HIPERTIROID
Disusun Oleh :
Nabilla
Ari Evananda D
Preceptor :
Hj. Hertika, dr., SpPD
Kelenjar tiroid terdiri dari folikel-folikel, yang tersusun dari sel-sel folikuler
yang mengelilingi cairan kental yang disebut koloid. Sel-sel folikuler mensintesis dan
mensekresikan beberapa hormon tiroid. Sel-sel saraf berujung pada pembuluh darah
dalam kelenjar tiroid dan pada sel-sel folikuler. Asetilkolin, katekolamin, dan peptida
2
lainnya secara langsung mempengaruhi aktivitas sekretorik sel-sel folikuler dan aliran
darah tiroid.
Fisiologi
Fungsi
kelenjar
tiroid
adalah
memproduksi
hormon
tiroid,
yang
Gambar 2. Pengaturan sintesis hormon tiroid (diambil dari Harrisons Principles Of Internal Medicine 15 th Ed.
Copyright 2001 McGraw-Hill. All rights reserved).
reseptor TSH yang terletak di luar membran plasma sel tiroid. Efek TSH pada tiroid
meliputi (1) peningkatan segera pelepasan cadangan hormon tiroid (2) peningkatan
pengambilan dan oksidasi iodida (3) peningkatan sintesis hormon tiroid dan (4)
peningkatan sekresi prostaglandin oleh tiroid.
Tabel 1. Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3): Pengaturan dan Fungsi
Regulasi
Fungsi
Kadar T4 dan T3 dikendalikan oleh TSH
Mengatur katabolisme protein, lemak,
Antagonis insulin
Jenis kelamin
Kehamilan
Tiroid (HT)
dan kebugaran
Status gizi
Zat-zat kimia :
curah jantung
= HT
Menjaga
sekresi,
motilitas,
dan
Somatostatin = HT
Dopamine
Mempengaruhi
laju
nafas
dan
penggunaan oksigen
Katekolamin = HT
Merangsang
pelepasan
pertukaran
lemak,
sintesis kolesterol
mengganggu pengambilan iodida dari darah oleh kelenjar tiroid (Iodida adalah bentuk
inorganik atau ionik dari yodium). Yodium dioksidasi menjadi iodida dengan bantuan
enzim peroksidase tiroid. Sumber alami utama yodium adalah makanan laut, dan di
Indonesia dan Amerika yodium ditambahkan ke dalam garam dan tepung. Kurang
lebih 25% yodium yang diserap ditangkap oleh kelenjar tiroid.
Langkah-langkah sintesis hormon tiroid dirangkum dalam rangkaian sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
Iodida
dengan
cepat
melekat
ke
tirosin
dalam
molekul
thyroglobulin.
5.
6.
Gambar 3. Hormon-hormon tiroid (diambil dari Harrisons Principles Of Internal Medicine 15th Ed. Copyright 2001
McGraw-Hill. All rights reserved)
Kelenjar tiroid normal memproduksi 90% T4 dan 10% T3. Pada jaringan tubuh,
T4 diubah menjadi T3, dan T3 memiliki efek metabolik terbesar. Sekali dilepaskan ke
dalam sirkulasi, T3 dan T4 ditranspor dengan cara terikat pada salah satu dari tiga
protein
karier:
thyroxine-binding
globulin,
thyroxine-binding
pre-albumin
Gambar 4. Aktivitas hormon tiroid di dalam sel (diambil dari Harrisons Principles Of Internal Medicine 15th Ed.
Copyright 2001 McGraw-Hill. All rights reserved
TIROTOKSIKOSIS
Definisi
Tirotoksikosis adalah sindrom klinis yang terjadi ketika jaringan terpapar oleh
kadar hormon tiroid (tiroksin dan/ triiodotironin) yang tinggi yang bersirkulasi dalam
darah. Apabila kelebihan hormon tiroid itu disebabkan oleh hiperfungsi tiroid, yaitu
peningkatan sintesis dan pelepasan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, maka istilah
yang lebih khusus adalah hipertiroidisme. Namun, tirotoksikosis terutama terjadi
akibat hipertiroidisme yang disebabkan oleh Graves disease, toxic multinodular
goiter dan toxic adenoma. Tapi kadang, tirotoksikosis juga terjadi oleh karena
penyebab lain seperti mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan atau sekresi hormon
tiroid yang berlebihan dari tempat tempat ektopik. Penyebab tirotoksikosis lain
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
2.
Mekanisme Patogenik
Adenoma tirotropik
Thyrotroph resistance to T4
Antibodi terhadap reseptor TSH
hCG
Tumor jinak
Foci otonomi fungsional
(2) goiter
(3) ophthalmology (exophthalmus)
(4) dermopathy ( pretibial myxedema)
Epidemiologi
Merupakan 60 80 % dari kejadian tirotoksikosis, walaupun prevalensinya
bervariasi pada setiap populasi, bergantung terutama pada asupan iodine (asupan
iodine yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya prevalensi Graves disease).
Graves disease terjadi pada 2% wanita tapi hanya sepersepuluh kali lebih sering pada
laki-laki. Penyakit ini jarang terjadi sebelum dewasa dan secara khas terjadi antara
usia 20 dan 50 tahun, walaupun penyakit ini juga terjadi pada orang tua.
Etiologi
Graves disease dikenal sebagai penyakit autoimun yang tidak diketahui
penyebabnya. Terdapat faktor predisposisi familial yang kuat, dimana pada 15%
pasien dengan Graves disease mempunyai anggota keluarga dengan kelainan yang
sama, dan sekitar 50% keluarga dari pasien dengan Graves disease ditemukan
autoantibodi tiroid yang beredar dalam darah. Wanita terlibat lima kali lebih sering
dibandingkan pria.
Patogenesis
Pada Graves disease limfosit T menjadi tersensitisasi terhadap antigen dalam
kelenjar tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen
tersebut. Antibodi yang terbentuk diarahkan ke reseptor TSH di membrane sel tiroid
dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid utnuk meningkatkan fungsi
dan pertumbuhan (TSH-R Ab stim).
Salah satu teori patogenesis Graves disease adalah adanya defek pada supresor
limfosit T yang menyebabkan limfosit T helper merangsang limfosit B untuk
menghasilkan autoantobodi tiroid (Thyroid stimulating immunoglobulin TSI). Zat
yang disebut autoantibodi tiroid tersebut berasal dari kelompok IgG ditemukan pada
95% pasien dengan Graves disease. Antibodi inilah yang menjadi penyebab
tirotoksikosis.
Antibodi perangsang ini akan berfungsi sebagai thyroid stimulating hormon
(TSH) dengan berikatan dengan reseptornya, sehingga dengan demikian merangsang
10
11
dan oftalmopati yang disebabkan karena tiroid berhubungan dengan antigen pada
reseptor tirotropin dan melibatkan limfosit T.
Oftalmopati infiltratif dapat juga terjadi pada Graves disease. Hal ini terjadi
pada 50% dari 70% individu dengan Graves disease dan cirinya adalah adanya edema
dari bagian bagian mata, seperti penonjolan bola mata (exophtalmus), paralisis otot
ekstraokuler, dan kerusakan retina dan nervus optikus, yang dapat menyebabkan
terjadinya kebutaan. Perubahan ini menyebabkan adanya exophthalmus, edema
periorbital dan kelemahan otot ekstraokuler sehingga terjadi diplopia (penglihatan
ganda). Penderita akan merasakan iritasi, nyeri, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan
buram. Kadang, dapat juga terjadi berkurangnya ketajaman penglihatan, papiledema
(edema dari nervus optikus), gangguan lapang pandang, pemaparan keratopati dam
ulserasi kornea.
Manifestasi Klinis
Sistem
Manifestasi klinis
Mekanisme
Endokrin
Hiperaktivitas
kel.
tiroid;
peningkatan
resorpsi
tulanghiperkalsemia dan gag.
mekanisme
regulasi
PTH,
degradasi insulin meningkat
Reproduksi
Gastrointestinal
Kulit
Keadaan
hiperdinamik
sirkulatori
12
Sensory (mata)
Kardiovaskuler
Saraf
Pulmo
Diagnosis klinis
Kadar hormon tiroid yang tinggi akan menyebabkan peningkatan efek kerja
hormon tersebut, yaitu dalam hal kalorigenesis, metabolisme pada umumnya, sistem
kardiovaskuler, dan efek terhadap hipofisis.
Selain adanya struma, gejala dan tanda tirotoksikosis yang umum dijumpai
adalah berdebar-debar, sukar tidur, gugup, lekas lelah, lemah badan, keringat yang
berlebihan, tremor, perubahan nafsu makan (biasanya meningkat), berat badan
menrun, gangguan menstruasi serta hiperaktivitas, takikardi atau aritmia kordis,
hipertensi sistolik, tekanan nadi yang meningkat, kulit yang halus, hangat dan lembab,
hiperrefleksi, dan kelemahan otot proksimal.
Apabila gejala dan tanda-tanda yang dapat timbul pada tirotoksikosis ini
berdiri sendiri-sendiri, keadaan tersebut tidaklah spesifik, tetapi apabila terdapat
dalam suatu kumpulan atau kombinasi, dapat merupakan gambaran klinis yang khas,
sehingga penegakan diagnosis sangat dapat dipercaya dan mudah dilakukan. Untuk
itu, Crooks dan kawan-kawan pada tahun 1959 menyusun suatu indeks diagnostik,
yaitu indeks Wayne, yang dibuat untuk menjaga objektivitas dalam penegakan
diagnosis. Akan tetapi kesimpulan akan sukar dibuat apabila hasilnya equivocal.
Dalam keadaan demikian diperlukan pemeriksaan yang lebih akurat dan yang ideal
ialah dengan pemeriksaan uji fungsi tiroid. Indeks Wayne, selain dapat dipergunakan
untuk menegakaan diagnosis, dapat juga dipakai untuk follow-up hasil pengobatan.
13
Tanda-tanda
+1
+2
+3
-5
+5
+3
+2
+3
-3
-3
Tiroid teraba
Bising Pembuluh
Exophtalmus
Retraksi palpebra
Kelambatan palpebra
Hiperkinesis
Tremor jari
Tangan panas
Tangan lembab
Denyut nadi sewaktu
<80/menit
80-90/menit
>90/menit
Fibrilasi atrium
+3
+2
+2
+2
+1
+4
+1
+2
+1
-3
-2
-2
-1
-1
-3
+3
+4
Jumlah
Nilai: 19toksik, 11-19: Equivocal, <11: non toksik
14
15
2. Penyakit Thyrokardia
-
3. Apathetic hipertiroidisme
-
Biasa pada penderita tua dengan kehilangan BB, goiter kecil, atrial
fibrilasi yang perlahan dan depresi berat dan tiada tanda-tanda
peningkatan katekolamin reaktivitas
16
5. Keganasan
Paling berkesan pada pasien muda dengan penyakit yang ringan dan nodul
yang kecil
Dosis:
PTU: Diawali dengan 100mg setiap 6 jam kemudian dalam 4-8 minggu
dosis diturunkan ke 50-200 mg sekali atau dua kali sehari
Methimazol: Mulai dengan 40mg stp pagi untuk 1-2 bulan, kemudian dosis
diturunkan ke 5-20 mg setiap pagi untuk maintenance.
17
Efek OAT
a) Efek intratiroid, dengan menghambat sintesis hormon tiroid, meliputi:
-
b) Efek ekstratiroid:
-
Efek umum OAT: ruam, urtikaria, demam dan arthralgia (1-5% pasien). Efek ini akan
hilang secara spontan atau apabila diganti dnegan OAT yang lain.
Efek samping yang lain: hepatitis, SLE-like syndrome, agranulosis (<1%). Jika efek
samping ini hadir maka OAT dihentikan. Sebagai monitoring terapi cukup diperiksa
serum FT4 dan TSH
18
Pembedahan
-
Subtotal thyroidectomy: pilihan buat pasien dengan kelenjar yang besar dan
goiter multinodular. Pasien sebelumnya diberi OAT sehingga euthyroid (6
bulan). 2 minggu sebelum operasi pasien diberi KI (5 tetes dua kali sehari).
pada pasien tanpa penyakit jantung iodin radioaktif bisa diberikan diberikan
langsung dengan dosis 80-150Ci/g berat kelenjar tiroid (estimasi dengan
pemeriksaan fisik atau 123-I rectilinear scan).
KRISIS TIROID
Krisis tirotoksik (badai tiroid/thyroid storm) adalah eksaserbasi akut seluruh
gejala tirotoksikosis, sering muncul sebagai sindrom yang dapat mengancam jiwa.
Terkadang, krisis tirotoksik dapat ringan dan muncul hanya sebagai reaksi demam
yang sulit dijelaskan setelah embedahan tiroid pada pasien yang tidak dipersiapkan
dengan cukup. Umumnya, krisis tirotoksik dalam bentuk yang parah terjadi setelah
pembedahan, terapi yodium radioaktif, atau persalinan pada pasien tirotoksikosis yang
tidak terkontrol, atau terjadi selama penyakit atau kelainan yang parah, seperti
diabetes yang tidak terkontrol, trauma, infeksi akut, reaksi obat yang parah, maupun
infark miokard.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis krisis tirotoksik ditandai dengan hipermetabolisme dan
rrespon adrenergik yang berlebihan. Demam berkisar dari 38 hingga 41 C dan
19
disertai kemerahan dan keringat yang banyak. Terdapat takikardia, disertai dengan
fibrilasi atrial dan meningkatnya tekanan arteri, terkadang dengan gagal jantung.
Gejala susunan saraf pusat yaitu agitasi, gelisah, delirium dan koma. Gejala saluran
cerna meliputi mual muntah, diare, dan ikterus. Hasil yang fatal terkait dengan gagal
jantung dan syok.
Dahulu, terdapat anggapan bahwa krisis tirotoksik diakibatkan oleh pelepasan
atau pembuangan cadangan tiroksindan triiodotironin dari kelenjar tiroid yang
mengalami tirotoksik. Beberapa penelitian telah mengungkapkan, bahwa kadar T 4 dan
T3 pada pasien krisis tirotoksik tidak lebih tinggi daripada pasien tirotoksik tanpa
gejala krisis tirotoksik. Tidak ada bukti bahwa krisis tirotoksik diakibatkan oleh
prduksi berlebih triiodotironin. Terdapat bukti bahwa pada tirotoksikosis jumlah
tempat perlekatan katekolamin meningkat. Sebagai tambahan, terdapat penurunan
pengikatan TBG, dengan peningkatan T3 dan T4 bebas. Teori terbaru menyatakan,
bahwa dalam keadaan ini, dengan peningkatan jumlah tempat perlekatan katekolamin,
suatu penyakit akut, infeksi, atau stres pembedahan akan memicu pengeluaran
katekolamin, dan dalam keadaan tingginya kadar T3 dan T4, selanjutnya memicu
terjadinya krisis tirotoksik. Gambaran klinis yang paling mencolok pada krisis
tirotoksik adalah hiperpireksia yang tidak terkait dengan gejala lain.
Penatalaksanaan
Krisis tirotoksik (badai tiroid) memerlukan penatalaksanaan segera. Pemberian
Propranolol dosis 1-2 mg IV perlahan-lahan, atau 40-80 mg per oral setiap 6 jam,
sangat membantu mengendalikan aritmia. Bila terdapat gejala gagal jantung atau asma
dan aritmia, pemberian verapamil IV 5-10 mg dengan hati-hati cukup efektif. Sintesis
hormon dihambat dengan pemberian PTU 250mg setiap 6 jam. Bila pasien tidak dapat
diberiakn obat per oral, methimazole dosis 60 mg setiap 24 jam atau PTU 400 mg
setiap 6 jam, dapat diberikan dengan suposituria atau enema. Setelah pemberian obat
antitiroid, pelepasan hormon dihambat dengan pemberian sodium iodida, 1g IV
setelah periode 24 jam, atau larutan jenuh sodium iodida, 10 tetes, 2 kali sehari.
Sodium ipodate 1g per oral setiap hari, datau iohexol IV dapat digunakan sebagai
pengganti sodium iodida, namun kedua zat ini dapat menghambat efek terapi yodim
radioaktif selama 3-6 bulan. Perubahan T4 menjadi T3 dihambat oleh pemberian
sodium ipodate atau iohexol dan dapat juga dengan kombinasi propranolol dan
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Braunwald et al. 2000. Harrisons : Principles of Internal Medicine. 15th edition.
McGraw Hill : Boston.
Greenspan,
. 2004.
22