Pneumonia
Disusun Oleh :
Yunevialkha Alhafizhatul Adlina
1102011299
Pembimbing :
dr. H. Edy Kurniawan Sp.P
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabilalamin segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Terimakasih kepada dr. Eddy Kurniawana Sp.P
selaku pembimbing kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Bagian Paru, atas kesediaan waktu dan
segala bantuan yang diberikan. Terimakasih kepada rekan-rekan kepanitraan ilmu penyakit
dalam atas motivasi dan kerjasama yang baik dan bantuan material maupun spiritual.
Persentasi kasus ini berjudul Pneumonia. Disusun untuk memenuhi tugas kepanitraan
bagian ilmu penyakit dalam RSUD Arjawinangun sebagai salah satu prasyarat kelulusan.
Penulis menyadari bahwa persentasi kasus ini jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran yang
membangun diharapkan demi perbaikan laporan kasus ini.
Semoga tulisan ini berguna bagi semua pihak yang terkait.
Wassalamualaikum wr.wb
Penyusun
BAB I
LAPORAN KASUS
I
II
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. C
Umur
: 63 tahun
Jenis kelamin
: Laki Laki
Alamat
: Kroya
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Suku
: Jawa
Masuk RS
: 18-12-2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS.
Sesak dirasakan semakin memburuk, Sesak semakin memberat jika ditambah dengan
aktivitas. Pasien lebih merasa nyaman dengan posisi setengah duduk atau menggunakan 2
bantal. Pasien juga mengalami batuk berdahak berwarna hijau sejak 2 minggu SMRS
disertai dengan keringat malam. Pasien mengaku kurang nafsu makan sehingga
mengalami penurunan berat badan. Keluhan lain pasien merasa dada terasa nyeri dan
panas. Keluhan lain seperti pusing, mual dan muntah disangkal. Pasien adalah seorang
perokok aktif yang sudah merokok kurang lebih 40 tahun, sehari pasien dapat
menghabiskan setengah sampai satu bungkus rokok.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM (-)
Tidak ada anggota keluarga pasien dengan keluhan keluhan seperti yang pasien
rasakan
Riwayat Pengobatan
III
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum
: CM
Keadaan sakit
: sakit sedang
Kesadaran/GCS
Tekanan Darah
: 110/80 mmHg.
Nadi
Pernafasan
Suhu
: 37,2 oC.
Status Lokalis
Kepala :
-
Mata :
-
Normotia
Pendengaran : normal.
Hidung :
Penciuman normal.
Mulut :
Simetris.
Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan di pinggir
(-), tremor (-), lidah kotor (-).
Mukosa : normal.
Leher :
-
Palpasi
: fremitus taktil dan fremitus vokal simetris, nyeri tekan (-), edema (-),
krepitasi (-).
Perkusi
: sonor
Auskultasi
Cor :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
: Bising usus (+) normal, metallic sound (-), bising aorta (-).
Palpasi
Perkusi
: Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen, Shifting dullness (-), nyeri
ketok CVA (-)
Extremitas :
Ekstremitas atas
Akral hangat : +/+, Deformitas : -/-, Edema: -/-, Sianosis : -/Ekstremitas bawah :
Akral hangat : +/+, Deformitas : -/-, Edema: -/
Genitourinaria :
Tidak dievaluasi.
IV
PEMERIKSAAN PENUNJANG
WBC
HGB
[10^3/ L] g/dL
18/12/2015 13,2300
12,6
Pemeriksaan Dex Eritrosit
Pemeriksaan
MCV
83,1
MCH
29,0
MCHC
34,9
RDW
13,5
MPV
7,4
PDW
38,9
Hitung Jenis ( DIFF)
Eosinofil
0,1
Basofil
1,1
Neutrofil
83,3
Limfosit
7,1
Monosit
6,7
Stab
1,7
Kimia Klinik
GDS
103
HCT
PLT
[%]
36,1
[10^3/ L]
337,000
Hasil
Nilai Normal
79 99 fl
27 31 pg
33 37 g/dl
33 47 fl
7,9 11,1 fl
9,0 13,0 fl
03%
01%
25 70 %
20 40 %
09%
35 47 %
70 - 140 mg/dl
WBC
HGB
[10^3/ L] g/dL
HCT
PLT
[%]
[10^3/ L]
23/12/2015 20,360
12,4
Pemeriksaan Dex Eritrosit
Pemeriksaan
MCV
85,7
MCH
28,3
MCHC
33,0
RDW
13,8
MPV
8,2
PDW
43,6
Hitung Jenis ( DIFF)
Eosinofil
0,2
Basofil
0.8
Neutrofil
86,7
Limfosit
5,3
Monosit
4,8
Stab
2,1
37,5
Hasil
360,000
Nilai Normal
79 99 fl
27 31 pg
33 37 g/dl
33 47 fl
Rontgen paru (15-12-2015)
7,9 11,1 fl
13,0 fl
Pulmo:9,0
Hili Normal
Corakan paru bertambah
0Kranialisasi
3%
(-)
0Tampak
1 % perselubungan pada lapang bawah
25
70
paru
kiri%
Kesan:Pembesaran
jantung
dengan
20 40 %
kiri
0pleuropneumonia
9%
35 47 %
Negatif
Negatif
RESUME
Laki laki 63 tahun datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak sejak
1 hari SMRS. Sesak dirasakan semakin memburuk, Sesak semakin memberat jika
ditambah dengan aktivitas. Pasien lebih merasa nyaman dengan posisi setengah duduk
atau menggunakan 2 bantal. Pasien juga mengalami batuk berdahak berwarna hijau sejak
2 minggu SMRS disertai dengan keringat malam. Pasien mengaku kurang nafsu makan
sehingga mengalami penurunan berat badan. Keluhan lain pasien merasa dada terasa
nyeri dan panas. Keluhan lain seperti pusing, mual dan muntah disangkal. Pasien adalah
seorang perokok aktif yang sudah merokok kurang lebih 40 tahun, sehari pasien dapat
menghabiskan setengah sampai satu bungkus rokok.
Tekanan darah 110/80 mmHg. Nadi normal (86 kali per menit, reguler). Frekuensi
nafas agak cepat ( 28 kali per menit). Suhu tubuh ( 37,2 oC). Pada pemeriksaan fisik
inspeksi di temukan pergerakan dinding dan bentuk dada simetris kanan dan kiri, pada
palpasi fremitus taktil dan fremitus vokal getaran dada simetris, pada perkusi dada sonor,
dan auskultasi terdengar ronkhi +/+. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 18-12-2015
dan tanggal 22-12-2015 terdapat peningkatan jumlah leukosit. Pada pemeriksaan Sputum
BTA tanggal 23-12-2015 hasil sputum A dan B negatif. Pada Foto Rontgen terdapat
pneumonia kiri dengan pembenrukan pneumatocele.
VI
DIAGNOSIS
Pneumonia paru kiri
VII
PENATALAKSANAAN
- RL 20 tpm
- Meropenem 2 x 1
- Ranitidin 2 x 1
- Furosemid 1 x 1
- Nebulizer 3 x 1
- KSR 1 x 1
- Aspilet 1 x 1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus pada paruparu kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus medius/lobus inferius
dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada
paru-paru kiri adalah lobus superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique. Pada
paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah yang disebut lingula. Jumlah segmen pada
paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan.
Sejalan dgn percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg lebih kecil, segmenta
paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen.2
2.2
Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri.virus,jamur,protozoa).3
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)
disebut pneumonitis.4
2.3
Epidemiologi Pneumonia
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik.
Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai ke awal
musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi tersebar luas dari satu orang
ke orang lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan
menyebar lebih mudah antara populasi yang padat manusianya misalnya di sekolah, asrama,
pemukiman yang padat dan camp militer. (8)
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara
berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia sampai dewasa akhir.
Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit lainnya.
Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000 orang
untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75
kasus untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan kontrak pneumonia
masuk rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke Unit perawatan kritis. Demikian pula, angka
kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga lebih cenderung memiliki
episode berulang dari pneumonia. Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun
juga beresiko tinggi untuk pneumonia. (1)
2.4 Etiologi Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus,
jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia
adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya
berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi. 4
Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV),
parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan penting
dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Staphylococcus
aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. 4
Pada neonatus Streptococcus group
penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada
usia
prasekolah
itu Streptococcus
Mycoplasma
pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada
anak diatas 5 tahun. Communityy-acquired acute pneumonia sering disebabkan oleh
streptokokkus pneumonia atau pneumokokkus, sedangkan pada Community-acquired atypical
pneumonia penyebab umumnya adalah Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan
batang gram negatif seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering
ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia.4
Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan terjadinya infeksi. 4
Umur
Lahir-20 hari
3 minggu
3 bulan
Bakteria
Escherichia colli
Group B streptococci
Listeria monocytogenes
Bakteria
Clamydia trachomatis
Streptococcus pneumoniae
Virus
Respiratory syncytial virus
Influenza virus
Bakteria
Group D streptococci
Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus
Herpes simplex virus
Bakteria
Bordetella pertusis
Haemophillusinfluenza type B &
non typeable
Moxarella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Bakteria
Streptococcus pneumoniae
Clamydia pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Virus
Respiratory syncytial virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Adenovirus
Measles
Bakteria
Haemophillus influenza type B
Moxarella catarrhalis
Neisseria meningitis
Staphylococcus aureus
Virus
Varicella zoster virus
Bakteria
Clamydia pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Streptococcus pneumoniae
Bakteria
Haemophillus influenza type B
Legionella species
Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein barr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial virus
Varicella zoster virus
5 tahun dewasa
Ureaplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus
Hospital-acquired pneumonia
Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens, Escherichia coli)
and
Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)
Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma
capsulatum,
Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis
2.5 Klasifikasi Pneumonia
1.
pneumokokus),
Hemophilus
influenzae,
juga
Virus
penyebab
infeksi
pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang
tidak khas( atypical) yaitu mykoplasma, chlamydia, dan legionella.
b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi, selain penderita
penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi mereka yang mempunyai
penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV, dan kanker,dll. 2
2. Berdasarkan Kuman penyebab
a.
Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita
alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen. Kemungkinan
sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau
adanya proses keganasan. 5
2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis
menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi
di lobulus yang bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate multifocal
pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. 5
3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata. 5
2.6 Patofisiologi Pneumonia
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling
berisiko.1
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.1
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-
toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak
sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 5
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara inhalasi
terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan
bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli
dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi
dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada
keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). 5
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. 5
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri)
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia.
Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:
1.
Stadium Kongesti (4 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas
kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan
dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan
gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin. 2
2.
Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam. 2
3.
kongesti.2
4.
Stadium Akhir (Resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang
diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan
cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.2
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment
paru secara anantomis.
jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir
terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada
bronkus karena tidanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus.6
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus
kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar.
Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.
CT Scan
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.
2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax
Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.
CT Scan
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai
perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan
yang tidak merata.
CT Scan
Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT
Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler
tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)
2.7.4 Pemeriksaan Bakteriologis
Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA
B.Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan
kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun
terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya
pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau
sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris. 3
Keterangan
Kategori I
Usia
-S.pneumonia
-M.pneumonia
-C.pneumonia
-H.influenzae
-Legionale sp
-S.aureus
-M,tuberculosis
-Batang Gram (-)
-
penderita
< 65 tahun
-Penyakit
Penyerta (-)
-Dapat
berobat jalan
Obat Pilihan II
Klaritrom isin
2x500mg atau
2x250 mg
-
Ofloksasin 2x400mg
Levofloksasin
Azitromisin
1x500mg atau
1x500mg
Rositrom
Moxifloxacin
-Usia
-S.pneumonia
penderita >
H.influenzae
65 tahun
- Peny.
Batang gram(-)
Penyerta (+)
-Dapat
berobat jalan
Kategori
-Pneumonia
III
berat.
- Perlu
dirawat di
RS,tapi tidak
perlu di ICU
Aerob
S.aures
Siprofloksasin
atau 1x300 mg
-Sepalospporin
generasi 2
-Trimetroprim
1x400mg
Doksisiklin 2x100mg
-Makrolid
-Levofloksasin
-Gatifloksasin
-Moxyfloksasin
+Kotrimoksazol
-Betalaktam
M.catarrhalis
Legionalle sp
-S.pneumoniae
-H.influenzae
-Polimikroba
termasuk Aerob
-Batang Gram (-)
-Legionalla sp
-S.aureus
M.pneumoniae
- Sefalosporin
-Piperasilin +
Generasi 2 atau
tazobaktam
-Sulferason
3
- Betalaktam +
Penghambat
Betalaktamase
+makrolid
Kategori
-Pneumonia
IV
berat
-Perlu dirawat
di ICU
-S.pneumonia
-Legionella sp
-Batang Gram (-)
aerob
-M.pneumonia
-Virus
-H.influenzae
-M.tuberculosis
-Jamur endemic
Sefalosporin
generasi 3
(anti
pseudomonas)
+ makrolid
Sefalosporin
generasi 4
Sefalosporin
-Carbapenem/
meropenem
-Vankomicin
-Linesolid
-Teikoplanin
generasi 3 +
kuinolon
Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan
pemeriksaan analisis gas darah.
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai nebulizer
untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam.
Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluarn CO2.
Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.7
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru lebih
sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian
cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan
gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan. 9
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak bermanfaat
pada keadaan renjatan septik.
6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat
komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.
7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia adalah:
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan menggunakaan masker.
Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan pulmonary compliance hingga
tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki
oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.9
b.
Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau didapat
asidosis respiratorik.
c.
Respiratory arrest.
d.
6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi dapat juga oleh
infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia,
tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans. 3
2.11 Prognosis Pneumonia
Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya antibiotik.
Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara
umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat
menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis
hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3
atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman
gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek. 10
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS kecuali
bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan kecuali:
1. Bila terdapat penyakit paru kronik
2. PN Meliputi banyak lobus
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
a. Usia > 60 tahun.
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30 x/m, tekanan
diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (<4.500->30.000)
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR. Surabaya
4. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Komuniti.2003
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial.2003
7. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines
for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31:
347-82
8. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of communityacquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
9. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia, 007;132:1348
10. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and
outpatient, Chest 2007;131;1205