Anda di halaman 1dari 46

Presentasi kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE

Disusun oleh :
Mutiara Khalida, S.Ked

04084821517021

Ni Komang Leni Wulandari, S.Ked

04084821618028

Pembimbing:
Prof. dr. Zarkasih Anwar, Sp.A(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi kasus yang berjudul
Demam Berdarah Dengue
Oleh :
Mutiara Khalida, S.Ked
Ni Komang Leni Wulandari, S.Ked

Sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSMH Palembang Fakultas Kedokteran Unsri.

Palembang, Oktober 2016


Pembimbing,

Prof. dr. Zarkasih Anwar, Sp.A(K)

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera,
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya lah laporan
kasus yang berjudul Demam Berdarah Dengue ini dapat diselesaikan dengan baik.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. dr. Zarkasih Anwar, Sp.A(K) sebagai dosen pembimbing
2. Rekan-rekan seperjuangan yang turut meluangkan banyak waktu dalam
membantu proses penyelesaian laporan kasus ini.
3. Semua pihak yang telah ikut membantu proses penyusunan laporan kasus
hingga laporan kasus ini selesai.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Sehingga apabila ada kritik dan
saran dari semua pihak maupun pembaca untuk kesempurnaan laporan kasus ini,
penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Palembang, Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................................1
BAB II. LAPORAN KASUS......................................................................................3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................21
BAB IV. ANALISIS KASUS ..................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................v

BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus


dengue yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Virus
dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat serotipe virus dengue
(DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4) dapat dibedakan dengan metode serologik.
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undiffrentiated febrile illness),
demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue
disertai syok (dengue shock syndrome). Patofisiologi utama penyakit DBD adalah
terjadinya kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah (vaskuler).1
Penyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit yang
perjalanan penyakitnya cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu
singkat. Pada awal tahun 2014 sampai pertengahan bulan Desember tercatat
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641
diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang
dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita. Berdasarkan penelitian di
Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang paling sering terkena ialah
5-14 tahun, walaupun saat ini makin banyak kelompok umur lebih tua menderita
DBD.1,2
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)/ DSS adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok akibat terjadinya kegagalan
peredaran darah karena kehilangan plasma dalam darah akibat peningkatan
permeabilitas kapiler darah. Penegakkan diagnosa klinis demam dengue dan
demam berdarah dengue didasarkan pada kriteria klinis dan laboratorium meliputi
trombositopenia dan peningkatan hematokrit, sedangkan diagnosa pasti dengan
ditemukannya virus dengue sebagai penyebab infeksi pada penderita.3

Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan


global. Kewaspadaan terhadap tanda awal syok pada pasien DBD sangat penting,
karena angka kematian pada DSS sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan pasien
DBD tanpa syok. DSS dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD
mendapatkan pertolongan, penatalaksaan yang tidak tepat termasuk kurangnya
kewaspadaan terhadap tanda awal syok dan pengobatan DSS yang tidak adekuat.3

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTIFIKASI
a. Nama

: Ank. AKP

b. Umur/ Tanggal Lahir : 8 tahun / 20 Oktober 2008

I.

c. Jenis Kelamin

: Perempuan

d. Berat badan

: 25 Kg

e. Panjang badan

: 127 cm

f. Agama

: Islam

g. Bangsa

: Indonesia

h. Alamat

: Jl. Lettu Karim Kadir, Gandus

i. Suku Bangsa

: Sumatera

j. MRS

: 23 September 2016

k. Medical record

: 972354

ANAMNESIS
Tanggal

: 26 September 2016, pukul 15.00 WIB

Diberikan Oleh

: Ibu kandung (Alloanamnesis)

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan utama

: Kaki dan tangan dingin

2. Keluhan tambahan

: Bintik merah pada tangan dan badan

3. Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam
tinggi mendadak, terus-menerus (Tpeak=39,50C). Demam disertai menggigil,
kejang (-), berkeringat (+), berat badan menurun drastis (-), batuk (-), pilek (-),
kemerahan di wajah (+), ruam (+), nyeri kepala (+), nyeri belakang bola mata
(-), nyeri otot dan sendi (+), nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), sakit
tenggorokan (+), BAB hitam (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), nafsu makan
berkurang (+), minum sedikit, BAK normal, riwayat berkunjung ke luar kota

(-). Riwayat jajan diluar (-). Penderita membeli obat di warung namun keluhan
tidak berkurang.
Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita masih mengalami
demam tinggi, terus-menerus, menggigil (+), kejang (-), berkeringat (+),
batuk (-), pilek (-), kemerahan di wajah (+), ruam (-), nyeri kepala (+), nyeri
belakang bola mata (-), nyeri otot dan sendi (+), nyeri perut (-), mual (-),
muntah (+) frekuensi 3 kali sehari, isi makanan apa yang dimakan, sakit
tenggorokan (+), mimisan (-), gusi berdarah (-), nafsu makan berkurang (+),
minum sedikit, BAB tidak lancar dan BAK normal. Penderita dibawa berobat
ke Puskesmas dan diberi obat penurun panas, keluhan berkurang.
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami mimisan
dan demam kembali tinggi. menggigil (+), kejang (-), berkeringat (+), batuk
(-), pilek (-), kemerahan di wajah (-), ruam (-), nyeri kepala (+), nyeri
belakang bola mata (-), nyeri otot dan sendi (-), nyeri perut (-), mual (-),
muntah (-), sakit tenggorokan (-), BAB hitam (-), mimisan (-), gusi berdarah
(-), nafsu makan berkurang (+), minum sedikit, BAB tidak lancar dan BAK
berkurang. Penderita dibawa berobat ke Bidan kemudian diberikan
Parasetamol, keluhan berkurang.
Sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit, kaki dan tangan penderita
dingin (+), bintik merah pada tangan dan badan (+), demam (-), menggigil (-),
kejang (-), berkeringat (-), batuk (-), pilek (-), kemerahan di wajah (-), ruam
(+) di tangan dan badan, nyeri kepala (-), nyeri belakang bola mata (-), nyeri
otot dan sendi (+), nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), sakit tenggorokan (+),
BAB hitam (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), nafsu makan berkurang (+),
minum sedikit, BAK semakin berkurang jumlah gelas belimbing per hari.
Penderita dibawa ke praktek dokter umum Rumple leed (+) didiagnosis
menderita demam berdarah lalu dirujuk ke RSMH Palembang.
B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan keluhan penyakit yang sama sebelumnya disangkal.

2. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


GPA

: G2P1A 1

Masa kehamilan

: 40 minggu (aterm)

Partus

: Spontan

Penolong

: Bidan

Tanggal

: 20 Oktober 2008

Berat badan lahir

: 2900 kg

Panjang badan

: 48 cm

Lingkar kepala

: 37 cm

Keadaan saat lahir : Langsung menangis


3. Riwayat Makanan
Asi

: 0-9 bulan, frekuensi 8-10x/hari

Susu Formula

: 9 bulan 2 tahun, frekuensi 5x/hari.

Bubur susu

: 6-9 bulan, frekuensi 3x/hari.

Bubur nasi

: 9-12 bulan, frekuensi 3x/hari.

Nasi biasa

: 12 bulan - sekarang, 3x/hari, 1/2 centong nasi


dengan lauk pauk bervariasi (tahu, tempe, telur,
ikan, sayur). Setiap makan habis.

Daging

: + (jarang)

Tempe

:+

Tahu

:+

Sayuran

:+

Buah

: + (jarang)

Kesan

: Cukup

Kualitas

: Kurang

4. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
Hepatitis B 0 (setelah anak lahir)
BCG
(1 bulan)
DPT 1
(2 bulan)
DPT 2
(3 bulan)
Hepatitis B
(2 bulan)
Hepatitis B 2 (3 bulan)

DPT 3
Hepatitis B 3

(4 bulan)
(4 bulan)

1
Hib 1
Polio 1
Campak

Hib 3
Polio 3
Polio 4

(4 bulan)
(3 bulan)
(4 bulan)

(2 bulan)
(1 bulan)
(9 bulan)

Hib 2
Polio 2

(3 bulan)
(2 bulan)

Kesan : Imunisasi dasar lengkap


5. Riwayat Perkembangan Fisik
Berbalik

: 3 bulan

Tengkurap

: 4 bulan

Merangkak

: 5 bulan

Duduk

: 7 bulan

Berdiri

: 11 bulan

Berjalan

: 13 bulan

Berbicara

: 14 bulan

Kesan

: Perkembangan fisik dalam batas normal

6. Riwayat Keluarga
Ayah

Ibu

Nama

Tn. SYH

Ny. WAT

Umur

30 Tahun

29 tahun

Agama

Islam

Islam

Perkawinan

Pertama

Pertama

Pendidikan

SMP

SMP

Pekerjaan

Supir

IRT

7. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah anak pertama dari pasangan Tn. SYH dan Ny. WAT yang
berprofesi sebagai supir dan ibu rumah tangga.
Kesan : Sosioekonomi menengah ke bawah.
8. Riwayat Higienitas dan Lingkungan
- Sumber air berasal dari PDAM, ditampung dalam sebuah bak, dikuras
1x/minggu, tidak ditutup, tidak diberi bubuk anti nyamuk.
- Tidak menggunakan lotion anti nyamuk saat keluar rumah.
- Riwayat tetangga yang menderita DBD tidak ada.
Kesan : Higienitas kurang.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Kompos mentis

BB

: 25 Kg

TB

: 127 cm

Status Gizi
BB/U

: Percentil 25%-50%

PB/U

: Percentil 25%-50%

BB/PB

: 96% (Gizi Baik)

Suhu

: 37,2oC

Respirasi

: 24 kali/ menit, reguler

Tipe pernafasan: Thorakoabdominal


Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 122x/menit, isi kurang, tegangan lemah, reguler

Kulit

: Ruam pada kulit tangan

B. PEMERIKSAAN KHUSUS

Kepala
Mata

: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil


bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), mata cekung (-)

Mulut

: Kelainan kongenital (-), mukosa bibir pucat (-),


cheilitis (-), stomatitis (-)

Hidung

: Deviasi septum (-), mukosa hiperemis (-), nafas


cuping hidung (+), epistaksis (-/-)

Rambut

: Warna hitam, tidak mudah dicabut

Gigi

: Karies (-), gusi berdarah (-)

Lidah

: Coated tongue (-), atropi papil (-), hiperemis (-)

Faring/Tonsil

: Dinding faring hiperemis (-), T1-T1

Telinga

: Dismorfik (-), cairan (-)

Leher

: Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)

Thoraks
Paru-paru
Inspeksi

: Statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada,


pernapasan torakoabdominal.

Palpasi

: Stremfremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru, nyeri ketok (-)

Auskultasi

: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).

Jantung
Inspeksi

: Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Thrill tidak teraba

Perkusi

: Jantung dalam batas normal

Auskultasi

: Bunyi Jantung I dan II normal, reguler, murmur (-)


gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, dismorfik (-), massa (-)

Palpasi

: Lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketuk (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral dingin(+), deformitas (-), edema (-), sianosis


(-), ruam (+) di tangan, CRT 3 detik.

Lipat paha dan genitalia


Pembesaran KGB (-), dalam batas normal.
Kulit
Ptechie pada kulit tangan dan badan.
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik :
Tungkai
Kanan
Kiri
Segala arah
Segala arah
5
5
Eutoni
Eutoni
+N
+N
-

Pemeriksaan
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Fungsi sensorik

: Dalam batas normal

Fungsi nervi kraniales

: Dalam batas normal

Gejala rangsang meningeal

: Kaku kuduk tidak ada

Lengan
Kanan
Segala arah
5
Eutoni
+N
-

Kiri
Segala arah
5
Eutoni
+N
-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (23 september 2016, pukul 22.31 WIB)
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin (Hb)
WBC
Ht
Trombosit
Basofil

Hasil
14,7 g/dL *
6,23 x 103/mm3 *
45 % *
91 x103/L *
0%

Nilai Rujukan
11,3-14,1 g/dL
4,5-13,5x103/ mm3
37-41%
217-497x103/L
0-1%

Eosinofil

0%

1-6%

Neutrofil

40%*

50-70%

Limfosit

49%*

20-40%

Monosit

11%

2-8%

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (24 September 2016, pukul 05.26 WIB)


Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin (Hb)
Ht
Trombosit
AST/SGOT
ALT/SGPT
Dengue IgM
Dengue IgG
Dengue NS 1 Ag

Hasil
13,2 g/dL
41 %
84 x103/L*
77 U/L*
21 U/L
Negatif
Positif
Positif

Nilai Rujukan
11,3-14,1 g/dL
37-41%
217-497x103/L
0-32 U/L
0-31 U/L
Negatif
Negatif

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (24 September 2016, pukul 10.07 WIB)


Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin (Hb)
Ht
Trombosit

Hasil
14,3 g/dL *
44% *
50 x103/L *

Nilai Rujukan
11,3-14,1 g/dL
37-41%
217-497x103/L

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (24 September 2016, pukul 16.18 WIB)


Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin (Hb)
Ht
Trombosit

Hasil
15,1 g/dL *
46% *
50 x103/L *

Nilai Rujukan
11,3-14,1 g/dL
37-41%
217-497x103/L

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (24 September 2016, pukul 22.59 WIB)


Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin (Hb)
WBC
Ht
Trombosit
Basofil

Hasil
14,2 g/dL *
9,8 x 103/mm3
43% *
40 x103/L *
0%

Nilai Rujukan
11,3-14,1 g/dL
4,5-13,5x103/ mm3
37-41%
217-497x103/L
0-1%

Eosinofil

0% *

1-6%

Neutrofil

21% *

50-70%

Limfosit

68% *

20-40%

10

Monosit

11%

2-8%

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (25 September 2016, pukul 06.28 WIB)


Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin (Hb)
RBC
WBC
Ht
Trombosit
Basofil

Hasil
14,0 g/dL
5,87 x 106/mm3
9,1 x 103/mm3
42% *
41 x103/L *
0%

Nilai Rujukan
11,3-14,1 g/dL
4,40-4,48 x 106/ mm3
4,5-13,5x103/ mm3
37-41%
217-497x103/L
0-1%

Eosinofil

0% *

1-6%

Neutrofil

21% *

50-70%

Limfosit

69% *

20-40%

Monosit

10%

2-8%

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (25 September 2016, pukul 18.09 WIB)


Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin (Hb)
Ht
Trombosit

Hasil
12,2 g/dL
37%
47 x103/L*

Nilai Rujukan
11,3-14,1 g/dL
37-41%
217-497x103/L

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (26 September 2016, pukul 06.01 WIB)


Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin (Hb)
RBC
WBC
Ht
Trombosit
Basofil

Hasil
12,2 g/dL
5,15 x 106/mm3 *
8,3 x 103/mm3
38%
74 x103/L*
0%

Nilai Rujukan
11,3-14,1 g/dL
4,40-4,48 x 106/ mm3
4,5-13,5x103/ mm3
37-41%
217-497x103/L
0-1%

Eosinofil

0% *

1-6%

Neutrofil

36% *

50-70%

Limfosit

54% *

20-40%

Monosit

9% *

2-8%

C. RESUME
Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam
tinggi mendadak, terus-menerus disertai menggigil dan berkeringat (+),
11

kemerahan di wajah (+), ruam (+), nyeri kepala (+), nyeri otot dan sendi (+),
sakit tenggorokan (+), nafsu makan berkurang (+), minum sedikit. Riwayat
berpergian ke luar kota disangkal. Penderita membeli obat di warung namun
keluhan tidak berkurang. Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
penderita masih mengalami demam tinggi, terus-menerus, menggigil (+),
berkeringat (+), kemerahan di wajah (+), nyeri kepala (+), nyeri otot dan sendi
(+), muntah (+) frekuensi 3 kali sehari, isi makanan apa yang dimakan, sakit
tenggorokan (+), nafsu makan berkurang (+), minum sedikit, BAB tidak
lancar. Penderita kemudian dibawa berobat ke Puskesmas dan diberi obat
penurun panas, keluhan berkurang. Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
penderita mengalami mimisan dan demam kembali tinggi. menggigil (+),
berkeringat (+), nyeri kepala (+), nafsu makan berkurang (+), minum sedikit,
BAB tidak lancer. Penderita dibawa berobat ke Bidan kemudian diberikan
Parasetamol, keluhan berkurang. Sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit,
kaki dan tangan penderita dingin (+), bintik merah pada tangan dan badan (+),
ruam (+) di tangan dan badan, nyeri otot dan sendi (+), sakit tenggorokan (+),
nafsu makan berkurang (+), minum sedikit, BAB tidak lancar dan BAK
berkurang. Penderita dibawa ke praktek dokter umum didiagnosis menderita
demam berdarah lalu dirujuk ke RSMH Palembang.
Riwayat kehamilan dan kelahiran normal, riwayat makanan baik, riwayat
imunisasi dasar lengkap, riwayat perkembangan fisik dalam batas normal,
status sosial ekonomi menengah ke bawah, riwayat higienitas kurang.
Pemeriksaan fisik anak tampak sakit sedang, nadi teraba cepat dan lemah,
dengan CRT 3, ditemukan ptechie spontan di tangan dan badan. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium tanggal 24 September 2016 pukul 16.18 WIB
ditemukan adanya trombositopenia dengan hasil 50x103/L dan nilai
peningkatan hematokrit menjadi 46% dan NS 1 Ag positif.

I.

DAFTAR MASALAH
Kaki dan tangan dingin
Demam

12

II.

III.
IV.

Mimisan
Gusi berdarah
Ptechie spontan di tangan dan badan

DIAGNOSIS BANDING
Tersangka demam berdarah dengue derajat III
Demam dengue
DIAGNOSIS KERJA
Tersangka demam berdarah dengue derajat III
PENATALAKSANAAN
a. Terapi Farmakologis

Oksigenasi O2 2 liter/ menit


IVFD RL 500 ml tetesan cepat (bolus dalam 30 menit)
Paracetamol 250 mg tiap 4-6 jam bila suhu 38,5oc
b. Monitoring

Tanda vital tiap 10 menit


Tanda-tanda perdarahan
Balance dan diuresis tiap 6 jam
Pantau hasil laboratorium (Hb, Ht, trombosit)
c.

Edukasi
Tirah baring
Beri minum 1 - 2 liter dalam 24 jam
Pengobatan utama adalah cairan
Upaya pencegahan dengan 3M

V.

PROGNOSIS
a. Quo ad vitam

: dubia ad bonam

b. Quo ad functionam

: dubia ad bonam

c. Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

13

Follow up Selasa, 27 September 2016


S

: demam (-), nafsu makan meningkat (+), anak sudah mau minum

: Sensorium

: kompos mentis

TD

: 110/70 mmHg

: 98 x/menit

RR

: 22 x/menit

: 36,8oC

Kepala

: edema palpebra (-/-), napas cuping hidung (-),


konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Thorax

: simetris, retraksi dinding dada (-)

Cor

: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen

: datar, lemas, hepar/lien tidak teraba, BU (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, CRT <3, edema pretibial (-)


A

: Tersangka demam berdarah dengue derajat III

: - Pantau Tanda Vital


- Beri minum 1-2 liter/ hari
- R/ Pulang

14

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.

DEFINISI
Demam Dengue (dengue fever, selanjutnya disingkat DF) adalah penyakit

yang terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda - tanda
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,
dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang
hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu,
trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan.3
Demam Berdarah Dengue (dengue haemorrhagic fever, selanjutnya
disingkat DHF), ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala
utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari
pertama. Uji tourniquet akan positif dengan tanpa ruam disertai beberapa atau
semua gejala perdarahan seperti petekie spontan yang timbul serentak, purpura,
ekimosis, epitaksis. hematemesis, melena, trombositopenia, masa perdarahan dan
masa protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan gangguan maturasi
megakariosit. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome, selanjutnya
disingkat DSS) ialah penyakit DHF yang disertai renjatan.3
3.2

ETIOLOGI
Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat serotipe

virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4) dapat dibedakan dengan
metode serologik. Infeksi pada manusia oleh salah satu serotipe menghasilkan
imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi
hanya menjadi perlindungan sementara dan partial terhadap serotipe yang lain.
15

Virus dengue menunjukkan banyak karakteristik yang sama dengan flavivirus


lain, mempunyai genom RNA (Ribo Nucleic Acid) rantai tunggal yang dikelilingi
oleh nukleokapsid ikohedral dan terbungkus oleh selaput lipid. Virionnya
mempunyai diameter kira-kira 50 nrn. Genom avivirus mempunyai panjang 11
kb (kilobases), dan mempunyai urutan genom lengkap untuk mengisolasi keempat
serotipe. Virus terdiri dari 3 struktur dan 7 protein tidak terstruktur yaitu:
nukleokapsid atau protein inti, protein yang berkaitan dengan .membran (M) dan
protein pembungkus (E) dan tujuh gen protein nonstruktural (NS). Domain
bertanggung jawab untuk netralisasi, fusi, dan interaksi reseptor virus dengan
protein pembungkus.4
3.3

PATOFISIOLOGI
Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan

sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat


bergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi
(1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma
dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular; (2) agregasi trombosit menurun,
apabila kelainan ini berlanjut akan mengakibatkan kelainan fungsi trombosit
sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang; (3) kerusakan
sel endotel pembuluh darah akan merangsang/ mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor diatas menyebabkan (1) peningkatan permeabilitas kapiler; (2)
kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan
koagulopati.4,5 Dari sudut patofisiologi, infeksi virus dengue bergerak sesuai alur
berikut :

16

Gambar 1. Patofisiologi Infeksi Dengue

3.4

MANIFESTASI KLINIK
Infeksi virus dengue mengakibatkan menifestasi klinik yang bervariasi

mulai dari asimptomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile


illness), dengue fever, dengue haemoragic fever, sampai dengue shock syndrom.
Walaupun secara epidemiologis infeksi ringan lebih banyak, tetapi pada awal
penyakit hampir tidak mungkin membedakan infeksi ringan atau berat.

17

Gambar 2. Manifestasi infeksi virus dengue

Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus memasuki
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul
oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi
secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus
akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan pada saat ini manusia yang
terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh
manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda, dimana
perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis
dan perjalanan penyakit. Pada prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap
keberadaan virus dengue adalah sebagai berikut : 3,6
Bentuk reaksi pertama
Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi
virus pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).
Bentuk reaksi kedua
Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah
dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi
perdarahan.

18

Bentuk reaksi ketiga


Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya
komponen plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga
perut berupa gejala asites dan rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura.
Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi bentuk 1 dan 2 saja maka orang
tersebut akan menderita demam dengue, sedangkan apabila ketiga bentuk reaksi
terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.
Dengue Fever
Manifestasi klinis infeksi dengue fever ditandai gejala-gejala klinik berupa
demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi
pada infeksi virus dengue ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40
C) dan dapat disertai dengan menggigil. Begitu mendadaknya, sering kali dalam
praktik sehari-hari kita mendengar cerita ibu bahwa pada saat melepas putranya
berangkat sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi pada saat pulang putranya
sudah mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi. Pada saat anak
mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya berlangsung
sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun
mendadak (lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak
agak loyo. Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang
berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal
kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva
panas sebagai punggung unta).2,5
Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul
dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang
dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola
mata yang semakin meningkat apabila digerakkan. Karena adanya gejala nyeri ini,
di kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya penderita
gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.5,7
Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat
awal panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka,

19

leher, dan dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercakbercak merah kecil seperti bercak pada penyakit campak. Kadang-kadang ruam
tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk
spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah
panas turun atau setelah hari ke-5.5,7
Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DHF selalu disertai
dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat
secara spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita tanda
perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan
spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat berupa perdarahan
kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit (echimosis),
perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan
yang masif yang dapat berakhir pada kematian.4,8
Berkaitan dengan tanda perdarahan ini, pada anak-anak tertentu diketahui
oleh orangtua mereka bahwa apabila anaknya menderita panas selalu disertai
dengan perdarahan hidung (epistaksis). Dalam istilah medis dikenal sebagai
habitual epistaksis, sebagai akibat kelainan yang bersifat sementara dari gangguan
berbagai infeksi (tidak hanya oleh virus dengue). Pada keadaan lain ada penderita
anak yang apabila mengalami sakit panas kemudian minum obat-obat panas
tertentu akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung. Untuk penderita
dengan kondisi seperti ini, pemberian obat-obat panas jenis tertentu tersebut
sebaiknya dihindari.1,6
Dengue Haemoragic Fever
Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai
manifestasi gejala klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh manusia atas keberadaan
virus dengue juga didapatkan pada DHF. Yang membedakan DHF dengan dengue
fever adalah adanya manifestasi gejala klinis sebagai akibat adanya bentuk reaksi
3 pada tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu berupa keluarnya plasma
(cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga
perut dan rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi

20

dapat mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Yang


dalam praktik kedokteran sering kali membuat seorang dokter terpaksa
memberikan transfusi darah dalam jumlah yang tidak terbayangkan.6,9
Hal penting bagi masyarakat awam adalah dapat mengetahui atau
mendeteksi kapan seorang penderita DHF mulai mengalami keluarnya plasma
darah dari dalam pembuluh darah. Keluarnya plasma darah ini apabila ada
biasanya terjadi pada hari sakit ke-3 sampai dengan hari ke-6. Biasanya didahului
oleh penurunan panas badan penderita, yang sering kali terjadi secara mendadak
(lysis) dan diikuti oleh keadaan anak yang tampak loyo, dan pada perabaan akan
didapatkan ujung-ujung tangan/kaki dingin serta nadi yang kecil dan cepat.
Banyak ditemui kasus dengan kondisi demikian, tampak suhu tubuh penderita
dirasakan normal mengira kalau putranya sembuh dari sakit. Kondisi tersebut
mengakibatkan orangtua tidak segera membawa putra mereka ke fasilitas
kesehatan terdekat. Pada keadaan ini penderita sudah dalam keadaan terlambat
sehingga kurang optimal untuk diselamatkan dari penyakitnya.3,8
Sindrom Syok Dengue (SSD/DSS)
Sindrom syok dengue adalah demam berdarah dengue dengan manifestasi
kegagalan sirkulasi berupa nadi lemah, lembut atau tak teraba, tekanan nadi 20
mmHg, hipotensi (sesuai umur), kulit dingin dan lembab, pasien tampak gelisah.
Dengan kata lain demam berdarah dengue yang telah memasuki keadaan syok
(sesuai DBD derajat III dan IV menurut WHO).7
Pemeriksaan Penunjang
1.

Lab darah rutin


Lekosit: dapat normal tapi biasanya lekopeni dengan dominasi sel neutrofil,
pada akhir fase demam, terjadi lekopeni dan neutropeni serta limfositosis
relatif (peningkatan sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru>15% dapat
dijumpai pada hari ketiga, sebelum suhu tubuh turun atau sebelum syok
terjadi).

21

Trombosit
Trombositopeni <100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit/lapangan
pandangan besar. Biasa ditemukan antara hari sakit ketiga-ketujuh. Biasanya
terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum suhu turun.
Hemokonsentrasi dengan tanda:
-

Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur, jenis


kelamin

Penurunan hematokrit 20% setelah mendapat pengobatan cairan

Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia

Pemeriksaan laboratoris lain:


-

Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara

Eritrosit pada tinja hamper selalu ditemukan

Pada sebagian besar kasus, disertai penurunan faktor koagulasi dan


fibrinolitik, yaitu fibrinogen, protrombin, factor VII, factor XII dan
antitrombin III

Pada kasus berat ada disfungsi hati, penurunan kelompok vitamin Kdependent, protrombin seperti factor V, VII, IX dan X, fibrinogen
mungkin subnormal

Waktu perdarahan memanjang (PT dan PTT memanjang)

Penurunan -antiplasmin (-antiplasmin inhibitor) jarang ditemukan

Serum

komplemen

menurun,

hipoproteinemia,

kadang-kadang

hipokloremia
-

Hiponatremia

Serum aspartat aminotransferase sedikit meningkat

Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok
berkepanjangan

2.

Radiologis
Pada foto thoraks didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan,
tetapi bila terjadi pembesaran plasma hebat, foto roentgen dada sebaiknya
22

dilakukan lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi
dengan USG
3.
-

Diagnosis serologi
Hemaglutination Inhibition Test (HI test)
Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibody HI bertahan >48 tahun, maka cocok untuk uji
seroepidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x
dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau
konvalesen dianggap diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(presumtif +)

Complement Fixation test


Antibodinya hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja. Cara pemeriksaannya
ruwet dan membutuhkan tenaga pemeriksa berpengalaman.

Neutralization Test
Paling spesifik dan paling sensitif untuk virus dengue, berdasarkan reduksi
dari

plaque yang terjadi, dideteksi bersamaaan dengan antibodi HI tapi

lebih cepat dari antibodi komplemen, bertahan >48 tahun tapi lama dan
ruwet.
-

IgM dan IgG Elisa Mac Elisa (IgM captured Elisa)


Akhir-akhir ini sering dipakai. IgM muncul pada perjalanan penyakit hari
4-5 yang kemudian diikuti dengan IgG. Dengan mendeteksi IgM pada
serum pasien, dapat ditentukan diagnosis yang tepat (diambil >hari ke5
dan <6 minggu) bila masih negatif, harus diulang, apabila pada hari sakit
ke-6 masih tetap (-), msks dilaporkan sebagai (-). IgM hanya dapat
bertahan dalam darah 2-3 bulan setelah infeksi sehingga tidak boleh
dijadikan satu-satunya uji diagnostik pengelolaan kasus. Sensitivitasnya
sedikit di bawah uji HI, spesifitas sama dengan uji HI dan hanya
memerlukan 1 serum akut saja. Saat ini sudah beredar uji Elisa yang
sebanding dengan uji HI hanya lebih spesifik (IgM/IgG dengue blot,
dengue rapid, dll). Pada infeksi sekunder, IgG lebih banyak didapatkan.

23

Isolasi virus
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCMK2) dan nyamuk A
albopictus
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik/intraserebral pada
larva

Identifikasi virus
Dengan Fluorescence antibody technique test secata langsung atau tidak
langsung. Untuk identifikasi dipakai yang indirek dengan antibodi
monoclonal

NS1 antigen test ( Platelia Dengue NS1 Ag assay ) pemeriksaan


untuk DHF yang pertama kalai diperkenalkan tahun 2006 oleh Bio-Rad
Laboratories, dapat mendeteksi dihari pertama panas sebelum antibody
dapat terdeteksi 5 hari kemudian.

3.5

DIAGNOSIS
Dasar diagnosis DHF (WHO, 1997):7,8

Klinis
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2. Manifesatasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif
dan bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis atau melena.
3. Pembesaran hati.
4. Syok yang ditandai oleh nadi yang lemah, Hipotensi (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien jadi gelisah.
Laboratorium
-

Trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai hematokrit


lebih 20% dari normal).

24

Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratorium cukup untuk
menegakkan diagnosis kerja DHF

Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia

Indikator Fase Syok :


-

Hari sakit ke 4-5

Suhu turun

Jarak tekanan darah sistol diastol memendek < 20 mmHg

Nadi cepat tanpa demam

Tekanan nadi turun/ hipotensi

Leukopenia < 5.000/ul

Derajat (WHO,1997) :
I. Demam dengan uji bendung positif.
II. Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
III.
Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan
pasien jadi gelisah.
IV.Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

25

3.6

DIAGNOSIS BANDING
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus

atau protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam


cikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas
disertai hemokonsentrasi membedakan DHF dari penyakit lain. Diagnosis banding
lain adalah sepsis, meningitis meningokok, Idiophatic Trombositopenic Purpura
(ITP), leukemia, dan anemia aplastik.1,8
Demam cikungunya (DC) sangat menular dan biasanya selruh keluarga
terkena dengan gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih
tingi, hampir selalu diikuti dengan ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan
lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji bendung positif, petekie, epistaksis
hampir sama dengan DHF. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal
dan syok.2,6

26

Pada hari-hari pertama, ITP dibedakan dengan DHF dengan demam yang
cepat menghilang dan tidak dijumpai hemokonsentrasi, sedangkan pada fase
penyembuhan jumlah trombosit pada DHF lebih cepat kembali.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia dan anemia aplastik. Pada
leukemia, demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat
anemis. Pada anemia aplastik anak sangat anemis dan demam timbul karena
infeksi sekunder.3,5
3.7

PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma

sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.


Pasien DF dapat berobat jalan sedangkan pasien DHF dirawat diruang perawatan
biasa, tetapi pada kasus DHF dengan komplikasi diperlukan perawatn intensif.
Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit ketiga.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,
anoreksia dan muntah. Pasien perlu diberi banyak minum, 50 ml/kgBB dalam 4-6
jam pertama berupa air teh dengan gula, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah
keadaan dehidrasi dapat diatasi, beri cairan rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24
jam berikutnya. Hiperpireksia diatasi dengan antipiretik dan bila perlu surface
cooling dengan kompres es. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi
demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.
Pemberian cairan intravena pada pasien DHF tanpa renjatan dilakukan bila
pasien terus-menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau
didapatkan nilai hematokrit yang bertendensi terus meningkat (> 40

vol%).

Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila
terdapat asidosis, 1/4 dari jumlah larutan total dikeluarkan dan diganti dengan
larutan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan
NaCl 0.9% + glukosa ditambah 1/4 natrium bikarbonat).6,8

27

28

Prinsip terapi DHF/DSS


Pengobatan bersifat suportif, mengatasi peningkatan permeabilitas kapiler
dan perdarahan. Keberhasilan tatalaksana DHF terletak keberhasilan mendeteksi
dini fase kritis yaitu pada fase defervescence (biasanya pada hari sakit 3-5 di mana
terjadi perembesan plasma). Pada DD saat ini merupakan tanda penyembuhan
sementara pada DHF merupakan saat kritis karena dapat merupakan awal fase
syok. Penggantian volume plasma dengan cairan kristaloid isotonik.

29

Terapinya bersifat simtomatik dan suportif sesuai bagan di atas dengan urutan:2,5,9
1. Penimbangan berat badan
Perkiraan Berat badan normal dapat dihitung dengan rumus. Untuk anak
umur 3-12 bulan: BB (kg)= 2x umur (tahun) +4

30

2. Tunjangan hidup dasar (pemberian oksigen) dan akses vena


Pada semua pasien syok harus diberikan oksigen 2l/menit (disarankan masker
dengan saturasi 95-100% dan kadar hemoglobin cukup. Akses vena untuk
darah
3. Kateter urin
Urin ditampung untuk urinanalisa dan jumlah diuresis urine (normal: 2-3
ml/kgBB/jam). Oliguria sering muncul sebelum penurunan tekanan darah dan
nadi
4. Pemasangan pipa oro/nasogastrik
Untuk dekompresi, memantau pendarahan saluran cerna dan bilasan lambung.
5. Resusitasi cairan
Jenis cairan (rekomendasi WHO)
Kristaloid (efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal,
tidak alergik, namun hanya bolus yang tetap di intravascular )

Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL)

Larutan ringer asetat(RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat


(D5/RA)

Larutan NaCl 0,9%(garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan


garam faali (D5/GF)
Koloid (berada lebih lama di ruang intravascular, mampu mempertahankan

tekanan onkotik, mahal dapat menyebabkan hipersensitivitas, lebih cepat


meningkatkan kadar hematokrit daripada kristaloid (ringer laktat) dan
komplikasi lain

Dekstran 40

Albumin 5%
Gelatin
Plasma
Hetastarch

31

Darah, fresh frozen plasma, dan komponen darah diberikan untuk


mempertahankan Hb, menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor
pembekuan atau mengoreksi koagulopati. Produk darah perlu dihangatkan
sebelum diberikan. Risiko penggunaan darah dalam jumlah besar adalah
infeksi blood-borne, hipotermia, hipokalsemia. Cairan yang mengandung
glukosa jarang diberikan bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia,
diuresis osmotik dan memperburuk cedera serebral iskemik.
Cairan intravena diperlukan saat (1) terjadinya syok (terapi yang utama)
(2) nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala (3) anak
terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tak mungkin
diberikan minum per oral, ditakutkan terjadi dehidrasi sehingga mempercepat
syok. Jumlah cairan tergantung derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit,
dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan yang berisi 0,167 mol/liter
biknat. Bila hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan
yang diberikan harus sama dengan plasma, volume dan komposisi cairan yang
diperlukan sama dengan cairan untuk dehidrasi pada diare ringan dan sedang
yaitu cairan rumatan ditambah defisit 6% (5%-8%).
Tabel 1. Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit 5%-8%)
Berat waktu masuk(kg)

Jumlah cairan (ml/kg BB per hari)

<7

220

7-11

165

12-18

132

>18

88

32

Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan


Berat badan (kg)

Jumlah cairan (ml)

10

100 per kg BB

10-20

1000+50x kg BB(di atas 10 kg)

>20

1500+20xkg BB(diatas 20 kg)

6. Kadar hematokrit untuk memantau penggantian volume plasma


- Bila tanda vital membaik dan Hematokrit turun: tetesan diturunkan
menjadi 10 ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung
-

kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.


Cairan intravena dapat dihentikan bila Ht telah turun sekitar 40%, jumlah

urin 2 ml/kgBB/jam atau lebih.


Fase reabsorpsi plasma dari ekstravaskular ditandai dengan penurunan
kadar Ht setelah pemberian cairan rumatan, tekanan darah normal, nadi
kuat, diuresis cukup, tanda vital baik. Pada fase ini penurunan Ht
merupakan tanda hemodilusi

7. Rawat di PICU
Untuk memantau dan mengantisipasi perubahan sirkulasi metabolic dengan
intensif
8. Koreksi gangguan metabolik dan elektrolit
Dilakukan pemeriksaan analisis gas darah dan elektrolit. Apabila asidosis
tidak

dikoreksi, memacu terjadinya DIC. Koreksi dilakukan dengan

memberikan natrium bikarbonat dengan dosis: IV lambat (1) <5kg: BE(base


excess) x kgBB/4 (2)anak-anak: BEx kgBB/6 (3)dewasa: BE x kgBB/10.
Dosis ini mengoreksi defisit basa. Sodium bikarbonat hanya diberikan pada
henti jantung lama dan keadaan hemodinamik tidak stabil yang menyebabkan
asidosis berat dan hiperkalemia. Pada bayi premature dan <3bulan digunakan
cairan sodium bikarbonat 4,2% (0,5mEq/ml). bila pemeriksaan analisa gas
darah tidak dapat dilakukan diberikan sodium bikarbonat 0,5 mEq/kgBB tiap
10 menit infuse pelan 1-2 menit. Infus obat-obatan untuk resusitasi
dipersiapkan dengan dekstrosa 5%, garam fisiologik atau Ringer laktat

33

menurut rule of 6 yaitu 6 mg obat x BB (kg) dilarutkan dalam 100 ml bila


diinfuskan dengan kecepatan 1 ml/jam=1.0 g/kgBB/menit.
9. Epinefrin
Bolus epinefrin diberikan pada henti jantung, bradikardi, hipotensi yang non
responsif terhadap resusitasi jantung paru dan cairan. Dosis bolus epinefrin
IV dan IO inisial adalah 0,01 mg/kgBB (0,1 ml/kgBB epinefrin 1:10000).
Bila perlu dosis IV dan IO dinaikkan menjadi 0,1-0,2 mg/kgBB (0,1-0,2 ml
epinefrin 1:1000), yang diulang tiap 3-5 menit. Dosis infus epinefrin adalah
0,1-1,0 g/kgBB/menit. Untuk mencegah ekstravasasi, infuse epinefrin
diberikan melalui kateter vena atau kateter vena sentralis. Epinefrin tidak
aktif pada cairan alkali. Tersedia dalam vial 1 mg/ml. larutan epinefrin
1:10.000 disiapkan untuk IV dan IO dosis rendah, larutan epinefrin 1:1000
disiapkan untuk IO dan IV dosis tinggi dan endotrakeal.
10. Atropin
Curah jantung anak adalah rate dependent, karena itu bradikardia simtomatik
(<60 kali/menit) akibat perfusi buruk, hipotensi dan hipoksemia harus diobati
dengan resusitasi jantung paru, pemberian epinefrin atau atropin. Atropin
adalah obat parasimpatolitik yang mempercepat sinus atau pacemaker atrial
dan konduksi atrioventrikular. Digunakan juga untuk mencegah bradikarsi
karena refleks vagal pada intubasi endotrakeal. Dosisnya 0,02 mg/kgBB
dengan dosis minimal 0,1 mg, dosis atropin tunggal maksimal adalah 0,51mg/x yang dapat diulang tiap 5 menit dengan total maksimal 1 mg untuk
anak dan 2 mg untuk remaja. Atropin tersedia dalam kemasan 0,4 mg/ml
dapat diberikan IV/IO.
11. Glukosa
Hanya diberikan bila terdapat hipooglikemia dan pasien tak memberi respons
terhadap tindakan resusitasi standar. Glukosa diberikan dengan dosis 0,5-1,0
g/kg secara IV atau IO. Bolus D 10W 5-10 ml/kgbb atau D5W atau D5 NaCl
0,9% atau RL 10-20 ml/kgBB, dapat diberikan dalam 20 menit. Konsentrasi
maksimum glukosa neonatus adalah 12,5% ( secara IV).
12. Kalsium klorida
34

Untuk pengobatan hipokalsemia, hiperkalemia dan hipermagnesemia.


Kandungan kalsium pada kalsium glukonat 10% adalah 9 mg/ml dan pada
kalsium klorida 10% adalah 27,2 mg/ml. dosis kalsium klorida 10% adalah
0,2-0,5 ml/kgBB atau 5-7 mg/kgbb elemen kalsium sama dengan 20-25
mg/kgbb garam kalsium yang diberikan secara infus dengan pelan (100
mg/menit) untuk mencegah bradikardi dan asistole. Dosis ini dapat diulangi 1
kali lagi sesudah 10 menit. Dosis selanjutnya hanya dilakukan bila dilakukan
pengukuran kadar kalsium. Kalsium tidak dicamput dengan sodium
bikarbonat karena terjadi pengendapan.
13. Dopamin
Dopamin diberikan untuk mengobati hipotensi atau perfusi perifer buruk pada
anak dengan volume intravaskular cukup dan irama jantung stabil. Dopamin
disiapkan menurut Rule of six (6xBB) mg dopamin dalam cairan 100 ml, bila
diinfuskan dengan kecepatan 1 ml/jam akan memberikan dopamin 1
g/kgbb/menit. Diberikan infus kontinu dengan bantuan pompa infus melalui
kateter vena yang besar atau kateter vena sentralis. Ekstravasasi dopamin
dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Dimulai dari 10
ml/jam atau 10g/kgbb/ menit yang selanjutnya disesuaikan dengan penilaian
diuresis, perfusi sistemik dan tekanan darah. Pada dosis rendah (25g/kgbb/menit), efek langsung dopamin pada reseptor adrenergic jantung
sedikit namun pada vascular bed dopamin merangsang reseptor dopaminergik
dengan efek vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah renal, splanknik,
koroner dan serebral. Pada dosis tinggi (>5g/kgbb/menit) dopamin memberi
efek melalui pelepasan norepinefrin saraf simpatis jantung pada reseptor
adrenergic jantung dan efek adrenergic. Infus dopamin 5-10g/kgbb/menit
meningkatkan kontraktilitas jantung tanpa efek pada tekanan darah dan
denyut jantung. Infus dopamin10-20g/kgbb/menit terjadi vasokonstriksi dan
peningkatan tekanan darah namun timbul masalah takikardia. Infus dopamin
>20g/kgbb/menit menyebabkan vasokonstriksi perifer hebat dan iskemia
tanpa tambahan efek inotropik.
14. Dobutamin
35

Diberikan pada pengobatan hipoperfusi yang berhubungan dengan peninggian


resistensi vaskular sistemik. Paling efektif untuk mengobati gagal jantung
kongestif atau syok kardiogenik, dobutamin kurang efektif dibandingkan
epinefrin pada syok septik dan hipotensi karena memperburuk vasodilatasi
sistemik yang sudah terjadi. Dobutamin diberikan secara infus kontinu
melalui kateter vena dengan bantuan pompa infus. Dobutamin tersedia dalam
vial 25 mg dan 12,5 mg/ml. Infus dobutamin disiapkan sesuai Rule of six.
Infus dimulai dengan 5-10g/kgbb/menit (5-10 ml/jam). Kecepatan infus
tergantung tekanan darah dan perfusi pasien.
15. Sedatif
Bila pasien gelisah (biasa karena gangguan perfusi jaringan) dapat diberikan
Kloral Hidrat per oral atau per rectal dengan dosis 12,5-50 mg/kgBB (tidak
lebih dari 1 gram). Diusahakan tidak memberi obat yang hepatotoksik.
Gelisah akan hilang segera setelah pemberian cairan adekuat.
16. Transfusi darah
Pemeriksaan golongan darah dan cross matching harus dilakukan pada pasien
syok.

Untuk pasien DIC dengan pendarahan masif dapat diberikan plasma

segar dan suspensi trombosit. Untuk menentukan prognosis, berat perdarahan


dan deteksi terjadinya DIC perlu dilakukan pemeriksaan PT, PTT dan FDP
17. Kelainan ginjal
Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang
diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya dapat diberikan
furoseemid 1 mg/kgBB, perlu dipasang CVP untuk pedoman pemberian
cairan selanjutnya. Tetap dilakukan pemantauan diuresis, kadar ureum dan
kreatinin.
18. Pemantauan
- Tanda-tanda vital dicatat tiap 15-30 atau lebih sering sampai syok dapat
-

teratasi
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan pasien
stabil

36

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis


cairan, jumlah dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang

diberikan sudah cukup


Jumlah dan frekuensi diuresis harus dicatat. Kadar elektrolit harus
dipantau.

19. Kortikostroid tidak memperpendek masa sakit atau memperbaiki


prognosis pada anak yang mendapat terapi suportif
Hipervolemia selama masa reabsorpsi dapat berbahaya. Ditandai dengan
penurunan hematokrit dan tekanan nadi yang besar / lebar. Dapat diberikan
diuretic dan digitalis
20. Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan bila:

3.8

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipieretik

Nafsu makan membaik

Secara klinis tampak perbaikan

Hematokrit stabil

Tiga hari setelah syok teratasi

Jumlah trombosit >50000/ul

Tidak dijumpai distress pernafasan akibat asites atau efusi pleura

PENCEGAHAN
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor
dianggap cara yang paling memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan
vektor :3,7
a. Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah
adalah malathion

untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan

temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida).


b. Tanpa insektisida

37

Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air


minimal sekali seminggu.

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda


lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

3.9

Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau lotion.

PROGNOSIS
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada

DHF/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya,


Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit
umumnya lebih ringan daripada anak-anak.
Dari penelitian tahun 1993, dijumpai keadaan penyakit yang terbukti
bersama-sama muncul dengan DHF yaitu demam tifoid, bronkopneumonia, dan
anemia.4,6

BAB III
ANALISIS KASUS

AKP, seorang anak perempuan usia 8 tahun, dibawa ke RSMH dengan


keluhan kaki dan tangan dingin. Keluhan tersebut dirasakan 4 jam sebelum masuk
rumah sakit disertai munculnya bintik merah pada tangan dan badan. Diagnosis
demam berdarah dengue derajat III ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini. Penegakan
diagnosis DBD pada pasien ini berdasarkan adanya lebih dari dua kriteria, yang
memenuhi kriteria klinis dari WHO yakni demam tinggi mendadak tanpa sebab
yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, terdapat manifestasi
perdarahan berupa petekie (bintik merah akibat perdarahan dalam kulit), serta dari
pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda syok (terdapat kegagalan sirkulasi),

38

yaitu nadi yang cepat dan lemah, frekuensi nafas 24 x/menit, akral dingin dan
perfusi jelek. Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin
didapatkan hasil leukosit yang berada dalam batas normal, nilai hemoglobin dan
hematokrit yang cenderung meningkat serta didapatkan trombositopenia pada
tanggal 23 September 2016 yaitu sebesar 91.000/mm3, 84.000/mm3 pada 24
September 2016 pukul 05. 26 WIB, 41.000/mm3 pada 25 September 2016 pukul
06.28 WIB. Hasil pemeriksaan serologis didapatkan dengue NS 1 Ag positif. Hal
ini merupakan salah satu dari kriteria laboratorium DBD. Hemoglobin dan
hematokrit yang meningkat menunjukkan adanya hemokonsentrasi. Peningkatan
kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma. Hal ini memperkuat
diagnosis demam berdarah dengue. Selain itu pada pasien ini juga didapatkan
tanda-tanda kegagalan sirkulasi seperti nadi yang lemah, perfusi perifer yang
menurun dan akral yang dingin. Hal ini menunjukkan bahwa pasien ini
mengalami DBD derajat III.
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya
perubahan fisiologis berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan
plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap
adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah
terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase
demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi
pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut
diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan plasma dan perdarahan
dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis dan pemantauan kadar hematokrit
dan jumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikan
merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Terapi yang diberikan pada pasien ini
meliputi terapi suportif dan simtomatik. Terapi suportif yang diberikan adalah
pemberian O2 sebanyak 2 liter permenit. Pemberian oksigen harus selalu
dilakukan pada semua pasien syok. Saturasi oksigen pada pasien harus
dipertahankan > 95%, oleh karena itu untuk pemantauan diperlukan pemasangan
pulse oximetry untuk mengetahui saturasi oksigen dalam darah. Selain itu juga
dilakukan pemasangan infus cairan intravena berupa ringer laktat (RL) 500 mL

39

dalam 30 menit pertama. Ringer laktat adalah salah satu larutan kristaloid yang
direkomendasikan WHO pada terapi DBD. Pengobatan awal cairan intravena
pada keadaan syok adalah dengan larutan kristaloid 20 ml/kg berat badan dalam
30 menit. Pada pasien ini berat badannya adalah 25 kg sehingga didapatkan
jumlah cairan yang diberikan adalah 500 ml dalam 30 menit dengan tetesan infus
sebesar 330 tetes per menit makro {(500/30) x 20}. Apabila syok belum teratasi
dan atau keadaan klinis memburuk setelah 30 menit pemberian cairan awal, cairan
diganti dengan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10-20 ml/kgBB/jam, dengan
jumlah maksimal 30 ml/kgBB/jam. Segera setelah terjadi perbaikan, segera cairan
ditukar kembali dengan kristaloid dengan tetesan 20 ml/kgBB. Pada pasien
kondisi membaik setelah dilakukan pemberian cairan awal sehingga jumlah cairan
yang diberikan dikurangi menjadi 250 ml dalam 1 jam (10 ml/kgBB/jam). Jika
kondisi tetap stabil dan membaik maka cairan diturunkan menjadi 125 ml/jam (5
ml/kgBB/jam) atau jika dalam 24 jam kondisi membaik dan stabil maka cairan
diturunkan lagi menjadi 75 ml/jam (3 ml/kgBB/jam) dan dalam 48 jam setelah
syok teratasi pemberian terapi cairan dapat dihentikan. Oleh karena perembesan
plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu
turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dan
kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit.
Penggantian volume yang berlebihan dan terus menerus setelah plasma terhenti
perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase
penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam
intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan
edema paru dan distres pernafasan. Sebagai terapi simptomatik pada pasien ini
diberikan parasetamol untuk mengatasi demam dengan dosis sebanyak 250 mg
tiap 4-6 jam bila suhu 38,5oC.

Selain

medikamentosa

tidak

lupa

juga

diberikan

terapi

non

medikamentosa, yaitu minum air yang banyak, mengedukasi keluarga pasien


untuk melakukan kegiatan pencegahan DBD dengan 3M menutup, menguras,

40

mengubur barang-barang yang dapat menampung air. Pasien dapat dipulangkan


apabila sudah tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan
membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok
teratasi, jumlah trombosit > 50.000/mm3 dan cenderung meningkat, serta tidak
dijumpai adanya distress pernafasan. Prognosis pada pasien ini quo ad vitam
adalah bonam karena penyakit pada pasien saat ini tidak mengancam nyawa.
Untuk quo ad functionam bonam, karena organ-organ vital pasien masih berfungsi
dengan baik dan tidak terdapat adanya manisfestasi perdarahan. Untuk quo ad
sanactionam bonam karena kekambuhan pada DBD hanya dapat terjadi jika
terdapat reinfeksi oleh virus dengue. Dengan edukasi yang tepat, maka dapat
dilakukan tindakan pencegahan terjadinya infeksi virus.

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. : DHF. Buku Kuliah 3 Ilmu
Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika. Jakarta. 1985. P. 1228 31.
2. Poerwo Soedarmo, Sumarsono S. Carna, Herry dkk. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008
3. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia Jilid 1. Penerbit IDAI.
Jakarta. 2010.
4. John D Synder, Larry K Pickering. : Demam Dengue. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak 15th eds. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2000. P. 1484 5.
5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2004). Demam Berdarah
Dengue, Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. FKUI, Jakarta.
6. Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia

(2000).

Kapita

Selekta

Kedokteran Ilmu Kesehatan Anak. FKUI, Jakarta, hal 419 - 427.


7. Dengue haemorrhagic fever. Diagnosis, treatment, prevention and control,
2nd edition. WHO, Geneva
8. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia Jilid 1. Penerbit IDAI.
Jakarta. 2010.
9. Poesponegoro, Hardiono, dr. Sp.A(K). 2005. Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai