Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Badan layanan umum adalah instansi di lingkungan pemerintah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktivitas. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, tujuan BLU adalah
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan

umum

dan

mencerdaskan

kehidupan

bangsa

dengan

memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip


eknomi dan produktivitas dan penerapan praktik bisnis yang sehat. Praktik
bisnis yang sehat artinya berdasarkan kaidah manajemen yang baik mencakup
perencanaan,

pengorganisasian,

pelaksanaan,

pengendalian

dan

pertanggungjawaban. Secara umum asas badan layanan umum adalah


pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi induknya.
Badan layanan umum harus mempunyai syarat subtantif,
persyaratan teknis dan persyaratan administratif. Sesuai dengan syarat-syarat
BLU bahwa yang dimaksud dengan persyaratan substantif, persyaratan teknis
dan persyaratan admnistratif adalah berkaitan dengan standar layanan,
penentuan tarif layanan, pengelolaan keuangan,tata kelola semuanya harus
berbasis kinerja.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian dan Manfaat Unit Cost

2.1.1

Pengertian Unit Cost

Secara sederhana unit cost dapat diartikan sebagi biaya per unit produk atau biaya
per

pelayanan.

Sedangkan

menurut

Hansen&Mowen

(2005)

unit

cost

didefinisikan sebagai hasil pembagian antara total cost yang dibutuhkan dengan
jumlah unit produk yang dihasilkan. Produk yang dimaksud dapat berupa barang
ataupun jasa.
UC=

TC
Q

Penentuan besar unit cost pada institusi sektor publik berbeda-beda berdasarkan
jenis layanan yang diberikan. Secara umum, unit cost diperoleh dari jumlah biaya
yang diberikan untuk memberikan layanan dibagi jumlah unit layanan yang
diberikan. Namun komponen-komponen biaya yang dapat dibebankan untuk
menghasilkan layanan berbeda beda untuk masing masing jenis layanan.
Komponen biaya tersebut diatur lebih lanjut oleh peraturan peraturan yang
terkait.
Tujuan dari penentuan unit cost ini adalah untuk mengetahui nilai rupiah yang
digunakan atau layak dibebankan untuk menghasilkan suatu produk/jasa yang
diberikan kepada masyarakat.
Hasil perhitungan biaya satuan (unit cost) terdapat dua macam biaya satuan yaitu
biaya satuan normatif dan biaya satuan aktual
1. Unit Cost Normatif
Disusun dengan terlebih dahulu menghitung prediksi beberapa besar biaya
tetap dan berapa besar biaya variabel. Untuk mendapat biaya tetap per satuan
produksi dihitung dengan membagi total biaya tetap dengan tanpa merubah
biaya tetap total atau tanpa perlu penambahan kapasitas. Sedangkan untuk
mendapatkan biaya variabel per satuan dihitung dengan menelusur beberapa
biaya variabel yang dibutuhkan per satuan produksi atau dengan membagi

total biaya variabel dengan jumlah output yang akan diproduksi dengan total
biaya variabel tersebut
2. Unit Cost Aktual
Suatu hasil perhitungan berdasarkan atas pengeluaran nyata untuk
menghasilkan produk pada kurun waktu tertentu. Biaya satual actual dapat
dijadikan dasar dalam penetapan tarif pelayanan kesehatan, namun perlu
mempertimbangkan

kemampuan

membayar

(ability

to

pay)

dan

ketidakmampuan membayar (willingness to pay) dari masyarakat.


2.1.2

Manfaat Unit Cost

Sistem akuntansi biaya mengukur dan mengalokasikan biaya, dengan demikian


unit cost dapat ditentukan. Unit cost ini merupakan informasi yang sangat penting
bagi suatu entitas. Dengan penghitungan unit cost, efisiensi dan kinerja suatu
entitas dapat dimonitor dengan baik. Selain itu dengan penghitungan unit cost
akan dihasilkan informasi mengenai biaya per item, sehingga akan lebih
memudahkan dalam membuat strategi, penganngaran maupun berbagai keputusan
penting lainnya.

Manfaat unit cost bagi Institusi Pemerintah:

Dasar dalam proses perencanaan dan penganggaran


Mengetahui efisiensi dan efektivitas pengelolaan belanja
Dasar penentuan tarif layanan dan argumentasinya kepada masyarakat
Dasar dalam menentukan subsidi

Manfaat unit cost bagi masyarakat:

Mengetahui dasar pengenaan tarif yang dikenakan kepada masyarakat


Dapat mengevaluasi efisiensi dan efektivitas pelayanan dari segi biaya yang
dikenakan
Dapat mengetahui peran anggaran pemerintah dalam pelaksanaan programprogram
yang diberikan kepada masyarakat
2.2Pembebanan Biaya
2.2.1

Pengertian Biaya

Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk barang
atau jasa yang diharapkan membawa keuntungan masa kini dan masa
datang untuk organisasi. Kita sebut ekuivalen kas karena aset non kas
dapat ditukar untuk barang atau jasa yang diinginkan. Misalnya, untuk
menukar peralatan dengan bahan baku yang digunakan dalam produksi.
2.2.2

Objek Biaya
Sistem akuntansi manajemen dirancang untuk mengukur dan

membebankan biaya pada entitas, disebut objek biaya. Objek biaya adalah
segala hal, seperti produk, pelanggan, departemen, proyek, kegiatan, dan
lain-lain, kemana biaya-biaya diukur dan dibebankan.
Suatu kegiatan adalah suatu unit dasar dari kerja yang
dilakukan dalam suatu organisasi. Kegiatan dapat pula didefinisikan
sebagai keseluruhan tindakan dalam organisasi yang berguna bagi manajer
untuk maksud perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan.
2.2.3

Perilaku Biaya

Berikut ini tiga jenis perilaku biaya:


1. Biaya variabel (variable cost).
Biaya variabel yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding
dengan perubahan aktivitas dan volume produksi,sementara jumlah per
unitnya tidak berubah.Berdasarkan definisi bdiatas dapat ditekankan
bahwa:
a. Biaya variabel total berubah proporsional dengan perubahan
aktifitas.
b. Biaya variabel per unit tidak berubah walaupun aktivitas berubah.
2. Biaya tetap (fixed cost).
Biaya tetap yaitu biaya yang jumlah totalnya tidak terpengaruh oleh
tingkat aktivitas dalam kisaran relevan (relevan range) teertantu.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa:
a. Jumlah biaya tetap total tidak berubah dalam kisaran relevan
tertentu meski tingkat aktivitas berubah.

b. Biaya tetap per unit berubah dengan berubahnya tingkat aktifitas.


3. Biaya campuran (mixed cost).
Biaya campuran adalah biaya yang memiliki karakteristik biaya
variabel sekaligus biaya tetap.Sebagian dari biaya campuran berubah
mengikuti perubahan aktifitas secara proporsional.sementara,sebagian
yang lain tidak berubah meski tingkat aktivitasnya berubah.contoh
biaya campuran yaitu biaya pegawai penjualan dan biaya listrik.
2.2.4

Persoalan dalam Pembebanan Biaya

Ada setidaknya dua persoalan dalam pembebanan biaya, yakni:


1. Keakuratan Pembebanan
Pembebanan biaya secara akurat pada obyek biaya adalah hal yang sangat
penting. Pentingnya keakuratan pembebanan tidaklah didadasarkan pada
berapa biaya yang terjadi. Namun lebih didasarkan pada konsep relatif yang
menyangkut kelogisan metode pembebanan biaya. Tujuannya adalah untuk
mengukur dan membebankan seakurat mungkin biaya sumber daya kepada
obyek biaya. Artinya bahwa apa yang dibebankan sesuai dengan apa yang
dikonsumsi.
Pembebanan yang terdistorsi dapat menghasilkan evaluasi yang salah dan
keputusan yang salah pula. Evaluasi yang akurat mengenai biaya yang
dikeluarkan dan dikonsumsi oleh divisi pemeliharaan merupakan hal mendasar
untuk analisis. Gambaran biaya yang lebih hitung dapat mengarah pada
keputusan menutup divisi pemeliharaan dan menyerahkan pada perusahaan
outsourching. Namun, pembebanan biaya yang lebih akurat mungkin saja akan
merekomendasikan hal yang sebaliknya. Bagaimanapun, pembebanan yang
buruk terbukti memakan biaya.
2. Ketertelusuran Biaya
Hubungan antara biaya dan obyek biaya dapat digunakan untuk membantu
meningkatkan keakuratan pembebanan biaya, baik biaya yang secara langsung
maupun yang tidak langsung berhubungan dengan obyek biaya. Berdasarkan
ketertelusurannya, biaya dikelompokkan menjadi dua yaitu, pertama, biaya
langsung adalah biaya yang dapat dengan mudah dan akurat ditelusuri ke

obyek biaya. Mudah ditelusuri berarti biaya-biaya tersebut dapat dibebankan


dengan cara seekonomis mungkin. Secara akurat ditelusuri berarti bahwa biaya
dibebankan dengan menggunakan hubungan penyebab. Oleh karena itu arti
dapat ditelusuri adalah kemampuan untuk membebankan biaya secara
langsung pada obyek biaya dengan cara ekonomis yang memungkinkan dengan
sarana hubungan penyebab. Semakin banyak biaya yang dapat ditelusuri,
semakin akurat pembebanan biaya yang dilakukan. Kedua, biaya tidak
langsung adalah biaya-biaya yang tidak dapat dengan mudah dan akurat
ditelusuri ke obyek biaya
2.2.5

Metode Pembebanan Biaya

Penelusuran berarti bahwa biaya-biaya dapat dibebankan dengan mudah dan


akurat. Penelusuran adalah pembebanan biaya aktual pada obyek biaya dengan
menggunakan ukuran yang dapat diamati dari sumber daya yang dikonsumsi oleh
obyek biaya. Penelusuran biaya ke obyek biaya dapat dilakukan dengan salah satu
dari dua metode berikut
1. Penelusuran Langsung
Penelusuran langsung adalah proses indentifikasi dan pembebanan biaya pada
obyek biaya yang secara spesifik atau fisik berhubungan dengan obyek biaya.
Sebagai contoh, produk adalah obyek biaya. Biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung untuk membuat produk tersebut merupakan biaya yang
dapat diamati dan diidentifikasi secara fisik. Oleh karenanya biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerja langsung dapat dikenakan secara langsung pada produk.
Idealnya semua biaya harus bisa dikenakan secara langsung pada obyek biaya
dengan menggunakan metode penelusuran langsung. Akan tetapi, yang terjadi
sering tidak mungkin untuk dapat secara fisik mengamati jumlah pasti sumber
daya yang dikonsumsi.
2. Penelusuran Pendorong
Sehubungan dengan kenyataan bahwa tidak semua biaya dapat diamati secara
fisik pada obyek biaya, maka untuk mengamati dan mengukur konsumsi
sumber daya dari obyek biaya digunakan pendekatan pertimbangan sebab
akibat atau disebut pendorong/ penggerak. Pendorong/ penggerak adalah faktor
yang menyebabkan perubahan pada penggunaan kegiatan, biaya dan

pendapatan. Penelusuran pendorong/ penggerak adalah penggunaan pendorong/


penggerak untuk membebankan biaya-biaya pada obyek biaya. Penggerak
adalah faktor penyebab yang dapat diamati dan yang mengukur konsumsi
sumber daya objek biaya. Penggerak adalah faktor yang menyebabkan
perubahan dalam penggunaan sumber daya, dan memiliki hubungan sebab
akibat dengan biaya yang berhubungan dengan objek biaya. Meskipun kurang
tepat dibandingkan penelusuran langsung, namun bila hubungan sebab akibat
logis maka tingkat keakuratan yang tinggi dapat diharapkan.
Penelusuran pendorong/ penggerak menggunakan dua jenis pendorong/
penggerak untuk menelusuri biaya pada obyek biaya yakni:
a) Pendorong/ penggerak sumber daya. Pendorong sumber daya mengukur
permintaan akan sumber daya oleh kegiatan dan digunakan untuk
membebankan biaya sumber daya pada kegiatan. Misalnya kegiatan
memelihara mesin. Kegiatan ini mengkonsumsi sumber daya seperti
onderdil, peralatan, listrik tenaga kerja, dll. Biaya peralatan mungkin
dapat ditelusuri secara langsung pada kegiatan memelihara. Namun biaya
listrik dan tenaga kerja mungkin tidak dapat ditelusuri secara langsung
b)

Pendorong/ penggerak kegiatan. Pendorong kegiatan mengukur


permintaan akan kegiatan menurut obyek biaya dan digunakan untuk
membebankan biaya kegiatan pada obyek biaya. Misalnya untuk
membebankan biaya kegiatan pemeliharaan pada obyek biaya departemen
produksi dapat menggunakan jumlah jam pemeliharaan.

Penelusuran pendorong/ penggerak merupakan kunci dari pendekatan


pembebanan biaya yang dikenal dengan Perhitungan Harga Pokok Berdasarkan
Kegiatan. Perhitungan Harga Pokok Berdasar Kegiatan membebankan biaya
pada obyek biaya dengan penelusuran biaya, pertama, pada kegiatan dan
kemudian penelusuran biaya pada obyek biaya.
3. Alokasi Biaya
Biaya tidak langsung tidak dapat ditelusuri ke obyek biaya karena tidak ada
hubungan penyebab antara biaya dan obyek biaya. Pembebanan biaya tidak

langsung ke obyek biaya disebut Alokasi Biaya. Karena tidak ada hubungan
penyebab antara biaya dan obyek biaya maka pengalokasian biaya tidak
langsung didasarkan hubungan dekat atau beberapa asumsi. Pengalokasian
biaya tidak langsung yang dilakukan secara acak akan mengurangi
keakuratan secara keseluruhan dari pembebanan biaya. Yang terbaik
mungkin hanya mebebankan biaya tidak langsung yang dapat ditelusuri
pada obyek biaya. Namun untuk kepentingan pelaporan eksternal alokasi
biaya tidak langsung pada obyek biaya perlu dilakukan. Secara ringkas
hubungan

antara

ketiga

metode

Metode

Penelusuran

Langsung,

Penelusuran Pendorong/ Penggerak dan Alokasi Biaya dengan pembebanan


pada obyek biaya dapat digambarkan sebagai berikut:

2.2.6 Hubungan Antara Kegiatan, Pendorong/ Penggerak Biaya dan Perilaku


Biaya
Setiap kegiatan memiliki masukan dan keluaran. Masukan kegiatan dalah sumber
daya yang dikonsumsi oleh kegiatan dalam menghasilkan keluaran. Masukan
kegiatan adalah semua faktor yang memungkinkan kegiatan tersebut dilakukan.
Masukan kegiatan setidaknya dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori
yakni bahan baku, energi, tenaga kerja dan modal yang digunakan untuk
menghasilkan keluaran. Keluaran kegiatan adalah hasil atau produk dari kegiatan.

Ukuran Kegiatan/ Aktivitas

Ukuran keluaran kegiatan merupakan ukuran keluaran yang dikuantifikasi


dengan memberikan suatu penilaian jumlah waktu kegiatan yang dilakukan.
Misalnya dalam hal kegiatan memindah barang maka jumlah perpindahan
adalah ukuran keluaran dari kegitatan tersebut. Ukuran keluaran secara efektif
merupakan ukuran permintaan yang dilakukan pada kegiatan dan karenanya
pula berhubungan dengan pendorong/ penggerak kegiatan. Identifikasi ukuran
keluaran kegiatan dilakukan dengan cara mengklasifikasikan kegiatan ke dalam
salah satu empat kategori berikut: Tingkat unit, tingkat batch, tingkat produk
dan tingkat fasilitas. Klasifikasi ini berguna karena biaya kegiatan berhubungan
dengan tingkat tanggapan yang berbeda terhadap jenis pendorong/ penggerak
kegiatan yang berbeda. Berikut beberapa konsep tentang kegiatan dan
kaitannya dengan penggerak biaya.

Kegiatan/ AktivitasTingkat Unit


Kegiatan tingkat unit adalah kegiatan yang dilakukan setiap kali suatu unit
diproduksi atau dibuat. Contoh kegiatan tingkat unit adalah pencucian,
pengasahan, pemolesan merupakan kegiatan tingkat unit. Ukuran keluaran dari
kegiatan tingkat unit, mengacu pada pendorong tingkat unit misalnya unit
produk, jam tenaga kerja langsung atau jam mesin.

Kegiatan/ Aktivitas Tingkat Batch


Kegiatan tingkat batch adalah kegiatan yang dilakukan setiap kali suatu batch
barang diproduksi. Biaya kegitan tingkat batch bervariasi terhadap jumlah
batch tetapi bersifat tetap dalam kaitannya dengan jumlah unit pada setiap
batchnya. Contoh kegiatan tingkat batch diantaranya pemeriksaan, rencana
produksi, penanganan bahan baku dll. Ukuran keluaran untuk kegiatan tingkat
batch disebut pendorong tingkat batch. Pendorong tingkat batch mungkin saja
dapat dalam bentuk jumlah batch, jam pemeriksaan, jumlah pesanan produksi
atau jumlahn perpindahan.

Kegiatan/ Aktivitas (Penunjang) Tingkat Produk

Kegiatan (penunjang) tingkat produk adalah kegiatan yang dilakukan jika


diperlukan untuk mendukung untuk menghasilakn berbagai produk. Kegiatankegiatan ini mengkonsumsi masukan untuk membangun produk dan
memungkinkan produk untuk diproduksi dan dijual. Kegiatan-kegiatan ini
termasuk biayanya cenderung meningkat seiring dengan peningkatan
keragaman produk.

Kegiatan/ Aktivitas Tingkat Fasilitas.


Kegiatan tingkat fasilitas adalah kegiatan yang menunjang proses produksi
umum pabrik. Contohnya penyediaan fasilitas, perawatan taman, kebersihan,
kemanan pabrik dll. Kegiatan kategori ini sangat sulit menentukan ukuran
keluarannya. Yang mungkin dipakai sebagai ukuran misalnya ukuran ruang,
luas taman, jumlah tenaga pengaman, dll.

2.3

Perhitungan Unit Cost Layanan


Biaya satuan (unit cost) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk

melaksanakan kegiatan produksi atau menghasilkan jasa atau kegiatan. Biaya


satuan (unit cost) diperoleh dengan cara membagi total biaya (total cost) dengan
jumlah produk (quantity). Biaya satuan adalah biaya yang dihitung untuk satu
satuan produk pelayanan, diperoleh dengan cara membagi biaya total (total cost)
dengan jumlah produk (quantity) atau total output. Berikut adalah rumus untuk
mendapatkan biaya satuan (unit cost):

Perhitungan biaya satuan yang didasarkan atas pengeluaran nyata terhadap


produk atau pelayanan pada suatu kurun waktu tertentu disebut biaya satuan
aktual (actual unit cost). Biaya satuan aktual disebut juga biaya rata-rata (average
cost)

yang

berguna

untuk

menilai

efisiensi

produksi,

yaitu

dengan

membandingkannya dengan biaya rata-rata di Rumah Sakit lain dan biaya satuan
ini dapat diperoleh dengan rumus berikut:

Disamping itu, ada juga biaya satuan normatif (normative unit cost) yaitu
biaya satuan yang secara normatif dihitung untuk menghasilkan suatu jenis
pelayanan kesehatan menurut standar baku. Biaya satuan normatif ini terlepas dari
apakah pelayanan kesehatan tersebut dipergunakan oleh pasien atau tidak. Biaya
satuan normatif ini berguna untuk menemukan tarif (pricing) ini dapat diperoleh
dengan rumus berikut:

Menurut Alimin Maidin (2000), langkah awal sebelum menghitung


besaran biaya satuan (unit cost) adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi Pusat Biaya
Pusat biaya di Rumah Sakit adalah setiap unit struktural maupun
fungsional di Rumah Sakit yang menggunakan biaya dalam pelaksanaan
kegiatannya. Umumnya pusat biaya ini dapat dikelompokkan menjadi:
a. Pusat biaya produksi
Pusat biaya produksi adalah unit atau tempat dimana biaya langsung (direct cost)
dipergunakan atau biaya yang terdapat pada unit-unit yang menghasilkan output
atau produksi. Contohnya unit rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, kamar
operasi, hemodialisa, ICU/ICCU, laboratorium, radiologi, apotik dan lain-lain.
b. Pusat biaya penunjang
Pusat biaya penunjang dan pendukung unit atau tempat dimana biaya-biaya tidak
langsung (indirect cost) dipergunakan biaya yang terdapat pada unit-unit yang
menunjang produksi. Contohnya bagian administrasi, bagian pendaftaran atau
loket karcis, bagian keuangan, dapur, gizi, dan laundry.
c. Pengumpulan data biaya
Data biaya dikumpulkan dari semua sumber yang ada, baik dari laporan keuangan
maupun perincian biaya di setiap pusat biaya. Data biaya diuraikan dalam
komponen-komponen biaya, misalnya biaya personil, pemeliharaan, investasi, dan
lain sebagainya. Keberhasilan pengumpulan data sangat tergantung pada setiap
sistem perencanaan yang dilaksanakan di Rumah Sakit tersebut.

d. Perhitungan Biaya Asli


Perhitungan besarnya biaya asli diperoleh dari setiap unit penunjang dan produksi
yang diuraikan menurut jenis biaya (investasi dan operasional) dan komponenkomponennya. Komponen biaya investasi diantaranya biaya untuk gedung, alat
medis, kendaraan, dll. Komponen biaya operasional antara lain biaya untuk gaji
atau honor, obat, bahan habis pakai maupun non obat. Biaya asli setiap unit ini
dihitung untuk semua biaya yang telah digunakan untuk waktu tertentu, biasanya
selama satu tahun.
e. Pendistribusian Biaya
Biaya asli di setiap unit penunjang dipindahkan ke setiap unit produksi yang
terkait. Pada dasarnya unit penunjang akan memindahkan biaya aslinya secara
berbeda jumlahnya ke unit produksi terkait. Apabila seluruh biaya asli unit
penunjang telah di pindahkan ke unit produksi terkait, maka tidak ada lagi biaya
tersisa di satu unit penunjang. Dua langkah penting dalam melakukan
pendistribusian biaya, yaitu:
2. Melakukan identifikasi hubungan atau kaitan antar unit penunjang dan unit
produksi.
3. Menentukan ukuran dasar alokasi yang akan digunakan, artinya kalau
ingin mengalokasikan biaya dari bagian administrasi ke unit lainnya, maka
tentukan dahulu ukuran dasar yang akan dipakai, dalam hal ini biasanya
jumlah pegawai. Contoh acuan untuk dasar alokasi dari unit penunjang
adalah sebagai berikut:

Administrasi: jumlah pegawai

Dapur: jumlah porsi makan

Laundry: jumlah potongan pakaian atau kg cucian

Kebersihan: jumlah meter persegi luas lantai dan lain-lain.

Adapun beberapa metode yang dapat digunakan mendistribusikan biaya dari unitunit penunjang ke unit produksi dari metode yang sederhana sampai yang amat
rumit, antara lain sebagai berikut:
a) Simple Distribution Method

Metode ini adalah yang paling sederhana dalam pelaksanaan perhitungan


metode ini mengabaikan adanya kemungkinan kaitan antara unit penunjang
dengan unit produksi.
Dengan demikian, akan terjadi alokasi biaya dari unit penunjang ke unit
produksi dengan menggunakan dasar alokasi yang sesuai dengan unit penunjang
masing-masing.
b) Stepdown Method
Perbedaan dasar metode ini dengan simple distribution method yaitu pada
pengakuan metode ini terhadap adanya secara nyata hubungan atau kaitan antara
unit penunjang itu sendiri.
Dengan demikian, dalam perhitungan akan lebih kompleks dibandingkan
dengan simple distribution, kaitan antara sesama unit penunjang dan unit produksi
ini harus terlebih dahulu ditentukan, dalam hal ini harus ditentukan unit penunjang
mana yang paling banyak memberikan kontrubusinya akan diletakan pada urutan
tertinggi

dalam

susunan

alokasi

biaya,

sedangkan

yang

paling

kecil

konnstribusinya akan diletakan pada urutan yang paling bawah.


Dalam proses alokasi selanjutnya, sesuai unit penunjang yang paling
banyak konstribusinya telah dialokasikan biaya aslinya, maka unit ini tidak akan
mendapat alokasi lagi dari unit diperingkat lebih rendah.
c) Double Distribution Method
Secara teknis metode ini hampir sama dengan stepdown method,
perbedaannya hanya pada cara alokasi biaya yang dilakukan pada dua tahap.
Selain itu adanya konstribusi antara unit penunjang dilakukan secara nyata artinya
dalam hal ini biaya aslinya.
Metode distribusi ganda merupakan metode pengalokasian biaya pada
pusat biaya penunjang dan didistribusikan kepada pusat biaya produksi melalui
dua kali pentahapan yaitu:

Tahap I: Distribusi kepada sesama pusat biaya penunjang.

Tahap II: Distribusi kepada sesama pusat biaya produksi.

Dengan demikian, pada unit penunjang tersebut mempunyai kemungkinan


mendapat biaya alokasi dari unit penunjang lainnya. Pada tahap kedua, seluruh

biaya yang ada di unit penunjang dipindahkan ke seluruh unit produksi terkait
untuk mendapatkan biaya total dari unit produksi.
Setelah didapat biaya asli dan biaya alokasi yang didapat maka biaya satuan
dari jasa layanan tersebut dapat diketahui dengan membagi jumlah layanan yang
diberikan unit tersebut selama kurun waktu tertentu.
d) Multiple Distribution
Alokasi biaya dilakukan berulang-ulang termasuk juga antara sesama unit
produksi.
Dari keempat metode tersebut, berdasarkan beberapa pengalaman ternyata metode
distribusi ganda (double distribution method) yang cocok untuk dilakukan karena
alokasi antar unit produksi tidak perlu dilakukan.

2.4

EVALUASI UNIT COST LAYANAN

2.4.1 Pengertian Evaluasi


Menurut Subarsono (2005) evaluasi memiliki beberapa tujuan yang secara rinci
dapat disebutkan sebagai berikut:
a)
b)

Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan.


Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan

c)
d)
e)

sasaran kebijakan.
Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan.
Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan.
Mengukur dampak suatu kebijakan. Disini dapat berarti dampak positif
ataupun dampak negatif.

Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Cara yang dilakukan dengan


membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target. Sebagai
bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang.
2.4.2 Tujuan Evaluasi

Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses
kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik. Lebih lanjut
disebutkan perlunya melakukan evaluasi kebijakan adalah :
a)
b)
c)

d)

Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan, yakni seberapa


jauh suatu kebijakan mencapai tujuannya.
Mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal.
Memenuhi aspek akuntabilitas publik. Melakukan penilaian kinerja
suatu kebijakan, maka dapat dipahami sebagai bentuk
pertanggungjawaban pemerintah kepada publik sebagai pemilik dana
dan mengambil manfaat dari kebijakan dan program pemerintah.
Menunjukkan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan. Apabila
tidak dilakukan evaluasi terhadap sebuah kebijakan, kelompok sasaran
tidak tahu secara pasti manfaat dari sebuah kebijakan atau program.

Pada dasarnya evaluasi kebijakan memang dimaksudkan untuk melihat


keberhasilan atau tingkat pencapaian suatu kebijakan yang telah
diimplementasikan terhadap kelompok sasaran yang dikenai kebijakan tersebut.
William Dunn dalam bukunya Public Policy (1994) menyebutkan ada 6 indikator
yang digunakan untuk mengukur kriteria evaluasi kebijakan yaitu terdiri dari :

a)
b)
c)
d)
e)
f)

Efektivitas : tingkat capaian hasil yang diinginkan


Efisiensi : tingkat usaha yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan
Kecukupan : tingkat capaian hasil dapat memecahkan persoalan.
Pemerataan : tingkat pemerataan distribusi biaya dan manfaat pada
kelompok masyarakat yang berbeda
Responsivitas : tingkat capaian hasil kebijakan dapat memuaskan
preferensi/nilai kelompok
Ketepatan : tingkat capaian hasil bermanfaat

Apabila dibuat dalam bentuk pertanyaan maka dapat dirangkum seperti dalam
Tabel berikut ini :
No

Kriteria

Pertanyaan

1.

Efektivitas

Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai?

2.

Efisiensi

Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai

hasil yang diinginkan?

3.

Kecukupan

Seberapa jauh

hasil yang telah tercapai dapat

memecahkan persoalan.

4.

Pemerataan

Apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata


kepada kelompok masyarakat yang berbeda?

5.

Responsivitas

Apakah hasil kebijakan memuat preferensi/nilai


kelompok dan dapat memuaskan mereka?

6.

Ketepatan

Apakah hasil yang dicapai bermanfaat?

Meskipun dalam teori tentang evaluasi kebijakan ada berbagai jenis atau tahapan
kegiatan yang bisa dailakukan, akan tetapi dalam kaitannya dengan kajian BLU
tidak semua data bisa ditemukan dalam pelaksanaannya. Tidak semua satuan kerja
BLU memaparkan implementasi
kebijakan secara lebih detail terkait dengan peraturan yang sudah dibuat mulai
dari Undang-undang sampai tingkat Kementerian Keuangan sebagai kebijakan
operasional dari BLU.Untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi maka
metodologi evaluasi sudah harus menetapkan kriteria-kriteria yang dijadikan
sebagai tolok ukur untuk melakukan penilaian tentang sebuah program.
Untuk mengetahui pencapaian hasil akhir sebuah program yang cocok digunakan
adalah analisis kualitatif karena lebih peka dengan isu-isu social politik dan
kelembagaan yang sangat terkait dengan kebijakan public. Evaluasi secara
lengkap mengandung tiga pengertian yaitu :

1.

Evaluasi awal, sejak dari proses perumusan kebijakan sampai

2.
3.

saat sebelum dilaksanakan (ex-ante evaluation);


Evaluasi dalam proses pelaksanaan atau monitoring;
Evaluasi akhir, yang dilakukan setelah selesai

4.

pelaksanaan kebijakan (ex-post evaluation).


Evaluasi dilakukan karena tidak semua program kebijakan

proses

publik mencapai hasil sesuai dengan apa yang sudah


direncanakan.
Abidin (2006 : 213) lebih lanjut mengemukakan bahwa informasi yang dihasilkan
dari evaluasi merupakan nilai (values) yang antara lain berkenaan dengan:
1. Efisiensi (Efficiency), yakni perbandingan antara hasil dengan biaya, atau
(hasil/biaya).
2. Keuntungan (profitability), yaitu selisih antara hasil dengan biaya atau
(hasil/biaya).
3. Efektif (effectiveness), yakni penilaian pada hasil, tanpa memperhitungkan
biaya.
4. Keadilan (equity), yakni keseimbangan (proporsional) dalam pembagian
hasil (manfaat) dan/atau biaya (pengorbanan).
5. Detriments, yakni indikator negatif dalam bidang sosial seperti kriminal
dan sebagainya.
Manfaat tambahan (marginal rate of return), yaitu tambahan hasil banding biaya
atau pengorbanan (change-in benefits/change in-cost). Penjelasan lebih rinci
dikemukakan oleh Dunn dalam Dwidjowijoto (2006: 163-164) sebagai berikut :
a)

Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah evaluasi yang


menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi
yang valid mengenai hasil kebijakan tanpa berusaha untuk
menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil
kebijakan. Asumsi utamanya adalah bahwa ukuran tentang
manfaat dan nilai merupakan suatu yang dapat terbukti dengan

b)

sendirinya.
Evaluasi formal (formal evaluation) juga menggunakan metode
deskriptif dengan tujuan untuk menghasilkan informasi yang
valid dan terpercaya mengenai hasil suatu kebijakan. Asumsi

utamanya adalah tujuan, dan target yang diumumkan secara


formal merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai
c)

kebijakan program.
Evaluasi keputusan teoritis (decision theoretic evaluation)
menggunakan metode deskriptif juga untuk menghasilkan
informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid
menangani hasil-hasil kebijakan yang secara ekplisit dinilai dari
pelaku kebijakan.

Evaluasi terhadap kegiatan yang telah diimplementasikan perlu dilakukan dan


ada beberapa metode yang dapat digunakan. Menurut Finsterbuch dan Motz
dalam Subarsono (2005 : 128) menyatakan bahwa ada empat jenis evaluasi
yaitu:
1.

Evaluasi single program after-only merupakan desain yang paling


lemah karena tidak diketahui baik tidaknya program terhadap kelompok
sasaran, dan tidak diketahui juga kelompok sasaran sebelum menerima

2.

program.
Evaluasi single program after-before dapat digunakan untuk
mengetahui keadaan kelompok sasaran sebelum menerima program

3.

tetapi tidak dapat mengetahui efek dari program tersebut.


Evaluasi comparatif after-only merupakan evaluasi dengan cara
membandingkan kelompok sasaran dengan kelompok bukan sasaran.
Pada evaluasi jenis ini efek progam terhadap kelompok sasaran tidak

4.

diketahui.
Evaluasi comparative before-after merupakan gabungan dari ketiga
kelompok diatas. Sehingga kelemahan yang ada diketiga desain diatas
dapat diatasi oleh desain evaluasi ini.

Berbagai pengertian tentang evaluasi di atas dapat disimpulkan bahwa intinya,


suatu kebijakan yang sangat baik dibuat dan dirumuskan belum tentu dapat
diimplementasikan sesuai rencana. Beberapa institusi atau lembaga mungkin
justru tidak dapat melaksanakan kebijakan tersebut,

sehingga perlu adanya evaluasi karena dapat memberikan tanggapan baik itu
berupa usulan, kritik dan saran terhadap kebijakan yang dibuat mulai dari
implementasi sampai dengan dampak hasil kebijakan yang terjadi.

PERHITUNGAN UNIT COST LAYANAN DAN COST


ASSIGNMENT
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Manajemen Sektor Publik yang
Diampu oleh Bapak Helmy Adam, SE., MA., Ak.

Disusun Oleh:
Prajna Pramitha

(145020300111025)

Maya Aulia

(145020301111021)

Iin Mutmainnah

(145020301111023)

Roofi Indah L.

(145020301111061)

Silfi Zuhaira D.

(145020301111077)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

Anda mungkin juga menyukai