Anda di halaman 1dari 6

KOMPONEN AGROEKOSISTEM PADA TANAMAN PERKEBUNAN

LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh
Golongan A/kelompok 1
1. Mohammad Ari Sodikin (161510501202)

LABORATORIUM HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Suatu kawasan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen

tersebut saling berkaitan dan selalu terjadi hubungan timbal balik. Hubungan
timbal bailk tersebut disebut dengan sistem ekologi atau ekosistem.
Ekosistem bisa dikatakan sebagai suatu tatanan kesatuan secara utuh dan
menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup saling mempengaruhi.
Suatu ekosistemakan berhubungan dengan dengan lingkungan yang
ditempati. Organisme yang merupakan suatu ekosistem akan beradaptasi
dengan lingkungannya, sebaliknya organisme juga mempengaruhi lingkungan
untuk kelangsungan hidup.
Agroekosistem adalah suatu tatanan kesatuan secara utuh dan
menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling berpengaruh
yang berkaitan dengan pertanian secara luas. Ekosistem tesusun dari beberapa
populasi. Populasi adalah sekumpulan dari individu yang sejenis yang
menempati wilayah tertentu dan dalam waktu tertentu. Populasi tersebut akan
membentuk suatu komunitas. Komunitas adalah kumpulan dari populasi yang
berbeda jenis yang menempati wilayah tertentu dan dalam waktu tertentu.
Kompenen di dalam komunitas tersebut terdiri dari tanah,biota tanah,
vegetasi, manusia dan teknologi, nutrisi atau pemupukan, OPT dan pestisida,
hewan ternak serta sumber-sumber energi. Komponen tersebut saling
berinteraksi satu dengan yang lainnya. Tanah merupakan faktor yang penting
dalam tempat vegetasi mahkluk hidup. Berbagai organisme menempati
tempat tersebut baik di dalam maupun di luar permukaan tanah. manusia
sebagai pengendali dari aktivitas yang terjadi di tanah.
Komponen di dalam ekosistem mengalami

perpindahan energi.

Peristiwa ini disebut dengan rantai makanan. Rantai makanan merupakan


peristiwa dari makan dan dimakan. Rantai makanan terdiri dari produsen dan
konsumen (tingkat 1 sampai tingkat puncak). Peristiwa makan dan dimakan
ternyata tidak hanya terjadi melalui satu komponen saja. Berbagai komponen

dapat terlibat dalam peristiwa memakan produsen atau konsumen. Rangkaian


ini disebut dengan jejaring makanan. Peristiwa ini terjadi di dalam komponen
agroekosistem. Komponen agroekosistem terdiri dari tanaman, polinator,
predator dan parasitoid, herbivora (phytopagus) pemakan tanaman, omnivora
dan cacing tanah, mikro,makro dan mesofauna dalam tanah (dekomposer).
Teknik dalam agroekosistem perlu dilakukan agar keseimbangan
ekosistem dapat terjaga. Teknik ini dilakukan oleh aktivitas biotik. Peran
manusia sangatlah penting untuk tetap menjaga aktivitas agroekosistem dapat
berjalan dengan baik. Teknik di dalam agroeksistem meliputi menanam
tumpangsari dantumpang gilir, meakukan rotasi tanaman, penanam penutup
tanah, perakukan tanpa olah tanah, pembuatn kompos, penanam pupuk hijau.
Perkebunan di suatu daerah memerlukan teknik untuk dilakuakan
penyeimbangan di ekosistem tersebut. Aktivitas ini diakukan agar aktivitas
perkebunan dapat maksimal dan berkelanjut. Perkebunan adalah temat untuk
mengusahakan komoditas tertentu yang sesuai dengan kondisi tanah.
Untuk meningkatkan pengetahuan dalam aktivitas perkebunan baik
biotik maupun abiotik diperlukan adanya penelitian lebih mendalam.
komponen yang berpengaruh baik yang menguntungkan ataupun merugikan.
Cara mengendalikan agroeksistem di suatu perkebunan agar dapat berjalan
dengan normal.
1.2 Tujuan
1.2.1. Mengetahui komponen dalam agroekosistem perkebunan
1.2.2. Mengetahui peranan komponen agroekosistem perkebunan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Pemberian pupuk kimia khususnya Triple Super Phosphate (TSP) yang
tidak teratur atau berlebihan pada area perkebunan akan menyebabkan residu
pupuk kimia pada tanah perkebunan. Pupuk TSP tidak mudah terurai dan tercuci.
Penimbunan dari fiksasi pospat akan menyebabkan polusi pada tanah. ekosistem
pada tanah akan tergannggu. Keseimbangan tanah dan organisme yang menempati

lingkungan tersebut akan mengalami ketidakstabilan dalam kehdupannya. Efek


dari pemupukan yang berlebihan dari pupuk TSP adalah pertumbuhan tumbuhan
tidak maksimal. Tanah menjadi kurang subur dan jenuh (Widawati, 2015).
Keberaaan serangga pada suatu area lahan tidak telepas dari ketersedian
makanan yang tersedia di suatu habitas tersebut. Populasi serangga yang lebih
mendominasi adalah serangga-serangga herbivora. Serangga herbivora memakan
daun-daun di perkebunan. Keanekaragaman serangga-serangga tergangtung pada
kondisi budidaya lahan yang digunakan dan kondisi lahan pertanian.
Keanekaragaman yang ada pada hutan dan perkebunan lebih bervariasi dari pada
di wilayah pertanian. Kondisi habitat dan lingkungan yang mendukung
menciptakan keseimbangan dalam hubungan tropik antara pertanian, serangga
herbivora dan musuh alaminya (Yudiyanto dkk, 2014).
Proses dekomposisi dipengaruhi oleh kualitas subract, kondisi lingkungan,
dan penguraian oleh organisme. Proses dekomposisi merupakan proses
pembusukan yang dilakukan oleh dekomposer. Proses dekomposisi dilakukan di
dalam tanah. makhluk yang berperan dalam dekomposisi adalah semut, belatung,
bakteri, dan juga jamur yang hidup di tempat lembab. Faktor lingkungan
menentukan proses cepat atau lambatnya dekomposisi. Bahan-bahan yang diurai
juga berpegaruh terhadap proses dekomposisi ( Latif dkk, 2015).
Serangga merupakan bagian dari keragaman hayati yang perlu dijaga dan
dilestarikan dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya.
Keberadaan dan aktifitas dari serangga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
dari udara, suhu, pH, kelembaban, dan intensitas cahaya. Faktor suhu dan
kelembaban merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan
dan perilaku dari serangga. Keberadaan dari hama dan penyakit bisa
menyebabkan penurunan produksi perkebuban. Hasil dari perkebunan kurang
maksimal akibat serangan dari serangga tersebut. Para petani merugi akibat
serangan hama dan penyakit (Sihombing dkk, 2015).
Pengedalian hama dan penyakit dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu :
cara mekanis misalnya degan pemangkasan, cara biologis misalnya dengan
memelihara musuh alaminya, serta cara kimia yaitu dengan penggunaan pestisida.

Ketiga cara sebaiknya harus dilakukan secara seimbang dan terpadu sehingga
hasilnya memuaskan. Pengguann yang lebih ditekan adalah dengan pengendalian
mekanis dan biologis. Cara pengendalian ini lebih aman dari pada pengendalian
dengan kimia. Cara kimia dilakukan ketika pengendalian dari mekanis dan
biologis tidak mampu mengatasinya. Penggunaan dengan cara kimia haruslah
digunakan dengan sebijak mungkin. Pengendalian kimia dilakukan ketika
serangan hama dan penyakit sudah begitu ganas sehingga harus cepat diatasi
( Najiyati dkk, 2001)

Yudiyanto, I. Qayim, A. Munif, D. Setiadi, dan A.Rizali. 2014.Keanekaragaman


Dan Struktur Komunitas Semut Pada Perkebunan Lada Di Lampung.
Jurnal Entomologi Indonesia, 11 (2) : 65-71.
Widawati, S. 2013. Isolasi Dan Aktivitas Plant Growth Promoting Rhizobacteria
(Rhizobium, Azospirillum, Azotobacter, Pseudomonas) Dari Tanah
Perkebunan Karet, Lampung. Berita Biologi, 14(1) : 77-88.
Latif, M.A.A., and I.H. Abdalla. 2015. Decomposition of Jatropha Curcas Linn.
Litter ( A Case Study at El Rawakeeb Research Farm, Sudan). Juornal of
Biodeversity and Ecologica Sciences, 5 (3) : 205-213.

Sihombing, D.P.A., dan Z.A. Riyanto. Keanekaragaman Jenis Serangga Tanaman

Kelapa Sawit (Ei-A'eis Gtiineen Sis Jacq) Di Pbrkebunan Minanga Ogan


Kabupaten Oku Dan Sumbangannya Pada Pembelajaran Biologi SMA. Jurnal
pembelajaran Biologi, 2(2): 124 208.
Najiyati, S. dan Danarti. 2001. Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen, Depok :
PT Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai