Anda di halaman 1dari 22

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

HIPERTIROID
Disusun Oleh :
Nabilla
Ari Evananda D
Preceptor :
Hj. Hertika, dr., SpPD

STASE ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AL-IHSAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2016

CLINICAL SCIENCE SESSION


TIROID
TIROID
Anatomi
Kelenjar tiroid terletak di leher tepat di bawah larynx. Terdiri dari dua lobus
yang berada di kedua sisi trakhea, di belakang kartilago tiroid. Kedua lobus tersebut
disatukan oleh seikat jaringan, isthmus, yang melintang permukaan anterior trakhea
dan larynx pada kartilago krikoid. Kelenjar tiroid normal tidak terlihat saat inspeksi,
namun dapat teraba pada saat menelan, yang menyebabkan perpindahan kelenjar ke
arah atas.

Gambar 1. Kelenjar tiroid (diambil dari Netter).

Kelenjar tiroid terdiri dari folikel-folikel, yang tersusun dari sel-sel folikuler
yang mengelilingi cairan kental yang disebut koloid. Sel-sel folikuler mensintesis dan
mensekresikan beberapa hormon tiroid. Sel-sel saraf berujung pada pembuluh darah
dalam kelenjar tiroid dan pada sel-sel folikuler. Asetilkolin, katekolamin, dan peptida
2

lainnya secara langsung mempengaruhi aktivitas sekretorik sel-sel folikuler dan aliran
darah tiroid.
Fisiologi
Fungsi

kelenjar

tiroid

adalah

memproduksi

hormon

tiroid,

yang

mengendalikan laju proses metabolik seluruh tubuh. Dalam proses produksinya,


terdapat pengaturan sekresi yang dipengaruhi oleh hipothalamus dan kelenjar
hipofisis. Sintesis hormon tiroid selain dipengaruhi oleh kelenjar hipofisis, juga
konsentrasi iodida darah, dan obat-obatan yang menggangu pengambilan iodida darah
ke dalam kelenjar tiroid.
Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid

Gambar 2. Pengaturan sintesis hormon tiroid (diambil dari Harrisons Principles Of Internal Medicine 15 th Ed.
Copyright 2001 McGraw-Hill. All rights reserved).

Hormon tiroid diatur melalui mekanisme umpan balik negatif melibatkan


hipotalamus, hipofisis anterior dan kelenjar tiroid. Dimulai dengan disekresikannya
thyrotropin-releasing hormone (TRH), oleh hipotalamus. TRH dilepaskan melalui
sistem portal hipotalamus-hipofisis dan bersirkulasi ke hipofisis anterior, yang
kemudian melepaskan thyroid-stimulating hormone(TSH). TRH meningkat pada suhu
dingin, stress, dan menurunnya kadar tiroksin (T4).
Adapun thyroid-stimulating hormone (TSH) merupakan sebuah hormon
glikoprotein yang disintesis dan disimpan di hipofisis anterior. Pada saat TSH
disekresikan oleh hipofisis anterior, TSH akan bersirkulasi untuk berikatan dengan

reseptor TSH yang terletak di luar membran plasma sel tiroid. Efek TSH pada tiroid
meliputi (1) peningkatan segera pelepasan cadangan hormon tiroid (2) peningkatan
pengambilan dan oksidasi iodida (3) peningkatan sintesis hormon tiroid dan (4)
peningkatan sekresi prostaglandin oleh tiroid.
Tabel 1. Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3): Pengaturan dan Fungsi
Regulasi
Fungsi
Kadar T4 dan T3 dikendalikan oleh TSH
Mengatur katabolisme protein, lemak,

dan karbohidrat di semua sel

Terdapat variasi diurnal dengan puncak


pada larut malam

Mengatur produksi panas tubuh

Faktor yang mempengaruhi sekresi:

Antagonis insulin

Menjaga sekresi hormon pertumbuhan

Jenis kelamin

Kehamilan

Peningkatan kadar steroid gonadal

Mempengaruhi perkembangan SSP

dan korteks adrenal Hormon

Diperlukan untuk menjaga tonus otot

dan pematangan tulang

Tiroid (HT)

dan kebugaran

Suhu sangat dingin HT

Status gizi

Zat-zat kimia :

curah jantung

= HT

Menjaga

sekresi,

motilitas,

dan

penyerapan sal. Pencernaan

Somatostatin = HT
Dopamine

Menjaga laju jantung, kekuatan dan

Mempengaruhi

laju

nafas

dan

penggunaan oksigen

Katekolamin = HT

Menjaga mobilisasi kalsium

Mempengaruhi produksi eritrosit

Merangsang
pelepasan

pertukaran

lemak,

asam lemak bebas, dan

sintesis kolesterol

Saat hormon tiroid disekresikan oleh kelenjar tiroid, hormon tersebut


mempengaruhi kelenjar tiroid sendiri, juga hipofisis anterior, dan eminensia mediana
yang mengatur produksi hormon tiroid selanjutnya. Hormon tiroid memiliki efek
umpan balik negatif

dan menghambat TRH dan TSH, yang selanjutnya akan

menghambat sintesis dan sekresi hormon tiroid.


Sintesis Hormon Tiroid
Kelenjar tiroid dirangsang untuk memproduksi hormon tiroid oleh TSH dari
hipofisis, oleh karena kadar iodida darah yang rendah, atau oleh obat-obatan yang

mengganggu pengambilan iodida dari darah oleh kelenjar tiroid (Iodida adalah bentuk
inorganik atau ionik dari yodium). Yodium dioksidasi menjadi iodida dengan bantuan
enzim peroksidase tiroid. Sumber alami utama yodium adalah makanan laut, dan di
Indonesia dan Amerika yodium ditambahkan ke dalam garam dan tepung. Kurang
lebih 25% yodium yang diserap ditangkap oleh kelenjar tiroid.
Langkah-langkah sintesis hormon tiroid dirangkum dalam rangkaian sebagai
berikut:
1.

Thyroglobulin yang tak teriodinasi diproduksi oleh retikulum


endoplasma sel-sel folikuler.

2.

Tirosin bergabung ke dalam thyroglobulin pada saat disintesis.

3.

Iodida secara aktif ditransfer (dipompa) dari darah ke dalam koloid


oleh protein karier yang terletak di luar membran sel-sel folikuler.
Sistem transport aktif ini disebut perangkap iodida dan sangat
efisien dalam mengumpulkan sejumlah kecil iodida dari darah.

4.

Iodida

dengan

cepat

melekat

ke

tirosin

dalam

molekul

thyroglobulin.
5.

Penggabungan tirosin yang teriodinasi membentuk hormon toroid.


Triiodotironin (T3) dibentuk dari penggabungan monoiodotirosin
(satu atom yodium dan tirosin) dan diiodotirosin (dua atom yodium
dan tirosin). Tetraiodotironin (T4)dibentuk dari penggabungan dua
molekul diiodotirosin.

6.

Hormon tiroid disimpan melekat ke tiroglobulin di dalam koloid


sampai dilepaskan ke sirkulasi darah.

Gambar 3. Hormon-hormon tiroid (diambil dari Harrisons Principles Of Internal Medicine 15th Ed. Copyright 2001
McGraw-Hill. All rights reserved)

Kelenjar tiroid normal memproduksi 90% T4 dan 10% T3. Pada jaringan tubuh,
T4 diubah menjadi T3, dan T3 memiliki efek metabolik terbesar. Sekali dilepaskan ke
dalam sirkulasi, T3 dan T4 ditranspor dengan cara terikat pada salah satu dari tiga
protein

karier:

thyroxine-binding

globulin,

thyroxine-binding

pre-albumin

(transthyretin), atau albumin.


Hormon tiroid mempengaruhi banyak jaringan tubuh, terutama dengan
mempengaruhi pertubuhan dan pematangan jaringan. Serupa dengan beberapa
hormon steroid, hormon tiroid berikatan dengan kompleks reseptor intraseluler dan
kemudian mempengaruhi ekspresi genetik protein-protein spesifik. Hormon tiroid
juga mempengaruhi metabolisme sel dengan mengubah metabolisme protein, lemak,
dan glukosa dan hasilnya adalah produksi panas dan peningkatan konsumsi oksigen.

Gambar 4. Aktivitas hormon tiroid di dalam sel (diambil dari Harrisons Principles Of Internal Medicine 15th Ed.
Copyright 2001 McGraw-Hill. All rights reserved

Penting juga untuk diketahui, bahwa hormon tiroid menghasilkan peningkatan


efek pada banyak organ pada kadar hormon tiroid fisiologis. Bagaimanapun, efekefek ini dapat jelas terlihat ketika terjadi peningkatan atau penurunan kadar hormon
tiroid yang bersirkulasi. Contohnya, di jantung, T3 merangsang sintesis protein
kontraktil spesifik (contohnya, rantai berat -myosin), pompa ion sarkollema (pompa
Na1-K1-ATPase, Ca++-ATPase) dan reseptor membran (reseptor -adrenergik).
Sehingga pada kasus hipertiroidisme, dimana terjadi peningkatan kadar hormon tiroid,
efeknya pada jantung meliputi peningkatan denyut jantung dan curah jantung, juga
timbulnya kardiomiopati. Hormon tiroid juga mempengaruhi pusat nafas, sehingga
memacu dorongan hipoksia dan hiperkapnia normal. Hormon tiroid juga merangsang

resorpsi tulang, dan hipertiroidisme berkaitan dengan osteopenia, hiperkalsemia, dan


hiperkalsiuria.

TIROTOKSIKOSIS
Definisi
Tirotoksikosis adalah sindrom klinis yang terjadi ketika jaringan terpapar oleh
kadar hormon tiroid (tiroksin dan/ triiodotironin) yang tinggi yang bersirkulasi dalam
darah. Apabila kelebihan hormon tiroid itu disebabkan oleh hiperfungsi tiroid, yaitu
peningkatan sintesis dan pelepasan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, maka istilah
yang lebih khusus adalah hipertiroidisme. Namun, tirotoksikosis terutama terjadi
akibat hipertiroidisme yang disebabkan oleh Graves disease, toxic multinodular
goiter dan toxic adenoma. Tapi kadang, tirotoksikosis juga terjadi oleh karena
penyebab lain seperti mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan atau sekresi hormon
tiroid yang berlebihan dari tempat tempat ektopik. Penyebab tirotoksikosis lain
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tirotoksikosis tidak hanya didiagnosis dari manifestasi klinis saja, namun


dapat merupakan diagnosis laboratorik. Peningkatan tiroksin (T4), tepatnya tiroksin
bebas (fT4), dan triiodotironin (T3) serta respons abnormal terhadap TRH, meskipun
tidak disertai gejala dan tanda-tanda yang jelas sudah dapat disebut tirotoksikosis dan
sudah merupakan indikasi pengobatan. Di samping itu dikenal pula keadaan
Tirotoksikosis subklinis yaitu apabila kadar hormon tiroid normal, tetapi kadar TSH
sangat rendah.
Klasifikasi
Tirotoksikosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1.

Tirotoksikosis karena hiperfungsi kelenjar tiroid (tirotoksikosis dengan


hipertiroidisme)

2.

Tirotoksikosis tanpa hiperfungsi kelenjar tiroid (tirotoksikosis tanpa


hipertiroidisme)

Tabel 2. Kelainan-kelainan Penyebab Tirotoksikosis


Tipe Tirotoksikosis
Tirotoksikosis dengan hipertiroidisme
Keadaan dengan kelebihan TSH
Tumor
Non-Tumor
Stimulasi tiroid abnormal
Penyakit Graves
Penyakit Trofoblastik
Otonomi intrinsik tiroid
Adenoma toksik
Struma multinodosa
Karsinoma tiroid
Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme
Peradangan
Tiroiditis
Tiroiditis subakut
Hormon tiroid dari sumber lain
Hormon eksogen
Jaringan tiroid ektopik
Diadaptasi dari: Baverman & Utiger (1991)

Mekanisme Patogenik

Adenoma tirotropik
Thyrotroph resistance to T4
Antibodi terhadap reseptor TSH
hCG
Tumor jinak
Foci otonomi fungsional

Pelepasan hormon tiroid


Pelepasan hormon tiroid
Dalam pengobatan atau pada makanan
Struma ovari

DIFFUSE TOXIC GOITER (Graves Disease)


Graves disease adalah bentuk penyakit paling umum dari tirotoksikosis dan
dapat terjadi pada segala umur, tapi lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan
pria. Sindromnya terdiri dari satu atau lebih gejala dibawah ini :
(1) tirotoksikosis
9

(2) goiter
(3) ophthalmology (exophthalmus)
(4) dermopathy ( pretibial myxedema)
Epidemiologi
Merupakan 60 80 % dari kejadian tirotoksikosis, walaupun prevalensinya
bervariasi pada setiap populasi, bergantung terutama pada asupan iodine (asupan
iodine yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya prevalensi Graves disease).
Graves disease terjadi pada 2% wanita tapi hanya sepersepuluh kali lebih sering pada
laki-laki. Penyakit ini jarang terjadi sebelum dewasa dan secara khas terjadi antara
usia 20 dan 50 tahun, walaupun penyakit ini juga terjadi pada orang tua.
Etiologi
Graves disease dikenal sebagai penyakit autoimun yang tidak diketahui
penyebabnya. Terdapat faktor predisposisi familial yang kuat, dimana pada 15%
pasien dengan Graves disease mempunyai anggota keluarga dengan kelainan yang
sama, dan sekitar 50% keluarga dari pasien dengan Graves disease ditemukan
autoantibodi tiroid yang beredar dalam darah. Wanita terlibat lima kali lebih sering
dibandingkan pria.
Patogenesis
Pada Graves disease limfosit T menjadi tersensitisasi terhadap antigen dalam
kelenjar tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen
tersebut. Antibodi yang terbentuk diarahkan ke reseptor TSH di membrane sel tiroid
dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid utnuk meningkatkan fungsi
dan pertumbuhan (TSH-R Ab stim).
Salah satu teori patogenesis Graves disease adalah adanya defek pada supresor
limfosit T yang menyebabkan limfosit T helper merangsang limfosit B untuk
menghasilkan autoantobodi tiroid (Thyroid stimulating immunoglobulin TSI). Zat
yang disebut autoantibodi tiroid tersebut berasal dari kelompok IgG ditemukan pada
95% pasien dengan Graves disease. Antibodi inilah yang menjadi penyebab
tirotoksikosis.
Antibodi perangsang ini akan berfungsi sebagai thyroid stimulating hormon
(TSH) dengan berikatan dengan reseptornya, sehingga dengan demikian merangsang
10

sintesis dan sekresi hormon tiroid (TH).

Hiperfungsi dari kelenjar tiroid

menyebabkan terjadinya supresi TSH dan thyrotropin releasing hormon (TRH),


karena feedback negatif normal dari peningkatan kadar hormon tiroid. Hiperfungsi
kelenjar tiroid ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan penangkapan iodine dan
peningkatan tingkat metabolisme kelenjar tiroid yang signifikan, yang akhirnya
menyebabkan hipervaskularitas dan pembesaran kelejar tiroid (goiter). Peningkatan
yang tidak sesuai dari produksi T3 menunjukkan hiperstimulasi yang panjang
terhadap kelenjar tiroid. Penurunan konsentrasi thyroid binding globulin, bersama
dengan peningkatan produksi hormon tiroid, menyebabkan peningkatan tingkat
sirkulasi dari hormon tiroid, yang pada akhirnya bertanggung jawab atas terjadinya
semua manifestasi yang telah disebutkan diatas.
Terdapat faktor predisposisi genetik yang mendasarinya tetapi faktor
pencetusnya tidak jelas. Beberapa faktor yang dapat merangsang respon imun pada
Graves disease adalah 1) kehamilan terutama periode post partum 2) kelebihan iodide
terutama pada daerah geografis yang kekurangan iodida, dimana kekurangan ini
dapat menyebabkan Graves disease yang berjalan secara laten 3) terapi litium dengan
memodifikasikan responsifitas imun 4) infeksi virus atau bakteri 5) withdrawal
glukokortikoid.
Patofisiologi
Sejumlah kecil penderita Graves disease mengalami pretibial myxedema
(Graves dermopathy), yang ciri-cirinya adalah pembengkakan subkutan pada bagian
anterior tungkai dan kulit yang indurasi dan eritema. Manifestasi ini kadang juga
dapat mengenai tangan.
Kebanyakan penderita Graves disease mengalami gangguan pada mata. Dua
kategori gangguan mata yang berhubungan dengan Graves disease adalah : (1)
abnormalitas fungsional akibat hiperaktivitas saraf simpatis dan (2) perubahan
infiltratif yang melibatkan bagian mata dengan pembesaran otot-otot mata.
Abnormalitas fungsional terjadi pada sebagian besar penderita Graves disease.
Abnormalitas ini termasuk ketidakmampuan bola mata untuk bergerak ke atas atau
ketidakmampuan kelopak mata atas untuk bergerak ke bawah dan disebabkan oleh
aktivitas yang berlebihan dari otot Mueller (kelopak mata). Manifestasi ini tidak
mengenai fungsi okuler dan sembuh dengan pengobatan hipertiroidisme. Dermopati

11

dan oftalmopati yang disebabkan karena tiroid berhubungan dengan antigen pada
reseptor tirotropin dan melibatkan limfosit T.
Oftalmopati infiltratif dapat juga terjadi pada Graves disease. Hal ini terjadi
pada 50% dari 70% individu dengan Graves disease dan cirinya adalah adanya edema
dari bagian bagian mata, seperti penonjolan bola mata (exophtalmus), paralisis otot
ekstraokuler, dan kerusakan retina dan nervus optikus, yang dapat menyebabkan
terjadinya kebutaan. Perubahan ini menyebabkan adanya exophthalmus, edema
periorbital dan kelemahan otot ekstraokuler sehingga terjadi diplopia (penglihatan
ganda). Penderita akan merasakan iritasi, nyeri, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan
buram. Kadang, dapat juga terjadi berkurangnya ketajaman penglihatan, papiledema
(edema dari nervus optikus), gangguan lapang pandang, pemaparan keratopati dam
ulserasi kornea.
Manifestasi Klinis
Sistem

Manifestasi klinis

Mekanisme

Endokrin

Pembesaran kelenjar tiroid


(goiter) (97-99% kasus ) sistolik
atau
continuous bruit pada
kelenjar tiroid;
peningkatan degradasi hormone
kortisol;
hiperkalsemia dan penurunuan
sekresi PTH,
kurang sensitivitas terhadap
insulin
Oligomenorrhea
dan
amenorrhea
pada
wanita,
erectile
dysfunction
dan
penurunan libido pada lelaki,
peningkatan serum estradiol dan
estrone dan penurunan free
estradiol dan estrone
Penurunan
berat
badan;penigkatan
peristalsisBAB lebih sering
dan kurang berbentuk, mual,
muntah, hilang selera makan,
nnyeri
perut,
penigkatan
penggunaan simpanan glikogen
hepar dan adipose; penurunan
kadar lipid serum (trigliserida,
fosfolipid, dan kolesterol);gg
metabolisme
vitaminpenurunan simpanan
vitamin jaringan
Keringat, flushing dan kulit
hangat; heat intolerance; rambut

Hiperaktivitas
kel.
tiroid;
peningkatan
resorpsi
tulanghiperkalsemia dan gag.
mekanisme
regulasi
PTH,
degradasi insulin meningkat

Reproduksi

Gastrointestinal

Kulit

Gangguan kitar haid akibat gg.


hipotalamik
dan
pitutari;
peningkatan
sex
hormone
binding globulin

Katabolisme meningkat untuk


memenuhi kebutuhan metabolik
yang
meningkat;absorpsi
glukosa
meningkat;ekskresi
kolesterol di dalam feses
meningkat
dan
konversi
kolesterol garam empedu
menigkat; konversi vit B kepada
koenzim terganggu kebutuhan
vitamin meningkat

Keadaan
hiperdinamik

sirkulatori

12

Sensory (mata)
Kardiovaskuler

Saraf

Pulmo

halus, lembut dan lurus; rambut


rontok;
palmar
eritema,
onikolisis
Exopthalmus, fine tremor pada
lid; infiltrative ocular changes
Peningkata CO dan Penurunan
PR, takikardia saat istirahat,
suara
jantung
meningkat,
dysrhytmia
supraventrikular,
dilasi dan hipertrofi LV
Restlesness; short attention,
gerakan kompulsif; fatique;
tremor; insomnia; peningkatan
selera makan; emosi labil
Dyspnea,
penurunan
vital
capacity

Aktivitas otot Muller yang


meningkat,
inflamsasi
retroorbital
Hipermetabolisme
dan
kebutuhan unmtuk melepaskan
haba
Tidak jelas; gg metabolisme
serebral
akibat
kelebihan
hormone tiroid
Otot respitarorius melemah

Diagnosis klinis
Kadar hormon tiroid yang tinggi akan menyebabkan peningkatan efek kerja
hormon tersebut, yaitu dalam hal kalorigenesis, metabolisme pada umumnya, sistem
kardiovaskuler, dan efek terhadap hipofisis.
Selain adanya struma, gejala dan tanda tirotoksikosis yang umum dijumpai
adalah berdebar-debar, sukar tidur, gugup, lekas lelah, lemah badan, keringat yang
berlebihan, tremor, perubahan nafsu makan (biasanya meningkat), berat badan
menrun, gangguan menstruasi serta hiperaktivitas, takikardi atau aritmia kordis,
hipertensi sistolik, tekanan nadi yang meningkat, kulit yang halus, hangat dan lembab,
hiperrefleksi, dan kelemahan otot proksimal.
Apabila gejala dan tanda-tanda yang dapat timbul pada tirotoksikosis ini
berdiri sendiri-sendiri, keadaan tersebut tidaklah spesifik, tetapi apabila terdapat
dalam suatu kumpulan atau kombinasi, dapat merupakan gambaran klinis yang khas,
sehingga penegakan diagnosis sangat dapat dipercaya dan mudah dilakukan. Untuk
itu, Crooks dan kawan-kawan pada tahun 1959 menyusun suatu indeks diagnostik,
yaitu indeks Wayne, yang dibuat untuk menjaga objektivitas dalam penegakan
diagnosis. Akan tetapi kesimpulan akan sukar dibuat apabila hasilnya equivocal.
Dalam keadaan demikian diperlukan pemeriksaan yang lebih akurat dan yang ideal
ialah dengan pemeriksaan uji fungsi tiroid. Indeks Wayne, selain dapat dipergunakan
untuk menegakaan diagnosis, dapat juga dipakai untuk follow-up hasil pengobatan.

13

Tabel 3. Indeks Wayne


Gejala yang baru terjadi

Tanda-tanda

dan bertambah berat


Sesak pada kerja
Berdebar-debar
Lekas lelah
Lebih suka hawa panas
Lebih suka dingin
Berkeringat banyak
Gugup
Nafsu makan bertambah
Nafsu makan berkurang
Berat badan bertambah

+1
+2
+3
-5
+5
+3
+2
+3
-3
-3

Tiroid teraba
Bising Pembuluh
Exophtalmus
Retraksi palpebra
Kelambatan palpebra
Hiperkinesis
Tremor jari
Tangan panas
Tangan lembab
Denyut nadi sewaktu
<80/menit
80-90/menit
>90/menit
Fibrilasi atrium

+3
+2
+2
+2
+1
+4
+1
+2
+1

-3
-2
-2
-1
-1

-3
+3
+4

Jumlah
Nilai: 19toksik, 11-19: Equivocal, <11: non toksik

Diagnosis pada struma tanpa gejala

14

Diagnosis pada struma dengan gejala

Struma dengan gambaran klinis yang mencurigakan

Tes laboratorium untuk diagnosis banding Graves disease

15

Diagnosis Banding Graves Disease


1. Paralisis periodic thyrotoxic
-

biasanya pada lelaki Asia

Paralisis flaccid dan hipokalemia yang tiba-tiba

paralysis menghilang secara spontan dan bisa diatasi dengan


pemberian beta-adrenergik blokade

2. Penyakit Thyrokardia
-

gangguan atrial fibrilasi refraktori yang tidal sensitif terhadap digoksin

50% penderita tidak mempunyai tanda-tanda penyakit jantung. Gejala


penyakit jantung akan sembuh dengan pengobatan tirotoksikosis.

3. Apathetic hipertiroidisme
-

Biasa pada penderita tua dengan kehilangan BB, goiter kecil, atrial
fibrilasi yang perlahan dan depresi berat dan tiada tanda-tanda
peningkatan katekolamin reaktivitas

4. Familial dysalbuminemic hyperthyroxinemia


-

amenorrhea atau infertilitas

16

mempunyai abnormal albumin-like protein dalam serum yang berikatan pada


T4 tetapi tidak pada T3 peningkatan serum T4 dan FT4I tetapi free T4, T3
dan TSH normal.

5. Keganasan

Penatalaksanaan Graves Disease


1) Obat antitiroid
2) Pembedahan
3) Terapi radioaktif iodine
Obat antitiroid (OAT)
Obat OAT yang sering digunakan ialah golongan tiorilen, diantaranya propiltiourasil
(PTU), metimazol dan karbimazole. Karbimazole akan akan diubah menjadi
metimazole. sepuluh milligram karbimazole akan menghasilkan 6 mg metimazole.
Indikasi OAT
-

sebagai terapi definitif denagn menekan produksi hormon tiroid sambil


menunggu kemungkinan remisi spontan

sebagai persiapan tindakan operasi

pengobatan pada keadaan dengan kontraindikasi RAI ataupun pembedahan

Paling berkesan pada pasien muda dengan penyakit yang ringan dan nodul
yang kecil

Cara pemberian OAT


-

PTU atau methimazol diberikan sehingga penyakit mengalami remisi


spontan (berlaku pada 20-40% ps yang dirawat selama 6 bulan hingga 15
tahun)

Dosis:
PTU: Diawali dengan 100mg setiap 6 jam kemudian dalam 4-8 minggu
dosis diturunkan ke 50-200 mg sekali atau dua kali sehari
Methimazol: Mulai dengan 40mg stp pagi untuk 1-2 bulan, kemudian dosis
diturunkan ke 5-20 mg setiap pagi untuk maintenance.

17

PTU sebagian menghambat konversi T4 ke T3 jadi lebih efektif untuk


menurunkan kadar hormon tiroid yang teraktivasi dengan lebih cepat.

methimazol mempunyai DOA lebih panjang dan lebih bagus sekiranya


menggunakan dosis tunggal.

Cara pemberian alternatif OAT : Total block of thyroid activity


-

Pasien diberi methimazol hingga euthyroid (3-6 bulan) ditambah


levothyroxine 0,1mg/d diteruskan dengan methimazole 10mg/d dan
levothyroxine 0,1 mg/d selama 12-24 bulan. Pada akhir rawatan atau
kelenjar mengecil methimazol. dihentikan. Terapi kombinasi ini menghalang
terjadinya hipotiroidisme akibat methimazol tetapi kejadian relapse hampir
sama dengan penggunaan methimazol.

Efek OAT
a) Efek intratiroid, dengan menghambat sintesis hormon tiroid, meliputi:
-

menghambat organifikasi iodium

menghambat penggabungan monoiodotironin (MIT) dan diiodotironin (DIT)


utnuk menjadi T4 dan T3

ada kemungkinan: merubah struktur tiroglobulin dan menghambat


biosintesis tiroglobulin

b) Efek ekstratiroid:
-

menghambat konversi T4 menjadi T3

kemungkinan efek imunosupresif

Efek umum OAT: ruam, urtikaria, demam dan arthralgia (1-5% pasien). Efek ini akan
hilang secara spontan atau apabila diganti dnegan OAT yang lain.
Efek samping yang lain: hepatitis, SLE-like syndrome, agranulosis (<1%). Jika efek
samping ini hadir maka OAT dihentikan. Sebagai monitoring terapi cukup diperiksa
serum FT4 dan TSH

18

Pembedahan
-

Subtotal thyroidectomy: pilihan buat pasien dengan kelenjar yang besar dan
goiter multinodular. Pasien sebelumnya diberi OAT sehingga euthyroid (6
bulan). 2 minggu sebelum operasi pasien diberi KI (5 tetes dua kali sehari).

Tiroidektomi total biasanya tidak diperlukan kecuali pasien menderita


oftalmopati progresif yang berat. Bagaimanapun juga jika terlalu banyak
jaringan tiroid yang ditinggalkan penyakit ini akan kambuh lagi. Biasanya
ditinggalkan sebanyak 2-3 g jaringan tiroid pada kedua sisi leher.

Komplikasi pembedahan adalah hipoparatiroid dan trauma nervus laryngeal


rekuren.

Terapi radioaktif iodin


-

terapi dengan 131-I menjadi pilihan buat pasien diatas 21 tahun

pada pasien tanpa penyakit jantung iodin radioaktif bisa diberikan diberikan
langsung dengan dosis 80-150Ci/g berat kelenjar tiroid (estimasi dengan
pemeriksaan fisik atau 123-I rectilinear scan).

Setelah administrasi iodin radioaktif, kelenjar akan mengecil dan euthyroid


akan dicapai dalam 6-12 minggu

KRISIS TIROID
Krisis tirotoksik (badai tiroid/thyroid storm) adalah eksaserbasi akut seluruh
gejala tirotoksikosis, sering muncul sebagai sindrom yang dapat mengancam jiwa.
Terkadang, krisis tirotoksik dapat ringan dan muncul hanya sebagai reaksi demam
yang sulit dijelaskan setelah embedahan tiroid pada pasien yang tidak dipersiapkan
dengan cukup. Umumnya, krisis tirotoksik dalam bentuk yang parah terjadi setelah
pembedahan, terapi yodium radioaktif, atau persalinan pada pasien tirotoksikosis yang
tidak terkontrol, atau terjadi selama penyakit atau kelainan yang parah, seperti
diabetes yang tidak terkontrol, trauma, infeksi akut, reaksi obat yang parah, maupun
infark miokard.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis krisis tirotoksik ditandai dengan hipermetabolisme dan
rrespon adrenergik yang berlebihan. Demam berkisar dari 38 hingga 41 C dan
19

disertai kemerahan dan keringat yang banyak. Terdapat takikardia, disertai dengan
fibrilasi atrial dan meningkatnya tekanan arteri, terkadang dengan gagal jantung.
Gejala susunan saraf pusat yaitu agitasi, gelisah, delirium dan koma. Gejala saluran
cerna meliputi mual muntah, diare, dan ikterus. Hasil yang fatal terkait dengan gagal
jantung dan syok.
Dahulu, terdapat anggapan bahwa krisis tirotoksik diakibatkan oleh pelepasan
atau pembuangan cadangan tiroksindan triiodotironin dari kelenjar tiroid yang
mengalami tirotoksik. Beberapa penelitian telah mengungkapkan, bahwa kadar T 4 dan
T3 pada pasien krisis tirotoksik tidak lebih tinggi daripada pasien tirotoksik tanpa
gejala krisis tirotoksik. Tidak ada bukti bahwa krisis tirotoksik diakibatkan oleh
prduksi berlebih triiodotironin. Terdapat bukti bahwa pada tirotoksikosis jumlah
tempat perlekatan katekolamin meningkat. Sebagai tambahan, terdapat penurunan
pengikatan TBG, dengan peningkatan T3 dan T4 bebas. Teori terbaru menyatakan,
bahwa dalam keadaan ini, dengan peningkatan jumlah tempat perlekatan katekolamin,
suatu penyakit akut, infeksi, atau stres pembedahan akan memicu pengeluaran
katekolamin, dan dalam keadaan tingginya kadar T3 dan T4, selanjutnya memicu
terjadinya krisis tirotoksik. Gambaran klinis yang paling mencolok pada krisis
tirotoksik adalah hiperpireksia yang tidak terkait dengan gejala lain.
Penatalaksanaan
Krisis tirotoksik (badai tiroid) memerlukan penatalaksanaan segera. Pemberian
Propranolol dosis 1-2 mg IV perlahan-lahan, atau 40-80 mg per oral setiap 6 jam,
sangat membantu mengendalikan aritmia. Bila terdapat gejala gagal jantung atau asma
dan aritmia, pemberian verapamil IV 5-10 mg dengan hati-hati cukup efektif. Sintesis
hormon dihambat dengan pemberian PTU 250mg setiap 6 jam. Bila pasien tidak dapat
diberiakn obat per oral, methimazole dosis 60 mg setiap 24 jam atau PTU 400 mg
setiap 6 jam, dapat diberikan dengan suposituria atau enema. Setelah pemberian obat
antitiroid, pelepasan hormon dihambat dengan pemberian sodium iodida, 1g IV
setelah periode 24 jam, atau larutan jenuh sodium iodida, 10 tetes, 2 kali sehari.
Sodium ipodate 1g per oral setiap hari, datau iohexol IV dapat digunakan sebagai
pengganti sodium iodida, namun kedua zat ini dapat menghambat efek terapi yodim
radioaktif selama 3-6 bulan. Perubahan T4 menjadi T3 dihambat oleh pemberian
sodium ipodate atau iohexol dan dapat juga dengan kombinasi propranolol dan

20

propylthiourasil. Pemberian hidrokortison hemisuksinat, 50 mg IV setiap 6 jam dapat


ditambahkan.
Terapi suportif dapat berupa selimut pendingin dan asetaminofrn untuk
mengendalikan demam. Aspirin dapat menjadi kontraindikasi karena kecenderungan
untuk berikatan dengan TBG dan menggantikan tiroksin, sehingga dapat terjadi
peningkatan jumlah tiroksin bebas dalam darah.
Cairan, elektrolit dan nutrisi tetap penting dalam penatalaksanaan krisis
tirotoksikosis. Untuk efek sedasi, fenobarbital merupakan pilihan utama karena dapat
meningkatkan metabolisme perifer dan inaktivasi tiroksin dan triiodotironin, sehingga
kadarnya turun. Untuk gagal jantung, diberikan oksigen, diuretik dan digitalis. Namun
yang paling penting adalah mengobati penyakit maupun proses yang mendasarinya,
yang dapat memicu terjadinya eksaserbasi akut. Sehingga, pemberian antibiotik, obatobatan anti alergi, dan perawatan pasca operasi menjadi diperlukan. Untuk tindakan
drastis (namun jarang dilakukan) dalam pengendalian krisis tirotoksik, adalah
penggantian plasma (plasmapharesis) atau dialisis peritoneal untuk mengurangi
kelebihan kadar hormon tiroid.

21

DAFTAR PUSTAKA
Braunwald et al. 2000. Harrisons : Principles of Internal Medicine. 15th edition.
McGraw Hill : Boston.
Greenspan,

. 2004.

7th edition. LANGE :


Kariadi, Sri Hartini. 2001. Kelainan Kelenjar Tiroid. Sinan & Friends : Bandung
McCance, Kathryn L. & Sue E. Huether. 2006. Pathophisiology : The Biologic Basis
for Diseases in Adults and Children. 5th edition. Mosby : USA

22

Anda mungkin juga menyukai