Anda di halaman 1dari 16

TEORI-TEORI KOGNITIF

Disusun Oleh:
1. Ahmad Subari
2. Delia Tsuraya M.N
3. Husdanora
4. Sifa Fauziah

(A1C415011)
(A1C415003)
(A1C415041)
(A1C415026)

Dosen Pengampu:
1. Desfaur Natalia, S.Pd, M.Pd
2. Ali Sadikin, S.Pd, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala karunia dan hidayah-Nya
sehingga Makalah yang berjudul Teori-Teori Kognitif dapat diselesaikan dengan
baik dan lancar. Shalawat senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman jahiliyyah ke zaman
islamiyah.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Belajar Dan
Pembelajaran yang di dalamnya membahas Pemrosesan Informasi, Metakognitif,
dan Sibernetik.
Penulis sadar bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan dari pembaca. Dan
penyusun berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan maksud memperoleh pengetahuan serta untuk
meningkatkan keterampilan yang dimiliki seseorang, kegiatan belajar dapat
dilakukan dimana saja misalnya di perpustakaan, museum, sekolah maupun
tempat rekreasi. Menurut Wertheimer proses belajar tidaklah tepat
mempergunakan metode menghafal, tetapi lebih baik bila murid belajar
dengan pengertian atau pemahaman.
Kegiatan belajar harus berlandaskan pada teori-teori dan prinsipprinsip belajar agar biasa mencapai tujuan dari kegiatan belajar tersebut. Teori
belajar membahas dan menjelaskan bagaimana individu belajar dengan
maksud memperoleh pengetahauan, keterampilan, sikap dan nilai dari suatu
proses pembelajaran. Teori-teori belajar dapat digunakan sebagai landasan
untuk menciptakan suatu proses atau kegiatan pembelajaran yang ingin
dicapai oleh seorang guru khususnya dan oleh masyarakat luas pada
umumnya, salah satunya teori belajar kognitif yang akan dibahas dalam
makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Apakah pengertian teori pembelajaran kognitif ?


Bagaimana konsep dari teori pemrosesan informasi ?
Apakah pengertian dari pembelajaran metakognitif ?
Apakah pengertian belajar menurut aliran sibernetik?

1.3 Tujuan Penyusunan


1.
2.
3.
4.

Dapat mengetahui pengertian belajar menurut teori kognitif


Dapat mengetahui konsep teori pemrosesan informasi
Dapat mengetahui pengertian pembelajaran metakognitif
Dapat mengetahui pengertian belajar menurut aliran sibernetik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Kognitif


Menurut Wundt kognitif adalah suatu proses aktif dan kreatif yang
bertujian membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman. Wundt
percaya bahwa pikiran adalah hasil kreasi para siswa yang aktif dan kreatif
yang kemudian disimpan di dalam memori (Divesta, 1987).
Teori belajar kognitif menekankan bahwa perilaku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori ini lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk
teori belajar yang sering disebut sebagai model perceptual. Belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Teori ini berpandangan bahwa
belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. belajar merupakan
aktifitas yang melibatkan proses berpikiryang sangat kompleks (Budiningsih,
2005 : 34).
Menurut pendekatan kognitif, dalam kaitan teori pemrosesan
informasi, unsur terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang
dimiliki setiap individu sesuai dengan situasi belajarnya. Apa yang telah
diketahui siswa akan menentukan apa yang akan diperhatikannya, dipersepsi
olehnya, dipelajari, diingat atau bahkan dilupakan. Perspektif kognitif
membagi jenis pengetahuan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam
bentuk kata atau disebut pula pengetahuan yang konseptual. Pengetahuan
yang deklaratif rentangnya luas, dapat tentang fakta, konsep, generalisasi,
pengalaman pribadi atau tentang hukum dan aturan.
2. Pegetahuan procedural, yaitu pengetahuan tentang tahap-tahap atau
proses-proses yang harus dilakukan, atau pengetahuan tentang bagaimana
melakukan (how to do). Pengetahuan ini dicirikan oleh adanya praktik
atau implementasi dari suatu konsep.
3. Pengetahuan kondisional, yaitu pengetahuan tentang kapan dan mengapa
(when and why) suatu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
procedural digunakan. Pengetahuan ini terkait dengan bagaimana
mengimplementasikan baik pengetahuan deklaratif, maupun procedural.

Pengetahuan ini amat penting karena menentukan kapan penggunaan


konsep dan prosedur yang tepat dalam pemecahan masalah.
Dalam konteks kognivisme yang dianggap pengembanagan teori
pemrosesan informasi yang justru Robert M. Gagne, yang kemudian
dikembangkan oleh Geoerge Miller. Menurut Gangne, dalam pembelajaran
terjadi proses peerimaan informasi yang selanjutnya diolah sehingga
menghasilkan keluaran berupa hasil belajar.
2.2

Konsep Pengolahan Informasi


Dalam pengolahan informasi terjadi interaksi antara kondisi-kondisi

internal dengan kondisi eksternal individu. Kondisi internal adalah kondisi dalam
diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal
serta proses kognitif yang terjadi dalam diri individu. Sedangkan kondisi eksternal
adalah rangsanag

dari luar yang mempengaruhi individu dalam proses

pembelajaran.
Model pengolahan informasi merupakan model dalam teori belajar yang
menjelaskan kerja motorik manusia yang meliputi Tiga macam system
penyimpanan ingatan, yaitu :
1. Memori sensori (sensory memory) , suatu sistem mengingat stimuli secara
cepat sehingga dapat berlangsung analisis persepsi, disini proses
berlangsung selama 3-5 detik, masukan utamanya dari penglihatan dan
suara.
2. Memori kerja (working memory), yaitu memori jangka pendek, short-term
memory (STM), mampu menyimpan 5-9 informasi dalam waktu sekitar
15-20 detik, sehingga cukup waktu bagi pengolahan informasi. Dalam
3. hal ini, informasi yang diberi kode (decode) serta persepsi setiap individu
akan menentukan apa yang disimpan dalam memori kerja.
4. Memori jangka panjang, long term memory (LTM). Berfungsi menyimpan
informasi yang sangat besar dalam waktu yang lama. Informasi yang
disimpan di dalamnya dapat bentuk verbal maupun visual.

SHORTERMS
INFORMATION
MEMORY

RECEPTORS

LONGTERMS
MEMORY

SENSORY
RECEPTORS

Terkait dengan efek skema (schema effects) dalam pembelajaran, serta


kaitan dengan teori pengolahan informasi, Gagne dan juga Dick, dalam Hilgard
dan brower (1975) dan brewer (1987) menyatakan :
1. Informasi baru yang dipelajari disimpan dengan menjalinnya dalam suatu
skema yang pembentukannya dilandasi informasi dari pembelajaran
terdahulu
2. Pengingatan terhadap informasi verbal yang lama dan telah dipelajari kuat
sekali dipengaruhi oleh skema ini, sehingga proses pengingatatan adalah
suatu kegiatan konstruktif
3. Skema tidak hanya membantu retensi, pengingatan, terhadap materi baru
dengan cara menyediakan bingkai kerja untuk penyimpanannya, tetapi
juga mengubah informasi baru dengan cara membuatnya cocok dengan
harapan-harapan yang dibangun di dalam skema
4. Skema diorganisasikan sebagai komponen-komponen

keterampilan

intelektual
5. Secara ideal pembelajar akan mampu mengelolah informasi baru dengan
cara mengevaluasi atau melakukan modifikasi terhadap skema miliknya.
2.3 Pembelajaran Metakognitif
Metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri,
bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini
sangat penting terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam
menyelesaikan masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai
thinking about thingking.
Weinert dan Kluwe (1987) menyatakan bahwa metakognisi adalah
second-order cognition yang memiliki arti berpikir tentang berpikir, pengetahuan
tentang pengetahuan, atau refleksi tentang tindakan-tindakan. Woolfolk (1995)
menjelaskan bahwa setidaknya terdapat dua komponen terpisah yang terkandung
dalam metakognisi, yaitu pengetahuan deklaratif dan prosedural tentang
keterampilan, strategi, dan sumber yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas.
Mengetahui apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya, mengetahui prasyarat

untuk meyakinkan kelengkapan tugas tersebut, dan mengetahui kapan


melakukannya.
Lebih jauh lagi, Brown (Weinert dan Kluwe, 1987) mengemukakan
bahwa proses atau keterampilan metakognitif memerlukan operasi mental khusus
yang

dengannya

seseorang

dapat

memeriksa,

merencanakan,

mengatur,

memantau, memprediksi, dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri.


Menurut Flavell (Weinert dan Kluwe, 1987), bentuk aktivitas memantau diri (self
monitoring) dapat dianggap sebagai bentuk metakognisi. Dalam sudut pandang
yang lain, Tim MKPBM (2001) memandang metakognitif sebagai suatu bentuk
kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat
terkontrol secara optimal. Para peserta didik dengan pengetahuan metakognitifnya
sadar akan kelebihan dan keterbatasannya dalam belajar. Artinya saat siswa
mengetahui kesalahannya, mereka sadar untuk mengakui bahwa mereka salah,
dan berusaha untuk memperbaikinya.
Suzana (2004: B4-3) mendefinisikan pembelajaran dengan pendekatan
keterampilan metakognitif sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran
bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol tentang apa yang mereka
ketahui; apa yang diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana melakukannya.
Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas
belajar siswa; membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan; serta
membantu siswa untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat
belajar matematika. Sejalan dengan itu pula, Nindiasari (2004) menyatakan bahwa
pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif sangat penting untuk
mengembangkan kemampuan siswa dalam mempelajari strategi kognitif.
Contoh dari strategi kognitif ini antara lain: bertanya pada diri sendiri,
memperluas aplikasi-aplikasi tersebut, dan mendapatkan pengendalian kesadaran
atas diri mereka.
Selain dengan latihan, belajar juga merupakan metakognisi melalui aktivitas
yang digunakan yaitu mengatur dan memantau proses belajar. Adapun
kegiatannya menurut Flavell (Weinert dan Kluwe, 1987) mencakup perencanaan,
monitoring, dan memeriksa hasil. Kegiatan-kegiatan metakognitif ini muncul
melalui empat situasi, yaitu:

(1)

peserta didik diminta untuk menjustifikasi suatu kesimpulan atau

(2)

mempertahankan sanggahan,
situasi kognitif dalam mengahadapi suatu masalah membuka peluang

(3)

untuk merumuskan pertanyaan,


peserta didik diminta untuk membuat kesimpulan, pertimbangan, dan
keputusan yang benar sehingga diperlukan kehati-hatian dalam

(4)

memantau dan mengatur proses kognitifnya, dan


situasi peserta didik dalam kegiatan kognitif mengalami kesulitan,
misalnya dalam pemecahan masalah.Aspek metakognitif sebagai bagian
terkait

dari

pembelajaran

dengan

menggunakan

pendekatan

keterampilan metakognitif sangat penting untuk dapat dikembangkan


agar mahasiswa mampu memahami dan mengontrol pengetahuan yang
telah didapatnya dalam kegiatan pembelajaran.
Adapun aspek aktivitas metakognitif yang dikemukakan oleh Flavell
(Suzana, 2004: B4-4) adalah:
(1) kesadaran mengenal informasi,
(2) memonitor apa yang mereka ketahui dan bagaimana mengerjakannya
dengan mempertanyakan diri sendiri dan menguraikan dengan kata-kata
(3)

sendiri untuk simulasi mengerti,


regulasi, membandingkan dan
memungkinkan.
Dengan demikian,

seperti

membedakan
yang

solusi

diungkapkan

oleh

yang

lebih

Borkwoski;

Borkwoski, Johnson, & Reid; Pressley et al., 1987; Torgosen; Wong (Jacob, 2003:
17-18), bahwa dosen mengajar mahasiswa untuk merancang, memonitor, dan
merevisi kerja mereka sendiri mencakup tidak hanya membuat mahasiswa sadar
tentang apa yang mereka perlukan untuk mengerjakan apabila mereka gagal untuk
memahami.
konsep metakognitif Marzano dengan meliputi 3 (tiga) tahapan strategi
sebagai berikut:
1.

Tahap proses sadar belajar (awareness), merupakan komponen yang paling


dasar dari metakognisi. Kewaspadaan ini termasuk dua cara apakah siswa
biasanya melakukan pendekatan pada tugas dan cara alternatif yang
mungkin mereka lakukan. Pelajar yang baik waspada akan bagaimana
mereka berpikir dan dapat membuat pilihan yang cerdas megenai strategi

yang

efektif.meliputi

proses

untuk

menetapkan

tujuan

belajar,

mempertimbangkan sumber belajar yang akan dan dapat diakses (contoh:


menggunakan buku teks, mencari buku sumber di perpustakaan, mengakses
internet di lab. komputer, atau belajar di tempat sunyi), menentukan
bagaimana kinerja terbaik siswa akan dievaluasi, mempertimbangkan
tingkat motivasi belajar, menentukan tingkat kesulitan belajar siswa.
2.

Tahap merencanakan belajar (Planning), merupakan komponen rencana


dari metakognisi adalah bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan
mengaktifkan kemampuan, taktik, dan proses tertentu yang akan digunakan
dalam mencapai cita-cita (Marzano, 1998, h. 60). Siswa pada tahap ini
memiliki dialog dalam dirinya mengenai apa yang dapat ia lakukan dan apa
yang paling efektif dalam situasi ini. Jika tugasnya sederhana, orang
mungkin tidak waspada akan pilihan apa yang ia buat. Dengan tugas yang
kompleks, bagaimana pun, proses metakognitif lebih terbuka saat siswa
memilih

pilihan

yang

lain

di

dalam

pikirannyameliputi

proses

memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas belajar,


merencanakan waktu belajar dalam bentuk jadwal serta menentukan skala
prioritas dalam belajar, mengorganisasikan materi pelajaran, mengambil
langkah-langkah yang sesuai untuk belajar dengan menggunakan berbagai
strategi belajar (outlining, mind mapping, speed reading, dan strategi belajar
lainnya).
3.

Tahap monitoring dan refleksi belajar (monitoring and reflection),


merupakan komponen akhir dari metakognisi adalah pemantauan. Fungsi ini
bekerja pada keefektifan rencana dan strategi yang digunakan. Sebagai
contoh, siswa kelas biologi tahun kedua memutuskan untuk membuat peta
dalam komputer untuk meninjau bab untuk sebuah tes. Setelah beberapa
menit, ia menyadari bahwa ia menghabiskan waktu yang lebih mencari tahu
tentang software daripada berpikir mengenai konten dan memutuskan untuk
menggambar peta di atas kertas. Seorang siswa kelas lima yang
mengumpulkan

data

mengenai

temperatur

dan

kelembaban

mulai

menambahkan daftar angka yang panjang lalu menyadari bahwa pekerjaan


akan menjadi lebih cepat dan akurat jika ia menggunkan program lembar

kerja. Pemantauan proses pemikiran yang konsisten dan membuat


perubahan yang diperlukan adalah komponenyang penting dari metakognisi.
Meliputi proses merefleksikan proses belajar, memantau proses belajar
melalui pertanyaan dan tes diri (self-testing, seperti mengajukan pertanyaan,
apakah materi ini bermakna dan bermanfaat bagi saya?, bagaimana
pengetahuan pada materi ini dapat saya kuasai?, mengapa saya mudah/sukar
menguasai materi ini?), menjaga konsentrasi dan motivasi tinggi dalam
belajar.

2.4 Teori Belajar Sibernetik


Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini
berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori
ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori
sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses
yang akan dipelajari siswa (Budiningsih, 2008: 81).
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses
belajar pun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa.
Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi
mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar,
dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses
belajar yang berbeda.
Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik
adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara
efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur
pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi.

Proses pengolahan informasi adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang


mengutamakan berfungsinya memory. Model proses pengolahan informasi
memandang

memori

manusia

seperti

komputer

yang

mengambil

atau

mendapatkan informasi, mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi,


kemudian menyimpannya dan menampilkan kembali informasi pada saat
dibutuhkan.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran)
diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta
dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model
pemrosesan informasi oleh Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989).
Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada asumsi:
a.

Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan
informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan waktu tertentu.

b.

Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami


perubahan bentuk ataupun isinya.

c.

Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas

(Budiningsih, 2005: 82)


Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen
struktural dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol) antara lain:
a) Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima
dari luar. Didalam SR informasi ditangkap dalam bentuk asli, informasi hanya
dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi mudah
terganggu atau berganti.
b) Working Memory (WM)
Working Memory(WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang
diberikan perhatian (attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini
dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakter WM adalah bahwa:
1) Ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi
didalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa
pengulangan.
2) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.

c) Long Term Memory (LTM)


Long Term Memory (LTM) diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang
telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3)
bahwa sekali informasi disimpan dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus
atau hilang. Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau
kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini berarti, jika
informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan
pemunculan kembali informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh Howard
(1983) bahwa informasi disimpan didalam LTM dalam dalam bentuk
prototipe, yaitu suatu struktur representasi pengetahuan yang telah dimiliki
yang berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru.
Dengan ungkapan lain, Tennyson (1989) mengemukakan bahwa proses
penyimpanan informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan
baru pada pengetahuan yang dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai
dasar pengetahuan (Budiningsih, 2005: 84).
Menurut Ausubel (dalam Budiningsih, 2005:84) sejalan dengan teori
pemrosesan informasi, perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur
kognitif yang telah dimiliki individu. Reigeluth dan Stein juga mengatakan bahwa
pengetahuan ditata didalam struktur kognitif secara hirarkis. Ini berarti,
pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh
individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci.
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif
yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat
diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada
situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang
terbatas, oleh karena itu untuk mengurangi muatan memori kerja, perlu
memperhatikan kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian
atau urutan pembelajaran. Belajar bukan sesuatu yang bersifat alamiah, namun
terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi internal dan kondisi
eksternal. Sehubungan hal tersebut, maka pengelolaan pembelajaran dalam teori
belajar sibernetik, menuntut pembelajaran untuk diorganisir dengan baik yang
memperhatikan kondisi internal dan kondisi eksternal.

Menurut Suciati dan Irawan (dalam Budiningsih, 2008: 92) aplikasi teori
belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran baik diterapkan dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2. Menentukan materi pembelajaran.
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi
5.

tersebut.
Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem

6.

informasinya.
Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang
sesuai dengan urutan materi pelajaran.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori belajar kognitif lebih menekankan bahwa perilaku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori ini lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar. Tokoh dalam teori belajar kognitivisme dari
Gestalt yang memandang bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang
sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi.
Metakognitif adalah metode belajar yang megasah kemampuan
siswa untuk mengembangkan diri mereka dengan memberi kebebasan untuk
mengatur waktu belajar sesuai kebutuhan.dan keberhasilan seseorang dalam
belajar dipengaruhi oleh kemampuan metakognisinya. Jika setiap kegiatan
belajar dilakukan dengan mengacu pada indikator dari learning how to learn
maka hasil optimal akan mudah dicapai.
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua
siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djaali, 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Hariyanto, Suyono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Remaja
Rosdakarya.
Sapaat,Asep.Metakognitif..08Agustus2016.https://SahabatGuru.wordpress.com/2
008/12/11/Metakognitif-belajar-bagaimana-untuk-belajar/
Togala,Zulrahmat.BerbagiIlmu.08Agustus2016.https://Zultogalatp.wordpress.com
/2013/06/15/Metakognitif-dalam-pembelajaran/

DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................... ii
BAB 1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penyusunan............................................................................... 1
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Teori Belajar Kognitif ........................................................................ 2
2.2 Konsep Pengolahan Ionformasi..........................................................3
2.3 Pembelajaran Metakognitif................................................................4
2.4 Teori Belajar Siberneti........................................................................
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai