DT Penyakit Vaskular
DT Penyakit Vaskular
Definisi
Diseksi aorta adalah terjadi karena lapisan dinding aorta robek sehingga darah
masuk kedalam lapisan tunika intima. Proses masuknya darah terjadi secara akut dan
kronis. Selama minggu pertama disebut sebagai fase akut. Setelah 2 minggu di
anggap sebagai fase kronis. Pada fase ini ppasien akan lebih stabil dan progresif lebih
baik. Kira-kira 74% terjadi kasus kematiaan akibat diseksi aorta lebih dari 2 minggu.
Etiologi
1.
Hipetensi sistemik, terdapat pada 75-90% penderita. Diseksi terjadi pada 0,510% penderita dengan kenaikkan bermakna dari tekanan darah.
2.
3.
Robekan intima, stres pada aorta asenden dan desenden akibat arkus aorta
lebih terfiksasi.
4.
Perjalanan hematoma.
5.
Aterosklerosis
6.
7.
Kehamilan.
8.
Trauma
Patologi
Diseksi aorta yang terjadi akibat tekanan darah tinggi, terjadinya regangan
jaringan ikat dan adanya kelainan pada tunika intima (aterosklerosis) menyebabkan
robekan mendadak pada tunika intima. Darah masuk ke lapisan diantara tunika intima
dan media, dan tekanan yang tinggi menyebabkan darah mengalir ke arah
longitudinal sepanjang aorta, ke arah depan dan belakang dari titik masuk,
membentuk lumen palsu. Darah dalam lumen palsu bisa mambeku, atau tetap cair
dengan sedikit aliran. Diseksi dibagi menjadi dua tipe, tergantung dari ada tidaknya
keterlibatan aorta asendens.
1.
Tipe A : titik robekan intima ada pada aorta asendens, Diseksi biasanya
menjalar ke arah distal mengenai aorta desendens kemudian ke arah proksimal
merusak aparatus katup aorta dan masuk ke dalam perikardium.
2.
Tipe B : titik robekan intima terdapat pada aorta desendens, biasanya tepat di
bawah ujung awal arteri subklavia sinistra. Robekan jarang menyebar ke arah
proksimal.
aorta (keluhan untama) dan akibat terganggunya suplai darah ke organ vital atau
ruptur. Gambaran klinis tersering adalah nyeri mendadak yang sangat berat pada dada
atau punggung (interskapular), terutama pada pria usia pertengahan dengan
hipertensi. Komplikasi dari diseksi adalah :
1.
Ruptur ; nyeri luar biasa, hipotensi, dan kolaps. Seringkali fatal, namin bisa
tertahan dengan menurunnya TD. Terjadi pada rongga retroperitoneal,
mediastinum, atau rongga pleura kiri (tidak pernah terjadi di bagian kanan).
2.
3.
4.
Sumbatan cabang sisi aorta : lumen palsu menekan ujung awal cabang arteri
yang keluar dari aorta. Bisa mengenai cabang manapun, pada titik manapun
sepanjang aorta asenden, desenden, dan abdominalis. Akibatnya bisa terjadi
infark miokard (hanya pasien dengan infark inferior yang nampak, karena diseksi
koroner utama kiri menyebabkan kematian), stroke, iskemia ekstremitas atas atau
bawah, pararesis yang disebabkan oleh oklusi arteri spinalis, gagal ginjal, dan
oklusi usus.
5.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektrokardiografi dan enzim jantung biasanya menolong bila
negatif. Rangen membantu untuk melihat pelebaran mediastinum dan adanya cairan
pleura. Ekordiografi dapat menunjukan adanya cairan perikard, regurgitasi aorta dan
flap aorta pada batang aorta. CT Scan merupakan teknik pencitraan terpilih di banyak
rumah sakit. Jangan pernah menunda pemeriksaan dini. pencitraan aorta potongan
3
melintang menunjukkan adanya flap, lumen asli, dan lumen palsu bila diberi kontras.
Ekokardiografi transesofagus (TEE) sangat sensitif untuk pencitraan aorta desendens.
Suatu penanda eko khusus dimasukkan melalui esofagus, dan ditempatkan di
belakang jantung, memungkinkan pencitraan pembuluh darah besar dan jantung,
tanpa terhalang tulang-tulang iga tau paru. Gambaran yang didapatkan berkualitas
tinggi. Prosedur ini harus dilakukan oleh operator yang sangat terampil dan
merupakan teknik invasif, pasien membutuhkan sedasi; karena bisa menyebabkan
kenaikan tekanan darah sementara, yang dapat memicu perluasan diseksi, oleh karena
itu pemeriksaan ini hanya dilakukan di pusat pelayanan kardiotoraks sebagai
pendahuluan sebelum dilakukan tindakan segera.
Tatalaksanaan
Terdapat 2 fase dalam penatalaksanaan distensi aorta. Fase pertama adalah
melakukan pengobata, penstabilan vital sign, dan menegakkan diagnosis defenitif
dengan aortografi. Diseksi aorta harus ditatalksana segera karena termasuk
kegawatdaruratan medis. Pertimbangan segera yang harus diperhatikan adalah pada
tipe A maupun tipe B adalah menurunkan tekanan darah sampai sistolik kurang dari
100 mmHg untuk mencegah diseksi atau ruptur lebih lanjut, menggunakan analgesik
opiat dan penyekat beta intravena. Pasien yang mengalami hipotensi akibat
perdarahan harus diresusitasi untuk mempertahankan TD dalam level cukup.
Terapi spesifik tergantung pada asal flap.
I.
Diseksi aorta yang tipe A : risiko komplikasi yang berbahaya, kususnya ruptur
ke perikardium, sangat tinggi, dengan rata-rata kematiam per jam 2%. Pasien harus
dipindahkan dengan ambulans lampu biru/udara ke pusat pelayanan kardiotoraks
sesegara mungkin, pada waktu kapanpun, dan segera dilakukan pembedahan untuk
mengganti ujung aorta, dengan atau tanpa kelainan katup aorta sebagai penyerta.
II.
Diseksi aorta yang Tipe B : pembedahan memiliki risiko tinggi sehingga pada
keadaan ini tidak diindikasikan sebagai terapi lini pertama. Tipe ini merupakan
indikasi untuk kontrol TD agresif, dengan target TD sistolik < 100mmHg.
Pembedahan hanya dilakukan bila terjadi komplikasi yang mengancam jiwa, seperti
ruptur yang berbahaya. Lumen palsu bisa membeku dan menjadi stabil.
4
Prognosis
Diseksi tipe A memiliki tingkat mortalitas segera yang sangat tinggi, namun bila
pasien tidak mempunyai komplikasi yang mengancam jiwa (seperti stroke,
paraplegia) keadaan pasien setelah pembedahan yang berhasil biassanya baik.
Keadaan setelah terapi pada diseksi tipe B lebih baik, walaupun bisa terdapat
komplikasi lanjut, di antaranya pembentukan dan ruptur aneurisma.
ANEURISMA AORTA
Definisi
Aneurisma adalah kelainan pembuluh darah yang muncul akibat penipisan
dan degenerasi dinding pembuluh darah arteri. Aneurisma Aorta merupakan dilatasi
dinding aorta yang sifatnya patologis, terlokalisasi, dan permanen (irreversible).
Dinding aorta yang mengalami aneurisma lebih lemah daripada dinding aorta yang
normal. Oleh karena itu, karena tekanan yang begitu besar dari darah menyebabkan
dinding aorta menjadi melebar Penyebabnya adalah kelainan bawaan, hipertensi, dan
adanya infeksi atau trauma. Kondisi ini menimbulkan kelemahan pada dinding
pembuluh darah sehingga membentuk tonjolan seperti balon.
Klasifikasi
Aneurisma Aorta dapat dibagi berdasarkan morfologi dan lokasinya. Menurut
morfologinya, aneurisma aorta dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
keluar dan berhubungan dengan dinding aorta melalui leher yang sempit.
Pseudoaneurysm or false aortic aneurysm : merupakan akumulasi darah
ekstravaskuler
disertai
disrupsi
ketiga
lapisan
pembuluh
darah.
Ehlers-Danlos
syndrome,
congenitaldefect)
dan enzyme
destruction.. Penyebab yang dapat dikontrol yaitu kondisi yang dipengaruhi oleh gaya
hidup (aterosklerosis, tekanan darah tinggi, kolesterol yang tinggi, dan trauma benda
tumpul). Sama dengan abdominal aortic aneurysm, aneurisma pada toraks juga sering
disebabkan oleh aterosklerosis. Selain itu thoracic aortic aneurysm juga disebabkan
oleh congenital defect pada dinding aorta, hipertensi, merokok, infeksi, dan trauma
dada. Trauma dada biasanya pada kecelakaan kendaraan bermotor, dapat
menyebabkan ruptur tunika intima dan media aorta desendens pada ligamentum
arteriosus. Ligamentum arteriosus mengikat aorta pada suatu titik tertentu, sehingga
pada saat laju kendaraan berhenti mendadak, struktur-struktur dalam toraks masih
bergerak ke depan, sedangkan aorta yang diikat oleh ligamentum arteriosus tetap
pada tempatnya, hal ini dapat menyebabkan terjadinya robekan pada tunika-tunika
pembuluh darah. Akibatnya, tipe cedera ini dikenal sebagai trauma karena
perlambatan. Tunika adventisia dapat tetap utuh, walaupun dapat pula terjadi ruptur
atau berkembang menjadi aneurisma palsu. Penyakit pada arkus biasanya disebabkan
oleh aterosklerosis. Nekrosis media kistik seperti sindroma Marfan, paling berat pada
aorta asendens dan sering kali menyebabkan pembentukan aneurisma. Sedangkan
pada aneurisma torakoabdominalis, paling sering disebabkan oleh proses degeneratif
(degenerasi miksomatosa, aorta senile). Penyebab lainnya yaitu diseksi, Marfan
syndrome(cystic medial necrosis), Ehlers-Danlos syndrome, infeksi jamur, aortitis
(Takayasu), dan trauma.
Patofisiologi
Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen, dan
matriks ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta. Kekurangan
komponen tersebut bisa disebabkan oleh faktor inflamasi (aterosklerosis). Sel radang
pada dinding pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis mengeluarkan matriks
metalloproteinase. Matriks metalloproteinase akan menghancurkan elastin dan
kolagen,
sehingga
metalloproteinase,
persediaannya
faktor
lain
yang
menjadi
berkurang.
Selain
matriks
berperan
terjadinya
aneurisma
adalah
aneurisma akan dilapisi trombus. Lama kelamaan trombus berlapis tersebut akan
membentuk saluran yang sama besar dengan saluran aorta bagian proksimal dan
distal.Selain itu, interaksi dari banyak faktor lain dapat menjadi predisposisi
pembentukan aneurisma pada dinding aorta. Aliran turbulen pada daerah bifurkasio
dapat ikut meningkatkan insiden aneurisma di tempat-tempat tertentu. Suplai darah ke
pembuluh darah melalui vasa vasorum diduga dapat terganggu pada usia lanjut,
memperlemah tunika media dan menjadi faktor predisposisi terbentuknya aneurisma.
Apapun penyebabnya, perkembangan aneurisma akan selalu progresif. Tegangan atau
tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius pembuluh darah dan tekanan
intraarteri. Dengan melebar dan bertambahnya radius pembuluh darah, tekanan
dinding juga meningkat sehingga menyebabkan dilatasi dinding pembuluh darah.
Sehingga angka kejadian ruptur aneurisma juga meningkat seiring meningkatnya
ukuran aneurisma. Selain itu, sebagian besar individu yang mengalami aneurisma
juga menderita hipertensi sehingga menambah tekanan dinding dan pembesaran
aneurisma.
Gambaran klinis
1. Abdominal aortic aneurysm
Aneurisma ini sering asimtomatis, namun pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan massa yang berdenyut di abdomen (57% ditemukan pada aneurisma
yang diameternya lebih dari 4 cm dan 29% pada aneurisma yang diameternya
kurang dari 4 cm). Pada abdominal aortic aneurysm yang simtomatis dan tanpa
ruptur, biasanya pasien akan mengeluh nyeri abdomen yang intermiten tetapi
menetap. Nyeri abdomen ini menyebar ke panggul, pelipatan paha, dan bisa juga
ke testis.
Abdominal aortic aneurysm sering menimbulkan komplikasi berupa ruptur pada
dinding aorta, trombosis atau embolisasi distal. Ruptur pada dinding aorta sering
10
Pada dinding perut bagian bawah dapat terlihat massa yang berdenyut mengikuti
irama nadi. Ketika dipalpasi, akan teraba bifurkasio aorta beranjak naik, pada
posisi duduk setinggi pusat, sedangkan batas atas aneurisma sampai di arkus iga.
Teraba pula pulsasi yang kuat kecuali pada trombosis total. Melalui stetoskop,
terdengar bising sistolik setinggi lumbal 2.
Pemeriksaan
fisik
sebenarnya
sudah
mampu
hampir
100%
11
mendiagnosis
aneurisma
ini
dapat
dilakukan
pemeriksaan
foto
juga
12
13
Merokok sebisa mungkin dihentikan. Aneurisma yang terlalu kecil untuk dibedah
sebaiknya dipantau secara bertahap untuk menilai perkembangan diameternya.
ATEROSKLEROSIS
1.1 Definisi
Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang ditandai adanya
akumulasi lipid ekstra sel, rekrutmen dan migrasi miosit, pembentukan sel busa dan
deposit matrik ekstraseluler, akibat pemicuan multifaktor berbagai patogenesis yang
bersifat kronik progresif, fokal atau difus, bermanifestasi akut maupun kronis, serta
14
15
16
merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media ke tunika
intima dan penumpukan molekul matriks ekstraselular seperti elastin dan kolagen,
yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini
proses aterosklerosis sudah sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai plak
aterosklerotik. Pembentukan plak aterosklerotik akan menyebabkan penyempitan
lumen arteri, akibatnya terjadi berkurangnya aliran darah. Trombosis sering terjadi
setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan jalur koagulasi.
Apabila plak pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses
trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri koroner. Pada
saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard.
Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif.
Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang
bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan sindroma koroner akut.
2.
Usia
Jenis kelamin
Riwayat keluarga
Ras
17
a.
Mayor
b.
Minor
yang
dapat dilakukan
untuk
mengetahui
ada
tidaknya
18
2.
3.
4.
5.
6.
1.7 Penatalaksanaan
Pada tingkat tertentu, tubuh akan melindungi dirinya dengan membentuk
pembuluh darah baru di daerah yang terkena. Bisa diberikan obat-obatan untuk
menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah seperti kolestiramin, kolestipol,
asam nikotinat, gemfibrozil, probukol, dan lovastatin. Untuk mengurangi resiko
terbentuknya bekuan darah, dapat diberikan obat-obatan seperti aspirin, ticlopidine
dan clopidogrel atau anti-koagulan.
Sementara angioplasti balon dilakukan untuk meratakan plak dan meningkatkan
aliran darah yang melalui endapan lemak. Enarterektomi merupakan suatu
pembedahan untuk mengangkat endapan. Pembedahan bypass merupakan prosedur
yang sangat invasif, dimana arteri atau vena yang normal dari penderita digunakan
untuk membuat jembatan guna menghindari arteri yang tersumbat.
TROMBOFLEBITIS
19
Definisi
Tromboflebitis merupakan oklusi parsial atau komplit pada vena oleh trombus
dengan perubahan inflamatori pada dinding vena. Tromboflebitis disebabkan oleh
faktor eksogen dan endogen. Tromboflebitis yang disebabkan oleh faktor eksogen
misalnya trauma, kelelahan, kurang gerak dan adanya keganasan sedangkan
tromboflebitis yang disebabkan oleh faktor endogen misalnya kelainan dinding vena
dan melambatnya aliran darah.
Klasifikasi
Tromboflebitis dibagi menjadi 2 antara lain tromboflebitis vena superfisial dan
tromboflebitis vena profunda. Tromboflebitis vena superfisial ada beberapa tipe
diantaranya adalah tromboflebitis traumatik, tromboflebitis varises vena dan lain-lain
Tanda-tanda gejala klinis
Pada umumnya gejala klinis yang sering timbul pada tromboflebitis superfisial
adalah nyeri yang diikuti munculnya eritema disekitar lokasi tersebut, terasa panas
dan terkadang ditemukan bengkak lokal serta malaise.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara konservatif adalah :
1. Elevasi kaki di tempat tidur
20
21
yaitu kerusakan endotel pembuluh darah dan kombinasi statis serta kegagalan sistem
fibrinolitik.
Adapun faktor risiko tinggi untuk menderita deep vein trombosis adalah
Riwayat trombosis, stroke, Pasca tindakan bedah, Immobilisasi lama, Gagal jantung
kronik, Penyakit keganasan
Keadaan ini dapat menyerang semua usia, tersering setelah usia 60 tahun dan
tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.
22
Diagnosis
Gejala klinis yang sering ditemukan berupa: Pembengkakan disertai rasa nyeri
pada daerah yang bersangkutan, kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai ditekukkan,
daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan
Pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan sebagai berikut:
1. Anamnesis :Nyeri lokal, bengkak, perubahan warna dan fungsi berkurang
pada anggota tubuh yang terkena
2. Pemeriksaan fisik:Edema, eritema, peningkatan suhu lokal tempat yang
terkena, homan sign (+) dan pembuluh vena teraba
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan venografi
b. Kadar antitrombin III menurun
c. Kadar fibrinogen degradation product meningkat
d. Titer D-dimer meningkat
Penatalaksanaan
a. Non farmakologi5
a). Tinggikan ekstremitas yang terkena untuk melancarkan aliran darah
vena
b). Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskuler
c). Latihan lingkup gerak sendi
d). Pemakaian alas kaki elastis
b. Farmakologi
23
1. Heparin
2. Heparin diberikan untuk menjaga tingkat kesamaan dari antikoagulan dan
memperkecil manifestasi perdarahan.
3. Warfarin
4. Low moleculer weight heparin (LMWH)
berbelok belok ditungkai yang terjadi akibat kelemahan dinding vena dan kelemahan
dan tidak berfungsinya katup vena.
Faktor risiko
Adapun faktor risko varises tungkai adalah keturunan atau genetic, usia,dbesitas dan
peningkatan tekanan hidrostatik dan volume darah pada tungkai
Patofisiologi
Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan darah
vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler vena
superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya
melewati katup vena ke vena profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju
jantung dan paru. Vena superfisial terletak suprafasial, sedangkan vena profunda
terletak di dalam fasia dan otot.
Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik
keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan suatu
mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena profunda
sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak akan menimbulkan distensi pada vena
profunda dan selain itu karena vena profunda terletak di dalam fasia yang mencegah
distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superfisial normalnya sangat rendah, apabila
mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan menyebabkan distensi dan
25
dan kesemutan. Nyeri biasanya tidak terlalu berat namun dirasakan terus-menerus dan
memberat setelah berdiri terlalu lama. Nyeri yang disebabkan oleh insufisiensi vena
biasanya membaik bila beraktifitas seperti berjalan atau dengan mengangkat tungkai.
Anamnesis yang terarah seharusnya meliputi hal-hal berikut ini :
1. Riwayat insufisiensi vena ( kapan onset terlihatnya pembuluh darah
abnormal, onset dari gejala yang muncul, penyakit vena sebelumnya, adanya
riwayat menderita varises sebelumnya)
2. Faktor predisposisi (keturunan, trauma pada tungkai, pekerjaan yang
membutuhkan posisis tubuh berdiri yang terlalu lama, supporter olah raga)
3. Riwayat edema (onset, predisposisi, lokasi edema, intensitas, jenis edema,
perubahan setelah beristirahat pada malam hari)
4. Riwayat keluarga
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sistem vena penuh dengan kesulitan karena sebagian besar
sistem vena profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung seperti inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkusi. Pada sebagian besar area tubuh, pemeriksaan pada
system vena superfisial harus mencerminkan keadaan sistem vena profunda secara
tidak langsung. Pemeriksaan vena dapat dilakukan secara bertahap melalui inspeksi,
palpasi,perkusi, dan pemeriksaan menggunakan Doppler.
Inspeksi
Pada inspeksi dapat dilihat adanya ulserasi, telangiektasi, sianosis
akral,varises vena prominent, jaringan parut karena luka operasi, atau riwayat injeksi
sklerotan sebelumnya. Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan
pergelangan kaki. Pelebaran vena superfisial yang terlihat pada region lainnya pada
tungkai biasanya merupakan suatu kelainan. Pada seseorang yang mempunyai kulit
yang tipis vena akan terlihat lebih jelas.
Palpasi
Seluruh permukaan kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk
mengetahui adanya dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke permukaan kulit. Palpasi
membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal dan abnormal. Setelah
dilakukan perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan vena superfisial.
27
Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan vena
profunda. Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri distal dan
proksimal untuk mengetahui adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks
ankle-brachial.
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena superficial. Caranya
dengan mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang yang menjalar
sepanjang vena di bagian proksimal. Katup yang terbuka atau inkopeten pada
pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang tersebut.
Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah
retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam system vena yang
mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya obstruksi vena
profunda. Hal ini penting karena apabila aliran darah pada vena profunda tidak lancar,
aliran bypass ini penting untuk menjaga volume aliran darah balik vena ke jantung
sehingga tidak memerlukan terapi pembedahan maupun skeroterapi. Untuk
melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose tourniquet atau diikat di
bagian proksimal tungkai yang mengalami varises. Pemasangan tourniquet ini
bertujuan untuk menekan vena superficial saja. Selanjutnya pasien disuruh untuk
berjalan atau berdiri sambil menggerakkan pergelangan kaki agar sistem pompa otot
menjadi aktif. Pada keadaan normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah
dalam vena yang mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi
pada vena profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan
distesi. Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian pasien
diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet terpasang.
Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai diangkat, vena yang
melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.
Tes Trendelenburg
28
kaki
kompresi
membantu
memperbaiki
gejala
dan
keadaan
Skleroterapi
Skleroterapi dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan kedalam
pembuluh darah yang abnormal sehingga terjadi destruksi endotel yang diikuti
dengan pembentukan jaringan fibrotik.
29
Teknik saphenektomi yang paling popular saat ini adalah teknik menggunakan
peralatan stripping internal dan teknik invaginasi dengan jalan membalik
pembuluh darah dan menariknya menggunakan traksi endovenous, teknik
tersebut dapat menurunkan terjadinya cedera pada struktur di sekitarnya.
RAYNAUDS DISEASE
Definisi
Penyakit raynaud merupakan suatu keadaan yang menyerang pembuluh darah
pada ektremitas yang terdiri dari tangan, kaki, hidung dan telinga ketika dingin dan
stress. Ini dinamakan oleh Maurice Raynaud (1834 - 1881), seorang terapis dari
Perancis yang menyatakan pertama kali pada tahun 1862. Raynauds Disease
merupakan salah satu penyakit yang menyerang pembuluh darah arteri, dimana
penyebabnya merupakan non-aterosklerotik. Non-aterosklerotik merupakan salah satu
penyebab penyakit arteri dimana penyakit hanya menyerang susunan pembuluh darah
arteria pada lapisan media arteria dan arteri perifer.
30
Etiologi
Etiologi Raynauds Disease tidak ada penyebab yang dikenal atau idiopatik
(tidak jelas). Baik untuk Primary Raynauds maupun Secondary Raynauds.
Raynauds disease ini merupakan respon berlebihan dari vasomotor sentral dan local
normal terhadap dingin atau emosi.
Kemungkinan yang menjadi penyebabnya adalah:
Skleroderma
Penyakit autoimun kronis yang bercirikan fibrosis (pengerasan), perubahan
vascular dan auto antibody. Scleroderma ini berjalan dalam keluarga, tapi gen tidak
diidentifikasi. Pengerasan atau penebalan kulit, yang mungkin ditemukan dari
beberapa penyakit yang berbeda, dapat terjadi dalam bentuk terlokalisasi atau umum.
Artritis rematoid
31
Aterosklerosis
Mengapuran dinding darah pembuluh arteri. Hal tersebut disebabkan karena
adanya peradangan, seingga terjadi proses pembekuan darah berlebihan pada dinding
pembuluh darah maupun penumpukan plak di dinding pembuluh darah akibat kadar
kolesterol dan gula tinggi dalam darah.
Reaksi terhadap obat tertentu (misalnya metisergid, metisergid adalah derivat
ergot yang memiliki efek stimulasi otot polos pembuluh darah oleh serotonin).
Beberapa penderita juga memiliki sakit kepala migren, angina varian dan
tekanan
darah
tinggi
dalam
paru-parunya
(hipertensi
pulmoner).
32
atau kaki dapat menyebabkan ganggren. Tapi pada kasus yang lebih jinak, hanya
terjadi sumbatan sementara pada pembuluh darah pada sebagian jaringan. Pembuluhpembuluh darah juga tidak dapat mengalir mengalir ke tangan atau kaki, begitupun
nutrisinya juga sangat tidak mencukupi. Disini juga akan terjadi iskemik pada
jaringan, tetapi iskmik tersebut hanya berlangsung beberapa menit dan akan terjadi
Hyperemia Re-aktif. Setelah Hyperemia Re-aktif akan terjadi Fase Sianotik.
Dimana fase ini terjadi mobilitas bahan-bahan metabolic abnormal yang
mampu memperberat atau menambah rasa sakit, dimana rasa sakit tadi semakin lama
akan terus bertambah sakit. Setelah Fase Sianotik terjadi Fase Rubor. Fase ini terjadi
akibat dilatasi pembuluh darah pada tangan atau kaki dan mungkin juga diakibatkan
Hyperemia Re-aktif yang mampu menimbulkan warna merah yang sangat pada
tangan atau kaki. Kadang-kadang juga mampu menimbulkan perasaan baal atau
kesukaran dalam pergerakan motorik halus dan suatu sensasi dingin.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis penyakit Raynaud yaitu sebagai berikut:
a. Pucat yang timbul akibat vasokonstriksi mendadak.
b. Kulit kemudian menjadi kebiruan (sianosis) akibat darah yang memasuki
kapiler sangat sedikit.
c. Kemudian terjadi vasodilatasi yang menimbulkan warna merah. Jadi urutan
khas perubahan warna fenomena Raynaud adalah putih, biru, dan merah.
d. Rasa baal dan kesemutan serta nyeri seperti terbakar terjadi saat terjadi
perubahan warna. Biasanya melibatkan bagian tubuh secara bilateral dan
simetris.
e. Istilah Fenomena
Raynaud
digunakan
untuk
episode
interminten
33
artitis
Tanda dan gejala pada penyakit raynaud yang akut antara lain hanya terjadi
kesukaran dalam pergerakan halus (perasaan baal) dan kadang kesukaran dalam
suatu sensasi dingin. Pada penyakit raynaud yang kronis terdapat tanda-tanda antara
lain Cyanosis, tapering (jari meruncing), serta gangren pada ujung-ujung jari dengan
jari-jari lebih mengkilap dan flattened pulps. Kejang pada arteri kecil di jari tangan
dan jari kaki terjadi dengan cepat dan paling sering dipicu oleh dingin. Hal ini bisa
berlangsung selama beberapa menit atau beberapa jam. Jari tangan dan jari kaki
menjadi putih, biasanya berbintik-bintik. Hanya satu jari tangan atau jari kaki, atau
bagian dari satu atau beberapa jari tangan/kaki terlihat berubah menjadi bercak putih
dan merah.
Pada akhir serangan, daerah yang terkena tampak berwarna lebih pink dari
biasanya atau kebiruan. Jari tangan dan jari kaki bisa mengalami mati rasa,
kesemutan, rasa tertusuk jarum atau rasa terbakar. Menghangatkan tangan atau kaki
akan mengembalikan warna dan sensasi yang normal. Tetapi pada fenomena Raynaud
yang berlangsung lama (terutama jika disertai dengan skleroderma), perubahan kulit
jari tangan/kaki bersifat menetap; kulit tampak licin, mengkilat dan kencang. Di
ujung jari tangan/kaki bisa timbul luka terbuka yang terasa nyeri.
Penatalaksanaan
Penderita dapat mengendalikan penyakit raynaud yang ringan dengan
melindungi tubuh, lengan dan tungkainya terhadap dingin dan dengan meminum obat
tidur yang ringan. Penderita harus berhenti merokok karena nikotin menyebabkan
pembekuan pembuluh darah. Jika terjadi cacat dan tidak dapat diatasi dengan
pengobatan lainnya, dilakukan pemotongan saraf simpatis untuk mengurangi gejala,
tetapi berkurangnya gejala hanya berlangsung selama 1-2 tahun.
Penyakit Raynaud biasanya diobati dengan prazosin atau nifedipine. Bisa juga
diberikan phenoxybenzamine, metildopa atau pentoxifylline.Tidak ada pengobatan
atau pembedahan yang efektif untuk kelainan ini. Penderita harus berhenti merokok
untuk mengurangi gejala-gejala yang dikeluhkan. Obat-obat vasodilator yang
melebarkan diameter pembuluh darah dapat diberikan pada penderita, tetapi tidak
34
efektif. Hindarilah daerah tubuh yang terkena terhadap paparan panas dan dingin.
cedera karena panas, dingin atau bahan (seperti iodine atau asam) yang digunakan
untuk mengobati kutil dan kapalan, cedera karena sepatu yang longgar/sempit atau
pembedahan minor , infeksi jamur, obat-obat yang dapat mempersempit pembuluh
darah. Hindarilah daerah yang dipengaruhi penyakit ini terhadap trauma dan jika
terjadi infeksi harus segera diobati. Untuk beberapa penderita, teknik relaksasi
(misalnya biofeedback), bisa mengurangi kejang.
Pembedahan ini (simpatektomi), biasanya lebih efektif dilakukan pada
penderita penyakit Raynaud., bukan pada fenomena Raynaud. Fenomena Raynaud
diobati dengan mengobati penyakit penyebabnya. Bisa diberikan phenoxybenzamine.
Obat-obat yang menyebabkan pengkerutan pembuluh darah (misalnya beta blocker,
clonidine dan preparat ergot) bisa memperburuk fenomena Raynaud.
Prognosis
Penyakit raynaud bervariasi, beberapa mengalami perbaikan lambat,
memburuk dengan cepat sedangkan yang lain memperlihatkan perubahan. Meskipun
jarang dijumpai gangren atau ulserasi, namun penyakit kronis ini menyebabkan atrofi
otot dan kulit.
VASKULITIS
Definisi
Vaskulitis adalah reaksi kutaneus maupun sistemik, yang secara mikroskopik
digambarkan sebagai infiltrasi sel-sel inflamatorik pada dinding pembuluh darah,
dengan derajat nekrosis sel endotel dan dinding pembuluh darah yang bervariasi.
Ukuran pembuluh darah yang terkena bervariasi, mulai dari arteri besar (giant cell
arteritis) sampai kapiler dermis dan venula (lekocytoclastic vasculitis). Ukuran
pembuluh yang terlibat, komposisi sel yang menginfiltrasi, gejala dan tanda klinis
yang muncul, serta temuan laboratoris memungkinkan penegakan diagnosis yang
lebih teliti.
35
Manifestasi Klinis
Gejala vaskulitis tergantung dari pembuluh primer yang terkena. Pada
pembuluh darah kecil, manifestasinya sering kali berupa palpable purpura, atau
urtikaria, pustula, vesikel, petekie, atau lesi seperti eritema multiforme. Pada
pembuluh darah ukuran sedang, manifestasi klinisnya bisa berupa ulkus, nodul
subkutan, livedo reticularis, dan nekrosis digital. Hal terpenting dalam mengevaluasi
pasien vaskulitis adalah mengenali gejala dan tanda adanya penyakit sistemik.
Hampir semua pembuluh darah di kulit dapat terserang vaskulitis; paling
banyak mengenai venula dan disebut vaskulitis kutaneus. Vaskulitis kutaneus
mempunyai gambaran histopatologi dengan ciri khas infiltrasi neutrofil pada
pembuluh darah, nekrosis fibrinoid, yang dikenal sebagai leukocytoclastic vasculitis
(LCV). Pada LCV, dapat ditemukan juga ekstravasasi eritrosit, debris granulositik
(leukositoklas), inflamasi granuloma atau limfositik, dan deposisi imunoreaktan pada
dinding pembuluh darah.
Klasifikasi
Klasifikasi vaskulitis didasarkan pada beberapa kriteria, di antaranya adalah
ukuran pembuluh darah yang terkena, manifestasi klinis, gambaran histopatologi, dan
penyebab.
Termasuk dalam golongan pembuluh darah besar adalah aorta serta arteri dan
dengan terjadinya vaskulitis, di antaranya adalah umur pasien, jenis kelamin, dan ras;
beberapa jenis vaskulitis terjadi pada populasi spesifik. Selain itu, perlu ditentukan
organ pembuluh darah mana yang terkena. Tipe dan luas organ yang terkena dapat
membantu menentukan tipe vaskulitis dan terapi awal. Gambaran klinis dapat
digunakan untuk melihat ukuran pembuluh darah yang terkena. Diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mendukung diagnosis yang tepat.
36
Kriteria Histopatologis
Diagnosis vaskulitis memerlukan kriteria histopatologis. Dua kriteria mayor
vaskulitis secara histopatologis, selain memperhatikan ukuran pembuluh darah yang
terlibat, adalah kerusakan sel endotel atau struktur dinding pembuluh darah dan
infiltrasi sel-sel inflamatorik pada dinding pembuluh darah.
Diantaranya yang tersering adalah neutrofil, limfosit, dan nuclear dust. Sel-sel
PMN tidak selalu ditemukan dibandingkan dua kriteria mayor vaskulitis di atas,
terutama pada lesi akut, pada pembuluh darah yang lebih besar, dan pada vaskulitis
granulomatosis, yang ditandai dengan lebih dominannya 1 makrofag (histiosit).
Kerusakan dinding pembuluh lebih sering terjadi karena adanya deposit fibrinoid dan
nekrosis fibrinoid pada dinding pembuluh serta struktur terkait.
Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron, deposit ini tampak seperti
gambaran eosinofil yang granuler, amorf, fibriler, dan mirip-hialin; melalui studi
imunofluoresens, deposit tersebut diketahui terdiri dari komposisi fibrin dan presipitat
kompleks antigen-antibodi. Adanya deposit fibrinoid mengindikasikan kerusakan
vaskuler dan memicu terjadinya bekuan (clot) ser ta membantu menegakkan
diagnosis vaskulitis.
Kriteria minor vaskulitis secara histopatologis didasarkan pada hasil
pemeriksaan
mikroskopik.
Temuan
pemeriksaan
mikroskopik
ini
dapat
37
Patogenesis
Patogenesis kompleks imun untuk vaskulitis mengikuti tipe reaksi klasik
Arthus. Di dalam tubuh pejamu (host) yang memiliki kelebihan antigen, kompleks
antigenantibodi akan terlarut dan bersirkulasi, kemudian berkombinasi dengan amina
vasoaktif yang diproduksi oleh trombosit dan IgE-stimulated basophil, membentuk
celah antar-sel endotel sehingga kompleks imun tersebut terdeposit. Deposit
kompleks imun mengaktifkan sistem komplemen dengan c3a dan c5a anafilaktoksin,
menyebabkan infiltrasi neutrofil PMN (polimorfonukelar) dan degranulasi sel mast.
Sel PMN mengeluarkan kalase dan elastase, yang merusak komponen pembuluh
darah.
Mekanisme imun sel mediate (sel mast) dan sitotoksisitas seluler memegang
peranan langsung pada patogenesis vaskulitis, meskipun belum jelas diketahui dan 68 memerlukan penelitian lebih lanjut.
Kriteria Diagnosis
Jika dicurigai vaskulitis, dapat dilakukan beberapa langkah diagnostik untuk
mencari penyebab atau menyingkirkan kemungkinan proses lain yang dapat
menimbulkan vaskulitis sekunder (seperti infeksi, trombosis, dan keganasan) atau
dapat menimbulkan kondisi mirip vaskulitis. Ada beberapa kondisi demografis yang
berhubungan tinu pada pembuluh yang sakit, trombosis, nekrosis epidermal
dengan/tanpa vesikulasi epidermal/subepidermal, infiltrasi campuran(termasuk sel
mononuklear dan eosinofil), fibroplasia perivaskuler reparatif pada lesi yang lebih
lama, dan (jarang) kalsinosis dan pembentukan aneurisma.
Kriteria minor tidak selalu ada dan sangat bervariasi. Sebagai contoh, edema
endotel adalah gambaran yang objektif dan sering ditemukan pada vaskulitis. Namun,
temuan ini tidak spesifik karena dapat ditemukan pula pada beberapa varian
spongiosis dan dermatosis perivaskuler, seperti pitiriasis rosea dan kapilaritis.
38
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim
(2008-last
update),
Aneurisma
Aorta
Abdominalis,
(Mentorhealthcare),Available:http://www.mentorhealthcare.com/news.php?
nID=173&action=detail
2. Anonim (2008-last update), Aneurisma Aorta Torako-Abdominal, (Website
Bedah
Toraks
Kardiovaskular
Indonesia),
Available
: http://www.bedahtkv.com/index.php?/eEducation/Vaskular/Aneurisma-Aorta-Torako-Abdominal.html-index
3. Braunwald, Eugene.1996.Textbook of Heart Disease, 5th ed, McGraw-Hill
Companies, USA
4. Topol, Eric J.2002.Textbook of Cardiovascular Medicine, 2nd ed, Philadelphia
5. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001108.htm
6. http://emedicine.medscape.com/article/463256-clinical#showall
7. https://www.gmjournal.co.uk/uploadedFiles/Redbox/Pavilion_Content/Our_C
ontent/Social_Care_and_Health/GM_Archive/2010/December/Dec2010p699.
pdf
8. Supandiman I. Trombosis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
9. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2001.
10. Rani AA, Soegondo, Nazir AU et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan
40
41