berat

(>10%)
rewel, Letargi, tak sadar
Sangat cekung
Kering sekali
Sangat kering
Tidak bias minum
Sangat jelek
Cepat sekali
Turun sekali
Kurang sekali

Jenis Cairan Pada Pembedahan


Terapi cairan adalah ttindakan untuk memelihara dan mengganti cairan dalam batas-batas
fisiologis dengan cairan kristaloid (electrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena.
Pembedahan dengan anestesi memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan. Terapi
cairan parenteral diperlukan untuk mengganti cairan saat puasa, sebelum dan sesudah
pembedahan, menggantikan kebutuhan rutin saat pembedahan, menggantikan perdarahan yang
terjadi dan menggantikan cairan yang pindah keruang ketiga ( kerongga peritoneum dan keluar
tubuh. 1,2,3
Cairan

Tonusitas

Na

Ca

Cl

infus

(mOsm/l)

(mEq/l

(mEq/l) (mEq/l) (mEq/l) a

Glukos

Laktat

Aset

(mEq/l) at

(gram/l)

(mE
q/l)

Plasma
D5W

isotonus
Hipotonus

146

Isotonus

154

4,2

2,5

105

27
50

(dextrose
5%

in

water)
NS

154

(normal
saline)
29

D5NS

Hipertonu

154

154

50

D5

s
Isotonus

38,5

38,5

50

1/4NS
Darrow
RL
D5RL
Asering

Isotonus
isotonus
Isotonus
Isotonus

122
130
130
130

35
4
4
4

3
3
3

104
109
109
109

50

53
28
28
28

(asetat
ringer)

Terapi Cairan Pada Pembedahan


Pemberian cairan pada pembedahan , harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:3,5
1.
2.
3.
4.
5.

Kekurangan cairan pra bedah


Kebutuhan untuk pemeliharaan
Bertambahnya :insensible loss karena suhu kamar bedah yang tinggi
Terjadinya translokasi cairan pada daerah operasi kedalam ruang ketiga dan interstitial
Terjadinya perdaran.
Defisit cairan karena puasa 0,5 nya diberikan pada 1 jam ertama. 0,25 nya pada jam

kedua. Dan 0,25 nya lagi pada jam ketiga. Banyaknya cairan yang hilang karena translokasi
selama pembedahan tergantung pada jenis terapinya. 3,5
Pembedahan akan menyebabkan pindahnya cairan keruang ketiga (penguapan). Untuk
menggantikannya tergantung dari besar kecilnya operasi.
1. 6-8ml/kgbb untuk bedah besar
2. 4-6 ml/kgbb untuk bedah sedang
3. 2-4 ml/kgbb untuk bedah kecil.
Pada prinsipnya kecepatan pemberian cairan selama pembedahan adalah dapat menjamin
tekanan darah stabil tanpa menggunakan obat-obatan vasokonstriktor, dengan produksi urin
mencapai 0,5-1 ml/kgbb/jam.
Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfuse, untuk perdarahan dibawah
20% dari volume darah total dari orang dewasa cukup diganti dengan cairan infus yang
30

komposisi electrolitnya kira-kira sama dengan komposisi electrolit serum misalnya dengan
ringer-laktat atau ringer-asetat. Untuk bayi dan anak perdarahan diatas 10% dari volume darah
baru diperlukan transfuse.3,5
1. Volume darah bayi, anak : 80 ml/kgbb
2. Volume darah dewasa pria :75ml/kgbb
3. Volume darah dewasa wanita : 65 ml/kgbb
Cairan infus dapat berupa cairan kristaloid, cairan koloid atau campuran keduanya.
Pemberian cairan tanpa electrolit (dextrose 5% atau 10%) secara intravena akan cepat keluar
sirkulasi dan mengisi ruang antar sel, sehingga yang tinggal disirkulasi hanya sedikit sekali
sekitar 5% sehingga dextrose tiidak punya peran paada terapi hippovolemik. Apabila diberikan
dengan tetesan cepat, akan segera keluar tubuh lewat urin.
Koloid atau plasma ekspander kalau diberikan secara intravena dapat bertahan lama
disirkulasi. Koloid cdapat berupa gelatin, polimer dextrose dan haes. 5
Teknik Pemberian
Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena
dipunggung tangan , sekitar daerah pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah kubiti.pada
anak kecil dan bayi sering digunakan daerah punggung kaki, depan mata kaki dalam ataau
dikepala. Bayi baru lahir dapat digunakan vena umbilicus..
Penggunaan jarum anti karat atau kateter plastic anti trombogenik pada vena perifer biasanya
perlu diiganti 1-3 hari untu mencegah infeksi dan macetnnya tetesan. Pemberian infus lebih
lama dari 3 hari, sebaiknya menggunakan kateter besar dan panjang yang ditusukkan pada vena
femoralis, vena kubiti, vena subclavia, vena jugularis interna dan eksterna yang ujungnya
sedekat mungkin dengan atrium kanan atau divena cava inferior dan superior. 5
Cara terapi dan monitoring
1. Apabila pasien syok atau deficit berat berikan ringer-laktat atau NaCL 0,9% 20 ml/kgbb
dengan cepat , jika setelah itu syok belum juga dapat diatasi ulangi lagi, tujuan tindakan
pertama ini adalah memulihkan volume darah/ plasma dan mengatasi syok.

31

2. Berikutnya 8 jam pertama diberikan 50% dari deficit yang diperhitungkan dan 16 jam
berikutnya diberikan sisa 50% dan deficit yang masih ketinggalan . setelah syok dapat
diatasi

cairan maintenance ( kebutuhan sehari-hari) dapat diberikan bersama-sama

dengan terapi.
3. Jika produksi urin sudah ada , kalau perlu dapat diberikan 4-5 ml/kgbb selama 24-36 jam.
4. Adakan evaluasi keadaan penderita secara berkala setiap 4-6 jam.
5. Sebagai tanda- tanda bahwa sirkulasi dan perfusi sudah baik adalah bahwa telapak tangan
atau kaki menunjukkan tanda-tanda hangat , merah dan kering ( sebaliknya pada waktu
deficit terdapat tanda- ramda dingin, kelabu dan lembab). 3
Terapi cairan pasca pembedahan
Pengaruh hormonal yang masih menetap beberapa hari pasca bedah dan mempengaruhi
keseimbangan air dan elektrolit tubuh harus diperhatikan dalam menentukan cairan tersebut. Bila
penderita telah boleh minum secepatnya diberikan peroral, jika tidak bias secara peroral berikan
secara parenteral. Air diberiakn sesuai dengan pengeluaran yang ada (urin+ insensible loss).
Masuknya kembali cairandari ruangan ketiga dan interstitial kedalam cairan ekstra
selyang berfungsi terjadi secara bertahap selama 5-6 hari dan pada penderita tanpa gangguan
fungi jantung dan ginjal hal ini tidak mempengaruhi keseimbangan air dan electrolit. 3

Tujuan terapi cairan


1.
2.
3.
4.

Untuk mengganti kekurangan air dan elektrolit


Untuk memenuhi kebutuhan
Untuk mengatasi syok
Untuk mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan, terapi cairan
perioperative meliputi tinndakan terapi yang diberikan pada masa pra-bedah, selam a
pembedahan dan pasca pembedahan.

Pada penderita yang menjalanioperasi, baik karena enyakitnya tersendiri atau karena adanya
trauma pembedahan , maka akan terjadi perubahan- perubahan fisiologis tubuh, perubahan ittu
antara lain:

32

1. Peningkatan rangsangan simpatis, yang menimbulkan peninggian sekresi katekolamin,


dan menyebabkan takikardi, konstriksi pembuluh darah , peningkatan kadar gula darah
yang berlangsung 2-3 hari.
2. Rangsangan terhadap kelenjar hipofise
3. Pningkatan sekresi aldosterone
4. Terjainya pningkatan kebutuhan oksign dan kalori karena peningkatan metabolisme. 5
Transfusi darah pada pembedahan
Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorng biasanya digunakan patokan berat
badan . makin aktif secara fisik seseorang, makin besar pula volume darahnya untuk setiap
kilogram berat badannya.
Usia
Premature

ml/kgbb
95

Cukup bulan

85

Anak kecil

80

Anak besar

75-80

Pria dewasa

75

Wanita dewasa

65

Kehilangan darah
Pada bayi, anak dengan kadar hemoglobin normal kehilangan darah sebanyak 10-15%
volume darah,karena tidak memberatkan kompensasi badan , maka cukup diberikann cairan
kristaloid atau keloid. Sedangkan diatas 15% perlu transfuse darah karena adanya gangguan
pengangkutan oksigen. Sedangkan untuk orang dewasa dengan kadar hemoglobin normal angka
patokannya adalah 20%, kehilangan darah sampai 20% dicurigai adanya gangguan factor
pembekuan . cairan kristaloid untuk mengisi cairan intravena diberikan sebanyak 3 kali jumlah
darah yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan jumlah yang sama.1,3
Indikasi transfuse darah

33

Transfuse darah umumnya >50% umumnya diberikan pada saat perioperative dengan
tujuan untuk menaikkan kepastian pengangkutan oksigen dan volume intravaskuler. Kalau hanya
menaikkan volume intravaskuler saja cukup dengan koloid dan kristaloid.
Indikasi transfuse darah adalah
1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr% atau Ht < 30%, pada orang tua kelainan paru,
kelainan jantung Hb <10 g/dl
2. Bedah mayor kehilangan darah > 20% dari volume darah (1)
2.8.

Tatalaksana Anestesia dan Reaminasi Pada Operasi Gastrektomi


Tindakan anesthesia yang dilakukan untuk menunjang tindakan eksplorasi rongga

abdomen pada kasus bedah digestif atau kasus ginekologi.3,5


Masalah anestesi dan reaminasi:3
1.
2.
3.
4.

Manipulasi organ visceral, resiko reflex vagal.


Perdarahan luka operasi.
Operasi berlangsung lama.
Posisi tertentu sesuai dengan kebutuhan operasi.

Penatalaksanaan anestesi dan reanimasi:3,5


1. Evaluasi
a. Penilaian status presen
b. Evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang lain
sesuai dengan indikasi
2. Persiapan praoperatif
a. Persiapan rutin
b. Persiapan khusus
i. Kanulasivena sentral (khusus bedah digestif dengan reseksi usus)
ii. Persiapan donor
3. Premedikasi, diberikan secara intramuscular 30-45 menit pra induksidengan obat-obat
sebagai berikut:
a. Petidin
b. Midazolam
c. Atropine
4. Pilihan anestesinya

: 1,0-2,0 mg/kg BB
: 0,004-0,10 mg/kgBB
: 0,01 mg/kg BB

34

Anestesia umum inhalasi (imbang) dengan pemasangan pipa endotralea dan nafas
terkendali.
5. Pemeliharaan selama anesthesia dan reanimasi
a. Rutin : Sesuai dengan standar pemantauan
b. Khusus :
i. Waspadai kemungkinan terjadinya reflex vagal akibat manipulasi organ
visceral.
ii. Kalau perlu dilakukan pemantauan tekanan vena sentral.
6. Terapi cairan dan tranfusi darah selama operasi
Pada perdarahan yang terjadi <20% dari perkiraan volume darah pasien berikan, cairan
pengganti kristaliod atau koloid, tetapi apabila terjadi perdarahan >20% dari perkiraan
volume pasien, berikan tranfusi darah.
7. Pemulihan anesthesia
a. Segera setelah operasi selesai, hentikan aliran obat anesthesia, berikan oksigen
100%.
b. Berikan obat penawar pelumpuh otot.
c. Bersihkan jalan nafas.
d. Ekstubasi dilakukan setelah pasien nafas spontan dan adekuat serta jalan nafas
bersih.
8. Pasca bedah
a. Pasien dirawat di ruang pulih, sesuai dengan tata laksana pasca anesthesia.
b. Pada pasien yang akan diantisipasiakan mengalami depresi nafas, langsung kirim
ke ruang terapi intensif.
c. Masalah pasca bedah, khususnya kasus bedah digestifadalah nyeri abdomen dan
nutrisi.
d. Nyeri pasca laparotomi tinggi akan mengganggu mekanisme batuk dan
menurunkan kapasitas vital paru diatasi dengan cara :
i. Pada pasien tanpa problem pernapasan praoperatif, diberikan analgesia
epidural dengan morpin atau dengan analgesia balans melalui infuse tetes
kontinyu.
ii. Pada kasus dengan problem pernafasan praoperatifdiberikan
ventilasimekanik disertai obat sedative dan analgetik yang adekuat.3,5
2.9.

Carsinoma Gaster

Definisi
Karsinoma gaster merupakan suatu tumor epitel pada mukosa gaster yang bersifat
malignan dengan diferensiasi kelenjar. Karsinoma gaster meupakan karsinoma nomor dua
35

terbanyak dibunia. Setiap tahunnya sekitar 880.000 orang yang terdiagnosa sebagai kanker
lambung, dan700.000 orang diantaranya meninggal dunia akibat penyakit ini.8
Factor- factor yang berperan terhadap timbulnya karsinoma gaster:
1. Infeksi Helicobacter pyloris
2. Diet
3. Reflux empedu

Tanda dan Gejala


50% penderita merasakan keluhan yang tidak khas pada daerah abdomen berupa nyeri
disekitar lambung, penurunan berat badan dan sulit makan. Gejala awal seperti nyeri dada dan
sulit menelan disertai rasa cepat kenyang walaupun dalam jumlah yang sedikit.8
Diagnosa
1. Endoscopy
Selain dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, Endoscopy merupakan pemeriksaan
penunjang yang dapat memberikan visualisasi lokasi tumor, ekstensi keterlibatan mukosa,
dan bopsi untuk diagnosis jaringan.
2. CT-Scan
Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk staging karsinoma gaster. 8
Penatalaksanaan
Standar terapi untuk karsinoma gaster adalah gastrectomy, berupa radical total
gastectomy dan subtotal radical gastrectomy. Tergantung pada penyebaran tumor dan mukosa
yang terkena. Radical total gastrecctomi lebih disukai karena morbiditas yang rendah. Karsinoma
gaster memberikan respon yang minimal terhadap terapi radiasi dan tidak memberikan respon
terhadap kemoterapi. 8

36

KESIMPULAN

Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anestesi
terbagi atas anestesi lokal, regional dan anestesi umum (general anestesi). Cara pemberian obat
anestesi dapat melalui beberapa cara berupa intravena, intra muscular dan inhalasi. General
anestesi dengan endotrakeal tube merupakan salaah satu teknik anestesi yang digunakan dengan
tujuan untuk mempertahankan jalan nafas dan memasukkan obat-obatan inhalasi selama operasi.
Cara anestesi ini dipilih karena beberapa pertimbangan dan salah satunya digunakan pada kasus
Gastrectomi yang disebabkan oleh karsinoma gaster.

37

DAFTAR39PUSTAKA

1. Latief A Said, 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta : Bagian
anestesiologi dan terapi intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 29- 54
& Hal : 133-146
2. Muhadi Muhiman,

1998. Anestesiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Hal: 59-102


3. Boulton B Thomas, 1994. Anestesiologi Edisi 10. Jakarta :EGC. Hal :5-37
4. Siahaan SM Oloan.2014. Anestesi Umum dan Anestesi Lokal. Medan : Fakultas
kedokteran UMI/ UNPRI. Hal :1-47
5. Siahaan SM Oloan. 2014. Terapi Cairan dan Transfusi Darah. Medan : Fakultas
Kedokteran UMI/UNPRI. Hal : 1-19
6. Mansjoer Arif. 2000. Kapita selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi ketiga.Jakarta : Media
Aesculapus. Hal :253- 260
7. Gunawan Gan Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan terapeutik Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Hal :122-138
8. Sabistin, David C. 1995. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC. Hal : 134-144
9. Catharina W., Pemasangan Endotracheal Tube , Lab Ketrampilan Medik/PPD-UNSOED,
dalam Brigade Siaga Bencana (BSB) RS dr. Sardjito. Ed. Materi Pelatihan General
emergency Life Support (GELS). Yogyakarta, 2004.

38
40

Anda mungkin juga menyukai