Anda di halaman 1dari 25

1

MAKALAH FARMASI

TETANUS

Oleh:
DELIA INTAN ISWARI
G99141137

KEPANITERAAN KLINIK/ LABORATORIUM FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

BAB I
Pendahuluan
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena
mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani
yaitu tetanus dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit
infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus
(lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme
glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan. Tetanus yang juga dikenal
dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu
sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi
sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato
merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban
manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat
dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik. Tetanus adalah penyakit dengan tanda
utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
clostiridium tetani yang dimanifestasikan dengan kejang otot secara proksimal
dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada
otot masester dan otot rangka. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama
pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir
utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko
penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium
tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Kuman C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan
dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di
samping penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu
narkotik). Merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai pencetus
tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai dari
bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai

orang-orang tua. Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Amerika serikat


diketahui rata-rata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1

Definisi
Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan
oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui
luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan, dan
pemotongan tali pusat. Dalam tubuh, kuman ini akan berkembang biak dan
menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum
menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris. Penyakit ini ditandai oleh
adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat dengan tempat
luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat
dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala klinis
tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan saraf
pusat dan sistem saraf autonom dan tidak pada sistem saraf perifer atau otot.

Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, Clostridium tetani.
Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram
positif, bergerak, ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 m. Mikroorganisme ini
menghasilkan spora pada salah satu ujungnya sehingga membentuk
gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis. Bakteri berspora ini,
dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga
pada debu jalan, tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut.
Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Spora
Clostridium tetani sangat tahan terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan
pengeringan. Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana
anaerobik. Bentuk vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu
tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin belum diketahui kepentingannya
dalam patogenesis tetanus dan menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan

tetanospasmin bekerja pada ujung saraf otot dan sistem saraf pusat yang
menyebabkan spasme otot dan kejang.
Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus,
bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus
ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.

Gambar 1. Mikroskopik Clostridium tetani


3

Patofisiologi
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka
dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk
vegetatif yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen
rendah, nekrosis jaringan atau berkurangnya potensi oksigen.
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada
beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a. Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat
pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena
toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh
cerebral ganglioside.
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous
System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi,
periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam
urine.

Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia


mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron
spinal dan menginhibisi terhadap batang otak.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi

yang

normal,

yang

menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot


masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang
paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak
hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya
kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik
dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah
arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.
Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan
berbagai cara, sebagai berikut :
1. Masuk ke dalam otot
Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka,
kemudian ke otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui
sinap ke dalam susunan saraf pusat.
2. Penyebaran melalui sistem limfatik
Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam
nodus limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran
darah sistemik.
3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.
Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik,
namun dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar luka. Penyebaran
melalui pembuluh darah merupakan cara yang penting sekalipun tidak
menentukan beratnya penyakit. Pada manusia sebagian besar toksin
diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga memungkinkan untuk
dinetralisasi atau ditahan dengan pemberian antitoksin dengan dosis
optimal yang diberikan secara intravena. Toksin tidak masuk ke dalam

susunan saraf pusat melalui peredaran darah karena sulit untuk menembus
sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin bisa menyebar
ke otot-otot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah, sehingga
secara tidak langsung meningkatkan transport toksin ke dalam susunan
saraf pusat.
4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)
Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf,
secara retrograd toksin mencapai SSP melalui sistem saraf motorik,
sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula
spinalis atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung dengan
reseptor presinaptik dan saraf inhibitor.
4

Gejala Klinis
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-21 hari, namun dapat singkat
hanya 1-2 hari dan kadang-kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa
inkubasi makin jelek prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat
Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan
permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin
panjang. Secara klinis tetanus ada 3 macam:
a Tetanus Umum (Generalized tetanus)
b Tetanus Lokal (Localited tetanus)
c Bentuk cephalic (Cephalic tetanus)
Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus.
Karakteristik dari tetanus yaitu antara lain:
Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7
hari.
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari
leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena
spasme
Otot masetter.

Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus , nuchal rigidity)

Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan
Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).
1. Generalized Tetanus
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi
yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara
diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50 %),
yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan
kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan
menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme
otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding perut.
Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan
saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,
kompressi fraktur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur
biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai
hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai
takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya
berdasarkan gejala klinis.
2. Tetanus lokal (lokalited Tetanus)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada
daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah
merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan,
bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya
menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam
bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus
ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara
terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
3. Cephalic tetanus

Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi
berkisar 1 2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di
India), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing
dalam rongga hidung.
4. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh
proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat
yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan
untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional
yang tidak steril, merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal
tetanus.
Menurut penelitian E.Hamid. dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.
Pringadi Medan, pada tahun 1981. ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus
tetanus. Biasanya ditolong melalui tenaga persalianan tradisional (TBA
=Traditional Birth Attedence) 56 kasus (68,29 %), tenaga bidan 20 kasus
(24,39 %) ,dan selebihnya melalui dokter 6 kasus (7, 32 %). Berikut ini tabel.
yang memperlihatkan instrument untuk memotong tali pusat.
5

Diagnosis
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien
sewaktu istirahat, berupa:
1.
2.
3.
4.

Gejala klinik
Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus (sardonic smile).
Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
Kultur: C. tetani (+).
Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

Diagnosa Banding
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sular
sekali dijumpati dari pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan
serebrospinal normal dan pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit
meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit meninggi

10

karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot


tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.
Berikut ini Tabel 1 yang memperlihatkan differential diagnosis Tetanus :
Tabel 1.

7 Penatalaksanaan
1. Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan
peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan
pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb :
a) Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan
nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan
H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan
1-2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik
ATS.
b) Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung
kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan
dapat diberikan personde atau parenteral.
c) Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan
terhadap penderita
d) Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.

e) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.


2. Obat- obatan
1. Antibiotika :

11

Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari,


IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis
50.000 Unit/KgBB/12 jam secara IM diberikan selama 7-10 hari. Bila
sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain
seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/24 jam, tetapi dosis tidak
melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila
tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000
unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari
C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai
adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat
dilakukan.
2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin
(TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM
tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti
complementary aggregates of globulin", yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi alergi yang serius.
Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus
antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan
cara pemberiannya adalah 20.000 U dari antitoksin dimasukkan
kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara
intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45
menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM
pada daerah pada sebelah luar.
3. Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan
bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda
dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara IM.
Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap
tetanus selesai.

12

4. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang
klonik

yang

hebat,

muscular

dan

laryngeal

spasm

beserta

komplikaisnya. Dengan penggunaan obat obatan sedasi/muscle


relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.
Tabel 2. JENIS ANTIKONVULSAN
Jenis Obat
Diazepam

Dosis
Efek Samping
0,5 1,0 mg/kg Berat badan / Stupor, Koma

Meprobamat
Klorpromasin
Fenobarbital

4 jam (IM)
300 400 mg/ 4 jam (IM)
25 75 mg/ 4 jam (IM)
50 100 mg/ 4 jam (IM)

Tidak ada
Tidak ada
Depresi
pernafasan

Biasanya obat yang dipilih adalah diazepam. obat ini diberikan


melalui bolus injeksi yang dapat diberikan setiap 24 jam. Pemberian
berikutnya tergantung pada basil evaluasi setelah pemberian anti
kejang. Bila dosis optimum telah tercapai dan kejang telah terkontrol,
maka jadwal pemberian diazepam yang tetap dan tepat baru dapat
disusun.
Dosis diazepam pada saat dimulai pengobatan (setelah kejang
terkontrol) adalah 20 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 8 kali pemberian
(pemberian dilakukan tiap 3 jam). Kemudian dilakukan evaluasi
terhadap kejang, bila kejang masih terus berlangsung dosis diazepam
dapat dinaikkan secara bertahap sampai kejang dapat teratasi. Dosis
maksimum adalah 40 mg/kgBB/hari (dosis maintenance).
Bila dosis optimum telah didapat, maka skedul pasti telah dapat
dibuat, dan ini dipertahan selama 2-3 hari , dan bila dalam evaluasi
berikutnya tidak dijumpai adanya kejang, maka dosis diazepam dapat
diturunkan secara bertahap, yaitu 10-15 % dari dosis optimum
tersebut. Penurunan dosis diazepam tidak boleh secara drastis, oleh
karena bila terjadi kejang, sangat sukar untuk diatasi dan penaikkan

13

dosis ke dosis semula yang efektif belum tentu dapat mengontrol


kejang yang terjadi.Bila dengan penurunan bertahap dijumpai kejang,
dosis harus segera dinaikkan kembali ke dosis semula. Sedangkan bila
tidak terjadi kejang dipertahankan selama 2-3 hari dan dirurunkan lagi
secara bertahap, hal ini dilakukan untuk selanjutnya . Bila dalam
penggunaan diazepam, kejang masih terjadi, sedang dosis maksimal
telah tercapai, maka penggabungan dengan anti kejang lainnya harus
dilakukan.
Tabel 2.

Prognosa
Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :
1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )
2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum
3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.
Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih
pendek atau pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung
pada lamanya masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya
prognosa makin jelek.
Prognosa tetanus neonatal jelek bila:

14

1. Umur bayi kurang dari 7 hari


2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang
3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam
4. Dijumpai muscular spasm.
Case Fatality Rate ( CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan tetanus
neonatorum > 60%.
9

Komplikasi
Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan
otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan
atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang.
Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure.

10 Pencegahan
Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada
mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari
vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Bagi yang sudah dewasa sebaiknya
menerima booster. Pada seseorang yang memiliki luka, jika:
1. Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak
perlu menjalani vaksinasi lebih lanjut
2. Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera
diberikan vaksinasi
3. Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap,
diberikan suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari
vaksinasi 3 bulanan.
Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara
seksama karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan
bakteri Clostridium tetani.

15

BAB III
ILUSTRASI KASUS
1

IDENTITAS PENDERITA
1 Nama
: Tn. S
2 Umur
: 47 Tahun
3 Jenis kelamin
: laki-laki
4 Alamat
: Malang
5 Agama
: Islam
6 Suku
: Jawa
7 Status perkawinan : Menikah
8 Pendidikan
: SMP
9 Pekerjaan
: Petani
10 Tanggal masuk
: 24 Agustus 2015

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama

: Kejang

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan diantar oleh keluarganya
dengan keluhan kejang-kejang sejak tadi malam, pasien mengalami
kejang apabila mendengar suara keras atau melihat cahaya mendadak.
Kejang sebanyak 5 kali selama 3 menit. Setelah kejang 10 menit
kemudian sadar. Saat di RS pasien sempat kejang 2 kali dengan durasi
1 menit. Selain itu pasien juga merasakan leher terasa kaku, badan
terasa kaku, mulut sulit dibuka, dan sesak. Kaku dirasakan berawal
dari mulut yang tidak dapat dibuka lalu menjalar sampai kaki. Pasien
tidak mengalami mual ataupun muntah.Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya belum pernah mengalami sakit yang serupa.
Pasien menyangkal menderita Tetanus, asma, alergi, maupun penyakit
lainnya. Keluarga pasien mengaku sekitar 1 minggu yang lalu kaki
kanan pasien tertusuk duri saat bekerja di sawah. Saat itu pasien
berusaha untuk mengeluarkan sisa durinya dengan menggunakan

16

sebuah peniti yang ia gunakan untuk mengaitkan kancing celananya


tersebut. Selama 1 minggu tersebut pasien tidak mengkonsumsi obat
apa-apa (tidak memeriksakannya), karena pasien beranggapan hal
tersebut adalah hal biasa dan tidak akan terjadi apa-apa.
Awalnya pasien tidak mengalami demam namum sejak kejang
terjadi pasien mengalami demam yang hilang timbul. Dan karena
kejangnya cukup sering (lebih dari 3 kali) maka keluarga pasien
memutuskan untuk membawanya ke IGD RSUD Moewardi Surakarta.
3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit serupa


Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat alergi

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang sakit serupa dengan pasien.
5. Riwayat Kebiasaan

Pasien suka minum kopi


Pasien suka sekali makanan pedas
Merokok (+)
Pasien sering tidak menggunakan alas kaki saat kerja di sawah

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, status gizi baik. Kesadaran compos mentis GCS
456
2. Tanda Vital
Tensi

: 130/90 mmHg

Nadi

: 92 x / menit

Pernafasan

: 24 x /menit

Suhu

: 37oC

3. Kepala

17

Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), muka rhisus
sardonicus (+).
4. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor dengan diameter
3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)
5. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
6. Mulut
Trismus (+), sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-), lidah
tifoid (-), papil lidah atrofi (-) stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-).
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), Sekret (-)
9. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
10. Thoraks
Barrel Chest (-), simetris, retraksi (-), spider nevi (-), pulsasi
infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor:
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas

: SIC II Para Sternalis Line Sinistra

batas kanan atas

: SIC II Para Sternalis Line Dextra

batas kiri bawah

: SIC V Para Sternalis Line Sinistra

batas kanan bawah : SIC IV Media Clavicularis Dextra


Auskultasi: Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
Pulmo:
Inspeksi

: bentuk thoraks normochest, simetris

18

Palpasi

: nyeri tekan (-), vocal fremitus menurun sinistra

Perkusi

: pekak pada thorax sinistra

Auskultasi

: prolong expirasi (-), ronkhi


Wheezing (-)

11. Abdomen
Inspeksi

: Dinding perut sejajar dinding thorak, bekas luka


operasi (+), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput
medusae (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal, bruit hepar (-), bising


epigastrium (-)

Perkusi

: timpani (+), pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi


(-).

Palpasi

: Perut keras seperti papan (+), nyeri tekan (-),


hepar/ lien sulit dievaluasi.

12. Ektremitas
Superior dekstra

:
Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-)
petechie (-), Spoon nail (-) kuku pucat (-), clubing

Superior sinistra

finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)


Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-), Spoon nail (-) kuku pucat (-), clubing

Inferior dekstra

finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)


Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka bekas tusukan duri pada plantar
pedis, deformitas (-), ikterik (-), petechie (-), Spoon
nail (-), kuku pucat (-), clubing finger (-),

Inferior Sinistra

hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)


Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-), Spoon nail (-), kuku pucat (-), clubing
finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)

19

13. Sistem genetalia: dbn


4

Pemeriksaan Penunjang
Tabel 1.
Laboratorium 25 Agustus 2015 pukul 09.00 WIB
Pemeriksaan

Satuan

25/0815

26/08/15

Hb

13.9

13,8

Gr/dl

Hct

44.4

40

Jumlah

3.77

3.88

Eritrosit

106/uL
Fl

MCV

91.7

Pg

MCH

30.9

MCHC

33.6

Jumlah

12.3

Nilai Rujukan
Lk : 13,5-18.,00
Pr : 12,0-16,0
Lk : 40-54
Pr: 38-47

Lk : 4,6-6,2
80-96
27-31
33-37

14.9

Lekosit

103/uL

4,5-12.4

Jenis lekosit

Eosinofil

0.1

%E

1,00-4,00

Basofil

0.1

%B

0,00-1,00

Netrofil

93.7

%N

38,0-71,0

Limfos

3.00

%L

22,0-40,0

3.10

%M

4,00-5,00

273

103/uL

150-440

detik

10-15

detik

20-40

Monosit
Jumlah
Trombosit
PT
INR
APTT
Gol darah

313

20

GDS
GDP
GD2PP
Ureum
Kreatinin
Elektrolit

112

Na

148

5.1

Cl

109

mmol/L

136-146

mmol/L

3,5-5,1

mmol/L

98-106

6.1
3.5
2.6
0.46
0,21
0,25
64
28

mmol/L
g/dL
g/dL
g/dL
mg/dL
Mg /dL
Mg /dL
u/L
u/L

1,0-1,2
6,6-8,7
3,5-5
0,6-5,2
0-1,1
0-0,25
0-0,75
0-38
0-41

57

u/L

0-270

21
145
45
89
43
5

u/L
Mg /dL
Mg /dL
mg /dL
mg /dL
mg /dL

10-66
50-200
41-67
0-130
50-150
3,4-7
Negative
Negative

45
1.1

143
4.6
102

(-)

Scoring Tetanus
1. Massa inkubasi > 12 hari
2. Kejang > 3 hari
3. Kejang spontan
4. Trismus
5. Rhisus sardonicus
6. Perut papan
Score tetanus

80-110
76-120
80-140
10-50
0,7-1,1

46
1.0

Ca
Prot total
Albumin
Globulin
Bil. Total
Bil direk
Bil. Indirek
SGOT
SGPT
Alkaliphospat
ase
Gamma GT
Kol total
HDL-D
LDL-D
Trigliserid
Asam urat
HbsAg
Anti HCV

Mg/dL
Mg/dL
Mg/dL
Mg/dL
Mg/dL

Diagnosis
Tetanus

:1
:3
:2
:1
:1
:1
= 9 ( Tetanus grade II )

21

Tujuan Terapi
a. Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi
b. Untuk mengatasi infeksi bakteri anaerob; menyebabkan kerusakan
dinding sel bakteri
c. Menatrisasi toksin bebas
d. Meningkatkan kerja GABA di SSP sehingga mengurangi nyeri akibat
spasme otot
Algoritma:
Tentukan derajat keparahan penyakit:
Tetanus ringan <9 : dapat sembuh sendiri
Tetanus sedang 9-16 : sembuh dengan pengobatan baku
Tetanus berat >16 : perlu perawatan khusus

Tempatkan

pasien

di

ruang

yang

tenang

(ICU)

dan

meminilisasi stimulasi
Netralisasi toksin yang bebas:
ATS 20.000 IU per hari selama 5 hari berturut-turut, atau
TIG 3000-6000 unit, IM, minimal 4-6 minggu
Menyingkirkan sumber infeksi
Eksplorasi luka dan debridement
Antibiotik penisilin (3x1,5 juta unit/hari) atau metronidazole

(3x1 gr/hari)
Pengendalian rigiditas dan spasme (sedasi, benzodiazepine,

diazepam)
Observasi dan pemantauan kardiopulmoner terus menerus

Nilai progesivitas penyakit dan reaksi terhadap


pengobatan tiap 12 jam (berat kekakuan, suhu
badan, status pernapasan)
Penatalaksanaan
Tata laksana penderita rawat inap:
-

bed rest pada tempat yang tenang dan sedikit cahaya (isolasi).
Diet sonde 1700 kkal/hari
Perawatan luka
Inf NaCl 0.9% 30 tpm
Inf D5% 20 tpm
Inf metronidazol 500 mg / 8 jam
Inj ATS 20.000 U, i.m.
Inj penicillin G procain 1.5 juta unit i.m.

22

Injeksi diazepam 0.5 1 mg/kgBB/4jam IM


Paracetamol 3 x 500 mg

Penulisan resep :
R/ Inf. Natrium Clorida 0.9% fl No. III
Cum infuse set No. I
IV catheter no.22 No.I
S imm
R/ Inf metronidazol 500 mg fl No. III
S imm
R/ Antitetanus serum Inj 20.000 UI vial No. V
Cum disposable syringe cc 10 No. I
S imm
R/ Penicillin G procain Inj 3 juta IU No. I
Cum disposable syringe cc 10 No. I
Cum disposable syringe cc 1 No. I
Cum Aquabidest Steril fl No.I
S imm
R/ Diazepam inj amp No. IV
Cum disposable syringe cc 3 No. IV
S imm
Pro: Tn. S (47 th)
Pembahasan Resep:
1.

NaCl 0,9%

2.

Kandungan : NaCl 9 gram


Indikasi: mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi
Metronidazole

(500mg/100ml)
Untuk mengatasi infeksi bakteri anaerob
3.

ATS

(anti

Tetanus

Serum)
Menatrisasi toksin bebas
Diberikan selama 5 hari berturut-turut atau TIG 3000-6000 unit IM,
minimal 4-6 minggu.
4.

Peniciline G Procain (
lactam)

23

5.

Sediaan : 1ml = 600.000 IU; 2 ml = 1.200.000 IU


Merupakan penicillin G larut air, lepas lambat IM; vial/ampul 200.000-

20 juta IU diencerkan menjadi 100 ribu-300 ribu IU/ml.


Mengandung benzil penisilin
Mekanisme : menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri; hanya

membunuh bentuk vegetatif C tetani bukan toksinnya.


Diazepam (IM/4jam)
Meningkatkan kerja GABA di SSP sehingga mengurangi nyeri akibat

spasme otot.
Sediaan: 5mg/ml atau 10mg/2ml

BAB IV
PENUTUP

24

4.1. KESIMPULAN
Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan
oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui
luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan, dan
pemotongan tali pusat. Dalam tubuh, kuman ini akan berkembang biak dan
menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum
menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris. Penyakit ini ditandai
oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat dengan
tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta
diperberat dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular.
Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja toksin pada
susunan saraf pusat dan sistem saraf autonom dan tidak pada sistem saraf
perifer atau otot.
Penatalaksanaan tetanus dibagi menjadi dua, yaitu:
Secara Umum
Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan
Perawatan luka
Bila perlu diberikan oksigen dan atau trakeostomi
Bersihkan saliva
Makanan dan minuman melalui sonde lambung.

Secara Khusus
Anti Tetanus toksin
Antikonvulsan dan sedatif
Antibiotik
Imunisasi aktif

DAFTAR PUSTAKA
Azhali MS, Herry Garna, Aleh Ch, Djatnika S. Penyakit Infeksi dan Tropis.
Dalam : Herry Garna, Heda Melinda, Sri Endah Rahayuningsih. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, edisi 3. FKUP/RSHS,
Bandung, 2005 ; 209-213.

25

Behrman, Richard E., MD; Kliegman, Robert M.,MD ; Jenson Hal. B.,MD,
Nelson Textbook of Pediatrics Vol 1 17th edition W.B. Saunders
Company. 2004
Brennen U. 2008. Clostridium tetani. http://bioweb.uwlax.edu/bio203/
s2008/unrein_bren/. Diakses 25 Februari 2011.
Bjornar Hassel. 2012. Tetanus: Pathophysiology, Treatment, and the
Possibility of
Using Botulinum Toxin against Tetanus-Induced Rigidity and Spasms.
Norwegian.
Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, Parry CM. 2009.
Tetamus. J Neurol, Neurosurg, and Psychia 69 (3): 292301
Klein J. 2007. Infections tetanus. http://www.kidshealth.org/ parent/infections/
bacterial_viral/ tetanus.html. Diakses 24 Februari 2011.
Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganisms 11th ed.
New Jersey : Pearson Education.Hal. 233-245
[CDC]. 2002. Clostridium tetani (tetanus). http://microbes. historique.
net/tetani.html. Diakses 26 Februari 2011.
[CDC]. 2008. Tetanus. http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/
downloads/tetanus.pdf. Diakses 26 Ferbruari 2011.

pinkbook/

Perlstein D. 2010. Tetanus (Lockjaw & Tetanus Vaccinations).


http://www.medicinenet.com/tetanus/article.htm. Diakses 25 Februari
2011.
Schiavo G, Benfenati F, Poulain B, Rossetto O, Polverino DLP, DasGupta BR,
Montecucco C. 1992. Tetanus and botulinum-B neurotoxins block
neurotransmitter release by proteolytic cleavage of synaptobrevin. Nature
359 (6398): 8325.
[WHO]. 1996. The high-risk approach: the WHO-recommended strategy to
accelerate elimination of neonatal tetanus. Wlky Epidemiol Rec 71:3336.

Anda mungkin juga menyukai