TINJAUAN PUSTAKA
Amerika Serikat menderita hipertensi dan 50% dari penderita tersebut menderita
hipertensi pada usia 65 tahun. (Nelly, 1998) 18
2.2.Lansia
2.2.1. Pengertian Lansia
Lansia merupakan kelompok umur dimana terjadi penurunan kondisi
fisik/biologis, kondisi psikologis, serta perubahan kondisi sosial. Menurut UU No.13
Tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun ke atas adalah yang paling layak disebut
usia lanjut. Menurut Smith dan Smith (1999), menggolongkan usia lanjut menjadi tiga
yaitu: young old (65-74 tahun); middle old (75-84 tahun) dan old-old (lebih dari 85
tahun).3 Sedangkan menurut WHO, lansia dapat diklasifikasikan menjadi usia
pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old)
75-90 tahun, lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. 17
Sedangkan Posyandu Lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat
lanjut usia di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh
masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu Lansia
juga merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan
melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial.
2.3.Klasifikasi Hipertensi
2.3.1. Berdasarkan Penyebab Hipertensi
a. Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer (esensial) adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri
yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa
penyebab sekunder yang jelas.20 Menurut Yugiantoro (2007), hipertensi esensial
adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktorfaktor risiko tertentu.5
Hipertensi esensial tidak dapat diketahui penyebabnya secara pasti. Sekitar
95% kasus hipertensi merupakan hipertensi esensial. Proporsi hipertensi essensial di
Amerika Serikat pada orang kulit putih dewasa 10-15% dan proporsi pada orang kulit
hitam dewasa 20-30%. Hipertensi esensial biasanya muncul pada pasien yang berusia
antara 25-55 tahun, sedangkan usia dibawah 20 tahun jarang ditemukan. Patogenesis
hipertensi esensial adalah multifaktorial. 21
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi sebagai akibat sekunder penyakit yang
sudah ada sebelumnya.22
menyebabkan tekanan darah lebih tinggi daripada hipertensi primer. Beberapa kondisi
pemicunya antara lain gangguan fungsi ginjal, pemakaian kontrasepsi oral, dan
terganggunya hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah. 15 Kira-kira 5%
pasien dengan hipertensi yang diketahui mempunyai penyebab yang spesifik. 21
wanita 29%. Penyakit sistem sirkulasi dari hasil SKRT tahun 1992, 1995, dan 2001
selalu menduduki peringkat pertama dengan prevalensi terus meningkat yaitu 16,0%,
18,9%, dan 26,4%.9 Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi hipertensi yang
mendapat cakupan diagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan sebesar 24 %, dengan
kata lain sebanyak 76% kasus hipertensi dalam masyarakat tidak terdiagnosis. 11
2.4.2 Faktor Risiko Hipertensi
a. Umur
Hipertensi terjadi pada segala usia, tetapi paling sering menyerang orang
dewasa yang berusia 35 tahun atau lebih. Terjadi peningkatan tekanan darah seiring
dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan adanya perubahan alami pada jantung,
pembuluh darah, dan hormon. 28 Insidensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya
usia. Prevalensi hipertensi ringan sebesar 2% pada usia 25 tahun atau kurang,
meningkat menjadi 25% pada usia 50 tahun dan 50% pada usia 70 tahun. 29
b. Jenis Kelamin
Hipertensi baik primer dan sekunder, keduanya menimbulkan masalah.
Perkiraan baru-baru ini menunjukkan satu dari tiga orang dewasa menderita hipertensi.
Pada kelompok umur dewasa ini, sebahagian tidak terdiagnosa, dan sebahagian tidak
terkontrol. Pria lebih cenderung untuk menderita hipertensi daripada wanita hingga
usia 55 tahun, setelah usia tersebut proporsi penderita hipertensi wanita melebihi pria.
30
c. Riwayat Keluarga
Kejadian hipertensi dapat dilihat dari riwayat keluarga. Jika salah satu dari
orangtua kita menderita penyakit hipertensi, sepanjang hidup kita memiliki risiko
terkena hipertensi sebesar 25%. Jika kedua orangtua kita menderita hipertensi,
kemungkinan kita terkena penyakit ini sebesar 60%. Namun, kemungkinan itu tidak
selamanya terjadi. Ada seseorang yang sebagian besar keluargannya penderita
hipertensi, tetapi dirinya tidak terkena penyakit tersebut. 28
Peranan keturunan terhadap hipertensi esensial dapat dibuktikan dengan
beberapa kenyataan hipertensi, misalnya kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada
anak kembar, bila salah satu penderita hipertensi. Selain itu pada 70% - 80 % kasus
hipertensi, ternyata terdapat pada keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi. 26
d. Ras atau Suku Bangsa
Berdasarkan penelitian, rata-rata orang dari ras Afrika Amerika (Black
American) memiliki level tekanan darah yang cukup tinggi dibandingkan dengan ras
kulit putih (Caucasian). Mereka cenderung sensitif terhadap natrium. Umumnya
hipertensi menyerang mereka di usia muda.
31
prevalensi hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali lebih banyak
dibandingkan dengan orang kulit putih. 15
e. Konsumsi Garam
Garam berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi. Gangguan pembuluh
darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah.
Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari, prevalensi hipertensi presentasenya
rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram per hari akan meningkatkan prevalensi
menjadi
dalam mendukung fungsi organ tubuh, seperti membantu kontraksi otot, membantu
konsentrasi otak, dan menjaga agar tubuh tidak lemas. 10
f. Obesitas
Obesitas adalah keadaan berat badan lebih, kelainan ini dapat diukur dengan
body mass index (BMI) atau index massa tubuh (IMT). BMI dihitung dengan
membagi berat badan badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam meter
kuadrat. Berdasarkan WHO (2000) dikatakan obesitas jika BMI 30 kg/m 2. 32
Dari banyak penelitian yang dilakukan ternyata ditemukan bahwa kebanyakan
masalah gizi pada lansia berupa masalah gizi lebih atau kegemukan (obesitas) yang
pada gilirannya memacu timbulnya penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit
jantung koroner, hipertensi, diabetes, batu empedu, Gout (rematik), penyakit ginjal,
sirosis hati, dan penyakit-penyakit keganasan (kanker). Lansia yang mengalami
obesitas lebih sering pada wanita dibanding pria yaitu sebesar 26,1% : 15,6% (Survei
IMT, Depkes 1997).
Menurut Monica (1992), kegemukan meningkatkan risiko menderita PJK
sebesar 1-3 kali; penyakit hipertensi sebesar 1,5 kali; penyakit diabetes 2,9 kali; dan
penyakit empedu sebesar 1-6 kali. 3
g. Hiperlipidemia/Dislipidemia
Hiperlipidemia atau dislipidemia atau kadar lemak di dalam darah meningkat
di atas normal. Lemak yang mengalami peningkatan ini meliputi kolesterol,
trigliserida, atau kombinasi keduanya.33 Jika kolesterol dalam tubuh jumlahnya
berlebih akan menimbulkan sumbatan-sumbatan pada saluran darah. Kondisi ini
menyebabkan terganggunya aliran darah, akibatnya tekanan darah meningkat
(hipertensi).34 Komplikasi hipertensi akan bertambah parah dengan tingginya kadar
lemak. 7
h. Merokok
Menurut hasil penelitian, diungkapkan bahwa rokok dapat menaikkan tekanan
darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan. Selain
dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah, nikotin juga dapat
menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah.
dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI pada tahun 2007
menunjukkan secara nasional, persentase nasional merokok setiap hari pada penduduk
umur > 10 Tahun adalah 23,7%. 11
i. Kurangnya Aktifitas Fisik
Orang yang kurang aktif melakukan olahraga pada umumnya cenderung
mengalami kegemukan. 6 Latihan fisik aerobik sedang secara teratur (jalan atau renang
selama 30-45 menit 3-4 kali semingu) mungkin lebih efektif menurunkan tekanan
darah dibandingkan olahraga berat seperti lari, jogging. Tekanan darah sistolik turun
4-8 mmHg. Latihan fisik isometrik seperti angkat besi dapat meningkatkan tekanan
darah dan harus dihindari pada penderita hipertensi (WHO-ISH, 1999).27
Menurut Kingwell dan Jennings (1993) aktivitas fisik yang dilakukan secara
teratur diketahui dapat mengurangi kekakuan pembuluh darah dan meningkatkan daya
tahan jantung serta paru-paru sehingga mampu menurunkan tekanan darah. 15
Hasil Riskesdas yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Depkes RI pada tahun 2007 menunjukkan secara nasional, prevalensi nasional kurang
aktivitas fisik pada penduduk umur > 10 Tahun adalah 48,2%.11
dengan dokter adalah riwayat hipertensi orang tuanya, pengobatan yang sedang
dijalaninya saat itu dan data penyakit yang diderita seperti diabetes mellitus, penyakit
ginjal, serta faktor risiko terjadinya hipertensi, misalnya rokok, alkohol, stres, berat
badan.
Pada perempuan, keterangan mengenai hipertensi kehamilan, riwayat
eklampsia (keracunan kehamilan), riwayat persalinan, dan penggunaan pil kontrasepsi
perlu juga diberitahukan ke dokter. Agar akurat , sebaiknya pengukuran dilakukan
setelah pasien beristirahat dengan cukup. Minimal setelah 5 menit berbaring.
Pengukuran dilakukan pada posisi berbaring, duduk, dan berdiri sebanyak 3-4 kali
pemeriksaan dengan interval waktu antara 5-10 menit. 6
ini
dimaksudkan
memberi
kondisi
pada
masyarakat
yang
memungkinkan penyakit itu tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan
faktor risiko lainnya. Dengan kata lain tidak terdapat faktor risiko. Intervensi
dilakukan dengan meningkatkan derajat kesehatan dengan gizi dan perilaku hidup
sehat dapat dilakukan dengan menciptakan suasana damai, santai, rileks didalam hati,
pikiran dalam setiap keadaan dan tindakan.
2.9.2 Pencegahan Primer1,35,36
Pencegahan primer juga masih dilakukan pada orang yang masih sehat atau
orang yang tidak ada gejala tetapi memiliki faktor risiko yang telah teridentifikasi. Hal
ini dimaksudkan agar orang sehat tetap sehat. Ataupun orang yang sehat tidak menjadi
sakit. Pencegahan ini dilakukan dengan cara memodifikasi faktor risiko dengan cara
memperkuat riwayat alamiah penyakit. Program pencegahan harus didukung dengan
sistem data yang akurat (bukti). Dan juga harus fleksibel dan sensitif dengan budaya
setempat.
Primary prevention dilakukan dengan cara promosi kesehatan dan pencegahan
khusus atau pencegahan keterpaparan. Misalnya mengurangi makanan yang
mengandung lemak kolesterol tinggi, makanan berminyak, santan, goreng-gorengan.
Mengkonsumsi makanan berserat tinggi, diet rendah garam dan membatasi konsumsi
kafein. Menghindari rokok dan alkohol. Mengendalikan stres, emosi, dan ketegangan
saraf,. Rajin melakukan olahraga secara teratur, sesuai dengan kemampuan tubuh,
meningkatkan aktivitas fisik.
2.9.3 Pencegahan Sekunder 1, 35, 36
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk mejadikan orang yang sakit
menjadi sembuh, menghindarkan komplikasi, dan kecacatan akibatnya. Misalnya
mengukur tekanan darah secara rutin dan skreening. Pencegahan sekunder juga dapat
dilakukan terapi nonfarmakologis seperti menejemen stres
dengan relaksasi,
terapi obat anti hipertensi mencegah infark miokard fatal dan non fatal serta
keseluruhan mortalitas kardiovasikuler.
2.9.4 Pencegahan Tersier 1,35,36
Pencegahan tersier merupakan upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang
tidak dapat diobati atau mengalami kecacatan dengan pemantauan dan penatalaksaan
hipertensi. Oleh karena itu sangat diperlukan pemaksimalan fungsi tubuhnya.
Pencegahan ini ditujukan untuk penderita hipertensi yang komplikasi dan kronis
dalam upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati dengan
menjaga kualitas hidup.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan follow up penderita hipertensi
yang mendapat terapi
medik yang terdiri dari fase awal dan fase lanjutan. Tujuan dari fase awal adalah untuk
mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi yang tersisa. Program ini
dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum memungkinkan dimulainya
rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan adalah proper bed positioning, latihan luas
gerak sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai penanganan
masalah emosional.
Sedangkan tujuan fase lanjutan adalah untuk mencapai kemandirian fungsional
dalam mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada
waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya penderita dengan stroke trombotik
atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita
dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke.
Program pada fase ini meliputi fisioterapi, okupasi terapi, terapi bicara, ortotik
prostetik, dan psikologi.
b.
Komplikasi Ginjal5,38
Sebelum adanya obat antihipertensi, komplikasi pada ginjal sering ditemukan
pada penderita hipertensi essensial. Untuk itu dilakukan pengendalian tekanan darah
yang ketat (< 130 / 80 mmHg). Intervensi terapi yang terintegrasi (obat antihipertensi,
statin, terapi antiplatelet, dll) sering harus dipertimbangkan pada pasien dengan
kerusakan ginjal. Untuk gagal ginjal stadium akhir dilakukakan terapi penggantian
ginjal berupa hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal.
d.