Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Kompetensi Dasar
Setelah

mengikuti

perkuliahan

Ekologi

Lahan

Basah

mahasiswa mengenali dan memahami masalah ekologi lahan basah


sebagai ilmu dan keterkaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu lain, terutama
ekologi lahan basah di Indonesia dan Kalimantan Selatan, dan
pembelajarannya di sekolah.
B. Indikator
1. Menemukan penyebab kerusakan ekosistem sungai dataran rendah
di Kalimantan Selatan. (C4)
2. Menganalisis dampak kerusakan ekosistem sungai dataran rendah
di Kalimantan Selatan. (C4)
3. Menilai kualitas sungai dataran rendah di Kalimantan Selatan. (C5)
4. Merancang upaya pengelolaan ekosistem sungai dataran rendah di
Kalimantan Selatan. (C6).
C. Uraian Singkat Ekosistem Sungai Dataran Rendah

Gambar 1.
Sungai Rengas Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan

Berdasarkan letak dan perbedaaan kondisi fisik lainnya, lingkungan


air mengalir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu lingkungan air
mengalir di dataran tunggi dan dataran rendah. Sungai merupakan massa
air tawar yang mengalir secara alamiah mengikuti suatu alur yang
akhirnya bermuara di danau atau di laut (Somantri, 2007).

Sungai-sungai di dataran rendah mempunyai debit air lebih besar dan


kecepatan aliranya relatif lebih lambat. Air sungai dataran rendah berasal
dari sungai-sungai dataran tinggi dan air hujan. Sungai tipe ini
memperlihatkan gejala pasang surut yang nyata. Pada musim hujan
volume air meningkat sehingga kadang-kadang melimpah ke dataran
sekitar sungai sehingga membentuk dataran banjir. Di tengah sungai yang
besar biasanya terbentuk delta akibat pengendapan lumpur yang terbawa
sungai (Niraita dkk, 1996).
Berbagai proses baik fisik, kimiawi maupun biologi berlangsung
antara sungai dan lingkunganya. Sebagai contoh daerah daratan banjir
disekitar sungai mengalami banjir yang berasal dari limpasan air sungai
pada priode tertentu. Dalam pristiwa ini terjadi perpindahan unsur-unsur
hara antara dataran banjir dan sungai. Proses reproduksi beberapa spesies
fauna sangat tergantung pada kondisi ini. Sifat fisika kimia perairan
mengalir dipengaruhi berbagai hal. Erosi dapat meningkatkan kandungan
unsur hara yang terlarut dalam air. Riak-riak air

yang terjadi akibat

perbedaan kontur dasar sungai dapat meningkatkan kandungan oksigen


yang terlarut.
Fauna di sungai dan lingkunganya sangat beragam, terdiri dari
vertebrata seperti ikan, amphibia, reptilia, mamalia dan anggota
invertebrata seperti moluska, insekta, dan krustasea. Binatang-binatang
yang hidup di sungai ini memiliki kemampuan adaptasi terhadap
lingkungan air yang mengalir. Umumnya mereka memiliki kemampuan
untuk berenang atau menempel pada subtrat sehingga tidak hanyut oleh air
mengalir (Niraita dkk, 1996).

BAB II
SUNGAI DATARAN RENDAH DAN PEMBELAJARANYA
A. Uraian Materi
1. Permasalahan Lingkungan

Gambar 2.
Pencemaran di Sungai Martapura

Permasalahan lingkungan terjadi karena adanya pencemaran.


Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam
sehingga

kualitas

lingkungan

turun

sampai

ke

tingkat

tertentu

menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi


sesuai dengan peruntukkannya (Pemerintah RI, 1982).
2. Penyebab dan Dampak Kerusakan Sungai
Banyak penyebab sumber pencemaran sungai, tetapi secara umum
dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu sumber kontaminan langsung
dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari
industri, TPA sampah, rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung
adalah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau
atmosfir berupa hujan. Pada dasarnya sumber pencemaran sungai berasal
dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan pertanian. Tanah dan air
tanah mengandung sisa dari aktivitas pertanian misalnya pupuk dan
pestisida. Kontaminan dari atmosfir juga berasal dari aktifitas manusia
yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam (Warlina, 2004).

Menurut Warlina (2004) pengaruh bahan pencemar yang berupa


gas, bahan terlarut, dan partikulat terhadap lingkungan perairan dan
kesehatan manusia dapat ditunjukkan secara skematik sebagai berikut :
Sumber Pencemaran

Komponen Lin
gkungan

Kesehatan Manusia

Atmosfir
Gas-gas
pencemar

Sumber
pencema
ran

Biota
akuatik

Bahan
pencemar
terlarut

Badan air

Bahan
pencemar
partikulat

Tanah

Biota
terestial

Kesehatan manusia

Gambar 3.
Bagan Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Pencemar terhadap Lingkungan
Perairan
Sungai-sungai di dataran rendah sangat rentan terhadap gangguan
alami maupun aktivitas manusia. Akibat aktivitas manusia di sungai dan
sekitarnya, sungai menjadi salah satu ekosistem yang mengalami
pencemaran paling berat. Semua saluran pembuangan baik dari
perumahan, pasar, pabrik dan kegiatan lain seperti rumah makan, rumah
sakit, semuanya berakhir di sungai. Limbah tersebut berupa limbah padat
dan cair, yang mungkin terdiri atas bahan organik dan anorganik, yang
beracun maupun tak beracun. Semua itu mengakibatkan turunnya kualitas
air di sungai.
Pencemaran air oleh berbagai jenis limbah menimbulkan berbagai
penyakit seperti gatal-gatal dan penyakit perut. Pencemaran juga
mempersulit proses penyaringan air sehingga biayanya menjadi lebih
mahal.

Pembukaan hutan di daerah aliran sungai yang lebih tinggi dapat


mengakibatkan erosi sehingga sedimentasi meningkat. Hal ini akan
meningkatkan kekeruhan air di sungai-sungai dataran rendah dan
mengakibatkan pendangkalan. Pendangkalan mengurangi daya tampung
sungai, sehingga banjir lebih mudah terjadi pada musim hujan.
Menyempitnya daerah serapan akibat berkurangnya lahan yang
ditutupi vegetasi, dan meningkatnya pembangunan perumahan dan
pembangunan saluran air permanen mengurangi jumlah air yang meresap
ke tanah (Niraita dkk, 1996).
Pencemaran Sungai dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat
meracuni air minum, meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidak
seimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan
asam dsb.
Di badan sungai nitrogen dan fosfat dari kegiatan pertanian telah
menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang di luar kendali yang disebut
eutrofikasi (eutrofication). Ledakan pertumbuhan tersebut menyebabkan
oksigen

yang

seharusnya

digunakan

bersama

oleh

seluruh

hewan/tumbuhan air, menjadi berkurang. Ketika tanaman air tersebut mati,


dekomposisinya menyedot lebih banyak oksigen. Akibatnya ikan akan
mati dan aktivitas bakteri akan menurun.
Dampak pencemaran air pada umumnya dibagi dalam 4 kategori :
-

dampak terhadap kehidupan biota air

dampak terhadap kualitas air tanah

dampak terhadap kesehatan

dampak terhadap estetika lingkungan (Warlina, 2004).

3. Komponen Pencemaran Air Sungai


A. Limbah Pertanian

Gambar 4.
Enceng Gondok di Sungai Barito
Limbah pertanian dapat mengandung polutan insektisida atau pupuk
organik. Insektisida dapat mematikan biota sungai. Jika biota sungai
tidak

mati kemudian dimakan hewan atau manusia, orang yang

memakannya akan keracunan. Untuk mencegahnya, upayakan agar


memilih Jurnal Pencemaran Air Volume 2, hal. 1 7 insektisida yang
berspektrum sempit (khusus membunuh hewan sasaran) serta bersifat
biodegradabel

(dapat

terurai

oleh

mikroba) dan melakukan

penyemprotan sesuai dengan aturan. Jangan membuang sisa obat ke


sungai. Sedangkan pupuk organik yang larut dalam air dapat menyuburkan
lingkungan air (eutrofikasi). Karena

air

kaya nutrisi, ganggang dan

tumbuhan air seperti enceng gondok tumbuh subur (blooming).


B. Limbah Rumah Tangga

Gambar 5.
Toilet di Pinggiran Sungai Rengas

Limbah rumah tangga yang cair merupakan sumber pencemaran air.


Dari limbah rumah tangga cair dapat dijumpai berbagai bahan organik
(misal

sisa

sayur,

ikan,

nasi, minyak, lemek, air buangan

manusia) yang terbawa air got/parit, kemudian ikut aliran sungai.


Adapula bahan- bahan
botol yang hanyut
terbawa arus air.

anorganik

Sampah

mengakibatkan banjir.

seperti plastik, alumunium, dan

bertimbun, menyumbat saluran air, dan

Bahan

pencemar

lain

dari

limbah rumah

tangga adalah pencemar biologis berupa bibit penyakit, bakteri, dan


jamur. Bahan
penguraian

organik
dan

yang

larut

dalam

air

akan mengalami

pembusukan. Akibatnya kadar oksigen dalam air

turun dratis sehingga

biota air akan

organik meningkat, kita


dapat menemui cacing
Cacing ini merupakan

Tubifex
petunjuk

mati. Jika pencemaran bahan

berwarna kemerahan bergerombol.


biologis

(bioindikator) parahnya

pencemaran oleh bahan organik dari limbah pemukiman. Di kota - kota,


air got berwarna kehitaman dan mengeluarkan bau yang menyengat.
Di
dalam air got yang demikian tidak ada organisme hidup kecuali
bakteri dan jamur. Dibandingkan

dengan

limbah

rumah tangga di daerah perkotaan di Indonesia


seluruh limbah yang ada.
C. Limbah Industri

Gambar 6.

industri, limbah

mencapai 60%

dari

Limbah Industri Sasirangan yang Biasanya Langsung Dibuang Ke Sungai


Martapura
Adanya sebagian industri yang membuang limbahnya ke air. Macam
polutan

yang dihasilkan

tergantung

pada

jenis

industri. Mungkin

berupa polutan organik (berbau busuk), polutan anorganik (berbuaih,


berwarna),

atau

mungkin berupa

polutan yang mengandung asam

belerang, atau berupa suhu (air menjadi panas). Pemerintah menetapkan


tata aturan untuk mengendalikan pencemara air oleh limbah industri.
Misalnya, limbah industri harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang
ke sungai agar tidak terjadi pencemaran.
D. Penangkapan Ikan Menggunakan racun
Beberapa penduduk dan nelayan ada yang mengguna kan tuba (racun
dari tumbuhan atau potas (racun) untuk menangkap ikan tangkapan,
melainkan juga semua biota air. Racun tersebut tidak hanya hewan
hewan dewasa, tetapi juga

hewan - hewan

yang masih kecil. Dengan

demikian racun yang disebarkan akan memusnahkan jenis makluk hidup


yang ada didalamnya. Kegiatan penangkapan

ikan

dengan

cara

tersebut mengakibatkan pencemaran di lingkungan perairan dan


menurunkan sumber daya perairan (Alkhair, 2013)
4. Parameter Pencemaran pada Air
Pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup atau zat lain ke
dalam air yang menyebabkan kualitas air menurun ke tingkat tertentu
sehingga tidak dapat berfungsi sesuai peruntukanya. Pencemaran dapat
terjadi pada air di darat maupun di laut. Untuk menentukan air sudah
tercemar atau belum dapat diketahui dengan melakukan pengujian
terhadap tiga parameter, yaitu sebagai berikut :
A. Parameter fisik
Sifat fisik air, bahwa derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi
oleh sifat fisik yang mudah terlihat seperti kandungan zat padat
sebagai efek estetika, kejernihan,bau, warna dan temperatur.

B. Parameter kimia
Sifat kimia air, bahwa kandungan bahan kimia yang ada di dalam air
limbah dapat berpengaruh negatif pada lingkungan melalui berbagai
cara. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam
limbah serta akan menimbulkan bau dan rasa yang tidak sedap pada
penyediaan air bersih. Serta dapat berakibat vatal jika mengandung
bahan beracun seperti unsur-unsur logam berat.
C. Parameter biologi
Pada dasarnya pemeriksaan biologis di dalam air limbah dimaksudkan
untukmengidentifikasi apakah ada bakteri-bakteri patogen berada
didalam air limbah. Sifat biologis ini diperlukan untuk mengukur
kualitas airterutama bagi air yang dipergunakan sebagai air minum
serta untukkeperluan lainnya. Selain itu juga untuk menaksir tingkat
kekotoranair limbah sebelum dibuang ke badan air (Anonim, 2016)
5. Berbagai Upaya Pengelolaan Sungai

Gambar 7.
Kapal Sapu-Sapu Membersihkan Sungai Martapura
Pengendalian/penanggulangan pencemaran air di Indonesia telah
diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air. Secara umum hal
ini meliputi pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi. Salah
satu upaya serius yang telah dilakukan Pemerintah dalam pengendalian
pencemaran air adalah melalui Program Kali Bersih (PROKASIH).
Program ini merupakan upaya untuk menurunkan beban limbah cair
khususnya yang berasal dari kegiatan usaha skala menengah dan besar,

serta dilakukan secara bwertahap untuk mengendalikan beban pencemaran


dari sumber-sumber lainnya. Program ini juga berusaha untuk menata
pemukiman di bantaran sungai dengan melibatkan masyarakat setempat.
Pada prinsipnya ada 2 (dua) usaha untuk menanggulangi
pencemaran, yaitu penanggulangan secara non-teknis dan secara teknis.
Penanggulangan secara non-teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi
pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan
yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk
kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran.
Peraturan perundangan ini hendaknya dapat memberikan gambaran secara
jelas tentang kegiatan industri yang akan dilaksanakan, misalnya meliputi
AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan dan menanamkan perilaku
disiplin. Sedangkan penanggulangan secara teknis bersumber pada
perlakuan industri terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan
mengubah proses, mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat
mengurangi pencemaran (Warlina, 2004).
Pengelolaan sungai membutuhkan pendekatan menyeluruh mulai
dari hulu sampai hilir dan harus menyangkut semua aspek yang
berhubungan denganya. Secara ringkas pengelolaan sungai harus
mencakup hal-hal berikut ini.

Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang meliputi mengurangi

erosi dan sedimentasi serta mempertahankan daerah resapan air;


Mengurangi pencemaran yang terjadi di sepanjang aliran sungai baik
yang berasal dari sampah rumah tangga, limbah pertanian, industri

maupun pertambangan;
Pemantauan baku mutu air sesuai dengan peruntukan masing-masing
dan penegakan hukum bagi yang melanggar ketentuan tersebut.
Sungai juga dapat dijadikan objek wisata apabila lingkunganya

terjaga. Salah satu kota yang memiliki sungai sebgai objek wisata andalan
adalah kota Banjarmasin yang dikelola oleh pemerintah Kota Banjarmasin,
sehingga perlu adanya pengelolaan sungai sesuai prinsip-prinsip dalam
ekoswisata. Beberapa cara yang dapat dilakukan ialah :

Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis sungai yang tetap

mendukung sistem kehidupan.


Melindungi keanekaragaman hayati yang ada pada sungai
Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistem sungai
Meningkatkan
dan
mengembangkan sarana/prasarana dalam

pengelolaan objek wisata terutama dalam hal pengendalian sampah.


Meningkatkan penataan dan pengelolaan lingkungan objek wisata
misalnya penyiringan sungai, penataan rumah-rumah pinggir sungai
dan pengerukan sungai (Norjannah, 2010)

E. Inovasi

Model

Pembelajaran

berdasarkan

Masalah

dalam

Pembelajaran Ekologi Sungai Dataran Rendah


1. Uraian Umum
Materi perkuliahan yang digunakan adalah Ancaman tehadap
ekosistem sungai dataran rendah dan pengelolaannya. Pembelajaran
dilakukan dengan 2x waktu pertemuan (4x50 menit) di

mana

pertemuan pertama dihabiskan dengan pengamatan ke lapangan


(sungai dataran rendah di Kalimantan Selatan) dan pertemuan kedua
diisi dengan presentasi.
Tujuan pembelajaran yaitu menemukan penyebab kerusakan
lingkungan di sungai dataran rendah daerah Kalimantan Selatan,
menganalisis dampak kerusakan lingkungan di sungai dataran rendah
daerah Kalimantan Selatan, menilai kualitas sungai dataran rendah
daerah Kalimantan Selatan, dan merancang upaya pengelolaan
ekosistem sungai dataran rendah di Kalimantan Selatan.

2. Kegiatan Inti Model


Kegiatan pendahuluan diawali dengan doa terlebih dahulu,
dosen mengecek kehadiran mahasiswa, dosen menyampaikan tujuan
pembelajaran.
Sintak/fase

PBM

menurut

Nur

(2011)

yaitu

(1)

mengorganisasikan siswa kepada masalah, (2) mengorganisasikan


siswa untuk belajar, (3) membantu penyelidikan mandiri/kelompok, (4)

mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya, serta (5)


menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Fase 1 PBM mahasiswa menemukan masalah. Pada tahap ini,
mahasiswa diharapkan dapat berdiskusi untuk menemukan masalah
terkait sungai dataran rendah di Kalimantan Selatan yang akan
dijadikan bahan untuk belajar.
Fase 2 mahasiswa melakukan perencanaan. Pada tahap ini,
mahasiswa berdiskusi untuk merencanakan metode/cara belajar, waktu
dan tempat penelitian serta berbagai alat/bahan yang diperlukan.
Fase 3 melakukan penyelidikan. Pada tahap ini, mahasiswa
melakukan penyelidikan ke lapangan (sungai dataran rendah
Kalimantan Selatan) dengan berbagai kegiatan yang bisa dilakukan
seperti mengukur berbagai parameter sungai maupun observasi
terhadap organisme yang ditemukan disertai dokumentasi dan jika
diperlukan dilakukan wawancara terhadap warga sekitar.
Fase 4 mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya.
Mahasiswa membuat laporan penelitian dan suatu produk/karya yang
berhubungan dengan solusi dari kerusakan lingkungan di sungai
dataran rendah dan upaya pengelolaan ekosistem sungai dataran
rendah di Kalimantan Selatan kemudian mempresentasikannya untuk
didiskusikan bersama.
Fase 5, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Dosen membantu mahasiswa untuk saling melakukan
refleksi/ evaluasi dari penyelidikan dan proses-proses yang telah
mereka lakukan, kemudian diakhiri dengan menyimpulkan materi
pembelajaran yang telah dipelajari.
3. Evaluasi
Contoh soal:
Bacalah wacana berikut untuk menjawab soal !

Gambar 6.
Fenomena Perubahan Warna Sungai Martapura

Akhir-akhir ini masyarakat di Kalimantan Selatan khusunya


Banjarmasin dikejutkan dengan perubahan warna air sungai
Martapura

menjadi

warna

hijau

tosca.

Berdasarkan

hasil

pengukuran Kadar oksigen oleh dinas tata air sungai kota


Banjarmasin kadar oksigen di air sungai Martapura saat ini hanya
mencapai 2,3 ppm..
1. Mengapa hal itu dapat terjadi ? (bobot 20)
2. Bagaimanakah kualitas air sungai Martapura tersebut ? (bobot
25)
3. Bagaimana dampak yang diakibatkan oleh perubahan air
sungai tersebut? (bobot 20)
4. Buatlah rancangan upaya pelestarian lingkungan sungai dataran
rendah pada kasus tersebut! (bobot 35)

Jawaban:
1. Berubahnya warna air sungai menjadi hijau tosca diakibatkan
oleh adanya suatu zat atau organisme yang berada dalam
jumlah melimpah di sungai tersebut di mana hal itu dikuatkan
dengan jumlah oksigen terlarut yang sangat minim. Organisme
yang menyebabkan warna hijau tersebut adalah alga atau
ganggang berwarna hijau yang sangat banyak. Adanya
alga/ganggang tersebut dapat diakibatkan umpan ikan dari

keramba yang tak termakan ikan. Selain itu, Alga dapat


berkembang karena sisa deterjen dan penggunaan pupuk yang
larut ke sungai.
2. Kualitas air sungai Martapura tersebut dapat dikatakan tidak
baik (tercemar). Hal itu dapat dilihat dari data bahwa kadar
oksigennya sangat rendah, perubahan warna dari warna yang
seharusnya, kemudian kejernihan airnya juga berkurang.
3. Dampak dari hal tersebut adalah semakin berkurangnya
intensitas cahaya matahari yang masuk ke sungai, kemudiaan
banyaknya alga juga akan mengambil oksigen terlarut di sungai
sehingga

organisme

lain

akan

kesulitan

bersaing

memperebutkan oksigen sehingga organisme lain yang


tidakdapat beradaptasi dengan perubahan tersebut akan mati.
4. Upaya pelestarian lingkungan sungai dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti tidak melakukan berbagai aktivitas yang
berakibat buruk terhadap ekosistem sungai misalnya tidak
membuang berbagai sampah/limbah di sungai, tidak melakukan
penambangan, sterilisasi daerah bantaran sungai, dll. Kemudian
hal lain yang bisa dilakukan di antaranya melakukan
pembersihan

sungai

secara

rutin/berkala

serta

dapat

mengembangkan sungai sebagai wisata.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sungai dataran rendah adalah salah satu ekosistem lahan basah yang
memiliki ciri khas salah satunya adanya pasang surut.
2. Lahan basah dapat diajarkan di sekolah dengan memasukkannya pada
materi yang berhubungan dengan ekosistem dan lingkungan.

3. Pembelajaran diharapkan dapat berlangsung lebih baik dengan adanya


inovasi berupa model pembelajaran yang menekankan mahasiswa untuk
langsung terjun ke lapangan dan menyelesaikan masalah.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Dampak Limbah Cair Pada Kesehatan. Diakses melalui
http://www.indonesian-publichealth.com/limbah-cair-dan-kesehatan/. Pada
20 Oktober 2016
Alkhair, Aisyah. 2013. Jurnal Pencemaran Air. Diakses melalui
https://aisyahalkhair.files.com/2013/07/tugas-pengkom2.pdf. Pada 20
Oktober 2016
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Peraturan Menteri Pendidikan
Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016.

Nur, Mohamad. 2011. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Pusat Sains


dan Matematika Sekolah UNESA. Surabaya.
Niraita, Endah, Prianto Wibowo, Shanti Susanti, dkk. 1996. Ekosistem Lahan
Basah Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme, Bogor.
Norjannah, Siti. 2010 Pengelolaan Objek Wisata Sungai Sebagai Salah Satu
Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Banjarmasin. UIN. Banjarmasin.
Pemerintah RI. 1982. Undang-Undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
No. 4 tahun 1982.
Somantri, Lili. 2007. Hidrosfer. Workshop Pendalaman Materi Geografi SMP,
Bandung.
Warlina, Lina. 2004. Pencemaran Air: Sumber,
Penanggulangannya. Pasca Sarjana / S3 IPB. Bogor.

Dampak

Dan

Anda mungkin juga menyukai