Anda di halaman 1dari 7

PELAPUKAN

Bumi merupakan tubuh yang dinamik. Aktivitas gunung api (volkanik) dan
tektonik yang menimpa bumi mengakibatkan bentuk permukaan bumi sangat bervariasi
ketinggiannya. Kemudian proses lainnya yang terjadi di permukaan bumi akan
memindahan material yang terletak pada elevasi yang tinggi ke tempat-tempat yang
rendah. Proses-proses tersebut antara lain :
Pelapukan, yaitu proses disintregasi (perombakan) dan dekomposisi batuan pada
atau dekat permukaan bumi.
Erosi adalah penguraian atau pengangkutan material yang dilakukan oleh media
aktif seperti air, angin atau es.
Mass wasting adalah perpindahan masa batuan atau tanah dari tempat yang tinggi
ke tempat yang rendah oleh gaya gravitasi.
Proses pelapukan tidak dapat dipisahkan dari dua proses yang lainnya karena
setelah batuan mengalami pelapukan, kedua proses berikutnya akan aktif menimpa
batuan tersebut.
Pelapukan
Proses pelapukan merupakan proses yang terjadi akibat perubahan lingkungan
batuan penyusun kerak bumi. Sebagai contoh batuan beku dalam yang terdapat jauh di
dalam bumi, terbentuk pada kondisi tekanan dan temperatur yang tinggi. Kemudain
karena proses erosi, batuan yang menutupi batuan beku ini dipindahkan, akibatnya batuan
beku ini tersingkap di permukaan, dan berada pada kondisi tekanan dan temperatur yang
jauh berbeda dengan kondisi pada waktu pembetukannya. Akibatnya batuan tersebut
perlahan-lahan akan mengalami perubahan untuk mencapai kesetimbangan yang baru.
Proses pelapukan dapat dibedakan menjadi proses pelapukan mekanik dan
proses pelapukan kimia, walaupun kenyataannya dialam kedua proses pelapukan ini
sering terjadi bersama-sama.
Proses Pelapukan mekanik
Batuan yang mengalami proses pelapukan mekanik akan mengalami perubahan
sifat-sifat fisikanya, sedang karakteristik atau sifat kimia dari batuan masih tetap sama.
Jadi batuan yang mengalami proses pelapukan mekanik akan pecah menjadi bagianbagian yang semakin kecil, sehingga proses pelapukan mekanik sering juga disebut
proses disintegrasi. Hasil akhir dari proses ini adalah material kecil yang berasal dari
batuan yang besar. Perombakan menjadi material kecil mengakibatkan bertambahnya luas
permukaan material, sehingga menambah efektifitas pelapukan kimia.
Di alam ada empat macam proses pelapukan mekanik yang terjadi, yaitu frost
wedging, unloading, thermal expansion dan aktivitas organik.
Frost wedging. Proses pencairan dan pembekuan air merupakan proses yang sangat
penting pada pelapukan mekanik. Air mempunyai sifat yang unik, yaitu dapat

mengembang sampai 9% volumenya apabila membeku. Penambahan volume ini


disebabkan karena pada waktu air membeku, molekul-molekul air akan membentuk
struktur yang sangat terbuka, akibatnya ketika air membeku akan memberikan tekanan
yang besar keluar.
Di dalam kerja air semacam ini terjadi apabila air masuk kedalam rekahan atau
pori-pori batuan. Air yang terdapat dalam rekahan atau pori-pori batuan tadi apabila
membeku akan mengembang dan menyebabkan rekahan atau pori-pori batuan menjadi
semakin lebar. Bila proses ini berlangsung berulang-ulang, maka batuan tersebut akan
pecah menjadi bagian-bagian yang kecil. Proses semacam ini disebut frost wedging.
Proses semacam ini sangat umum terjadi di daerah pegunungan pada daerah beriklim
dingin atau subtropik dimana perubahan temperatur harian cukup tinggi. Hasil dari proses
ini adalah terbentuknya endapan rombakan batuan yang disebut talus, yang biasanya
terbentuk pada kaki bukit di daerah pegunungan.
Unloading. Proses unloading (pengurangan beban) sering terjadi pada batuan beku
plutonik yang terbentuk jauh di bawah permukaa. Apabila batuan yang menutupi batuan
beku ini mengalami erosi, maka beban yang tadinya memberikan tekanan ke bawah ini
akan hilang. akibatnya bagian terluar dari batuan ini akan mulai melepaskan dirinya dari
batuan induknya. Terlepasnya bagian terluar dari batuan yang menyerupai struktur
bawang ini disebut sheeting. Proses terlepasnya bagian batuan selapis demi selapis ini
diikuti oleh bagian batuan di bawahnya. Pecahnya batuan ini biasanya sejajar dengan
permukaan topografi, sehingga bentuk batuan beku plutonik yang terkena proses ini akan
berbentuk seperti kubah. Bila proses ini berlanjut terus menerus sampai ke bagian
bawahnya akan memberikan struktur yang disebut exfolation dome.
Thermal expansion. Perubahan temperatur harian dapat melemahkan batuan, terutama
pada daerah yang panas dan kering yang mempunyai perbedaan temperatur harian sampai
30oC. Pada siang hari batuan yang terkena panas akan mengembang dan pada malam hari
mengalami pengkerutan karena temperatur turun dengan drastis. Perubahan ini lama
kelamaan akan menyebabkan batuan mengalami disintregrasi atau pecah menjadi bagianbagian yang kecil.
Aktivitas organik. Pelapukan mekanik dapat juga disebabkan oleh aktivitas organisme
seperti akar tumbuhan, lubang galian oleh binatang dan kegiatan manusia. Akar
tumbuhan dapat tumbuh melalui rekahan batuan. Apabila akar berkembang menjadi
besar, akar akan menekan retakan batuan menjadi bertambah lebar, sehingga lama
kelamaan batuan dapat pecah melalui retakan tadi. Kejadian yang sama dapat dilakukan
oleh binatang yang membuat lubang pada batuan untuk tempat tinggalnya. Lubanglubang tersebur menyebabkan proses kimia menjadi semakin efektif. Proses disintegrasi
batuan dapat juga dilakukan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhannya.

Proses Pelapukan Kimia


Proses pelapukan kimia merupakan proses yang kompleks yang merubah
struktur dalam mineral dengan pengurangan atau penambahan unsur pada mineral
tersebut. Jadi batuan yang mengalami pelapukan kimia akan mengalami perubahan
komposisi kimia. Air merupakan media yang sangat penting pada proses pelapukan

kimia. Meskipun air murni merupakan bahan yang nonreaktif, tetapi sedikit material
terlarut dapat mengaktifkannya. Oksigen yang terdapat dalam air akan mengoksidasi
mineral atau batuaan yang dilaluinya. Bila batuan yang mengandung mineral yang kaya
Fe mengalami oksidasi, akan menghasilkan mineral yang berwarna kuning sampai coklat
kemerahan.
4 Fe + 3 O2 2 Fe2O3
besi
oksigen
oksida besi (hematit)
Karbon dioksida yang terlarut dalam air membentuk asam karbonat (H2CO3).
Asam lemah ini akan mengalami ionisasi dan membentuk ion hidrogen (H+) dan ion
bikarbonat (HCO3-) yang sangat reaktif. Sebagai contoh adalah pelapukan batuan beku
granit yang banyak mengandung mineral kuarsa dan potas feldspar. Pelapukan mineral
potas feldspar dalam granit digambarkan dengan reaksi sebagai berikut :
2KalSi3O8 + 2(H++HCO3-) + H2O Al2Si2O5(OH)4 + 2 KHCO3 + 4SiO2
potas feldspar asam karbonat
air
mineral lempung
bikarbonat silika
+
+
Pada reaksi diatas ion H mensubstitusi ion K dalam struktur mineral feldspar
dan membentuk mineral lempung. Ion K+ menjadi nutrien yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman, atau bikarbonat yang mudah larut oleh air. Karena mineral lempung merupakan
hasil akhir dari proses pelapukan, maka mineral lempung merupakan mineral yang stabil
pada kondisi permukaan bumi. Mineral lempung juga merupakan material anorganik
dengan presentase yang besar dalam tanah. Selain itu mineral lempung merupakan
penyusun utama dari serpih (shale) yang merupakan batuan sedimen yang paling
dominan pada kerak bumi. Sebagian silika yang berasal dari ubahan mineral feldspar,
larut dalam tanah yang dapat membentuk nodul rijang atau flint dalam batuan sedimen.
Kuarsa, mineral lain yang dominan dalam granit, merupakan mineral yang
sangat resisten, dan tidak mengalami ubahan pada waktu granit mengalami pelapukan.
Akibatnya apabila granit mengalami pelapukan, mineral feldspar berubah menjadi
mineral lempung dan mineral kuarsa akan terlepas dan tetap dalam keadaanya semula.
Kadangkala mineral kuarsa akan ikut terangkut oleh aliran dan terkumpul pada suatu
cekungan untuk membentuk batupasir.
Tabel dibawah merupakan hasil dari proses pelapukan kimia dari beberapa
mineral silikat yang umum dijumpai. Mineral-mineral tersebut apabila mengalami
pelapukan akan menghasilkan ion-ion sodium, kalsium, potasium dan magnesium yang
akan larut dalam tanah. Sedangkan unsur Fe bersama oksigen akan membentuk iksida
besi seperti hematit dan limonit yang tetap tinggal dalam tanah, sehingga memberikan
warna coklat kemerahan atau warna yang kekuningan.
Tabel. Hasil proses pelapukan beberap mineral silikat
Mineral
Kuarsa
Feldspar
Hornblende
Olivin

Hasil Residu
Butiran kuarsa
Mineral lempung
Lempung, Limonit, Hematit
Limonit, Hematit

Material dalam Larutan


Silika
Silika, K+,Na+,Ca2+
Silika, Ca2+, Mg2+
Silika, Mg2+

Proses pelapukan kimia kadang-kadang diikuti juga oleh pelapukan mekanik.


Proses ini dapat terjadi pada batuan yang telah mengalami rekahan yang teratur, dan
pelapukan kimia terjadi melalui rekahan tersebut. Fragmen batuan yang mengalami
pelapukan akan terlepas dari batuan induknya melalui bidang yang membundar
(spherical). Proses semacam ini disebut dengan proses pelapukan sferoidal (spheroidal
weathering). Proses pelapukan sferoidal terjadi karena mineral feldspar yang lapuk
menjadi mineral lempung volumenya bertambah besar, karena masuknya air dalam
struktur mineral tersebut. Penambahan volume ini akan mendesak keluar bagian batuan
terluar dengan bentuk yang konsentris. Jadi proses pelapukan kimia dapat menghasilkan
gaya yang cukup besar yang dapat menyebabkan terjadinya pelapukan mekanik.

Tanah (Soil)
Seperti telah diuraikan sebelumnya, tanah merupakan hasil akhir dari suatu
proses pelapukan batuan. Pada tanah inilah kemudian tumbuhan menggunakannya
sebagai media untuk pertumbuhannya.
Dengan sedikit pengecualian, permukaan bumi ditutupi oleh regolit, yang
merupakan lapisan yang disusun oleh fragmen batuan dan mineral hasil dari proses
pelapukan. Walaupun sebagian orang menyebutnya hasil proses pelapukan adalah tanah,
tetapi tanah sebenarnya lebih dari sekedar hasil dari proses pelapukan. Tanah merupakan
kombinasi antara mineral dan material organik, air dan udara, sebagai tempat tumbuhnya
tanaman. Sekitar setengah dari volume tanah yang baik merupakan campuran antara hasil
disintegrasi, dekomposisi batuan dan humus, yang merupakan rombakan sisa-sisa
organisme. Sedang setengahnya lagi merupakan pori-pori tempat sirkulasi air dan udara.
Meskipun persentase mineral dalam tanah lebih besar daripada bahan organik,
humus merupakan mineral dalam tanah. Selain sumber nutrien bagi tumbuhan, humus
juga merupakan tempat menyimpan air. Karena air dan udara sangat dibutuhkan oleh
tanaman untuk pertumbuhannya, maka persentase pori dalam tanah sebagai tempat
sirkulasi air dan udara merupakan hal sangat penting keberadaannya. Air di dalam tanah
bukan merupakan air murni, tetapi merupakan larutan yang kompleks yang banyak
mengandung nutrien.

Faktor-faktor Pengontrol Pembentukan Tanah


Tanah yang menyusun permukaan bumi mempunyai karakteristik yang tidak
sama. Ada tanah yang subur, ada yang tidak. Ada tanah yang berpasir, ada yang dominan
disusun oleh lempung dan lanau. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor-faktor yang
mengontrol pembentukan tanah tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
terbentuknya tanah. Faktor-faktor tersebut sangat berkaitan antara satu dengan lainnya
dalam proses pembentukan tanah. Selanjutnya akan dibahas tiap-tiap faktor tersebut.
Batuan induk (parent rocks). Batuan induk merupakan batuan yang terletak dibawah
lapisan tanah atau endapan yang belum terkompaksi. Tanah yang terbentuk di atas batuan
induk dan belum mengalami transportasi atau perpindahan tempat disebut dengan tanah

residu (residual soil). Sedangkan tanah yang sudah berpindah tempat dari tempat
terbentuknya disebut dengan tanah terpindahkan (transported soil).
Ada dua hal pengaruh batuan induk terhadap tanah. Pertama, jenis batuan induk
akan mempengaruhi kecepatan proses pelapukan, sehingga akan mempengaruhi juga
kecepatan pembentukan tanah. Sebagai contoh, komposisi mineral batuan induk akan
menentukan tingkat kecepatan pelapukan kimia. Demikian juga endapan yang belum
mengalami kompaksi dengan baik akan mempercepat proses pembentukan tanah
daripada batuan yang keras, karena endapan yang belum kompak telah mengalami
pelapukan sebagian. Kedua, komposisi kimia batuan induk akan mempengaruhi tingkat
kesuburan tanah yang dihasilkan.
Pada mulanya batuan induk dianggap sebagai faktor utama yang menentukan
perbedaan jenis tanah. Tetapi ternyata bahwa jenis tanah yang sama dapat berasal dari
batuan induk yang berbeda, juga batuan induk yang sama dapat menghasilkan jenis tanah
yang berbeda. Faktor lain yang penting juga dalam proses pembentukan tanah yaitu
iklim.
Waktu. Semakin lama batuan induk mengalami proses pelapukan, maka semakin tebal
tanah yang dihasilkannya. Jadi faktor waktu merupakan salah satu faktor yang penting,
walaupun tidak dapat ditentukan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membentuk
tanah, karena banyak faktor yang saling berkait untuk terjadinya proses pelapukan.
Iklim. Faktor yang satu ini merupakan faktor yang paling penting pada proses
pembentukan tanah. Iklim suatu tempat akan menentukan macam proses pelapukan yang
dominan akan terjadi di tempat tersebut. Pada daerah yang beriklim panas dan basa,
proses pelapukan kimia akan kominan, sehingga proses pembentukan tanah akan sangat
efektif. Sebaliknya pada daerah beriklim dingin dan agak kering, proses pelapukan
mekanik akan dominan, sehingga pelapukan tanah tidak begitu efekti, tetapi proses
pembentukan material hancuran (debris) sangat efektif. Besarnya curah hujan juga akan
mempengaruhi derajat hilangnya bermacam material yang terdapat pada tanah, sehingga
akan berpengaruh tingkat kesuburan tanah tersebut. Itulah sebabnya tanah di daerah yang
beriklim tropis seperti Indonesia pada umumnya mempunyai lapisan tanah yang lebih
tebal daripada lapisan tanah di daear yang beriklim dingin atau subtropis.
Organisme (tumbuhan dan binatang). Fungsi utama dari organisme ini adalah sebagai
sumber utama material organik dalam tanah. Di daerah yang banyak vegetasinya, dapat
terbentuk tanah yang hampir seluruhnya disusun oleh material organik. Sebaliknya di
daerah gurun material organik dalam tanah relatif sedikit.
Selain tumbuhan dan binatang, mikroorganisme juga memberikan konstribusi
pada jumlah material organik dalam tanah. Material organik yang mengalami
dekomposisi akan mensuplai nutrien yang sangat penting bagi tumbuhan. Jadi tingkat
kesuburan tanah akan berhubungan dengan jumlah material organik yang terdapat dalam
tanah. Mikroorganisme termasuk jamur, bakteri dan protozoa, memegang peranan
penting dalam proses penghancuran tumbuhan dan sisa-sisa binatang. Hasil akhir dari
proses ini adalah terbentuknya humus.
Kemiringan lereng (slope). Kemiringan lereng sangat berpengaruh terhadap besarnya
proses erosi dan jumlah air dalam tanah. Oleh sebab itu, pada daerah dengan kemiringan
lereng yang besar biasanya tanah sulit terbentuk, atau kalaupun ada, biasanya
ketebalannya tidak begitu besar. Sedang pada daerah yang datar sampai landai, tanah

dapat terbentuk dengan baik, karena tempat semacam ini proses erosi relatif kecil,
drainase baik dan peresapan air ke dalam tanah sangat besar.
Profil Tanah (Soil Profile)
Profil tanah merupakan potongan vertikal dari tanah yang menunjukkan seluruh
horizon tanah dari permukaan sampai ke bagian yang terdalam. Horizon merupakan
lapisan atau zona pada tanah yang terbentuk karena adanya variasi komposisi, tekstur dan
struktur tanah. Profil tanah pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 (empat) horizon, mulai
dari yang teratas sampai kebagian terdalam yaitu horison O, A, B dan C.
Horison O merupakan lapisan teratas terutama terdiri dari material organik.
Bagian teratas dari horison ini terutama terdiri dari sisa-sisa tumbuhan seperti daun-daun
yang lepas dan sisa-sisa organik lainnya yang masih dapat dikenali. Sedang bagian
bawahnya terutama disusun oleh material organik yang sudah mengalami dekomposisi.
Di bawah horison O terdapat horison A, yang banyak disusun oleh mineral.
Aktivitas organik tinggi, kandungan humus mencapai 30%. Air permukaan yang meresap
akan membawa partikel halus dari horison ini. Proses pencucian partikel halus ini disebut
eluviation, sehingga horison A sering juga disebut eluvial. Akibat dari proses ini, maka
partikel pada horison A berukuran kasar. Selain partikel halus, air juga akan melarutkan
komponen anorganik dalam horison ini dan diangkut ketempat yang lebih dalam. Proses
semacam ini disebut leaching. Itulah sebabnya horison A sering juga disebut zona
pencucian (Zone of Leaching).
Di bawah horison A adalah horison B atau subsoil. Material-material yang
diangkut oleh air dari horison A diendapkan atau diakumulasikan pada horison B ini,
sehingga horison ini disebut zona pengumpulan (Zone of Accumulation). Material
lempung yang terbawa dari horizon A dapat menjadi lapisan kedap air yang akan
menahan air tetap berada pada horison B. horison ini juga merupakan zona peralihan
antara zona yang kaya organisme horison A, dengan zona yang kurang organismenya
yaitu horison C. Horison O, A dan B bersama-sama disebut solum atau tanah
sebenarnya (true soil), dimana kehidupan organisme seperti akar tumbuhan dan
binatang dapat hidup.
Di bawah solum adalah horison C yang dicirikan oleh batuan induk yang lapuk
sebagian dan sedikit, kalaupun ada, organisme. Pada horison ini batuan induk masih
dapat dikenali.
Batas antara horison yang satu dengan lainnya kadang sangat tegas, tetapi
kadang juga tidak tegas (gradual). Seringkali tanah juga tidak menunjukkan semua
horison. Tanah yang demikian disebut immature, karena proses pembentukan tanah
belum berlangsung lama. Tanah semacam ini juga dicirikan oleh lereng yang terjal
dimana tanah yang terbentuk selalu mengalami pengikisan.
Tipe Tanah
Karakteristik dari tiap tipe tanah sangat tergantung pada kondisi iklim yang
mempengaruhi.
Pedalfer. Berasal dari bahasa latin pedon yang berarti tanah dan simbol Al (aluminium)
dan Fe (besi). Merupakan tipe tanah yang dicirikan oleh akumulasi oksida besi dan

lempung yang kaya aluminium pada horison B. Di daerah subtropik yang mempunyai
curah hujan lebih besar dari 63 cm, kebanyakan material terlarut seperti kalsium karbonat
tercuci dari tanah, dan diangkut oleh air tanah. Sedangkan oksida besi dan lempung dari
horison A akan terakumulasi pada horison B, sehingga horison ini akan berwarna coklat
sampai coklat merah. Tanah ini sangat baik berkembang di area yang vegetasinya lebat
(hutan), dimana jumlah dekomposisi material organik cukup banyak untuk memberikan
kondisi yang bersifat asam yang dibutuhkan untuk proses pencucian.
Pedocal. Berasal dari bahasa latin pedon yang berarti tanah dan tiga huruf pertama dari
calcite. Tipe tanah ini dicirikan oleh akumulasi kalsium karbonat. Pada daerah yang
tersusun oleh tipe tanah ini, air hujan yang merembes ke dalam tanah cepat mengalami
evaporasi sebelum sempat melarutkan kalsium karbonat. Akibatnya sering terjadi
akumulasi material yang berwarna putih terdiri kalsium karbonat yang disebut caliche.
Pelapukan kimia kurang intensif, sehingga kandungan lempung pada pedocal lebih kecil
daripada pedalfer.
Di daerah tropik yang beriklim panas dan basah sering terbentuk tanah laterit.
Karena pelapukan kimia intensif di daerah ini, maka tanah laterit yang terbentuk lebih
tebal daripada di daerah subtropik. Air yang meresap ke dalam tanah selain membawa
kalsium karbonat, juga silika dalam jumlah besar, sehingga oksida dari besi dan
aluminium terkonsentrasi dalam tanah. Besi memberikan warna merah dalam tanah.
Dalam keadaan kering tanah laterit ini sangat keras. Jika pada batuan induk mengandung
sedikit besi, maka tanah yang dihasilkan oleh proses pelapukan kaya akan aluminium
yang disebut bauksit. Bauksit merupakan mineral bijih (ore) aluminium. Karena aktifitas
bakteri sangat aktif di daerah tropik, maka tanah laterit tidak mengandung humus,
sehingga tanah laterit merupakan daerah yang subur untuk pertanian.
Di daerah beriklim dingin dan kering tanah umumnya sangat tipis dan sangat
jelek perkembangannya. Hal ini disebabkan karena pelapukan kimia berlangsung sangat
lambat, dan tumbuhan yang sangat jarang menyebabkan material organik yang dihasilkan
sangat sedikit.

Anda mungkin juga menyukai