Asuransi jiwa adalah perjanjian untuk membayar sejumlah uang karena telah
diterimanya premi yang herhubungan dengan hidup atau matinya seseorang,
rensuransi termasuk di dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak
termasuk dalam asuransi jiwa.
Definisi Purwosutjipto berbeda dengan definisi yang terdapat dalam Pasal angka
(1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1 92. Perbedaan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dengan tegas di nyatakan bahwa
pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung
dan tertanggung, sedangkan Purwosutjipto menyebutnya penutup (pengambil)
asuransi dan penanggung.
b. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dinyatakan bahwa penanggung
dengan menerima premi memberikan pembayaran, tanpa menyebutkan kepada
orang yang ditunjuk sebagai penikmnya. Purwosutjipto menyebutkan membayar
l orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya.
Kesannya hanya untuk asuransi jiwa selama hidup, tidak termasuk untuk yang
berjangka waktu tertentu.
2.2 Polis Asuransi jiwa
Bentuk dan isi Polis
Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUHD, asruransi jiwa harus diadakan secara
tertulis dengan bentuk akta yang disebut polis. Menurut ketentuan pasal 304
KUHD, polis asuransi jiwa memuat:
a. Hari diadakan asuransi;
b. Nama tertanggung;
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan;
d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen;
e. Jumlah asuransi;
f. Premi asuransi.
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi
sama sekali bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD).
a. Hari diadakan asuransi
Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini
penting untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat diketahui
pula sejak hari dan tanggal itu risiko menjadi beban penanggung.
b. Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib
membayar premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi evenemen atau
apabila jangka waktu berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak
menerima sejumlah uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Selain
tertanggung, dalam praktik asuransi jiwa dikenal pula penikmat (beneficiary).
yaitu orang yang berhak menerima sejumlah uang tertentu dan penanggung
karena ditunjuk oleh tertanggung atau karena ahli warisnya, dan tercantum
dalam polis. Penikmat berkedudukan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan. Jiwa
tanpa badan tidak ada, sebaliknya badan tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa bagi
asuransi Jiwa. Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak berwujud,
yang hanya dapat dlkenal melalui wujud badannya. Orang yang punya badan itu
mempunyai nama yang jiwanya diasuransikan, baik sebagai pihak tertanggung
ataupun sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Namanya itu harus
dicantumkan dalam polis. Dalam hal ini, tertanggung dan orang yang jiwanya
diasuransikan itu berlainan.
d. Saat mulai dan berakhirriya evenemen
Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku
asuransi. artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung,
misalnya mulai tanggal 1 januari 1990 sampai tanggal 1 Januari 00, apabila
dalam jangka waktu itu terjadi evenemen, maka penanggung berkewajiban
membayar santunan kepada tertanggung atau orang yang ditunjuk sebagai
penikmat (beneficiary).
Jumlah Asuransi
Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat
diadakan asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung
kepada penikmat dalam hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada
tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi
evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUHD, perkiraan jumlah dan syaratsyarat asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara tertanggung
dan penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan
dan asas keseimbangan alam.asuransi jiwa dikesampingkan.
Premi Asuransi
Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung
kepada penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama
asuransi berlangsung. Besarnya jumlah premi asuransi tergantung pada jumlah
asuransi yang disetujui oleh tertanggung pada saat diadakan asuransi.
Penanggung, Tertanggung, Penikmat
Dalam hukum asuransi minimal terdapat 2 (dua) pihak, yaitu penanggung dan
tertanggung. Penanggung adalah pihak yang menanggung beban risiko sebagai
imbalan premi yang diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang
menjadi beban penanggung, maka penanggung berkewajiban mengganti
kerugian. Dalam asuransi jiwa, jika terjadi evenemen matinya tertanggung, maka
penanggung wajib membayar uang santunan, atau jika berakhirnya jangka
waktu usuransi tanpu terjadi evenemen, maka penanggung wajib membayar
sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adaiah
Perusahaan Asuransi Jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulanggan risiko
yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang diasuransikan.
Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan badan hukum milik swasta atau badan
hukum milik negara.
Asuransi dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan ini harus
dicantumkan dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga (the third party
interest theory), dalam asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan itu
disebut penikmat. Penikmat ini dapat berupa orang yang ditunjuk oieh
tentanggung atau ahli waris tertanggung. Munculnya penikmat ini apabila terjadi
Akan tetapi, apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi jiwa tidak terjadi
peristiwa meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sebagai pihak dalam
asuransi jiwa, berhak memperoleh pengembalian sejumlah uang dan
penanggung yang jumlahnya telah ditetapkan berdasarkan perjanjian dalam hal
ini terdapat perbedaan dengan asuraransi kerugian. Pada asuransi kerugian
apabila asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen, premi tetap menjadi hak
penanggung, sedangkan pada asuransi jiwa, premi yang telah diterima
penanggung dianggap sebagai tabungan yang dikembalikan kepada
penabungnya, yaitu tertanggung.
2.4 Asuransi Jiwa Berakhir
1. Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung
adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi
jiwa antara tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang
diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung
berkewajiban membayar uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh
tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak penanggung melunasi
pembayaran uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir.
Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang santunan, bukan
sejak meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen)? Menurut hukum perjanjian,
suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masingmasing pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa adalah perjanjian, maka
asuransi jiwa berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan sebagai akibat
dan meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak
terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim.
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu
terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu
berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, niaka beban risiko
penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa
penanggung akan mengembalikan sejumtah uang kepada tertanggung apabila
sampai jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain,
asuransi jiwa berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan
pengembalan sejumlah uang kepada tertanggung.
3. Karena Asuransi Gugur
Menurut ketentuan Pasal 306 KUHD:
Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi ternyata
sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak
mengetahui kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain,
Kata-kata bagian akhir pasal ini kecuali jika diperjanjiknn lain memberi peluang
kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini,
misalnya asuransi yang diadakan untuk tetap dinyalakan sah asalkan
tertanggung betul-betul tidak mengetahui telah meninggalnya itu. Apablia
asuransi jiwa itu gugur, bagaimana dengan premi yang sudah dibayar karena
penanggung tidak menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan kepada pihak-pihak
untuk memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk
kepentingan pihak ketiga.
Dalam Pasal 307 KUHD ditentukan:
Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi hukuman
mati, maka asuransi jiwa itu gugur.
Apakah masih dimungkinkan penyimpangan pasal ini?. Menurut Purwosutjipto,
penyimpangan dari ketentuan ini masih mungkin, sebab kebanyakan asuransi
jiwa ditutup dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung melakukan
prestasinya dalam hal ada peristiwa bunuh diri dan badan tertanggung asalkan
peristiwa itu terjadi sesudah lampau waktu 2 (dua) tahun sejak diadakan
asuransi. Penyimpangan ini akan menjadikan asuransi jiwa lebih supel lagi.
4. Karena Asuransi Dibatalkan
Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir.
Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan
pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan
tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai
dibayar ataupun sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila
pembatalan sebelum premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila
pembatalan setelah premi dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara
bulanan), bagaimana cara penyelesaiannya? Karena asuransi jiwa didasarkan
pada perjanjian, maka penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan
pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis
komentar (0)
REASURANSI
Diposkan oleh Catatan Kampus Unhalu on 01.55
<!--[if !supportLists]-->A. Pengertian Reasuransi dan Prinsip-prinsip dalam
Hubungan Antara Penanggung dan Penanggung Ulang Dalam Perjanjian
Reasuransi<!--[endif]-->
Bila dalam asuransi telah didapatkan suatu definisi sebagaimana yang
termaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Kepailitan pasal 246
dan kemudian telah diperbaharui dalam Undang-undang Republik Indonesia No.
2 Tahun 1992 Tentang Usaha Pereasuransian pada Bab I Ketentuan Umum Pasal
1 ayat 1 dalam hal reasuransi hingga saat ini belum terdapat defenisi yang telah
dibakukan.
Pengertian reasuransi sebagaimana tersimpul dalam KUHD Pasal 271 tersebut
tampak sejiwa dan seirama dengan dikemukakan oleh pakar reasuransi Robert I
Mehr dan E. Cammack dalam buku yang berjudul Principles of Insurance yang
menyatakan: Reinsurance is the insurance of the insurance (Ref. page no.
723), artinya reasuransi adalah asuransi dari asuransi atau asuransinya
asuransi (A.J. Marianto 1997).
Selanjutnya Robert I Mehr and Emerson cammack memberikan suatu contoh
atau suatu penjelasan sebagai berikut : When a company has received from an
agent a volume of insurance on a given property or in a given area, in excess of
the amount it wishes to retain an its book, it can reinsure the contract (jika
suatu perusahaan asuransi menutup risiko atau dia menutup risiko-risiko disuatu
memberi dan penaggung ulang sepakat wajib menerima seluruh atau sebagian
risiko yang diberikan kepadanya. Seperti halnya asuransi, perjanjian
pertanggungan ulang juga bersifat timbale balik. Perjanjian ini menimbulkan hakhak dan kewajiban-kewajiban antara kedua pihak. Oleh karena itu penanggung
ulang juga berhak menerima seluruh atau sebagian premi yang diterima oleh
penanggung pertama berdasarkan polis yang telah diterbitkan.
c. Pengertian reasuransi dari aspek keuangan<!--[endif]-->
Dari gejala ekonomi, maksud dan tujuan penanggung mengadakan perjanjian
reasuransi dengan mengalihkan seluruh atau sebagian risiko yang diterimanya
karena perjanjian asuransi kepada para penanggung lainnya adalah untuk
mengubah suatu ketidakpastian agar menjadi lebih pasti, demi kesinambungan
usahanya dalam menghadapi segala kemungkinan atau peluang kewajiban
membayar ganti rugi atau santunan yang besar yang dapat menimbulkan hasil
underwriting yang buruk dan memperngaruhi keadaan keuangan.
Reasuransi memiliki bebrapa fungsi yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :
<!--[if !supportLists]-->(1) Memberi jaminan atau perlindungan kepada
penanggung dari kerugian-kerugian underwriting yang dapat sewaktu-waktu
membahayakan likuiditas, solvabilitas, dan kelestarian kegiatan usaha mereka.
<!--[endif]-->
<!--[if !supportLists]-->(2) Menaikkan kapasitas akseptasi perusahaan asuransi
atas risiko-risiko yang melampaui batas kemampuannya karena kelebihan
tanggung-gugat yang tidak bisa mereka tampung sendiri akan dijamin oleh
penanggung ulang yang telah bersedia menampungnya.<!--[endif]-->
<!--[if !supportLists]-->(3) Sebagai alat penyebar resiko, baik
reasuransi dalam negeri maupun dipasaran luar negeri.<!--[endif]-->
dipasaran
satu prinsip lainnya yang disebut prinsip / asas Follow the fortunes of the ceding
company. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan dibawah ini :
<!--[if !supportLists]-->1. Prinsip itikad baik<!--[endif]-->
Semua perjanjian dilakukan berdasarkan itikad baik, termasuk perjanjian
asuransi dan reasuransi. Berdasarkan prinsip ini, kedua pihak baik penanggung
pertama (ceding company) maupun penanggung ulang (reinsurer), wajib
melakukan sesuatu yang tidak bertentangan atau tidak melanggar undangundang.
Yang dimaksud dengan melakukan sesatu dalam pelaksanaan perjanjian
reasuransi adalah bahwa pihak penaggung wajib pula melakukan pengungkapan
dan atau memberitahukan segala data dan keterangan tentang objek dan atau
kepentingan yang ditanggung olehnya. Tidak diperkenankan menyembunyikan
segala data atau keterangan yang selayaknya diketahui oleh penanggung ulang
berhubungan dengan keikutsertaan mereka dalam menanggung seluruh atau
sebagian resiko.
Apabila ceding company telah melakukan kesengajaan menyembunyikan fakta,
berarti mereka telah melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan
undang-undang atau melanggar itikad baik yang dapat menyebabkan
dibatalkannya perjanjian reasuransi yang telah terbentuk. Lebih-lebih bila terjadi
unsur penipuan, perjanjian reasuransi yang telah dibentuk akan menjadi batal
dengan sendirinya menurut hukum sebagaimana yang telah diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1321.
<!--[if !supportLists]-->2. Prinsip kepentingan yang dapat dipertanggungkan<!-[endif]-->
Selain berlaku pada perjanjian asuransi, asas ini juga berlaku pada perjanjian
reasuransi. Dengan melakukan atau menerima penutupan pertanggungan, pihak
penanggung telah memilki kepentingan yang timbul karena adanya perikatan,
yaitu tanggungjawab / gugat atas klaim yang terjadi akibat peristiwa yang
diperjanjikan. Dengan perkataan lain, penanggung akan selalu menghadapi
kemungkinan terjadinya tuntutan ganti rugi yang dapat timbul setiap saat atas
pertanggungan yang ditutupnya. Oleh karena itu, berdasarkan KUHD Pasal 271,
penanggung berhak sekali lagi mempertanggungkan ulang / kembali
pertanggungan yang ditutupnya.
<!--[if !supportLists]-->3. Prinsip ganti rugi<!--[endif]-->
Sebagian yang berlaku pada perjanjian pertanggungan, penggantian dan atau
pemulihan yang dapat dilaksanakan oleh para penanggung ulang hanya terbatas
pada kerugian sebenarnya yang dibayarakan oleh penanggung pertama kepada
tertanggung asli sesuai dengan persyaratan dan ketentuan polis yang berlaku
serta sah menurut hukum. Jumlah penggantian yang dibayar oleh para
penanggung ulang kepada penanggung pertama haruslah sebanding dengan
saham atau penyertaannya dalam reasuransi.
<!--[if !supportLists]-->4. Prinsib subrogasi <!--[endif]-->
Berdasarkan prinsip ini, penanggung yang telah melakukan pembayaran ganti
kerugian yang sah pada tertanggung berhak menggantikan kedudukan pihak
tertanggung untuk memperoleh pemulihan dan atau menuntut ganti rugi kepada
Komisi
reasuransi
(reinsurance
commission)<!--
Oleh karena itu, pihak pemberi sesi wajib memiliki kemampuan yang tinggi
dalam menilai atau mengkaji suatu resiko, yaitu sampai seberapa jauh MPL yang
sebenarnya dari resiko yang mereka jamin.
HUKUM KEPAILITAN
UU NO 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG
Maksud & tujuan UUK-PKPU:
1.Untuk melindungi kepentingan Kreditur yakni pelunasan kewajiban oleh
Debitur (Termohon Pailit).
2. Untuk menghindari perebutan harta Debitur (Termohon Pailit) apabila dalam
waktu yang sama ada beberapa Kreditur yang menagih piutangnya dari Debitur;
oleh
beberapa
pihak
Permohonan tersebut diatas harus diajukan oleh seorang advokat dalam hal:
Pasal 6 :mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan.
Pasal 10 :mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk:
a. meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor;
atau
b. menunjuk Kurator sementara untuk mengawasi:
1) pengelolaan usaha Debitor; dan
2) pembayaran kepada Kreditor, pengalihan, atau pengagunan kekayaan Debitor
yang dalam kepailitan merupakan wewenang Kurator.
Pasal 11 :Mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung
Pasal 12 :Menyampaikan memori kasasi
Pasal 43 :Memintakan pembatalan kepada Pengadilan perihal hibah yang
dilakukan Debitur.
Pasal 56 :Mengajukan penangguhan terhadap Hak eksekusi kreditur dan hak
pihak ketiga.
Pasal 57 & 58 :Mengajukan permohonan kepada Kurator untuk mengangkat
penangguhan atau mengubah syarat penangguhan, dan apabila kurator menolak
dapat mengajukan permohonan tersebut kepada Hakim Pengawas.
Pasal 68 :Mengajukan permohonan banding ke pengadilan terhadap penetapan
Hakim Pengawas.
Pasal 161 :Mengajukan kasasi terhadap putusan pengadilan.
Pasal 171 :Mengajukan tuntutan pembatalan perdamaian.
Pasal 207 :Mengajukan pemohonan kepailitan harta peninggalan.
Permohonan Pernyataan Pailit oleh Debitur Perseroan Terbatas
Direksi dari suatu Perseroan Terbatas diberikan kewenangan oleh Undangundang untuk melakukan pengurusan terhadap perseroan baik di dalam maupun
diluar pengadilan. Namun Direksi tidak berwenang untuk mengajukan
permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada pengadilan niaga sebelum
memperoleh persetujuan dari RUPS sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal
104 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Permohonan Sita Jaminan
Pasal 10 ayat (1) UUK-PKPU memberikan ketentuan yang memungkinkan kreditur
atau Kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, Menteri Keuangan pemohon
pernyataan pailit untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk:
a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruhnya kekayaan debitur;
atau
b. Menunjuk Kurator sementara untuk:
Yang dimaksud dengan fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana
adalah adanya fakta dua atau lebih kreditur dan fakta utang yang telah jatuh
waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang
didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi
dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (7) UUK-PKPU bahwa putusan pengadilan niaga
(putusan pengadilan tingkat pertama) diberi daya serta-merta atau uivoerbaar
bij voorraad. Sekalipin putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum
tetap tetapi putusan itu telah seketika dapat dilaksanakan oleh curator meskipun
terhadap putusan terebut diajukan suatu upaya hukum.
Tugas, wewenang dan
pemberesan kepailitan
tanggung
jawab
Kurator
dalam
pengurusan
dan
sehubungan dengan piutang yang telah diakui (guarantor), sejauh tidak dibantah
oleh debitur pailit sesuai dengan Pasal 132 sebagaimana ternuat dalam berita
acara rapat pencocokan piutang.
Restrukrurisasi Utang
Kesepakatan antara debitur dan para kreditur mengenai isi rencana perdamaian
dapat mengambil berbagai bentuk restrukturisasi utang yaitu sebagai berikut:
1. Penjadwalan kembali pelunasan utang (rescheduling); termasuk pemberian
masa tenggang (grace period) yang baru atau pemberian moratorium kepada
debitur.
2. Persyaratan kembali perjanjian utang (reconditioning).
3. Pengurangan jumlah utang pokok (haircut).
4. Pengurangan atau pembebasan jumlah bunga yang tertunggak, denda, dan
biaya-biaya lain.
5. Penurunan tingkat suku bunga.
6. Pemberian utang baru.
7. Konvensi utang menjadi modal perseroan (debt for equity conversion atau
disebut juga debt equity swap).
8. Penjualan aset yang tidak produktif atau yang tidak langsung diperlukan untuk
kegiatan usaha perusahaan debitur untuk melunasi utang.
9. Bentuk-bentuk lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Dalil Umum yang digunakan untuk membuktikan tidak terbuktinya Permohonan
Paillit
Tidak ada utang
Utang belum jatuh tempo
Tidak ada kreditur lain
Mengajukan PKPU
Exceptio non adimpleti contractus; Karena pihak yang satu tidak melakukan
kewajiban, pihak lain mempunyai hak menghentikan kewajiban yang belun
dilaksanakan.
Berakhirnya Kepailitan
Pembatalan oleh Putusan Kasasi atau PK
Likuidasi
Penutupan/ Pencabutan: Hanya terdapat sedikit atau sama sekali tidak ada
asset.
Perdamaian