Anda di halaman 1dari 34

PERSENTASI KASUS

Pneumonia

Disusun Oleh :
Yunevialkha Alhafizhatul Adlina
1102011299

Pembimbing :
dr. H. Edy Kurniawan Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD ARJAWINANGUN
2015

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabilalamin segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Terimakasih kepada dr. Eddy Kurniawana Sp.P
selaku pembimbing kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Bagian Paru, atas kesediaan waktu dan
segala bantuan yang diberikan. Terimakasih kepada rekan-rekan kepanitraan ilmu penyakit
dalam atas motivasi dan kerjasama yang baik dan bantuan material maupun spiritual.
Persentasi kasus ini berjudul Pneumonia. Disusun untuk memenuhi tugas kepanitraan
bagian ilmu penyakit dalam RSUD Arjawinangun sebagai salah satu prasyarat kelulusan.
Penulis menyadari bahwa persentasi kasus ini jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran yang
membangun diharapkan demi perbaikan laporan kasus ini.
Semoga tulisan ini berguna bagi semua pihak yang terkait.
Wassalamualaikum wr.wb

Arjawinangun, Desember 2015

Penyusun

BAB I
LAPORAN KASUS
I

II

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. C

Umur

: 63 tahun

Jenis kelamin

: Laki Laki

Alamat

: Kroya

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Suku

: Jawa

Masuk RS

: 18-12-2015

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS.
Sesak dirasakan semakin memburuk, Sesak semakin memberat jika ditambah dengan
aktivitas. Pasien lebih merasa nyaman dengan posisi setengah duduk atau menggunakan 2
bantal. Pasien juga mengalami batuk berdahak berwarna hijau sejak 2 minggu SMRS
disertai dengan keringat malam. Pasien mengaku kurang nafsu makan sehingga
mengalami penurunan berat badan. Keluhan lain pasien merasa dada terasa nyeri dan
panas. Keluhan lain seperti pusing, mual dan muntah disangkal. Pasien adalah seorang
perokok aktif yang sudah merokok kurang lebih 40 tahun, sehari pasien dapat
menghabiskan setengah sampai satu bungkus rokok.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM (-)

Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat Asma (-)

Riwayat Alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien dengan keluhan keluhan seperti yang pasien
rasakan

Riwayat Pengobatan

III

Pengobatan TB Paru (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum

: CM

Keadaan sakit

: sakit sedang

Kesadaran/GCS

: compos mentis / E4V5M6.

Tekanan Darah

: 110/80 mmHg.

Nadi

: 86 kali per menit, reguler

Pernafasan

: 28 kali per menit, cepat dan dalam

Suhu

: 37,2 oC.

Status Lokalis

Kepala :
-

Normochepal, rambut hitam

Mata :
-

Eksopthalmus (-), Endopthalmus (-/-)

Konjungtiva anemis (-/-), Hiperemis (-/-)

Skleras ikterik (-/-)


Telinga :

Normotia

Lubang telinga : normal, secret (-/-).

Nyeri tekan (-/-).

Peradangan pada telinga (-)

Pendengaran : normal.
Hidung :

Simetris, deviasi septum (-/-).

Napas cuping hidung (-/-).

Perdarahan (-/-), secret (-/-).

Penciuman normal.
Mulut :

Simetris.

Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-).

Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).


-

Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan di pinggir
(-), tremor (-), lidah kotor (-).

Gigi : caries (-)

Mukosa : normal.

Leher :
-

Pembesaran KGB (-).

Trakea : di tengah, tidak deviasi


Thorax
Pulmo :
Inspeksi

: statis & dinamis, pergerakan dinding dan bentuk dada simetris

Palpasi

: fremitus taktil dan fremitus vokal simetris, nyeri tekan (-), edema (-),
krepitasi (-).

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: bronkial (+), vesikular (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)

Cor :
Inspeksi

: Iktus cordis tampak

Palpasi

: Iktus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra

Perkusi

: batas kanan jantung : ICS IV linea parasternal dextra.


batas kiri jantung : ICS IV linea midklavikula sinistra.

Auskultasi

: S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
Inspeksi

: tampak datar, tidak ada kelainan

Auskultasi

: Bising usus (+) normal, metallic sound (-), bising aorta (-).

Palpasi

: Nyeri tekan (+), Balotement (-)

Perkusi

: Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen, Shifting dullness (-), nyeri
ketok CVA (-)

Extremitas :
Ekstremitas atas

Akral hangat : +/+, Deformitas : -/-, Edema: -/-, Sianosis : -/Ekstremitas bawah :
Akral hangat : +/+, Deformitas : -/-, Edema: -/

Genitourinaria :
Tidak dievaluasi.
IV

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Rutin


Tanggal

WBC

HGB

[10^3/ L] g/dL
18/12/2015 13,2300
12,6
Pemeriksaan Dex Eritrosit
Pemeriksaan
MCV
83,1
MCH
29,0
MCHC
34,9
RDW
13,5
MPV
7,4
PDW
38,9
Hitung Jenis ( DIFF)
Eosinofil
0,1
Basofil
1,1
Neutrofil
83,3
Limfosit
7,1
Monosit
6,7
Stab
1,7
Kimia Klinik
GDS
103

HCT

PLT

[%]
36,1

[10^3/ L]
337,000

Hasil

Nilai Normal
79 99 fl
27 31 pg
33 37 g/dl
33 47 fl
7,9 11,1 fl
9,0 13,0 fl
03%
01%
25 70 %
20 40 %
09%
35 47 %
70 - 140 mg/dl

Pemeriksaan Darah Rutin


Tanggal

WBC

HGB

[10^3/ L] g/dL

HCT

PLT

[%]

[10^3/ L]

23/12/2015 20,360
12,4
Pemeriksaan Dex Eritrosit
Pemeriksaan
MCV
85,7
MCH
28,3
MCHC
33,0
RDW
13,8
MPV
8,2
PDW
43,6
Hitung Jenis ( DIFF)
Eosinofil
0,2
Basofil
0.8
Neutrofil
86,7
Limfosit
5,3
Monosit
4,8
Stab
2,1

37,5
Hasil

360,000
Nilai Normal
79 99 fl
27 31 pg
33 37 g/dl
33 47 fl
Rontgen paru (15-12-2015)
7,9 11,1 fl
13,0 fl
Pulmo:9,0
Hili Normal
Corakan paru bertambah
0Kranialisasi
3%
(-)
0Tampak
1 % perselubungan pada lapang bawah
25
70
paru
kiri%
Kesan:Pembesaran
jantung
dengan
20 40 %
kiri
0pleuropneumonia
9%
35 47 %

JENIS PEMERIKSAAN HASIL


Tanggal 23-12-2015
MIKROBIOLOGI
Sputum BTA
Sputum A (Sewaktu)
Sputum B (Pagi)

Negatif
Negatif

Rontgen paru (19-12-2015)


Pulmo: Hili Normal
Corakan paru bertambah
Tampak perbercakan lunak pada lapang
tengah dan bawah paru kiri
Kesan:Pneumonia kiri dengan pembentukan
pneumatocele.

RESUME
Laki laki 63 tahun datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak sejak
1 hari SMRS. Sesak dirasakan semakin memburuk, Sesak semakin memberat jika
ditambah dengan aktivitas. Pasien lebih merasa nyaman dengan posisi setengah duduk
atau menggunakan 2 bantal. Pasien juga mengalami batuk berdahak berwarna hijau sejak
2 minggu SMRS disertai dengan keringat malam. Pasien mengaku kurang nafsu makan
sehingga mengalami penurunan berat badan. Keluhan lain pasien merasa dada terasa
nyeri dan panas. Keluhan lain seperti pusing, mual dan muntah disangkal. Pasien adalah
seorang perokok aktif yang sudah merokok kurang lebih 40 tahun, sehari pasien dapat
menghabiskan setengah sampai satu bungkus rokok.
Tekanan darah 110/80 mmHg. Nadi normal (86 kali per menit, reguler). Frekuensi
nafas agak cepat ( 28 kali per menit). Suhu tubuh ( 37,2 oC). Pada pemeriksaan fisik
inspeksi di temukan pergerakan dinding dan bentuk dada simetris kanan dan kiri, pada
palpasi fremitus taktil dan fremitus vokal getaran dada simetris, pada perkusi dada sonor,
dan auskultasi terdengar ronkhi +/+. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 18-12-2015

dan tanggal 22-12-2015 terdapat peningkatan jumlah leukosit. Pada pemeriksaan Sputum
BTA tanggal 23-12-2015 hasil sputum A dan B negatif. Pada Foto Rontgen terdapat
pneumonia kiri dengan pembenrukan pneumatocele.
VI

DIAGNOSIS
Pneumonia paru kiri

VII

PENATALAKSANAAN
- RL 20 tpm
- Meropenem 2 x 1
- Ranitidin 2 x 1
- Furosemid 1 x 1
- Nebulizer 3 x 1
- KSR 1 x 1
- Aspilet 1 x 1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru-Paru


Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk kerucut atau
konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma, diselubungi oleh membran pleura.
Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang
melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan
pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus.2

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus pada paruparu kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus medius/lobus inferius
dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada
paru-paru kiri adalah lobus superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique. Pada
paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah yang disebut lingula. Jumlah segmen pada
paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan.
Sejalan dgn percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg lebih kecil, segmenta
paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen.2

2.2

Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus

terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri.virus,jamur,protozoa).3
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh

nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)
disebut pneumonitis.4
2.3

Epidemiologi Pneumonia
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik.

Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai ke awal
musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi tersebar luas dari satu orang
ke orang lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan
menyebar lebih mudah antara populasi yang padat manusianya misalnya di sekolah, asrama,
pemukiman yang padat dan camp militer. (8)
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara
berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia sampai dewasa akhir.
Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit lainnya.
Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000 orang
untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75
kasus untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan kontrak pneumonia
masuk rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke Unit perawatan kritis. Demikian pula, angka
kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga lebih cenderung memiliki
episode berulang dari pneumonia. Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun
juga beresiko tinggi untuk pneumonia. (1)
2.4 Etiologi Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus,
jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia
adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya
berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi. 4
Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV),

parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan penting
dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Staphylococcus
aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. 4
Pada neonatus Streptococcus group

B dan Listeriae monocytogenes merupakan

penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada
usia

prasekolah

dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain

itu Streptococcus

pneumoniae merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bakterial.

Mycoplasma

pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada
anak diatas 5 tahun. Communityy-acquired acute pneumonia sering disebabkan oleh
streptokokkus pneumonia atau pneumokokkus, sedangkan pada Community-acquired atypical
pneumonia penyebab umumnya adalah Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan
batang gram negatif seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering
ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia.4
Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan terjadinya infeksi. 4
Umur

Lahir-20 hari

3 minggu
3 bulan

Penyebab yang sering

Bakteria
Escherichia colli
Group B streptococci
Listeria monocytogenes

Bakteria
Clamydia trachomatis
Streptococcus pneumoniae
Virus
Respiratory syncytial virus
Influenza virus

Penyebab yang jarang

Bakteria
Group D streptococci
Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus
Herpes simplex virus

Bakteria
Bordetella pertusis
Haemophillusinfluenza type B &
non typeable
Moxarella catarrhalis
Staphylococcus aureus

Para influenza virus 1,2


and 3
Adenovirus
4 bulan
5 tahun

Bakteria
Streptococcus pneumoniae
Clamydia pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Virus
Respiratory syncytial virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Adenovirus
Measles

Bakteria
Haemophillus influenza type B
Moxarella catarrhalis
Neisseria meningitis
Staphylococcus aureus
Virus
Varicella zoster virus

Bakteria
Clamydia pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Streptococcus pneumoniae

Bakteria
Haemophillus influenza type B
Legionella species
Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein barr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial virus
Varicella zoster virus

5 tahun dewasa

Ureaplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut keadaan klinis terjadinya infeksi. 4


Communityy-acquired acute pneumonia
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenzae
Moraxella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Legionella pneumophila
Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.
Community-acquired atypical pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)
Coxiella burnetii (Q fever)
Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A and B (adults);
adenovirus

(military recruits); SARS virus

Hospital-acquired pneumonia
Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens, Escherichia coli)
and
Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)
Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma
capsulatum,
Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis
2.5 Klasifikasi Pneumonia
1.

Menurut sifatnya, yaitu:


a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak mempunya
faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu Staphylococcus pneumoniae
(

pneumokokus),

Hemophilus

influenzae,

juga

Virus

penyebab

infeksi

pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang
tidak khas( atypical) yaitu mykoplasma, chlamydia, dan legionella.
b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi, selain penderita
penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi mereka yang mempunyai
penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV, dan kanker,dll. 2
2. Berdasarkan Kuman penyebab

a.

Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita
alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia


c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita
dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 5
3. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) pneumonia yang terjadi
di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk pneumonia yang terjadi di rumah
sakit dengan masa inap kurang dari 48 jam. 5
2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) merupakan pneumonia
yang terjadi di rumah sakit, infeksi terjadi setelah 48 jam berada di rumah sakit. Kuman
penyebab sangat beragam, yang sering di temukan yaitu Staphylococcus aureus atau
bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat resistensi obat tergolong tinggi untuk
bakteri penyebab HAP. 6
3. Pneumonia aspirasi
4.

Berdasarkan lokasi infeksi


1. Pneumonia lobaris
Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar umumnya
tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran airbronchogram. Konsolidasi yang
timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn.
Penyebab terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Jarang pada

bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen. Kemungkinan
sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau
adanya proses keganasan. 5
2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis
menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi
di lobulus yang bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate multifocal
pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. 5
3. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata. 5
2.6 Patofisiologi Pneumonia
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling
berisiko.1
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.1
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-

toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak
sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 5
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara inhalasi
terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan
bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli
dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi
dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada
keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). 5
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. 5
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri)
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia.
Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:
1.
Stadium Kongesti (4 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas
kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan

dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan
gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin. 2
2.
Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam. 2
3.

Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)


Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin
dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami

kongesti.2
4.
Stadium Akhir (Resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang
diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan
cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.2

2.7 Diagnosis Pneumonia


2.7.1 Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya meliputi:
Gejala Mayor: 1.Batuk
2.Sputum produktif
3.Demam (suhu>38 0c)
Gejala Minor: 1. sesak napas
2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. jumlah leukosit >12.000/L
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi
40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau
purulen, kadang-kadang berdarah.5
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus,
yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. 5
2.7.2 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 2025% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. 6
2.7.3 Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment
paru secara anantomis.

Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.


Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak

deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.


Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan

jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir

terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada
bronkus karena tidanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus.6
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus
kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar.
Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.
CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.
2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax

Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.
CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai
perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan
yang tidak merata.
CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT
Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler
tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)
2.7.4 Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis,


bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang
kemungkinan penyebab infeksi. 5
Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur dengan akuades
biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak
ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak
boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi
dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan
biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. 5
2.8 Diagnosis Banding Pneumonia
A.Tuberculosis Paru (TB)
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.
tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu),
nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam,
lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.3

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA
B.Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan
kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun
terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya
pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau
sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris. 3

Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA


C. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah
yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+)
tanda khas pada efusi pleura. 3

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA


2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 7
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : 7,5,1
1. Pemberian Antibiotik
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)

Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)


Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon

Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8


Kategori

Keterangan

Kuman Penyebab Obat Pilihan I

Kategori I

Usia

-S.pneumonia
-M.pneumonia
-C.pneumonia
-H.influenzae
-Legionale sp
-S.aureus
-M,tuberculosis
-Batang Gram (-)
-

penderita
< 65 tahun
-Penyakit
Penyerta (-)
-Dapat
berobat jalan

Obat Pilihan II

Klaritrom isin

2x500mg atau

2x250 mg
-

Ofloksasin 2x400mg
Levofloksasin

Azitromisin

1x500mg atau

1x500mg
Rositrom

Moxifloxacin

isin 2x150 mg Kategori II

-Usia

-S.pneumonia

penderita >

H.influenzae

65 tahun
- Peny.

Batang gram(-)

Penyerta (+)
-Dapat
berobat jalan
Kategori

-Pneumonia

III

berat.
- Perlu
dirawat di
RS,tapi tidak
perlu di ICU

Aerob
S.aures

Siprofloksasin

atau 1x300 mg
-Sepalospporin
generasi 2
-Trimetroprim

1x400mg
Doksisiklin 2x100mg

-Makrolid
-Levofloksasin
-Gatifloksasin
-Moxyfloksasin

+Kotrimoksazol
-Betalaktam

M.catarrhalis
Legionalle sp
-S.pneumoniae
-H.influenzae
-Polimikroba
termasuk Aerob
-Batang Gram (-)
-Legionalla sp
-S.aureus
M.pneumoniae

- Sefalosporin

-Piperasilin +

Generasi 2 atau

tazobaktam
-Sulferason

3
- Betalaktam +
Penghambat
Betalaktamase
+makrolid

Kategori

-Pneumonia

IV

berat
-Perlu dirawat
di ICU

-S.pneumonia
-Legionella sp
-Batang Gram (-)
aerob
-M.pneumonia
-Virus
-H.influenzae
-M.tuberculosis
-Jamur endemic

Sefalosporin
generasi 3
(anti
pseudomonas)

+ makrolid
Sefalosporin

generasi 4
Sefalosporin

-Carbapenem/
meropenem
-Vankomicin
-Linesolid
-Teikoplanin

generasi 3 +
kuinolon

2. Terapi Suportif Umum


1.

Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan
pemeriksaan analisis gas darah.

2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai nebulizer
untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam.
Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluarn CO2.
Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.7
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru lebih
sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian
cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan
gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan. 9
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak bermanfaat
pada keadaan renjatan septik.

6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat
komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.
7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia adalah:
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan menggunakaan masker.
Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan pulmonary compliance hingga
tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki
oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.9
b.

Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau didapat
asidosis respiratorik.

c.

Respiratory arrest.

d.

Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

8. Drainase empiema bila ada.


9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang didapatkan
terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan CO2 yang berlebihan.9
3. Terapi Sulih (switch therapy)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke
oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah
infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama),
switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih
rendah). Pasien beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan
perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki saluran
pencernaan berfungsi normal. 10
Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah : 9

1. Temp 37,8 C, Kesadaran baik


2. Denyut jantung 100 denyut / menit,
3. Respirasi rate 24 napas / menit
4. Tekanan darah sistolik 90 mmHg
5. Saturasi O2 arteri 90% atau pO2 60 mmHg pada ruang udara,
6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.
2.10 Komplikasi Pneumonia
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial
akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%, Staphylococcus aureus 50%.
S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae
sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi
empiema dengan cairan eksudat.
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa meningitis.
Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peningguan
ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat
adanya kolestasis intrahepatik.
3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi oleh kuman
anaerob dan bakteri gram negative.
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6 minggu
akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti Pseudomonas aeruginosa.

6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi dapat juga oleh
infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia,
tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans. 3
2.11 Prognosis Pneumonia
Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya antibiotik.
Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara
umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat
menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis
hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3
atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman
gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek. 10
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS kecuali
bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan kecuali:
1. Bila terdapat penyakit paru kronik
2. PN Meliputi banyak lobus
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
a. Usia > 60 tahun.
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30 x/m, tekanan
diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (<4.500->30.000)

DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR. Surabaya
4. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Komuniti.2003
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial.2003
7. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines
for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31:
347-82
8. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of communityacquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
9. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia, 007;132:1348
10. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and
outpatient, Chest 2007;131;1205

Anda mungkin juga menyukai