Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Pemasyarakatan dan Lembaga Pemasyarakatan
1. Sejarah Singkat Sistem Pemasyarakatan
Sebelum orang mengenal hukuman penjara pidana pembalasan yang
berbentuk hukuman badan secara langsung banyak diterapkan dalam memidana
(menghukum) orang hukuman. Hukuman tersebut antara lain berbentuk
memusnahkan, merusak alat-alat tubuh, merusak jiwa di samping hukuman mati
cara seperti itu berlangsung abad pertengahan. Kepribadian pelaku tidak menjadi
perhatian yang penting perbuatan jahat saja. Tahun 1800 sampai tahun 1870,
perkembangan kepenjaraan ditandai dengan munculnya gerakan pembaruan yang
menginginkan adanya perbedaan perlakuan anatara penjahat yang berusia muda
dan berusia tua. Gerakan pembaruan yang dimaksudkan ternyata telah berhasil
menciptakan suatu lembaga baru berupa reformatory yang merupakan
pelaksanaan bagi mereka yang berusia 16-30 tahun.1
Munculnya lembaga ini merupakan usaha praktisi untuk meningkatkan
perlakuan terhadap orang hukuman, tetapi usaha tersebut terbatas pada perubahan
bentuk bangunan dan penempatannya. Hal ini disebabkan belum adanya konsep
yang jelas dan terarah tentang tujuan sebenarnya daripada perlakuan terhadap
orang hukuman. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa, perkembangan sistem
kepenjaraan pada sekitar tahun 1800 dapat dikatakan merupakan perkembangan
yang masih berada dalam masa peralihan, yakni sistem kepenjaraan lama yang
mentikberatkan kepada tujuan hukuman sebagai pembalasan dendam dan
1 Romli Atmasasmita, Kepenjaraan Dalam Suatu Bunga Rampai, Bandung: Amico,
1987, hlm. 2.
23
Indonesia.
Pada
tahun
1963,
Sahardjo
mencetuskan
Konsep
narapidana,
diusahakan
adanya
keselarasan,
keserasian
dan
24
25
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersiat
sekedar pengisi waktu. Juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan jabatan atau kepentinganNegara pada waktu-waktu tertentu saja
pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan yang terdapat di
masyarakat, dan yang menunjang pembangunan, umpamanya menunjang usaha
meningkatkan produksi pangan;
7. Bimbingan dan pendidikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik
harus berdasarkan Pancasila. Antara lain ini berarti bahwa kepada mereka
harus ditanamkan jiwa kegotong-royongan, jiwa toleransi, jiwa kekeluargaan,
disamping pendidikan kerohanian dan kesempatan untuk menunaikan ibadah
agar memperoleh kekutana spiritual;
8. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang tersesat adalah manusia, dan
mereka harus diperlakukan sebagai manusia. Martabatnya dan perasaannya
sebagai manusia harus dihormati;
9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai
satu-satunya derita yang dapat dialaminya;
10. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi
rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.
Dari kesepuluh prinsip pokok pemasyarakatan dapat disimpulkan bahwa
hak asasi narapidana tersebut haruslah diperhatikan selama menjalani masa
pidananya, sehingga tujuan pemidanaan bukanlah semata-mata menjatuhkan
pidana, melainkan harus dibina kearah yang lebih baik dan benar.
Dalam sistem baru pembinaan narapidana ini, banguanan pemasyarakatan
mendapat prioritas khusus. Bentuk bangunan yang semula masih menunjukan
siat-sifat asli penjara, sekaligus pandangan yang menyeramkan mengenai penjara
dicoba untuk dinetralisir. Peran Lembaga Pemasyrakatan memudahakan
26
27
29
30
memiliki
keterampilan
untuk
bekerja.
Lebih
lanjut
adanya
Lembaga
melakukan
31
yang akan dijalani para narapidana dan anak didik, agar mencapai sasaran yang
ditetapkan, yaitu agar merekamenjadi warga yang baik dikemudian hari.
Program-program pembinaan narapidana dan anak didik yang ditetapkan
pemerintah sesuai dengan Undang-Undang bertujuan agar para narapidana dan
anak didik kembali ke masyarakat dan dapat berpartisipasi dalam membangun
bangsa.7
c. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
Adapun fungsi Pemasyarakatan menurut Keputusan Menteri Nomor:
M.01.PR.07.03 Tahun 1985 Pasal 2 seperti:
1) Melakukan pembinaan narapidana / anak didik
2) Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola
hasil kerja
3) Melakukan bimbingan sosial atau kerohanian narapidana atau anak
didik
4) Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib LAPAS
5) Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga
B. Pembinaan Narapidana dalam Sistem Pemasyarakatan
1. Pengertian dan Tujuan Pembinaan dalam Sistem Pemasyrakatan
Pengertian pembinaan sebagaimana yang terdapat pada Pasal 1 butir 1
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbing
Warga Binaan Pemasyarakatan adalah:
Pembinaan adalah kegitan untuk meningkatkan kulitas ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, provesional
kesehatan, jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan
Mengenai pembinaan tersebut, berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa pembinaan para Warga
Binaan Pemasyarakatan harus dilaksanakan berdasarkan asas:
a. pengayoman;
b. persamaan perlakuan dan pelayanan;
c. pendidikan;
d. pembimbingan;
7 Djisman Samosir, Ibid. hlm.128.
32
Huruf e
Yang dimaksud dengan penghormatan harkat dan martabat manusia
adalah bahwa sebagai orang yang tersesat Warga Binaan Pemasyarakatan
harus tetap di perlakukan sebagai manusia.
Huruf f
33
bersama
sahabat
dan keluarga
seperti
program cuti
mengunjungi keluarga.
Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.
02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Nrapidana atau Tahanan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia, dalam Bab II angka 7 menyebutkan:
pembinaan narapidana dan anak didik ialah semua usaha yang ditunjukan
untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para
narapidana dan anak didik yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan
atau Rutan (intramural treatment)
Dalam pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan itu
merupakan suatu proses perbaikan terhadap diri narapidana dan anak didik
34
pemasyarakatan, baik itu dari segi rohani, intelektualitas, sikap perilaku mereka
disertai dengan adanya keterampilan yang diberikan sebagai bekal yang dapat
digunakan setelah mereka bebas kelak.
Bertolak dari pandangan Sahardjo tentang hukum sebagai pengayoman,
hal ini membuka jalan bagi perlakuan terhadap narapidana dan anak pidana
dengan pemasyarakatan sebagai tujuan pidana. Konsep pemasyarakatan itu
kemudian
disempurnakan
oleh
Keputusan
Konferensi
Dinas
Direktorat
pemasyarakatan,
dengan
mengganti
istilah
penjara
menjadi
dalam pelaksanaannya
disesuaikan dengan kebutuhan, minat atau bakat dan kondisi dari setiap warga
binaan yang akan melaksanakan pembinaan tersebut.
35
36
37
Pembinaan
intelektual
(kecerdasan)
dapat
dilakukan
baik
melalui
38
39
pokok dalam
menunjang
tujuan
pembinaan
dalam
sistem
40
konflik,
mndatangkan
rasa
aman,
memperbaiki
41
42
13 O.C. Kaligis, Perlindungan Hukum, Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan
Terpidana, Bandung: Alumni, 2013, hlm. 60.
14 Subhi Mahmassani, Konsep Dasar Hak-Hak Asasi Manusia, Jakarta: Tintamas
Indonesia, 1993, hlm. 197.
43
Kemerdekaan dan kebebasan seseorang mengandung aspek yang luas. Salah satu
aspeknya adalah hak seseorang untuk diperlakukan secara adil, tidak diskriminatif
dan berdasarkan hukum, terutama bila seseorang diduga atau disangka melakukan
seseuatu tindakan pelanggaran atau tindakan kejahatan. Artinya, perampasan atau
pembatasan kemerekaan dan kebebasan bergerak seseorang yang diduga
melakukan tindak pidana, dipandang dari sudut Hukum Pidana dapat berupa
penangkapan, penahanan, dan pemidanaan, dapat dibenarkan apabila berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang telah ada sebelum tindakan
hukum dikenakan kepadanya.15
Bila dikaitkan dengan hak narapidana berdasarkan Pasal 14 Undang-Undnag
Nomor 12 Tahun 1995, hak-hak narapidana yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
44
45
18 Adami Chazawi , Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002, hlm. 81.
46
Residivis merupakan seseorang hasil dari suatu gejala sosial yang dapat
timbul dari pelaku jahat nya dan menjadi kebiasaan dari pelaku suatu tindak
pidana itu, dalam pembinaan narapidana salah satu tujuannya adalah untuk
menekan tingkat angka residivis setelah mereka kembali ketengah-tengah
masyarakat. Selain dari kesalahan penerapan pembinaan narapidana ada banyak
faktor yang menjadi pendukung terjadinya pengulangan perbuatan pidana
diantarannya dari lingkungan masyarakat tempat kembalinya.
a. Lingkungan Masyarakat
Di dalam masyarakat orang yang kelakuannya menyimpang atau
menyalahi norma yang telah disepakati maka akan menimbulkan akibat yang
beragam, ada yang berakibat positif ada juga yang berakibat negatif. Diantara
akibat itu kalau ang berbentuk positif maka akan menimbulkan suatu perubahan
dan gejala sosial ini dapat memancing timbulnya kreatifitas manusia untuk
menanggulanginya dan mencari penyelesaian yang sesuai dengan norma yang
dilanggar itu, sedangkan dampak negatif yang yang ditimbulkan dari perilaku
yang menyimpang itu akan menyebabkan terancamnya ketenangan dan
ketentraman serta akan menimbulkan tidak terciptanya ketertiban dalam
masyarakat dan ini jelas akan menimbulkan respon dari masyarakat yang beragam
karena mereka merasa terancam akan penyimpangan itu.
Salah satu respon dari masyarakat yang merasa terancam ketenangan
lingkungan dan ketertiban masyarakat kemudian menimbulkan stigmatisasi
terhadap individu yang melakukan perilaku yang menyimpang tersebut.
Stigmatisasi sebagainama yang telah dijelasnkan sebelumnya merupakan proses
47
48
cenderung
berbelok
kearah
yang
menyimpang,
karena
49