Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEMBAHASAN
SPINA BIFIDA
A. DEFENISI
Spina bifida atau myelodisplasia berarti terbelahnya arcus vertebrae dan bisa
melibatkan jaringan saraf di bawahnya atau tidak sehingga mengakibatkan
perkembangan abnormal pada tulang belakang yang juga merupakan suatu kelainan
bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan
elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal dari embrio. (Chairuddin
Rasjad, 1998).
Ada berbagai jenis spina bifida, yaitu :
1. Spina bifida okulta
Spina bifida okulta menunjukkan suatu cacat yang lengkung-lengkung
vertebranya dibungkus oleh kulit yang biasanya tidak mengenai jaringan saraf
yang ada di bawahnya. Cacat ini terjadi di daerah lumbosakral ( L4 S1 )
dan biasanya ditandai dengan plak rambut yang yang menutupi daerah yang
cacat. Kecacatan ini disebabkan karena tidak menyatunya lengkung-lengkung
vertebra (defek terjadi hanya pada kolumna vertebralis) dan terjadi pada sekitar
10% kelahiran.
2. Spina bifida kistika
Spina bifida kistika adalah suatu defek neural tube berat dimana jaringan
saraf dan atau meningens menonjol melewati sebuah cacat lengkung vertebra dan
kulit sehingga membentuk sebuah kantong mirip kista. Kebanyakan terletak di
daerah lumbosakral dan mengakibatkan gangguan neurologis, tetapi biasanya
tidak disertai dengan keterbelakangan mental.
3. Spina bifida dengan meningokel
Pada beberapa kasus hanya meningens saja yang berisi cairan saja yang
menonjol melalui daerah cacat. Meningokel merupakan bentuk spina bifida
dimana cairan yang ada di kantong terlihat dari luar (daerah belakang), tetapi
kantong tersebut tidak berisi spinal cord atau saraf.
4. Spina bifida dengan meningomielokel
Spina bifida dengan meningomielokel merupakan bentuk spina bifida
dimana jaringan saraf ikut di dalam kantong tersebut. Bayi yang terkena akan
mengalami paralisa di bagian bawah.
C. MANIFESTASI KLINIK
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis
dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala;
sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda
spinalis maupun akar saraf yang terkena. Gejalanya berupa:
1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan dapat dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu
hamil, dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple
screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.
2. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik,
riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini
merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan
lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi, deformitas
muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar dilakukan
asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.
3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis,
deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun
vertebra dan lokasi fraktur patologis.
5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk
memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.
6. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube, akan
memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini memiliki
angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya
dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa
cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:
1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun
vertebra
3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri
dari spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan
tim terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.
1.
Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal
sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah mengontrol inkotinensia; mencegah
2.
internal juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans
gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi
ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik, dangkal dan
parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2 tahun pertama untuk
counter gaya mekaniknya.
3.
4.
Rehabilitasi Medik
Sistem Muskuloskeletal
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir
dilakukan seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan
penguatan dilakukan pada otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah
prosedur tendon transfer.
Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat
5.
6.
Bowel Training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan
berbentuk sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah
makan dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak
duduk di toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses
Stimulasi digital atau supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal
sigmoid. Fekal softener digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.
7.
Pembedahan
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit,
sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi
meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi
CSS yang berkurang. Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28
gestasi, atau kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero
dengan pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam
serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan
sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi;
terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP
disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata.
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya,
posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman
yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah.
Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga
temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat
mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas
defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan.
Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan
balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab
yang dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2
sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi,
iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hatihati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan
dan lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah
kontraktur, dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi
latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi
panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot
adductor, mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita
keadaan ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan
social, hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya.
Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap
kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran antara
lain adalah:
1. Paralisis cerebri
2. Retardasi mental
3. Atrofi optic
4. Epilepsi
5. Osteo porosis
6. Fraktur (akibat penurunan massa otot)
7. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.
Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan organisme
campuran lazim ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus. Pada beberapa
kasus, filum terminale medulla spinalis tertambat atau terbelah oleh spur tulang
(diastematomielia), yang dapat menimbulkan kelemahan tungkai progresif pada
pertumbuhan. Sendi charcot dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki, lutut
atau coxae yang tak nyeri. Hidrosefalus karena malformasi Arnold-chiari sering
ditemukan.
E. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Anammesa
1. Identitas pasien meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, nama ayah, nama
ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu.
2. Keluhan utama
Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru dilahirkan.
-
Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung
asam folat misalnya sayuran, buah-buahan (jeruk,alpukat), susu, daging, dan hati.
Ada anggota keluarga yang terkena spina bifida.
Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : normal
B2 (Blood)
B3 (Brain) :
2.
B5 (Bowel)
: Inkontinensia feses
B6 (Bone)
Diagnosa
1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi
2. Berduka berhubungan dengan kelahiran anak dengan spinal malformation
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan
positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
4. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)
6. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan
3
Intervensi
Rasional
resiko infeksi
Intervensi
1. Dorong orangtua
mengekspresikan perasaannya dan
perhatiannya terhadap bayinya,
diskusikan perasaan yang
berhubungan dengan pengobatan
anaknya
2. Bantu orangtua mengidentifikasi
aspek normal dari bayinya
terhadap pengobatan
3. Berikan support orangtua untuk
Rasional
2.
3.
Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi / anaknya
Intervensi
Rasional
terjadi
2. Untuk mencegah terjadinya luka infeksi
kesalahasatu sisi
3. Lakukan stimulasi
perawatan kulit
1. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
Tujuan :Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
Kriteria Hasil:
1.
2.
Intervensi
Rasional
kenyamanan)
Intervensi
Rasional
tindakan
2. Sebagai pedoman untuk
6.
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan
Rasional
permukaan pengurang
tekanan.
2. Masase kulit dengan perlahan
selama pembersihan dan
pemberian lotion.
3. Berikan terapi stimulant pada
bayi
eleminasi
CEREBRAL PALSY
A. DEFENISI
Cerebral palsy merupakan brain injury yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi
pengendalian sistem motorik sebagai akibat lesi dalam otak, atau suatu penyakit
neuromuskuler yang disebabkan oleh gangguan perkembangan atau kerusakan sebagaian
dari otak yag berhubungan dengan pengendalian fungsi motorik. (Somantri, 2007).
Serebral palsi sering diklasifikasikan sesuai dengan kategori fungsional yang
teramati untuk menggambarkan ketidaknormalan neuromuskular. Terdapat 4 kategori
dalam pengklasifikasian CP yaitu sebagai berikut:
1. CP spastik
Cerebral palsy spastik adalah bentuk yang paling sering (80% dari kasus CP).
Cp spastik dikarakteristikkan dengan hipertonik dan buruknya kendali postur,
keseimbangan, dan koordinasi. Keterampilan motorik kasar dan halus terganggu. CP
spastik diklasifikasikan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu:
a. Monoplegia
b. Dipelgia
ekstremitas
b. Diskinetik
c. Distonia
: mulut (mengiler)
: (gangguan tonus otot) distorsi kedutan ritmik yang meliputi
Tahap Prenatal
Pada
masa
bayi
dilahirkan
ada
beberapa
resiko
yang
dapat
mengalami kejang hingga kekurangan oksigen ke otak, akibatnya jaringan otak rusak.
2.
Perdarahan otak
Perdarahan dibagian otak dapat mengakibatkan penyumbatan sehingga anak
bayi akibat gangguan proses persalinan misal ibu mempunyi infeksi TORCH.
4.
anaknya bergolongan darah A atau B, hal tersebut akan menyebabkan bayi mengalami
hiperbilirubenimia yang dapat merusak sel otak secara permanen.
5.
Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
Prematuritas
Pada cerebral palsy spastik diplegi biasanya terjadi pada kasus kelahiran
prematur, berat badan lahir rendah dan anoksia berat pada saat kelahiran. Bayi lahir
sebelum waktunya (premature), dimana secara organis tubuhnya belum matang
sehingga fisiologisnya mengalami kelainan dan rentannya bayi dalam terkena infeksi
atau penyakit yang dapat merusak sistem persarafan pusat bayi.
7.
Tahap Postnatal
Kerusakan pada otak saat postnatal terjadi pada masa mulai bayi dilahirkan
sampai anak berusia 5 tahun. Usia 5 tahun dijadikan patokan karena perkembangan
otak dianggap telah selesai. Kerusakannya dapat terjadi disebabkan oleh:
1. Kecelakaan yang dapat secara langsung merusak otak bayi. misalnya pukulan atau
benturan pada kepala yang cukup keras
2. Infeksi penyakit yang menyerang otak, misalnya terinfeksi penyakit meningitis,
encephalitis, influenza yang akut
3. Penyakit typoid atau diphteri yang memungkinkan dapat mengakibatkan
kekurangan oksigen (anoksia)
4.
Keracunan karbonmonoksida
5.
Tercekik
6.
Tumor otak
7.
Penyebab lainnya adalah pada trauma kapitis, meningitis, ensepalitis dan luka
parut pada otak pasca bedah dan bayi dengan berat badan lahir rendah.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang dapat dilihat dari anak yang mengalami cerebral palsi
yaitu sebagai berikut:
1. Keterlambatan dalam mencapai tahap perkembangan motorik;
2. Penampilan motorik yang tidak normal dan kehilangan kendali motorik selektif
misalnya menggunakan tangan dominan lebih awal, berguling secara abnormal dan
asimetris, cardan lain-lain.
3. Perubahan tonus otot (misalnya peningkatan atau penurunan resistensi terhadap
gerakan pasif, anak merasa kaku ketika memegang atau berpakaian, kesulitan
menggunakan popok);
4. Postur yang tidak normal (misalnya tangan seperti gunting);
5. Ketidaknormalan refleks (misalnya reflek primitif persisten, seperti hertonik atau
hiperrefleksia);
6. Kecerdasan di bawah normal;
7. Keterbelakangan mental;
8. Kejang/epilepsi (terutama pada tipe spastik);
9. Gangguan menghisap atau makan;
10. Pernafasan yang tidak teratur;
11.Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya, menggapai sesuatu,
duduk, berguling, merangkak, berjalan);
12.Gangguan berbicara (disartria);
13.Gangguan penglihatan;
14.Gangguan pendengaran.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan klinis untuk mengidentifikasi ketidaknormalan tonus, seringnya
terjadi hipotonik yang diikuti dengan hipertonik, ketidaknormalan postur dan
keterlambatan perkembangan motorik.
2. Ultrasonografi kranial untuk mendeteksi hemoragi dan iskemik hipoksik.
3. CT scan untuk mendeteksi lesi-lesi susunan saraf pusat
4. Tomografi emisi positron dan tomografi terkomputerisasi emisi foton tunggal
untuk melihat metabolisme dan perfusi otak.
5. MRI untuk mendeteksi lesi-lesi kecil.
6.Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis CP
ditegakkan.
7.
berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis kerniktrus secara klinis
memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis,
hipokampus, sel-sel nukleus batang otak yang bisa menyebabkan cerebral palsy tipe
atetoid yaitu gangguan pendengaran dan mental retardasi.
E. KOMPLIKASI
Anak yang menderita serebral palsi yang biasanya mengalami komplikasi seperti:
1. Kontraktur, yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot
memendek;
2. Skoliosis, yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena
kelumpuhan hemiplegia;
3. Dekubitus, yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami
kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur;
4. Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur;
5. Gangguan mental. Anak CP tidak semua tergangu kecerdasannya, mereka ada
yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata-rata, bahkan ada yang berada di
atas rata-rata;
6. Gangguan komunikasi;
7. Ketidakmampuan belajar;
8. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara
tidak wajar.
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Data Umum
Mencakup identitas pasien dan penanggung jawab pasien seperti nomor
registrasi, nama pasien, nama pasien, usia, nama ibu dan ayah serta riwayat kesehatan
keluarga.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post
natal serta keadaan sekitar kelahiran.
3. Keluhan dan manifestasi klinik
Observasi adanya manivestasi cerebral palsy, khususnya yang berhubungan
dengan pencapaian perkembangan :
-
menetap.
Perubahan tonus otot. Peningkatan atau penurunan tahanan pada gerakan pasif,
postur opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku saat
memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku atau
tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda
awal).
Posture abnormal. Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada
posisi telungkup, menyilangkan atau mengekstensikan kaki dengan telapak
kaki plantar fleksi pada posisi telentang, lengan abduksi pada bahu, siku fleksi,
tangan mengepal.
Abnormalitas refleks. Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik
ada pada usia berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro,
plantar, dan menggenggam menetaap atau hiperaktif, Hiperefleksia, klonus
pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot
4. Pemeriksaan Fisik
a.
b. Neurosensory:
c.
gangguan bicara
anak berliur
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
proses menelan.
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskular pada
sistem pendengaran.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
d. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi motorik.
Keperawatan
Gangguan nutrisi
Tujuan:
kurang dari
Pemenuhan nutrisi
kebutuhan tubuh
pasien adekuat
berhubungan dengan
Kriteria hasil :
gangguan proses
Intervensi
Hasil
1.
1. Ajarkan pola
2.
1. 1. Adanya kemajuan
menelan
Rasional
2. Anjurkan untuk
komplikasi/memperberat
berpartisipasi dalam
peningkatan berat
program
badan.
latihan/kegiatan
3. Jaga kebersihan
pasien
mulut pasien
4.
4. Kolaborasi dengan
ahli gizi dalam
pemberian nutrisi
memudahkan dan
meningkatkan nafsu pasien
untuk makan/pemenuhan
nutrisi.
4.
Gangguan
komunikasi
Tujuan
pendegaran yang
gangguan
dialami.
neuromuskular
verbal Pasien
1. 1. Kaji derajat
proses
pada komunikasi dalam
sistem pendengaran
proses komunikasi.
komunikasi
2.
2. 2. Menggunakan
sumber-sumber dalam
komunikasi alternatif,
komunikasi dengan
seperti menlis di
tepat
mengerti/bersepon dan
3. 3. Mampu
mengggunakan metode
komunikasi untuk
mengklarifikasikan isi/makna
4. 4. Berikan petunjuk
menegspresikan
visual (gerakan
kebutuhan
tangan, gambar-
gambar, daftar
3. 4.Memberikan metode
kebutuhan,
demonstrasi).
5.
4. 5. Kolaborasi dengan
Gangguan mobilitas
Tujuan
1.
1.Kaji kemampuan
1.
fisik berhubungan
Pasien mampu
secara
dengan kelemahan
melakukan aktivitas
fungsional/luasnya
otot
Kriteria hasil
kerusakan.
1. 1.Mampu
mempertahankan posisi
2.
pemuliahan.
2. Berikan aktifitas
1.Untuk mengidentifikasi
2.
2.
dikerjakan pasien.
adanya kontraktur.
2. 2. Meningkatkan
kekuatan dan fungsi 3.
3.
3.Libatkan anak dalam
terganggu.
3. 3. Mampumenggunakan
yang diinginkan.
4.
3. Membantu pemenuhan
kebutuhan
4.Membantu memberikan
dorongan untuk latihan aktif
aktivitas.
denganmenggunakan
5. Kolaborasi dengan
ahli fisioterapi.
meningkatkan keseimbangan,
koordinasi, dan kekuatan otot.
Resiko cedera
Tujuan
1. 1. Identifikasi faktor
berhubungan dengan
yang mempengaruhi
penurunan fungsi
resiko cidera
kebutuhan keamanan.
klien
motorik
Kriteria hasil
1. 1. Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman2. 2. Identifikasi faktor 2. 2.Mengetahui lingkungan
faktor yang
lingkungan yang
menyebabkan cidera.
memungkinkan
2.
terjadinya cedera
2. 2. Pasien menunjukkan
perubahan perilaku,
pendidikan kepada
faktor
berhubungan dengan
tindakan pencegahan
terhadap cedera
4.
4. 4.Berikan informasi
kepada keluarga
terhadap bahaya
lingkungan dan
karakteristiknya.
keluarga yang
4. Evaluasi Keperawatan
mengetahui tindakan
DAFTAR PUSTAKA