Di Susun Oleh :
Nama
: Herry Yulianto
NIM
: 154011
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju
modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi
kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga
senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk
yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan
ilmu pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak
lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun
seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan
dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak
pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini.
Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru
menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri
fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti
yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman
penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan
masyarakat kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini
meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh
kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan
jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta
eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi
dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu
bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak
secepatnya menyelesaikan masalah korupsi.
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah
banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini
sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel
organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif,
eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde
baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat
tinggi.
Berangkat dari latar belakang di atas makalah ini dibuat dengan membahas
korupsi yang kini mengendalikan negeriku.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan KKN di Indonesia?
2. Apa penyebab terjadinya KKN tersebut?
3. Kasus KKN apa saja yang pernah terjadi di Indonesia?
4. Dampak apa saja yang ditimbulkan oleh KKN?
C. TUJUAN PENULISAN
Untuk menganalisis penyebab terjadinya KKN di kalangan petinggi Negara.
Untuk mengetahui peran serta generasi muda dalam memberantas KKN.
Untuk mengetahui peranan pendidikan anti korupsi dini di kalangan generasi muda
dalam mencegah terjadinya praktik KKN.
BAB II
ISI
A. KAJIAN TEORI
Kata korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan
atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan
2
pribadi atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur penyelewengan
atau dis-honest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelewengan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme disebutkan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pidana
korupsi
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 Pasal 2, korupsi adalah secara melawan hukum
untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan
negara atau perekonomian negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal
6 Ayat (1) Korupsi adalah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan
maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili Undang-Undang.
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International
adalah perilaku pejabat publik, baik politikus, politisi maupun pegawai negeri, yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang
dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.
Dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya,
terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan
tersebut dikategorikan ke dalam 6 kelompok yaitu :
Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan
beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar
secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga
dikenal sebagai kolusi tersembunyi.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan
secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan
3
pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi
lancar.
Nepotisme adalah setiap perbuatan pentelenggara negara secara melawan
hukumyang menguntungkan kepentingan keluarga dan/atau kroninya di atas
kepentingan
masyarakat,
bangsa,
dan
negara. Pakar-pakar
biologi
telah
sangat tidak manusiawi, mirip Dwang Stelsel (DS), yang artinya Sistem
Pemaksaan. Itu sebabnya mengapa sebagian besar pengajar, guru atau dosen
sejarah di Indonesia mengganti sebutan CS menjadi DS. mengganti ungkapan
Sistem Pembudayaan menjadi Tanam Paksa.
2. Era Pasca Kemerdekaan
Bagaimana sejarah budaya korupsi khususnya bisa dijelaskan? Sebenarnya
Budaya korupsi yang sudah mendarah daging sejak awal sejarah Indonesia
dimulai seperti telah diuraikan di muka, rupanya kambuh lagi di Era Pasca
Kemerdekaan Indonesia, baik di Era Orde Lama maupun di Era Orde Baru.
Titik tekan dalam persoalan korupsi sebenarnya adalah masyarakat masih
belum melihat kesungguhan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Ibarat
penyakit, sebenarnya sudah ditemukan penyebabnya, namun obat mujarab untuk
penyembuhan belum bisa ditemukan.
Pada era di bawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali dibentuk
Badan Pemberantasan Korupsi Paran dan Operasi Budhi namun ternyata
pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankannya. Paran, singkatan dari
Panitia Retooling Aparatur Negara dibentuk berdasarkan Undang-undang Keadaan
Bahaya, dipimpin oleh Abdul Haris Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota
yakni Prof M Yamin dan Roeslan Abdulgani.
Salah satu tugas Paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan
mengisi formulir yang disediakan istilah sekarang : daftar kekayaan pejabat
negara. Dalam perkembangannya kemudian ternyata kewajiban pengisian formulir
tersebut mendapat reaksi keras dari para pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu
tidak diserahkan kepada Paran tetapi langsung kepada Presiden.
Usaha Paran akhirnya mengalami deadlock karena kebanyakan pejabat
berlindung di balik Presiden. Di sisi lain, karena pergolakan di daerah-daerah
sedang memanas sehingga tugas Paran akhirnya diserahkan kembali kepada
pemerintah (Kabinet Juanda).
Tahun 1963 melalui Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963, upaya
pemberantasan korupsi kembali digalakkan. Nasution yang saat itu menjabat
sebagai Menkohankam/Kasab ditunjuk kembali sebagai ketua dibantu oleh
Wiryono Prodjodikusumo. Tugas mereka lebih berat, yaitu meneruskan kasuskasus korupsi ke meja pengadilan.
5
PT Mantrust, Telkom, dan Pertamina. Namun kornite ini hanya macan ompong
karena hasil temuannya tentang dugaan korupsi di Pertamina tak direspon
pemerintah.
Ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah
Opstib (Operasi Tertib) derigan tugas antara lain juga memberantas korupsi.
Kebijakan ini hanya melahirkan sinisme di masyarakat. Tak lama setelah Opstib
terbentuk, suatu ketika timbul perbedaan pendapat yang cukup tajam antara
Sudomo dengan Nasution. Hal itu menyangkut pemilihan metode atau cara
pemberantasan korupsi, Nasution berpendapat apabila ingin berhasil dalam
memberantas korupsi, harus dimulai dari atas. Nasution juga menyarankan kepada
Laksamana Sudomo agar memulai dari dirinya. Seiring dengan berjalannya waktu,
Opstib pun hilang ditiup angin tanpa bekas sama sekali.
4. Era Reformasi
Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya korupsi lebih banyak dilakukan
oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir seluruh elemen
penyelenggara negara sudah terjangkit Virus Korupsi yang sangat ganas. Di era
pemerintahan Orde Baru, korupsi sudah membudaya sekali, kebenarannya tidak
terbantahkan. Orde Baru yang bertujuan meluruskan dan melakukan koreksi total
terhadap ORLA serta melaksanakan Pancasila dan DUD 1945 secara murni dan
konsekwen, namun yang terjadi justru Orde Baru lama-lama rnenjadi Orde Lama
juga dan Pancasila maupun UUD 1945 belum pernah diamalkan secara murni,
kecuali secara konkesuen alias kelamaan.
Kemudian, Presiden BJ Habibie pernah mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut
pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau
lembaga Ombudsman, Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid membentuk Tim
Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK).
Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman
dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo, Namun di tengah semangat menggebugebu untuk rnemberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review
Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia mengalami
kemunduran dalam upaya. pemberantasan KKN.
tanggal
16
Desember
2003, Taufiequrachman
Ruki,
seorang
alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah
kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai
katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah
"good and clean governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik
Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001,
Taufiequrachman walaupun konsisten mendapat kritik dari berbagai pihak tentang
dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.
Menurut Taufiequrachman Ruki, pemberantasan korupsi tidak hanya mengenai
bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku tindak pidana korupsi, tapi juga
bagaimana mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa yang
akan datang melalui pendidikan antikorupsi, kampanye antikorupsi dan adanya
contoh "island of integrity" (daerah contoh yang bebas korupsi).
Pernyataan Taufiequrachman mengacu pada definisi korupsi yang dinyatakan
dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Menurutnya, tindakan
preventif (pencegahan) dan represif (pengekangan) ini dilakukan dengan
"memposisikan KPK sebagai katalisator (trigger) bagi aparat atau institusi lain
agar tercipta good and clean governance dengan pilar utama transparansi,
partisipasi dan akuntabilitas".
C. PENYEBAB TERJADINYA KKN
Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi
maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
8
korupsi yang ada justru diindikasi mempermudah (Jika ada pejabat negara
setingkat bupati dan anggota DPR/Dtersangkut perkara pidana harus mendapatkan
izin dari Presiden) timbulnya korupsi karena hanya menguntungkan kroni penguasa;
kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan,
sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu,
serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undang.
Secara rinci beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya korupsi di
Indonesia yaitu:
Korupsi sudah terjadi sejak jaman dahulu (sejak awal mula berdirinya bangsa
Indonesia tahun 1945an) dan sepertinya sudah menjadi tradisi di negara
Indonesia ini. Memang pada masa itu tak terdengar ada orang yang terseret ke
pengadilan karena kasus korupsi. Namun, dalam roman-roman Pramoedya
Ananta Toer (Di Tepi Kali Bekasi) dan Mochtar Lubis (Maut dan Cinta)
tertulis sesuai dengan fenomena yang ia ketahui di lingkungan sekitar terdapat
orang-orang yang mengambil keuntungan dari kekayaan negara untuk dirinya
sendiri ketika yang lain berjuang mempertaruhkan jiwa dan raga untuk
merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Setelah tahun 1950an Pramoedya
Ananta Toer kembali menulis roman yang berjudul Korupsi yang
mengisahkan pegawai negeri yang melakukan korupsi secara kecil-kecilan.
Kemudian di sebutkan Mr. M... seorang pegawai negeri yang diseret ke
pengadilan dan dijatuhi hukuman karena kasus korupsi.
Korupsi berjalan sebagai suatu sistem yang dikerjakan secara berjamaah dan
sangat rapi. Sejak jaman pemerintahan Soeharto, korupsi kian marak dilakukan
secara berjamaah, saling mendukung dan saling menutupi satu sama lain
dalam suatu sitem yang rapi dan saling bekerjasama, sehingga kasus korupsi
sulit sekali terbongkar dan diselidiki. Akibatnya dalam menangani kasus ini
sangat rumit dan susah terungkap, hal tersebut dikarenakan para pelaku
korupsi merupakan orang-orang yang memiliki intelegensi tinggi (orang-orang
pintar) yang bisa memutar balikkan fakta serta menutup rapat tindakan yang
mereka lakukan.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Sekarang ini banyak
sekali proyek-proyek pembangunan baik infrastuktur maupun sumber daya
manusia yang menggunakan uang rakyat tidak sebagaimana mestinya. Hal ini
dapat diketahui misalnya dalam hal pembangunan SDM pada acara
seminar/workshop-workshop yang mengeluarkan biaya tidak sedikit. Mereka
biasanya melakukan workshop di hotel berbintang, ditempat yang relatif jauh
dan dengan alasan refreshing sehingga menguras dana rakyat sangat besar,
padahal kebanyakan mereka disana tidak fokus untuk mengikuti workshop
dalam rangka meningkatkan pengetahuan mereka, melainkan mereka banyak
menghabiskan banyak waktu untuk berjalan-jalan, shoping, dan sebagainya.
Kemudian pembangunan infrastruktur yang tidak semestinya seperti
pembangunan toilet DPR yang menghabiskan uang puluhan juta rupiah.
11
Lemahnya profesi hukum. Prosesi hukum yang sangat berbelit belit dan sulit
sekali untuk mengungkap kasus korupsi merupakan salah satu penyebab para
aparat negara untuk melakukan korupsi. Mereka tidak takut terlibat kasus
korupsi karena mereka beranggapan bahwa kasus yang akan mereka lakukan
bakal sulit terungkap atau bahkan tidak terungkap. Selain itu aparat penegak
hukum dalam melakukan tugasnya masih dapat disogok dengan sejumlah uang
agar menutupi kasusnya dan membenarkan pihak terdakwa kasus korupsi.
Rakyat mudah dibohongi oleh para pejabat, seperti halnya pada saat
pencalonan seorang pejabat, baik itu presiden, DPR, bupati, dll. Mereka akan
mau memilih calon tersebut apabila mereka diberi imbalan uang (money
politic).
negeri ini. Mereka tidak takut terhadap dosa dari perilaku yang telah mereka
lakukan, jika mereka takut terhadap dosa dan ancaman yang diberikan akibat
perbuatan mereka pasti para pemimpin dan borokrat negara ini tidak akan
melakukan perbuatan korupsi walaupun tidak ada pengawasan. Sebab mereka
dengan sendirinya akan merasa diawasi oleh Tuhan YHE dan takut terhdap
ancaman dosa yang dapat menyeret mereka dalam lembah kesengsaraan yaitu
neraka.
Dengan melihat beberapa kondisi di atas maka memang sudah sewajarnya
perilaku korupsi itu mudah timbul, berkembang dan tumbuh pesat di Indonesia.
Penyebab utama dari tindakan korupsi tersebut dikarenakan lemahnya penegak hukum
di Indonesia. Indonesia banyak memiliki undang-undang dan peraturan-peraturan
yang mengatur tentang pelarangan tindak korupsi, akan tetapi peraturan-peraturan
tersebut tidak di tegakkan dan dijalankan secara optimal. Lemah dan rendahnya
tingkat keimanan (religius), menipisnya etika dan moral seseorang juga dapat menjadi
faktor menyebabkan seseorang mudah tergiur dengan uang, harta, kekayaan, sehingga
mereka tidak bisa membentengi diri mereka dari godaan-godaan yang mendorong
mereka untuk melakukan tindakan korupsi.
D. KASUS KKN DI INDONESIA
Dikutip dari Koran Sindo, Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR)
mengungkapkan modus yang paling seringkali dilakukan para koruptor ialah dengan
modus penyuapan. Data yang diperoleh dari KPK selama kurun waktu 2004-2012 ini
setidaknya ada 116 kasus yang menggunakan modus penyuapan yang terjadi di
Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut, modus penyuapan itu didasari oleh tigal hal
yang paling sering terjadi. Yang pertama terkait dengan jabatan. Kasus penyuapan
terkait jabatan yang paling menghebohkan itu tertangkapnya kasus Jaksa Urip Tri
Gunawan, dengan nominal uang yang cukup besar
pembangunan dan rehabilitasi sekolah, gaji dan honor guru, pengadaan buku,
pengadaan sarana prasarana, operasional. Dana-dana ini dikorupsi politisi, rektor,
pejabat kampus, kepala sekolah, pejabat dan rekanan pemerintah.
Hasil pemantauan ICW mengungkap bahwa selama satu dasawarsa terakhir
terdapat 296 kasus korupsi pendidikan. Indikasi kerugian negara sebesar 619 miliar
rupiah dengan jumlah tersangka 479 orang.
Inilah hasil pantauan ICW selama satu dasawarsa korupsi pendidikan
15
Yang menjadi persoalan sekarang ini adalah para penegak hukum itu sendiri,
mereka tidak tegas dalam mengusut dan memberantas tindakan korupsi di Indonesis.
Munculnya istilah mafia hukum merupakan bukti kerendahan mental para penegak
hukum di Indonesia. Lagi-lagi karena pengaruh budaya korupsi yang sudah cukup
kronis menjangkiti Indonesia. Para petugas hukum yang ditugaskan untuk mengadili
para koruptor alih-alih malah menerima amplop dari para koruptor. Ditugaskan
menjadi petugas pemberantas korupsi malah menggadaikan diri menjadi koruptor.
Inilah hal miris yang kerap dialami disetiap penanganan kasus-kasus korupsi di
Indonesia. Bagaimana mungkin seorang petugas hukum akan tegas memberikan
hukuman pada koruptor, kalau dirinya sendiri ternyata juga seorang koruptor.
16
2. Politik
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan
pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik.
Dengan demikian masyarakat tidak akan percaya pada pemerintah dan
pemimpin tersebut. Akibatnya rakyat tidak akan patuh dan tunduk pada
otoritas pemimpin. Untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu
akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau menyebarkan korupsi lebih luas
lagi di masyarakat.
Di samping itu keadaan yang demikian akan memicu terjadinya instabilitas
sosial poltik dan integrasi sosial karena pertentangan antara penguasa dan
rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini mengakibatkan jatuhnya
kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat.
3. Birokrasi
Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya
administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dilingkungi oleh korupsi,
maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan kualifikasi tidak akan
pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan
publik. Hanya orang yang mempunyai uang saja yang akan mendapatkan
layanan yang baik karena mampu menyuap. Keadaan ini dapat mengakibatkan
meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial, dan kerahan sosial yang
menyebabkan jatuhnya para birokrat.
4. Masyarakat dan Individu
Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan
setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai
masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan
baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri.
Tidak akan ada kerjasama dan persaudaraan yang tulus.
Korupsi dapat berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan
kesetaraan sosial. Korupsi mengakibatkan perbedaan yang tajam diantara
kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, kekuasaan, dan lain17
18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari paparan masalah di atas, dapat penulis simpulkan KKN kini sudah meralela
di negri kita tercinta, dan menjadi suatu tren dalam berkehidupan. Korupsi di Indonsia
dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada
tahun-tahun sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat
negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan dan kepercayaan yang pada
akhirnya menjadi krisis multidimensi. Namun sayangnya, rakyat kecil umumnya
bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering menanggapi
permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi. Fenomena umum yang
biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin
berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu. Mereka
hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
kepentingan rakyat.
nepotisme berasal dari dunia pendidikan, dimana seharusnya instansi tersebut menjadi
wadah untuk mencetak warga Negara yang mampu membimbing Negara ini untuk
lebih maju. Dampak korupsi sangatlah besar baik dalam aspek politik, ekonomi,
birokrasi, kesejahteraan umum negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu.
B. SARAN
Sebaiknya pemerintah lebih serius dalam menanggulagi masalah korupsi ini, karena
masalah ini sungguh merugikan masyarakat terutamanya dalam pembangunan dan
ekonomi. Disamping itu, peran serta masyarakat dalam memerangi KKN juga
penting. Misalnya dengan memberikan pendidikan anti korupsi sejak dini,
mengajarkan nilai nilai kejujuran dan sebagainya. Dan bagi para pejabat-pejabat
sebaiknya menahan diri untuk mengambil hak milik orang lain. Sebab, jika kita
mengambil hak milik orang lain, kita tak ada bedanya dengan orang yang tak punya
apa-apa.
19
DAFTAR PUSTAKA
Alhada. 2011. Esay Masalah Korupsi di Indonesia. Tersedia pada : http://alhadafisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-46147-Esay-Masalah%20Korupsi%20Di
%20Indonesia.html. Diakses pada tanggal 20 November 2013.
Anonim.
2012.
Perkembangan
Korupsi
di
Indonesia.
Tersedia
pada
:
http://www.jualbeliforum.com/lounge/90284-perkembangan-korupsi
indonesia.html
Diakses pada tanggal 18 November 2013.
Anonim. 2013. Rapor Merah Sepuluh Tahun Korupsi Pendidikan. Tersedia pada :
http://www.antikorupsi.org/id/content/rapor-merah-sepuluh-tahun-korupsi-pendidikan
DIakses pada tanggal 19 November 2013.
Anonim. 2013. Sepanjang 2004-2012 Ditemukan 116 Kasus Penyuapan. Tersedia pada :
http://nasional.sindonews.com/read/2013/05/29/13/744032/sepanjang-2004-2012ditemukan-116-kasus-penyuapan. Diakses pada tanggal 20 November 2013
20